Xu Xiuhui-Epochtimes melaporkan dari Monterey Park, California
“Selamat Hari Natal!” Salam yang sederhana ini sepertinya telah punah di Tiongkok. Wang Liyu yang berasal dari kota Yingkou provinsi Liaoning dengan pasrah berkata, “Setelah tahun 2016, banyak supermarket dan toko serba ada di banyak kota-kota di Tiongkok tidak diijinkan lagi menjual produk-produk terkait perayaan Natal dan juga tidak diperbolehkan memajang pohon natal lagi.”
Ayah Wang Liyu pernah menjabat sebagai perwira militer di Manchukuo (sebuah negara boneka bentukan Jepang yang berdiri di daerah Timur Laut Tiongkok dan Mongolia Dalam, yang diperintah dalam bentuk monarki konstitusional, 1932 – 1945), bisa bahasa Jepang dengan lancer. Ibunya juga pernah mengenyam Pendidikan Jepang dan menjadi pengikut Kristen. Sejak kecil Wang Liyu mengenal agama berkat bimbingan sang ibu, namun ia belum pernah dibaptis. Ia berkata, “Ibu saya juga harus sembunyi-sembunyi memeluk keyakinan ini dan mengadakan doa bersama di rumah.”
Akibat kebijakan atheis PKT, menyebabkan banyak umat Kristen tidak bisa berkumpul di gereja, dan terpaksa melakukan aktivitas religi di rumah (terkenal dengan sebutan Gereja Rumahan, Red.), karena menyukai musik, Wang Liyu kerap membantu para umat Kristen itu dengan memainkan piano.
Pada akhir tahun 2017 lalu, Wang Liyu resmi dibaptis menjadi umat Kristen, dan menjadi pengiring musik piano pada pertemuan doa. Ia berkata karena merasa bahagia berkumpul bersama para umat Kristen, melakukan banyak hal dengan penuh tanggung jawab, jadi ia senang dekat dengan mereka, perlahan-lahan dirinya pun menjadi umat yang taat.
Pertemuan Keluarga Dibubarkan Paksa, Umat Berang Tapi Tak Berdaya
Tanggal 17 November 2018 pagi hari, Wang Liyu sedang melakukan penginjilan di taman kota, memainkan lagu pujian, tidak sedikit orang berkumpul menyaksikannya, tak lama kemudian muncul polisi untuk memaksanya berhenti, bahkan dirinya pun ditahan. Karena bersikeras tidak mau menandatangani surat jaminan “meninggalkan agama kepercayaannya”, Wang pun dianiaya polisi, ia berkata, “Hidung dan mulut saya berdarah, gigi saya juga ada yang patah.”
Setelah ditahan semalaman, Wang Liyu pun diancam dengan sanak keluarganya, akhirnya dipaksa membayar uang denda sebanyak RMB 5.000 Yuan (Rp 10,5 juta), sesudah dipaksa menyangkal nuraninya untuk melepaskan diri dari agama kepercayaannya dan menulis surat jaminan untuk itu, maka barulah ia dibebaskan.
Wang Liyu berkata, “Dalam hati saya tidak bisa menerima ini, tapi bagi mereka tidak ada yang didiskusikan. Perompak pun punya prinsip, tapi menghadapi perompak seperti partai komunis ini sama sekali tidak ada prinsip yang bisa dibicarakan.”
Ia dihukum ‘tahanan rumah’ selama 1 tahun, setiap minggu ia harus melapor ke kantor polisi, menjelaskan kegiatannya sendiri, dilarang ikut pertemuan di gereja, pertemuan keluarga yang diikutinya juga dibubarkan paksa.
Wang Liyu menyatakan, himpitan PKT terhadap umat Kristen kian hari kian parah. Kebaktian di gereja setiap minggu pun ada orang dari ‘Kantor Agama’ yang datang untuk memberikan instruksi dari Pusat, hanya lantaran Pusat telah menginstruksikan maka pendeta saat berkhotbah juga harus mengucapkan sejumlah pernyataan yang dipaksakan: “Tidak mengikuti model Barat, harus cinta partai, cinta negara dan cinta para tokoh agung.” Yang dimaksud dengan ‘tokoh agung’ adalah ‘para pemimpin partai komunis’, jika pendeta mengatakan cinta Yesus maka pasti akan menuai masalah.
