Epochtimes
Pada Tahun 2020 ini telah terjadi aksi kecurangan dalam skala besar pada pemilihan presiden di AS, tak hanya merupakan aksi untuk mencegah Presiden Donald Trump menjabat kembali sebagai presiden, melainkan juga merupakan sebuah aksi serangan besar terhadap “sistem pemilu” yang merupakan inti demokrasi di Amerika Serikat.
Akibat yang ditimbulkan oleh serangan ini, tidak hanya puluhan juta surat suara tidak bisa dihitung, tetapi juga menyebabkan warga AS bahkan masyarakat dunia goyah dan meragukan sistem pemilu di AS. Lebih lanjut lagi, meragukan seluruh prinsip pendirian negara dan sistem demokrasi yang telah membentuk sejarah kekuatan dan kemakmuran AS selama lebih dari dua abad itu. Ini adalah sebuah serangan yang direncanakan dengan seksama, dan telah menimbulkan akibat pengrusakan yang terlihat gamblang.
Yang dituding sebagai inti dari kecurangan berskala besar kali ini, adalah berbagai jenis mesin voting di AS, serta piranti lunak perhitungan suara dan berbagai sistem kalkulasi analisa data di dalamnya.
Ini adalah sistem yang terlindung yang tidak terbuka, kita tidak bisa melihat model operasional di dalam sistem itu, tidak tahu ke mana data dikirimkan untuk diolah, sistem ini bahkan tidak dapat melakukan peninjauan ulang dan pengauditan, ini adalah sistem tipikal dari teknologi data yang mengarah pada sistem otoriter.
Singkatnya, jika lewat peristiwa kali ini warga AS tidak bisa melakukan investigasi secara menyeluruh dalam skala besar terhadap setiap sistem jenis mesin voting, berarti sama saja dengan mengumumkan berakhirnya sistem demokrasi di AS. Karena beberapa elit teknologi yang menguasai sistem ini, bersembunyi dalam ruang gelap, dengan menggerak- gerakkan jarinya saja ia sudah mampu mengendalikan hasil dari seluruh pemilu di masa mendatang. Ini adalah sebuah dunia sempurna dengan despotisme digital yang standar.
“Boss besar” pun kemudian naik ke pentas politik. Masyarakat yang dirampas hak demokrasinya tidak akan bisa terhindar dari perbudakan oleh kekuasaan despotisme data ini.
Ini adalah dunia yang ideal bagi diktator Venezuela yakni Hugo Chávez, juga merupakan dunia yang ideal bagi Partai Komunis Tiongkok (PKT). Faktanya, sejak Kongres Nasional ke-19 lalu, PKT telah secara resmi mengemukakan konsepsi “modernisasi pemerintahan”, inti yang menjadi landasannya adalah sistem big data dipadukan dengan kecerdasan buatan (AI) seperti ini, lalu dipadukan lagi dengan sistem pengawasan nasional
Tanggung Jawab Tertinggi Presiden Adalah Melindungi Konstitusi
Dalam kondisi normal di negara demokrasi, administrasi pemerintahan dan lembaga kehakiman menerapkan prinsip netralitas politik.
Selama masa pemilu, berbagai badan pemerintahan menghindari terlibat dalam persengketaan, untuk menghindari kekuasaan pemerintahan dimanfaatkan oleh sang penguasa terhadap pemilu, yang kemudian dapat memengaruhi hasil pemilu.
Namun, kondisi kali ini sama sekali berbeda, berbagai jenis kecurangan pemilu yang sistematis ini berskala begitu besarnya, sehingga telah secara serius merusak sistem fundamental negara Amerika Serikat.
Ini bukan peristiwa yang terjadi secara kebetulan, melainkan direncanakan selama bertahun-tahun dengan seksama, berbagai tangan hitam pengendali di baliknya sekali panggil muncul semua, sasarannya bukan posisi presiden, melainkan sistem demokrasi di bawah konstitusi Amerika.
Ini sudah bukan lagi masalah politik pemilu semata, melainkan aksi kejahatan berskala besar yang sangat telanjang.
Pada 2 Desember lalu, Presiden Trump menyampaikan video pidatonya yang berdurasi 46 menit. Pada awal pidatonya itu ia secara khusus menekankan: “Ini mungkin merupakan pidato saya yang paling penting untuk disampaikan.”
Trump berkata, pilpres AS kali ini bukan lagi masalah dirinya terpilih lagi atau tidak, melainkan soal bagaimana melindungi sistem pemilu di AS ini, melindungi konstitusi dan prinsip pendirian negara AS, dengan menempatkan kepentingan negara Amerika Serikat di atas segalanya, dan bukan nama atau kepentingan pribadi.
