EpochTimesId — Sebuah pemilihan di Moldova menghasilkan suara parlemen yang tergantung, dengan tidak adanya pemenang mutlak. Perolehan suara antara partai pro-Barat dan pro-Rusia berlangsung sengit, ketika hubungan republik bekas Soviet itu dengan Uni Eropa sedang memburuk.
Hasilnya berpotensi menetapkan panggung koalisi canggung, atau mungkin saja memaksa digelarnya pemilihan umum baru. Kondisi yang sama pernah dialami negara itu, ketika pulih dari krisis politik dan ekonomi setelah skandal perbankan $ 1 miliar pada tahun 2014 dan 2015.
Kondisi ini menambah ketidakpastian. Dengan para pemimpin oposisi mengancam protes jalanan setelah meningkatkan kecurigaan pembelian suara pada proses pemilihan umum.
Oposisi Sosialis, yang lebih menyukai hubungan dekat dengan Moskow, muncul sebagai partai terbesar dengan 35 dari 101 kursi berdasarkan perkiraan sementara. Penghitungan ulang mungkin akan dilakukan di beberapa daerah pemilihan.
Partai Demokrat yang berkuasa, yang menginginkan integrasi lebih dekat dengan UE, berada di urutan kedua dengan 30 kursi. Sementara itu, sebuah blok oposisi yang disebut ACUM, yang berkampanye untuk memerangi korupsi, berada di urutan ketiga dengan 26 kursi.
Pemimpin Demokrat, Vladimir Plahotniuc mengatakan partainya siap untuk bernegosiasi dalam membentuk koalisi mayoritas dan menyetujui pemerintahan baru. “Saya berharap negosiasi semacam itu terjadi sesegera mungkin,” ujar Plahotniuc.
Skandal korupsi dan kekhawatiran tentang kesehatan demokrasi melanda Moldova, yang terjepit di antara Ukraina dan anggota UE, Rumania. Moldova juga merupakan salah satu negara termiskin di Eropa, sehingga mencoreng citra negara itu dan melemahkan daya tarik kelas politik pro-Barat.
Partai Sosialis mengatakan pengacara mereka sedang mempelajari pelanggaran pemilu yang dilaporkan. Mereka menyatakan bahwa ada kemungkinan untuk tidak mengakui hasil pemilu.
Sementara itu pemimpin ACUM, Maia Sandu mengatakan bloknya tidak mengakui pemilu itu sebagai pemilihan yang bebas dan demokratis.
Pemantau pemilu, The Organization for Security and Co-operation in Europe, mengatakan pemilihan umum tersebut pada umumnya berjalan dengan baik. Akan tetapi pemilu ternoda oleh tuduhan tekanan pada aparatur negara, indikasi kuat pembelian suara, dan penyalahgunaan sumber daya negara.
Presiden Igor Dodon, mantan ketua Partai Sosialis, pada 23 Februari 2019 menyebut kampanye pemilu kali ini adalah salah satu yang paling kotor di sepanjang sejarah Moldova. (Reuters/The Epoch Times/waa)
Video Pilihan :
https://youtu.be/fTKcu82AtsA
Simak Juga :
https://youtu.be/rvIS2eUnc7M