Metode pengendalian gereja oleh PKT adalah ‘campur pasir’, kaki tangan pemerintah disebar di kalangan gereja, lalu menyebarkan teori ajaran partai komunis, ibarat mengambil segenggam pasir dimasukkan ke dalam air yang jernih, semuanya menjadi tercemar dan keruh.
Ibu: Hal Selanjutnya Akan Kau Pahami Sendiri di Kemudian Hari
Di saat berusia 18 tahun, Wang Liyu menyaksikan sebuah film Taiwan berjudul “Delapan Ratus Pendekar”, ia baru menyadari ternyata yang di masa perang mati-matian mempertahankan ‘empat baris gudang’ adalah pasukan Kuo Min Tang (Partai Nasionalis, Red). Ia baru mengetahui ternyata di masa itu partai komunis sama sekali tidak ikut berperang melawan Jepang (1936 – 1945), ia bertanya pada ibunya mengapa kisah di film itu berbeda dengan buku pelajaran di sekolah, ibunya menjawab, “Nak, hal selanjutnya akan kau pahami sendiri kelak.”
Wang Liyu berkata, ia mendapati bahwa ‘fakta’ sejarah yang dipelajarinya sejak kecil, tokoh dalam cerita, itu semua ternyata palsu. Para tokoh partai komunis yang ‘agung, cemerlang dan lurus’ ternyata tidak tahan uji (tokoh fiktif).
Setelah berusia paruh baya, Wang Liyu perlahan baru memahami makna mendalam dari perkataan sang ibu. PKT mempropagandakan ‘melayani rakyat.’ Tapi siapakah rakyat? ‘Generasi penerus’ selamanya bukan rakyat, para penerus adalah orang-orang privilege partai (orang orang partai yang memiliki hak istimewa), rakyat sama sekali tidak bisa menjadi penerus, dan telah ditipu selama 70 tahun oleh partai komunis, dan partai komunis pun tidak pernah membantu rakyat, dan hanya bisa mencelakakan rakyat.
Namun semua ‘fakta’ ini, hanya disimpan oleh Wang Liyu di dalam hati, bahkan dengan sesama temannya pun tidak berani diutarakan.
Ia berkata di dalam buku pelajaran partai komunis, semua tokoh agung itu adalah perompak dan preman, anak-anak sejak kecil telah ditanamkan dengan kebencian, buku antologi Mao Zedong ada 5 jilid yang sangat tebal, sama sekali tidak pernah bicara soal kasih sayang, yang ada hanya ‘pertikaian’, orang yang dirasa berguna akan dirangkul, dan yang tidak berguna akan dibunuh.
Apakah PKT Pernah “Melayani Rakyat”?
Negeri Tiongkok penuh sesak dengan makanan palsu, vaksin palsu dan anak-anak berobat jika tidak ada uang maka hanya akan menantikan kematian, karena masyarakat telah kehilangan penopang spiritual, maka yang ada dalam benak mereka hanya mencari uang.
Wang Liyu berkata, “Berobat harus terlebih dulu menyetor uang, kalau tidak ada uang maka tinggal menunggu mati saja”, inilah kepedihan sebagai seorang warga negara Tiongkok, rumah sakit umum yang tidak mempedulikan nyawa warga, mana mungkin melayani rakyat?
Wang Liyu berpendapat, sekarang PKT mengawasi umat Kristen dengan ketat, memaksakan pengendalian opini dan kebebasan beragama, dikarenakan adanya ketakutan yang teramat sangat, karena PKT sendiri merasakan krisis ideologi yang sangat besar pada partainya sendiri. Jadi terus memberlakukan kekuasaan penuh tekanan.
Ia selanjutnya berpendapat, penganiayaan yang semakin kejam terhadap agama beberapa tahun terakhir ini, sebenarnya sudah kehabisan jurus, telah kehilangan kepercayaan diri dan terdesak di tepi jurang. Ia berkata, “Mao Zedong pernah mengatakan PKT setidaknya bisa bertahan 100 tahun, menurut saya hanya bisa bertahan 2 tahun lagi, partai komunis Tiongkok tidak akan bisa bertahan lagi.” (SUD/WHS/asr)
Video Rekomendasi :
https://www.youtube.com/watch?v=svsbNh0w8CM