Ia menggunakan sangat banyak durasi pidato membahas kecurangan dalam pilpres, menilai kecurangan dalam skala besar dan tersistematis ini sebenarnya adalah semacam serangan terhadap sistem Amerika.
Trump menuding bahwa di seluruh swing state telah terjadi peristiwa pelanggaran serius, atau penipuan sejak awal hingga akhir, skalanya belum pernah terjadi sepanjang sejarah, suara dalam jumlah besar dimasukkan dalam seketika, tapi tidak ada yang mengetahui dari mana asalnya surat suara itu. Trump berkata, “Media massa mengetahui semua ini, tapi mereka tidak ingin memberitakannya. Faktanya mereka menolak sama sekali untuk memberitakannya, bahkan menutupi segalanya.”
Seperti kata-kata yang dikutip seorang peneliti Claremont Institute yang juga seorang penulis bekas Uni Soviet dulu yakni Matthew Tyrmand di media sosial “Kita tahu mereka berbohong, mereka tahu mereka berbohong, mereka tahu kalau kita tahu mereka berbohong, tapi mereka tetap saja berbohong”, dan berkomentar demikian: kalimat ini ‘selain sangat cocok diaplikasikan pada komunisme Uni Soviet, juga sangat cocok bagi media massa besar AS sekarang ini, juga perusahaan Big Teach dan kelompok kelembagaan kiri.”
Trump menjelaskan, dalam pilpres kali ini ada satu perusahaan yang sangat mencurigakan yakni Dominion Voting System, perusahaan tersebut bertanggung jawab atas surat suara di seluruh swing state, dan mereka telah memberikan sumbangan dana politik sebesar 96% kepada Partai Demokrat, dan data Dominian ternyata juga muncul di luar negeri, dan bukan di Amerika, “Dominion adalah sebuah bencana”.
Bukti yang telah terungkap menunjukkan, di balik Dominion terdapat bayang- bayang Komunis Tiongkok, Iran, dan sejumlah negara lain. Jika pengadilan menetapkan data pemilu AS telah beredar hingga ke luar negeri, maka itu adalah tindakan “pengkhianatan terhadap negara”.
Di saat Presiden Trump berpidato pada 2 Desember lalu, mengeluarkan deklarasi perang resmi terhadap kelompok yang melakukan kecurangan, ini adalah sebuah dokumen tuduhan untuk menciduk pencuri, tidak hanya hendak merebut kembali pemilu, hendak merebut kembali Amerika dan merebut kembali keadilan.
Hampir bersamaan dengan pidato Trump, yakni pada 2 Desember siang hari, di angkasa di atas Kota New York mendadak terdengar suara ledakan keras, banyak warga dari negara bagian Maryland, Michigan, New York, Ohio, Pennsylvania, Virginia dan Ontario Kanada telah menyaksikan cahaya akibat ledakan meteor di udara pada siang hari bolong itu, menyusul lebih dari 100 berita laporan terkait meteor tersebut.
Tim pengamat meteor dari badan antariksa AS (NASA) kemudian membenarkan, peristiwa ledakan meteor itu memang dipicu akibat sebuah meteor berukuran besar yang masuk ke dalam lapisan atmosfir di atas New York. Meteor itu bergerak ke arah barat dengan kecepatan 90.000 km per jam, dan meledak pada ketinggian 22 mil di angkasa, saat ledakan timbul kilatan cahaya yang menyilaukan.
Masyarakat Tiongkok mengatakan langit dan manusia menyatu, jika terjadi fenomena yang tidak lazim di langit acap kali mencerminkan bakal terjadi peristiwa besar di tengah manusia.
Saat ini, AS tengah dalam masa pemilu, rumor akan terungkapnya kecurangan berskala besar yang diperbuat oleh kubu Biden dan Partai Demokrat telah menyulut kemarahan warga AS, tim kampanye Trump sedang mengobarkan perang hukum, masyarakat dari 50 negara bagian seluruh AS juga terus memrotes tindakan pencurian oleh kubu Biden pada pemilu.
Seperti dikatakan Trump pada 20 Oktober lalu, memilih dirinya atau capres Partai Demokrat Joe Biden yang sama saja dengan memilih antara “American Dream” atau “neraka sosialisme”.
