Epochtimes.id- Seorang hakim di Myanmar menyatakan pada Rabu (02/04/2018) bahwa seorang saksi mengatakan dua wartawan Reuters yang dituduh memiliki rahasia negara dijebak oleh polisi.
Pengacara pembela mengatakan hakim menerima kesaksian Kapten Polisi Moe Yan Naing, yang mengatakan seorang perwira senior telah memerintahkan polisi untuk “menjebak” salah satu dari dua wartawan yang ditangkap pada Desember lalu.
Pengacara pembela Khin Maung Zaw mengatakan hakim memerintahkan polisi untuk membawa Moe Yan Naing ke sidang berikutnya pada 9 Mei mendatang.
Kehadiran saksi ini setelah seorang perwira polisi mengatakan kepada pengadilan bahwa dia tidak hadir karena dijatuhi hukuman minggu lalu selama satu tahun penjara karena melanggar disiplin Kepolisian.
“Kita perlu menanyainya lebih lanjut,” kata Hakim Ye Lwin menyampaikan kepada Kapten Polisi Myo Lwin, salah satu petugas yang telah mengawal dua wartawan itu ke gedung pengadilan.
Jaksa telah memanggil Moe Yan Naing untuk bersaksi melawan Wa Lone (32) dan Kyaw Soe Oo (28).
“Hari ini, pengadilan telah membuktikan dirinya sebagai pengadilan,” kata pengacara pembela Khin Maung Zaw kepada wartawan di akhir sidang. Dia menambahkan bahwa keputusan itu “langkah besar” karena kesaksian Moe Yan Naing.
Penuntut utama Kyaw Min Aung tidak menanggapi permintaan untuk komentar setelah sidang berlangsung.
Juru bicara pemerintah sipil Myanmar Zaw Htay menolak berkomentar, mengutip proses yang sedang berlangsung.
Juru bicara polisi Kolonel Myo Thu Soe mengatakan dia tidak mengetahui kejadian di pengadilan dan menolak berkomentar.
Ketika ia meninggalkan pengadilan, Wa Lone mengatakan kepada wartawan,: “Ketidakadilan yang mereka lakukan kepada kami akan segera terungkap.”
Kemudian pada Rabu lalu Mark Field, seorang pejabat Kementerian luar negeri Inggris, meminta lagi pada pihak berwenang di Myanmar untuk menghentikan “pemutarbalikkan yang kotor” bagi kebebasan pers.
Dia menambahkan telah menggelar pertemuan produktif dengan pengacara hak asasi manusia Amal Clooney, yang merupakan bagian dari tim yang mewakili wartawan Reuters.
“Tidak Bisa Dipercaya”
Pengadilan di Yangon telah menggelar sidang sejak Januari untuk memutuskan apakah wartawan Reuters akan dituntut di bawah Undang-undang Rahasia era kolonial, yang menjatuhkan hukuman maksimal 14 tahun penjara.
Pada saat penangkapan, jurnalis Reuters ini telah melakukan investigasi terhadap pembunuhan 10 pria dan anak laki-laki Muslim Rohingya di sebuah desa di negara bagian Rakhine, Myanmar barat.
Pembunuhan itu terjadi selama penumpasan tentara yang dikatakan oleh badan-badan PBB telah mengirim hampir 700.000 orang melarikan diri ke Bangladesh.
Moe Yan Naing mengatakan dalam kesaksiannya bahwa dia telah diwawancarai oleh Wa Lone pada November lalu tentang operasi polisi di Rakhine.
Para pengacara pembela dan jaksa berargumentasi di depan hakim seminggu lalu dengan mosi yang diajukan oleh jaksa menyusul kesaksian 20 April lalu oleh Moe Yan Naing.
Jaksa berargumen bahwa kapten polisi telah menceritakan kisah yang berbeda kepada penyidik ketika dia ditangkap.
Jaksa mengatakan Moe Yan Naing menyimpan dendam terhadap aparat kepolisian karena dia menghadapi dakwaan.
Hakim Ye Lwin memutuskan pada Rabu lalu bahwa kesaksian kapten polisi tidak bertentangan dengan pernyataan sebelumnya yang dibuat untuk para penyelidik pada saat penangkapannya sendiri.
Hakim mengatakan Moe Yan Naing adalah anggota kepolisian sehingga “tidak pantas menganggapnya sebagai saksi yang tidak dapat diandalkan”.
Moe Yan Naing ditangkap pada 12 Desember, hari yang sama Wa Lone dan Kyaw Soe Oo saat ditahan oleh polisi.
Moe Yan Naing mengatakan kepada pengadilan bahwa sebelumnya hari itu ia telah menyaksikan Brigadir Jenderal Polisi, Ko Ko, memerintahkan seorang kopral untuk mengatur pertemuan dengan Wa Lone di sebuah restoran di Yangon malam itu dan menyerahkan “dokumen-dokumen rahasia” untuk menjebaknya.
Reuters tidak dapat menghubungi Tin Ko Ko untuk komentar.
Seorang juru bicara polisi mengatakan setelah kesaksian Moe Yan Naing bahwa brigadir jenderal “tidak memiliki alasan untuk melakukan hal semacam itu”.
Ruang sidang penuh sesak pada Rabu lalu, dengan kehadiran para diplomat dari Prancis, Uni Eropa, Amerika Serikat dan Australia. (asr)