EtIndonesia. Pertemuan penting yang berlangsung di London pada 23 April mengalami kekacauan setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy secara terbuka menolak proposal perdamaian yang diajukan oleh Amerika Serikat sehari sebelumnya. Menanggapi hal ini, Presiden AS, Donald Trump menyampaikan kemarahannya melalui platform Truth Social, dengan menyatakan bahwa sikap keras kepala Zelenskyy terhadap isu pengembalian wilayah justru “sangat merusak” proses negosiasi damai dengan Rusia.
Trump Lewat Truth Social: Zelenskyy Menghambat Upaya Perdamaian
Pada tanggal 23 April waktu setempat, Presiden Trump menuliskan sebuah unggahan panjang di Truth Social, menyampaikan kritik tajam kepada Zelenskyy. Dia menilai bahwa pernyataan terakhir Zelenskyy memperkeruh situasi dan menyulitkan upaya penyelesaian konflik.
“Tak ada yang meminta Zelenskyy untuk secara resmi mengakui Krimea sebagai wilayah Rusia. Tapi jika dia begitu menginginkan Krimea, mengapa mereka tidak berjuang untuk mempertahankannya 11 tahun lalu, ketika wilayah itu diserahkan ke Rusia tanpa perlawanan sedikit pun?” tulis Trump dalam unggahannya.
Trump menilai bahwa gaya komunikasi Zelenskyy yang provokatif membuat perdamaian makin jauh dari jangkauan.
“Justru pernyataan-provokatif semacam itulah yang membuat konflik ini sulit diselesaikan. Zelenskyy tidak punya sesuatu yang bisa dibanggakan!” ujar Trump.
“Ukraina sedang menghadapi situasi yang sangat berat — dia bisa memilih jalan damai, atau terus berperang selama 3 tahun lagi hingga kehilangan seluruh negaranya,” lanjut Trump dengan nada tajam.
Zelenskyy Tegas Tolak Usulan Penyerahan Wilayah
Sehari sebelumnya, dalam konferensi pers pada 22 April, Zelensky kembali menegaskan bahwa Ukraina tidak akan pernah secara hukum mengakui klaim Rusia atas wilayah mana pun yang dicaplok sejak 2014, termasuk Semenanjung Krimea.
“Tidak ada yang perlu dibicarakan soal penyerahan wilayah. Itu jelas melanggar konstitusi kami,” kata Zelenskyy.
Diketahui bahwa pemerintahan Trump telah merumuskan sebuah proposal untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Meskipun detailnya belum diumumkan secara resmi oleh Gedung Putih, Wakil Presiden AS, JD Vance menyebut bahwa salah satu poin dalam proposal itu adalah pembekuan pertempuran di garis depan.
Namun pekan lalu, Trump sempat memperingatkan bahwa jika tidak ada kemajuan berarti dalam waktu dekat, dia akan menarik diri dari upaya mediasi dan membiarkan pihak-pihak yang bertikai menyelesaikan konflik tanpa bantuan AS.
Ketegangan antara Trump dan Zelenskyy bukan hal baru. Pada 28 Februari, keduanya terlibat dalam perdebatan sengit di Gedung Putih yang menjadi sorotan media internasional. Meskipun begitu, Trump menegaskan bahwa dia memahami posisi sulit yang tengah dihadapi Ukraina.
JD Vance: Jika Ingin Damai, Ukraina dan Rusia Harus Rela Melepas Wilayah
Di saat yang hampir bersamaan dengan pengumuman Trump, dan menjelang pertemuan menteri luar negeri di London yang rencananya akan membahas peluang tercapainya kesepakatan damai, Wakil Presiden AS, JD Vance menyampaikan pernyataan penting dari India.
“Jika kedua negara benar-benar ingin damai, maka baik Ukraina maupun Rusia harus siap melepaskan sebagian wilayah yang kini mereka kuasai,” kata Vance, meskipun dia tidak mengungkapkan detail wilayah yang dimaksud.
Vance juga menegaskan bahwa AS telah menyusun sebuah proposal perdamaian yang sangat terperinci, dan menambahkan bahwa “saat ini adalah momen bagi masing-masing pihak untuk menyatakan persetujuannya — atau AS akan mundur dari proses ini.”
Beberapa waktu lalu, sempat beredar usulan bahwa AS mungkin akan secara resmi mengakui Krimea sebagai bagian dari wilayah Rusia, sebagai salah satu bentuk kompromi demi perdamaian.
Namun pada 23 April, Wakil Presiden Ukraina, Yulia Svyrydenko melalui media sosial X kembali menegaskan bahwa Ukraina tidak akan pernah mengakui aneksasi Krimea oleh Rusia.
“Krimea adalah bagian dari Ukraina — dan akan selalu begitu,” tulisnya.
Meski demikian, Svyrydenko menambahkan bahwa Ukraina tetap terbuka untuk melakukan negosiasi damai.(jhn/yn)