Mantan penasihat keamanan Jendral Michael Flynn pada saat diwawancarai oleh media massa setelah perkaranya diampuni, juga mengatakan, “Sekarang saya sangat kesulitan dalam menyebut seseorang itu apakah orang Partai Demokrat atau Partai Demokrat. Nama ini sebenarnya telah digantikan oleh partai sosialis demokrat di Amerika”.
Dalam pidatonya Trump juga mengatakan, mereka telah mengumpulkan bukti kecurangan pemilu dalam jumlah besar, orang lain yang melihatnya pun akan berkata, “Wah! Begitu banyak bukti, tapi sekarang jika hendak mengubah hasil pemilu sudah terlambat”, akan tetapi
“Faktanya, masih banyak waktu untuk bisa menentukan siapa pemenang yang sesungguhnya, ini juga merupakan sasaran yang harus kita perjuangkan.”
Trump secara khusus menekankan, “Jika tidak menyingkirkan kecurangan pilpres 2020, maka kita tidak akan memiliki negara ini lagi.”
Ini sudah bukan lagi kampanye dirinya, ini menyangkut mengembalikan keadilan dan keyakinan terhadap pemilu AS, ini menyangkut demokrasi AS, ini adalah hak sakral yang diperjuangkan oleh banyak orang Amerika yang telah mengorbankan jiwa raganya. Itu sebabnya, tidak ada yang lebih mendesak dan lebih penting daripada melindungi sistem ini.
Jika hendak mewujudkan “masih banyak waktu untuk menentukan siapa pemenang sebenarnya”, konstitusi telah memberikan wewenang khusus kepada presiden, untuk menginisiasi tindakan khusus jika memang dibutuhkan.
Perintah eksekutif 2018 tentang sanksi terhadap negara yang mengintervensi Pemilu AS
Pada 12 September 2018 lalu, Presiden Trump telah menandatangani sebuah perintah eksekutif, yang disebut “Executive Order on Imposing Certain Sanctions in the Event of Foreign Interference in a United States Election”, dasar hukumnya adalah konstitusi dan UU Amerika, termasuk juga “International Emergency Economic Powers Act”, “National Emergencies Act”, “Immigration and Nationality Act” serta Pasal 301 Bab 3 dari kitab UU “US Code”.
Karena ini adalah perintah eksekutif, tidak perlu diloloskan oleh kedua kamar kongres AS, lembaga pemerintah pada setiap tingkatan harus menjalankannya sesuai hukum yang berlaku.
Perintah eksekutif tersebut menuntut agar dalam tempo 45 hari setelah berakhirnya pemilihan presiden, Direktur CIA harus membuat evaluasi apakah ada pemerintah negara asing atau orang yang menjadi perwakilan dari pemerintah negara asing, atau orang yang mewakili pemerintah asing mengintervensi pemilu Amerika, serta menyerahkan evaluasi tersebut kepada presiden, menteri luar negeri, menteri keuangan, menteri pertahanan, hakim agung, dan menteri keamanan nasional.
Begitu hasil evaluasi menetapkan adanya kekuatan negara asing merusak pemilu AS, maka setiap departemen AS akan secara langsung atau tidak langsung ikut ambil bagian dalam pemberlakukan berbagai jenis sanksi terhadap pelakunya, seperti pembekuan asset dan harta benda milik pelaku, melarang ekspor ke negara yang bersangkutan, melarang jual beli sahamnya dan lain sebagainya.
Jika Venezuela telah mengintervensi Pemilu Presiden AS lewat sistem Dominion, maka tak hanya kekayaannya akan dibekukan dan disita, orang yang terlibat dan membantu, seperti pemilik perusahaan Dominion di AS, juga pemerintah Venezuela, yang memberikan dukungan dana, atau kaum ekstrimis sayap kiri yang terlibat, semua akan dikenakan sanksi tersebut.
Jika terbukti para sesepuh ekstremis sayap kiri seperti Biden dan Obama, termasuk Direktur FBI, CIA, yang telah mengkhianati Trump, dan orang-orang terkait lainnya, setidaknya secara tidak langsung membantu kekuatan negara asing merusak keadilan pemilu di AS, maka perintah Presiden Trump ini telah memasukkan mereka ke dalam obyek sanksi tersebut.
Dalam pidato penting pada 2 Desember belum lama ini, Trump mengemukakan, ia sedang mempertimbangkan seorang pejabat jaksa khusus,untuk menyelidiki kontroversi pemenuhan surat suara ilegal dan pengendalian surat suara. Ini mungkin sebagai akibat bahwa jaksa agung sekarang WilliamBarr tidak mengambil tindakan apapun.
