Epochtimes.id- Ketika anak – anak terpapar konten pornografi saat menggunakan teknologi, utamanya gawai, maka akan merusak otak bagian depan anak atau Pre Frontal Cortex. Oleh karenanya, dibutuhkan peran orangtua untuk aktif berkomunikasi dan menumbuhkan kontrol diri pada anak ketika menggunakan teknologi.
Faktanya, berdasarkan data dari Safer Internet Day 2017, sebesar 75% anak-anak berumur 10-12 tahun telah menggunakan gawai dan memiliki media sosial. Lebih miris lagi, berdasarkan data ECPAT (End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking Of Children For Sexual Purposes ) Indonesia, dari 504 korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) pada September 2016 – September 2017 sekitar 78% terjadi dari aktivitas online.
Plt Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Dermawan mengatakan anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, maka harus memberikan perlindungan kepada anak, salah satunya dari paparan pornografi.
Dia menjelaskan, pada Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi menyebutkan adanya pelarangan melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek eksploitasi seksual online. Maka, orang tua dan guru di lingkungan pendidikan mereka wajib melindungi anak mereka dari paparan pornografi.
“Orang tua harus menjadi tauladan bagi anak – anaknya untuk mengurangi penggunaan gawai dengan memperbanyak komunikasi dengan anak,” ujarnya dalam kegiatan “Sosialiasasi Pencegahan dan Penanganan Korban dan / atau Pelaku Pornografi” di Yayasan Bethesda, Tangerang, Banten (15/2/2019).
Dermawan menambahkan, terdapat bentuk – bentuk pornografi anak, diantaranya Child Sexual Abuse Material (CSAM), Grooming Online untuk Tujuan Seksual, Sexting, Sextortion (Pemerasan Seksual), dan Siaran Langsung Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Pendiri Kakatu, Muhamad Nur Awaludin atau yang akrab disapa “Kak Mumu” bercerita bahwa saat ini teknologi telah merubah pola hidup masyarakat, termasuk anak – anak. Hal ini bisa kita lihat, ketika anak – anak baru bangun tidur, yang mereka lihat adalah gawai mereka.
Ia juga mengatakan bahwa pornografi dapat merusak bagian depan otak anak atau Pre Frontal Cortex yang berfungsi untuk mengontrol diri dan merencanakan masa depan. Tahapan pornografi adalah dari melihat, meningkatkan level pornografi, dan akhirnya meniru apa yang mereka lihat. Kita tidak bisa melakukan sterilisasi konten pornografi, namun kita bisa memberikan imun kepada anak kita.
Hal tersebut bisa kita lakukan dengan cara menumbuhkan edukasi dan kontrol diri pada anak dari gawai. Contohnya adalah ketika anak secara tiba – tiba melihat konten pornografi pada gawai, maka ajarkan mereka untuk menekan tombol back, home, scroll, atau menutup mata mereka.
Senada dengan Dermawan dan Muhamad, seorang Psikolog, Mona Sugianto mengatakan bahwa orang tua merupakan terapis terbaik bagi anak – anak ketika mereka terpapar pornografi. Ketika anak telah terpapar pornografi, berikan mereka kegiatan alternatif agar mereka tidak melakukan pelarian ke konten pornografi.
“Janganlah memarahi anak – anak ketika mereka terpapar konten pornografi. Namun buatlah kesepakatan antara orangtua dan anak terkait penggunaan gawai atau teknologi lainnya. Berikanlah mereka kepercayaan, namun tetap diiringi dengan komunikasi antara orang tua dan anak yang baik,” tutup Dermawan. (asr)