EtIndonesia. Sejak awal April, perang tarif antara Tiongkok dan Amerika Serikat telah menghantam keras sektor usaha kecil dan menengah (UKM) di Tiongkok. Saat ini, banyak pabrik dan pelaku e-commerce lintas negara yang telah bangkrut, atau terpaksa bertahan hidup dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemotongan gaji.
Pada 16 April, Gedung Putih Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan terbaru: Mengingat tindakan balasan dari pihak Tiongkok, barang-barang impor dari Tiongkok bisa dikenai tarif hingga 245%. Kebijakan ini kembali mengguncang pasar global.
Seorang pengusaha swasta yang menyebut dirinya dengan nama samaran Wang Peng menjelaskan bahwa ekonomi Tiongkok sangat bergantung pada investasi, konsumsi, dan ekspor. Saat ini, masyarakat dan pemerintah sudah tidak memiliki dana untuk investasi atau konsumsi. Jika sektor ekspor juga runtuh, dampaknya akan sangat besar.
“Ekspor sangat bergantung pada perusahaan swasta. Jika tarif terlalu tinggi, banyak perusahaan swasta tidak mampu bertahan. Ini baru permulaan. Banyak negara akan memilih berpihak — mayoritas lebih memilih bernegosiasi dengan Amerika ketimbang melawannya,” kata Wang Peng, pengusaha swasta di Guangdong.
Seorang pengusaha e-commerce di Yiwu yang menggunakan nama samaran Lin Chen mengungkapkan bahwa setelah Amerika mencabut pembebasan tarif paket kecil (T86), e-commerce lintas negara dari Tiongkok praktis tidak lagi memiliki ruang untuk hidup.
Lin Chen mengatakan: “Amerika sudah menutup jalur hijau. T86 sudah tidak ada lagi. Praktis kami tidak bisa lagi berbisnis dengan Amerika. Tarif sekarang sampai 245%, menakutkan bukan? Begitu tarif naik di atas 50%, mau 100 atau 200 sudah tidak ada bedanya. Penjualan tokoku juga anjlok drastis, turun sekitar 50-60%.”
Lin Chen menambahkan bahwa perubahan peraturan di platform e-commerce telah memukul banyak usaha kecil dan menengah. Gudangnya kini penuh dengan barang retur, sehingga ia memutuskan untuk mundur dari platform e-commerce lintas negara Temu milik Pinduoduo, demi meminimalkan kerugian.
Lin Chen melanjutkan: “E-commerce sekarang sudah mati sebagian besar. Tidak ada platform yang menguntungkan. Aturannya rumit, denda tinggi, dan akhirnya para penjual kecil menengah harus tersingkir. Banyak pabrik sekarang libur, gaji dipotong, dan ada PHK. Tapi di Yiwu masih ada penjual besar yang kirim puluhan ribu paket per hari — tapi yang dijual ya sampah, stok lama, barang sisa.”
Wang Peng juga menyebut bahwa ribuan pengusaha UMKM seperti dirinya adalah nasabah bank pedesaan di Henan dan Anhui, yang simpanannya dibekukan secara ilegal selama lebih dari tiga tahun. Mereka kini mengalami kesulitan hidup yang sangat berat, dan dengan adanya perang tarif ini, keadaan menjadi semakin buruk. Ia pun menyerukan perhatian dari dunia luar.
Wang Peng berkata: “Bagi kami, para pemilik usaha kecil dan nasabah bank desa di Henan dan Anhui, ini adalah bencana di atas bencana. Simpanan kami dibekukan, dan sekarang, produk yang kami buat — mau dijual ke siapa? Kami benar-benar tidak bisa bertahan hidup lagi.” (Hui)
Sumber : NTDTV.com