Presiden Pendahulu Pernah Menggunakan Kekuasaan Istimewa Presiden
Pada 28 November lalu, mantan orang nomor 3 Angkatan Udara yakni purnawirawan Letjend Thomas McInerney bersama Jenderal Michael Flynn menerima wawancara terbuka secara daring dengan WVW-TV. Dua hari sebelum pilpres yakni pada 1 November lalu McInerney menjadi whistleblower secara terbuka mengadukan CIA yang akan menggunakan Dominion Voting System untuk mencurangi pemilu.
Ia meminta dengan sangat agar Presiden Trump tidak mundur dari jabatannya sebelum kejahatan pengkhianatan ini terungkap. Jika tidak, maka Amerika akan mengalami kehancuran yang serius, momentum untuk diambil alih oleh musuh sudah sangat matang.
Pada 1 Desember, ormas We the People Convention (WTPC) menerbitkan sebuah iklan satu halaman penuh pada surat kabar Washington Post.
Dokumen tersebut menjelaskan tindakan luar biasa Presiden Lincoln, demi menyelamatkan aliansi pada masa perang saudara Amerika, dan membandingkannya dengan “perang sipil” yang kini sedang terjadi yang menyebabkan perpecahan di Amerika, dan mengimbau agar Presiden Trump bertindak seperti Presiden Lincoln untuk menggunakan kekuasaan istimewanya sebagai presiden.
Konstitusi Amerika di satu sisi menggunakan kongres dan pengadilan untuk membatasi kekuasaan presiden, pada saat bersamaan konstitusi juga memberikan “hak prerogatif presiden” (Presidential Prerogative Power). Dengan hak istimewa ini, para presiden pendahulu AS telah melakukan banyak tindakan yang dianggap sangat krusial oleh generasi penerus.
Masyarakat berterima kasih akan keberanian dan kebijaksanaan para pendahulu, yang telah membantu negara melalui masa- masa sulitnya.
Presiden Trump dianggap sebagai manusia pilihan Sang Pencipta, ia memiliki sistem militer, kepolisian, pasukan khusus, dan berbagai sumber daya pemerintahan lainnya. Dilihat dari situasi pemungutan suara pada Pemilu kali ini, ia telah mendapatkan dukungan dari mayoritas warga AS. Ia memiliki sumber daya yang unggul untuk meredam kekacauan ini. Apalagi, segelintir kaum ekstremis sayap kiri Partai Demokrat juga media massa dan media sosial yang terlibat rekayasa ini, tidak didukung secara moril oleh masyarakat luas, tidak akan tahan gempuran.
Kini tidak hanya mayoritas warga AS mendukung presidennya melawan hingga akhir demi melindungi dasar pendirian negara Amerika,masyarakat seluruh dunia juga mengharapkan mercusuar demokrasi Amerika ini mampu menerangi umat manusia, mengharapkan Amerika sebagai “polisi dunia” ini dapat terus menjadi kuat, dan terus melindungi ketertiban dunia.
Karena begitu kecurangan ini menang, bukan hanya Amerika yang akan hancur, seluruh dunia pun akan terjerumus ke dalam kegelapan. Hong Kong sekarang adalah contoh yang paling tepat.
Komunis Tiongkok memanfaatkan Pemilu AS, di satu sisi menciptakan kekacauan di AS, di sisi lain terang-terangan menindas HAM di Hong Kong, semena-mena menangkap demonstran, membatalkan kelayakan anggota legislatif dari kubu pro-demokrasi, menyebabkan para legislator pro-demokrasi mengundurkan diri secara kolektif, membubarkan Dewan Legislatif secara tak lazim. Menyebabkan warga Hong Kong hidup dalam kepahitan.
Masyarakat mengharapkan lembaga hukum wilayah dan federal AS agar mengambil tindakan yang menyeluruh dan efektif, melakukan investigasi tuntas terhadap serangan berskala besar terhadap inti dari sistem demokrasi di Amerika ini.
Presiden Trump memiliki wewenang untuk menggunakan hak prerogatif yang diberikan oleh konstitusi, untuk secara tegas mengambil tindakan darurat yang efektif, mencegah serangan besar seperti ini.
Melindungi konstitusi AS, melindungi prinsip pendirian negara demokrasi AS, ini adalah tanggung jawab presiden AS, adalah tanggung jawab setiap pejabat pemerintah, juga tanggung jawab setiap warga AS, tanpa peduli apakah serangan yang merusak ini datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri. (lie)
Video Rekomendasi :