Tang Hao
“Bersumpah demi ulang tahun Reagan untuk sekali lagi mengalahkan sosialisme”. Demikian kata putra sulung Presiden AS Ronald Reagan, Michael Reagan.
Tanggal 6 Februari lalu adalah peringatan 108 tahun usia Reagsn. Michael Reagan secara khusus menulis artikel di media untuk massa mengenang sang ayah dan mengingatkan kembali warga AS agar waspada, paham komunis yang pernah dijatuhkan sang ayah Ronald Reagan tengah bangkit kembali dengan sebutan sosialisme, ia menghimbau masyarakat agar bersatu padu, mengalahkan sosialisme dan meruntuhkan kediktatoran totaliter.
Michael Reagan menekankan, keyakinan yang selalu dijaga seumur hidup ayahnya adalah: setiap orang adalah individu yang mandiri, menghormati hukum, melindungi tradisi, segala hak pada setiap manusia adalah pemberian Tuhan dan bukan berasal dari pemerintahan, serta negara bertujuan untuk melayani warga negaranya, bukan malah sebaliknya.
Ternyata Reagan tidak sendirian, seorang pendatang baru di pentas politik yang mewarisi pemikiran Reagan, kini tengah memimpin AS melawan bahaya bangkitnya sosialisme dan melindungi nilai tradisi dan kebebasan AS. “Amerika dibangun di atas pondasi kebebasan dan kemerdekaan”, demikian yang disampaikan Presiden AS Donald Trump dalam pidato kenegaraannya pada tanggal 5 Februari malam di hadapan Kongres, “Kita terlahir dengan tubuh yang bebas, kita juga akan tetap bebas selamanya. Malam ini, kita harus makin menguatkan tekad, Amerika mutlak tidak akan menjadi negara sosialis.”
Pernyataan tegas Trump itu menyulut gemuruh tepuk tangan meriah dari seluruh anggota kongres, mereka menyerukan: “USA! USA!” Suasana patriotik yang begitu menggelora itu membuat dua orang anggota kongres yang menyebut dirinya sebagai penganut paham sosialis terlihat muram dan tidak berkata sepatah pun.
Lawan Sosialisme, Trump Pimpin Ofensif Ke Seluruh Dunia
Faktanya Trump tidak hanya memimpin AS melawan sosialisme, sejak menjabat ia telah memimpin seluruh dunia dengan menyatakan perang melawan sosialisme. Trump tidak hanya mengecam paham sosialis di mulut saja, terlebih lagi menempuh tindakan nyata melawan sosialisme dan kubu komunis.
Ia yang mengaktifkan kembali larangan embargo terhadap Kuba, memberlakukan sanksi ekonomi paling keras sepanjang sejarah terhadap Korut untuk mematahkan ancaman senjata nuklirnya, dan mengobarkan perang dagang berskala terbesar sepanjang sejarah terhadap rezim Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk meng-counter pencurian kekayaan intelektual dan pemaksaan pengalihan teknologi oleh PKT, dalam rangka mematahkan ambisi PKT menguasai seluruh dunia.
Di saat yang sama, Trump telah mencabut berbagai kebijakan yang cenderung bersifat sosialis di dalam negeri AS, memangkas pengawasan pemerintah dan mengurangi intervensi pemerintah terhadap kehidupan rakyat.
Trump juga berhasil meloloskan dua orang hakim agung konservatif yang menjaga tradisi konstitusi di Mahkamah Agung, telah memutar-balikkan krisis “haluan kiri” pada masyarakat dan hukum AS. Ia juga membangkitkan ekonomi dan mengurangi imigran gelap, menyebarkan berbagai nilai tradisi: agama kepercayaan, keluarga, mau bekerja keras, mandiri, anti-aborsi dan lainnya, mengkritisi pemberitaan dan propaganda miring oleh media massa sayap kiri, membersihkan ruang gelap yang tumbuh subur akibat paham sosialis.
Dengan kata lain, sikap pemerintahan Trump di dalam dan luar negeri adalah berupaya keras menghentikan penyusupan dan perluasan sosialisme dan komunisme di seluruh dunia.
Venezuela Tinggalkan Paham Sosialis, Malaysia Larang Buku-Buku Komunis
Serangan keras Trump terhadap sosialisme, juga berefek menggerakkan masyarakat dunia untuk meresponnya. “Warga Venezuela sedang kelaparan, negara mereka tengah hancur.” Demikian pernyataan Trump dan “Mereka sedang menghancurkan sistem demokrasi.
Kondisi seperti ini sama sekali tidak bisa ditolerir, kita tidak bisa berdiam diri.” Upaya warga Venezuela menyelamatkan diri dengan mengusir paham sosialis, tidak hanya mendapat dukungan dari AS, sejumlah negara penting lainnya juga ikut memberikan dukungan.
Pemerintahan darurat Guaido segera mendapat dukungan AS, Kanada, Brasilia dan Kolumbia, negara Eropa juga mengeluarkan ultimatum terhadap Maduro serta menuntut agar dilakukan pilpres dalam tempo 8 hari, jika tidak akan secara terbuka mengakui Guaido.
Maduro tetap menolak untuk melengserkan diri, sehingga mendesak 15 negara Uni Eropa pada tanggal 4 lalu ikut bergabung dalam barisan pendukung pemerintahan Guaido. Rezim Maduro dalam kondisi kritis.
Dalam menghadang komunisme, negara Asia Tenggara juga tidak mau ketinggalan. Pada Desember tahun lalu, Departemen Dalam Negeri Malaysia mengumumkan bahwa buku “Sejarah Partai Komunis Malaysia” Jilid I ditetapkan sebagai buku terlarang, dilarang untuk diterbitkan dan dicetak atau dimiliki, karena buku itu “menyebarkan fitnah dan mengandung konten yang menyesatkan masyarakat”, serta “berupaya mendistorsikan fakta untuk meraih simpati berikut dukungan bagi partai komunis.”
Sapu Bersih Sosialisme Dunia, Desak Terus PKT
30 tahun silam, Reagan memimpin kubu masyarakat bebas Barat menjatuhkan kubu komunis Uni Soviet. Dan hari ini 30 tahun kemudian, Trump memimpin seluruh dunia untuk kembali melawan komunisme dan sosialisme yang telah menyusup ke berbagai negara Barat dan Timur. Peristiwa Venezuela saat ini tengah membuat seluruh negara menentukan pilihan dan sikap ‘apakah memilih sosialisme/komunisme atau tidak’.
Langkah berikutnya, seiring dengan berkembangnya perang dagang AS-RRT, strategi Trump terhadap Beijing dan perubahan situasi di Tiongkok, mungkin setiap negara harus menentukan pilihan dan sikap ‘apakah menghendaki PKT atau tidak’. (SUD/WHS/asr)
Artikel Ini Terbit di Epochtimes cetak versi Bahasa Indonesia
Video Rekomendasi :
https://www.youtube.com/watch?v=nXlUVxyYY-o