Xiang Zhang
Tiongkok menolak untuk merilis data pengujian pengambilan sampel terhadap hewan
Sudah dua bulan sejak wabah Coronavirus di Wuhan. Kini penyebarannya tidak menunjukkan tanda-tanda melambat di Tiongkok. Lebih dari 35 kota di Tiongkok dikarantina oleh pihak berwenang Tiongkok dalam upaya mengisolasi kasus yang dipastikan dan kasus yang diduga. Kehidupan jutaan orang berada dalam bahaya karena Coronavirus menunjukkan tanda-tanda penyebaran lebih lanjut di Tiongkok dan dunia internasional.
Ada celah bermakna dalam penyelidikan resmi mengenai asal-usul novel Coronavirus. Untuk mengendalikan Coronavirus, pertama-tama seseorang perlu memahami bagaimana suatu virus yang diduga berasal dari hewan menemukan jalannya ke tubuh manusia.
Agar hal ini terjadi, pihak berwenang Tiongkok perlu merilis data dan sampel pengujian hewan yang dimilikinya. Hasil pengujian dari sampel hewan yang dikumpulkan di pusat penyebaran Coronavirus akan memberikan wawasan penting mengenai hewan apa yang mungkin berfungsi sebagai pejamu atau host perantara untuk novel Coronavirus.
Hal ini adalah penting untuk pengendalian epidemi. Misalnya, jika tikus adalah pejamu perantara untuk virus ini, maka akan sia-sia untuk mengkarantina kota-kota untuk membatasi pergerakan manusia sementara tikus yang terinfeksi masih berkeliaran.
Hasil dari sampel hewan juga dapat memandu keputusan kebijakan yang akan mengurangi risiko wabah lain.
Hewan Asal Coronavirus
Penelitian ilmiah berdasarkan analisis filogenetik meneliti urutan Novel Coronavirus, membandingkannya dengan urutan Novel Coronavirus lainnya, dan menemukan kemungkinan novel Coronavirus yang berasal dari kelelawar. Para peneliti Institut Virologi Wuhan menemukan genom dalam virus yang ditemukan pada pasien adalah 96 persen identik dengan Coronavirus yang ditemukan pada kelelawar yang ada, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature.
Tetapi ada juga teori lain. Contohnya, salah satu penelitian Tiongkok menyatakan bahwa ular adalah sumber penularan ke manusia. Namun, banyak ilmuwan percaya bahwa reptil adalah sumber yang kurang mungkin dan bahwa mamalia seperti tikus dan babi, dan beberapa burung, menjadi reservoir utama untuk Coronavirus.
Dengan pemikiran ini, penelitian filogenetik dari urutan genom virus perlu didukung oleh penelitian pada hewan untuk memastikan asal infeksi, serta untuk menentukan apakah ada pejamu perantara.
Bukanlah tugas yang mudah bagi suatu virus untuk membangun penularan zoonosis, dan Coronavirus jarang melompat dari infeksi hewan ke manusia melalui penularan yang tinggi.
Bahkan ada sedikit kesempatan untuk melihat lompatan Coronavirus langsung dari kelelawar ke manusia. Untuk menginfeksi pejamu baru, harus terjadi mutasi pada protein permukaan virus dan/atau selubung dan gen struktural. Sehingga virus yang bermutasi dapat mengikat dan memasuki sel spesies baru, dan secara efisien menyempurnakan siklus replikasi di pejamu baru.
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa Coronavirus dapat melompat langsung ke manusia, tanpa bermutasi atau melewati spesies perantara. Namun, pejamu perantara adalah jelas diperlukan untuk membangun penularan zoonosis kepada manusia dalam wabah Coronavirus sebelumnya.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa Coronavirus yang terdapat pada kelelawar melompat dari kelelawar, pejamu alami Coronavirus ke musang dan kemudian ke manusia selama wabah SARS pada tahun 2003, dan Coronavirus melompat dari kelelawar ke unta dan kemudian ke manusia untuk wabah MERS. Jadi, musang dan unta berfungsi sebagai pejamu perantara untuk penularan zoonosis.
Karena kelelawar tidak dijual di pasar Huanan di Wuhan – pusat penyebaran infeksi – pada saat wabah tersebut, ini menunjukkan keberadaan pejamu hewan perantara lain yang mungkin telah memindahkan Coronavirus ke manusia.
Yang paling membingungkan adalah belum ada laporan mengenai pengujian sampel hewan yang dikumpulkan di pusat penyebaran Coronavirus di Wuhan, terutama di Pasar Makanan Laut Huanan, untuk mengidentifikasi hewan apa yang mungkin menjadi pejamu atau pejamu perantara dari Novel Coronavirus di Wuhan ini.
Baru-baru ini ilmuwan Tiongkok menerbitkan laporan di Lancet yang menyatakan bahwa “sebagian besar kasus paling awal mencakup paparan yang dilaporkan ke Pasar Grosir Makanan Laut Huanan” dan bahwa pasien dapat terinfeksi melalui paparan zoonosis atau lingkungan.
Laporan lain di Lancet oleh para ilmuwan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tiongkok mengklaim bahwa “berdasarkan data saat ini, kemungkinan jenis Coronavirus baru tahun 2019 yang menyebabkan wabah Wuhan pada awalnya juga berada di dalam tubuh kelelawar. Juga mungkin ditularkan ke manusia melalui hewan liar yang tidak diketahui saat ini yang dijual di Pasar Makanan Laut Huanan.”
Namun, sejauh ini, tidak ada informasi yang dirilis mengenai jumlah dan spesies hewan liar yang ada di Pasar Makanan Laut Huanan saat pasar tersebut ditutup; juga tidak diketahui bagaimana hewan-hewan itu dikelola atau dibuang saat pasar itu ditutup pada tanggal 1 Januari 2020. Dan tidak ada informasi yang dirilis mengenai berapa banyak sampel hewan yang diuji untuk Coronavirus-SARS atau Coronavirus Wuhan melalui metode pengujian asam nukleat virus.
Kantor berita resmi Tiongkok, Xinhua melaporkan pada tanggal 26 Januari bahwa 33 sampel dari 585 sampel lingkungan yang dikumpulkan di Pasar Makanan Laut Huanan adalah positif untuk asam nukleat jenis Coronavirus baru, yang menunjukkan virus itu berasal dari hewan liar atau stok yang dijual di sana. Namun demikian, sampel ini berasal dari lingkungan — bukan dari hewan.
Hal tersebut akan menjadi kegagalan utama dari Komisi Kesehatan Masyarakat Wuhan dan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tiongkok, jika tidak ada sampel hewan yang dikumpulkan dan diuji sebelum atau pada saat Pasar Makanan Laut Huanan ditutup, di mana banyak hewan dijual pada saat wabah. Itu mirip dengan melakukan penyelidikan pada wabah penyakit yang ditularkan melalui makanan, tanpa mengambil sampel makanan restoran yang terkait dengan wabah tersebut. Malahan mengambil penyeka permukaan meja makan untuk diuji.