ETIndonesia- Seorang menteri senior pemerintah Australia pada 11 Oktober mengatakan bahwa Komunis Tiongkok berperilaku dengan cara yang tidak konsisten dengan nilai-nilai Australia.
Melansir dari Reuters, pemerintah Tiongkok dinilai menargetkan partai-partai politik dan universitas-universitas di Australia. Pernyataannya memicu teguran keras dari kedutaan Tiongkok.
Hubungan antara mitra dagang penting, telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir di tengah tuduhan bahwa Komunis Tiongkok ikut campur dalam urusan dalam negeri Australia. Selain itu, di tengah kekhawatiran Australia bahwa Komunis Tiongkok mencari pengaruh yang tidak semestinya di kawasan Pasifik.
Anggota parlemen Australia telah berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan menahan diri dari kritik publik terhadap Komunis Tiongkok.
Akan tetapi Peter Dutton, menteri dalam negeri Australia, mengatakan, Australia tidak akan diam meskipun ada hubungan komersial mereka dengan Tiongkok.
Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Australia, dengan perdagangan bilateral bernilai lebih dari 180 miliar dolar Australia atau 122 miliar dolar AS pada tahun lalu.
Dutton kepada wartawan di Canberra mengatakan, pihaknya memang memiliki hubungan perdagangan yang sangat penting dengan Tiongkok.
Akan tetapi, pihaknya tidak akan membiarkan mahasiswa dipengaruhi secara berlebihan. Negara itu tidak akan membiarkan pencurian kekayaan intelektual. Selain itu, Australia tidak akan membiarkan badan pemerintah atau non-pemerintah diretas.
Melansir dari voaindonesia.com, Australia juga prihatin atas campur tangan Komunis Tiongkok di berbagai universitas di negara itu. Termasuk tuduhan bahwa mahasiswa yang mendukung gerakan pro-demokrasi di Hongkong telah diganggu atau dimata-matai oleh agen-agen Komunis Tiongkok yang masuk ke kampus.
Peter Dutton seperti ditulis VOA Indonesia mengatakan Australia harus waspada atas ambisi Tiongkok. Dutton mengungkapkan keprihatinannya adalah tentang Partai Komunis Tiongkok dan kebijakan mereka yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh Australia.
Peter Dutton menegaskan, dalam sistem demokrasi seperti yang dijalankan Australia, pihaknya justru mendorong kebebasan berbicara, dan kebebasan menyampaikan pendapat. Kalau hal-hal itu dihambat, kalau ada orang-orang yang bertindak di luar hukum, apakah mereka dari Tiongkok atau dari negara lain, pihaknya berhak untuk mengajukan protes.
Komunis Tiongkok sebelumnya telah membantah melakukan kegiatan yang tidak patut. Seperti biasanya yang kerap dilontarkan, Komunis Tiongkok melabeli Australia mengadopsi “mentalitas Perang Dingin.”
Sebagai respon, Media yang dikendalikan oleh pemerintah Komunis Tiongkok langsung menyerang Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton. Tabloid hawkish yang dikendalikan Komunis Tiongkok, The Global Times turut menyerang Dutton.
Reuters melaporkan, pada bulan ini bahwa intelijen Australia telah menentukan Komunis Tiongkok bertanggung jawab atas serangan dunia maya terhadap parlemen nasional dan tiga partai politik terbesar Australia.
Hal demikian dilakukan sebelum pemilihan umum pada bulan Mei lalu. Laporan itu menurut lima orang yang memiliki pengetahuan langsung mengenai masalah tersebut.
Serangan terhadap parlemen dan partai-partai politik Australia, terjadi ketika hacker juga menargetkan universitas yang paling bergengsi di Australia. Sebuah laporan resmi oleh Australian National University menunjukkan, yang memicu kekhawatiran bahwa Komunis Tiongkok dapat mempengaruhi penelitian dan mahasiswa.
Pelajar asing bernilai sekitar 35 miliar dolar Australia per tahun untuk ekonomi Australia, dengan pelajar dari Tiongkok menyumbang sekitar sepertiga dari jumlah itu.
Universitas-universitas Australia secara finansial tergantung pada siswa luar negeri. Hal demikian menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah asing dapat memberikan pengaruh yang tidak semestinya.
Akibatnya, universitas-universitas Australia sekarang akan diminta untuk bekerja dengan agen-agen keamanan pemerintah. Hal demikian untuk memastikan mereka menjaga terhadap campur tangan asing yang tidak semestinya. (asr)