oleh Reuters
Aparat kepolisian melepaskan tembakan mematikan Minggu (28/2) di berbagai penjuru di kota terbesar Myanmar, Yangon setelah granat kejut, gas air mata, dan tembakan ke udara gagal membubarkan massa. Tentara turut memperkuat aparat kepolisian.
Beberapa orang yang terluka dibopong oleh sesama pengunjuk rasa, meninggalkan bercak darah di jalanan, seperti ditunjukkan oleh dokumentasi dari laporan media. Seorang pria tewas setelah dibawa ke rumah sakit dengan peluru tajam di dadanya, kata seorang dokter yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Kantor HAM PBB menyatakan : “Polisi dan pasukan militer menghadapi demonstrasi damai, menggunakan kekuatan mematikan, menurut informasi yang dapat dipercaya yang diterima oleh Kantor Hak Asasi Manusia PBB — telah menyebabkan sedikitnya 18 orang tewas dan lebih dari 30 luka-luka.”
Myanmar terjerumus dalam jurang kekacauan sejak militer merebut kekuasaan. Militer menahan pemimpin pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi dan sebagian besar pimpinan partainya pada 1 Februari 2021. Militer menuding terjadinya kecurangan saat pemilu yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi secara telak.
Kudeta militer menghentikan Myanmar menuju demokrasi, setelah hampir 50 tahun pemerintahan militer berkuasa. Akibatnya, ratusan ribu rakyat Myanmar turun ke jalan-jalan dan menuai kecaman dari negara-negara Barat.
Di antara korban tewas adalah lima orang di Yangon yang diketahui sebagai engineering jaringan internet Nyi Nyi Aung Htet Naing. Ia sehari sebelumnya, memposting di Facebook tentang keprihatinannya atas peningkatan tindakan kekerasan, kata petugas medis.
Korban tewas lainnya adalah Guru Tin New Yee. Ia tewas setelah polisi membubarkan protes guru dengan granat kejut, menyebabkan massa membubarkan diri, sebagaimana dikatakan putrinya dan sesama guru.
Polisi juga melemparkan granat setrum di luar sekolah kedokteran Yangon. Sebuah kelompok yang disebut Aliansi medis Whitecoat mengatakan, lebih dari 50 staf medis ditangkap.
Tiga orang lainnya tewas di Dawei di selatan, seperti dikatakan politikus Kyaw Min Htike kepada Reuters dari kota itu. Dua orang lainnya tewas di kota kedua Mandalay, kata media Myanmar Now dan seorang warga. Warga setempat Sai Tun mengatakan kepada Reuters, seorang wanita tewas ditembak di kepala.
Polisi dan juru bicara dewan militer yang berkuasa tidak menanggapi panggilan telepon untuk dimintai komentar.
Polisi membubarkan aksi protes di kota-kota lainnya, termasuk Lashio di Timur Laut, Myeik di selatan dan Hpa-An di timur, kata penduduk setempat dan media.
Militer Menebarkan Ketakutan
Pemimpin Junta Militer Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan pada pekan lalu, pihak berwenang menggunakan kekuatan minimal untuk menangani aksi protes. Namun demikian, setidaknya 21 orang pengunjuk rasa tewas dalam insiden tersebut. Pihak militer mengatakan, seorang polisi tewas.
Tindakan keras tersebut mengindikasikan tekad militer memaksakan otoritasnya dalam menghadapi perlawanan, tidak hanya di jalanan tetapi lebih luas lagi di layanan sipil, pemerintahan kota, peradilan, sektor pendidikan, kesehatan serta media.
“Kami sangat sedih melihat hilangnya banyak nyawa di Myanmar. Orang-orang seharusnya tidak menghadapi kekerasan karena mengekspresikan perbedaan pendapat terhadap kudeta militer. Menargetkan warga sipil itu menjijikkan,” demikian pernyataan kedutaan AS.
Kedutaan Besar Kanada mengatakan terkejut. Indonesia, sebagai negara yang mengambil kepemimpinan diplomatik di ASEAN dalam menangani krisis tersebut, menyatakan keprihatinan yang mendalam.
Televisi MRTV yang dikelola pemerintah Myanmar mengklaim, lebih dari 470 orang ditangkap pada Sabtu 27 Februari. Tidak jelas berapa banyak yang ditahan pada Minggu 28 Februari.
Aktivis pemuda Esther Ze Naw mengatakan, orang-orang berjuang melawan ketakutan yang mereka alami di bawah pemerintahan militer.
Ia mengatakan : “Jelas sekali mereka mencoba menanamkan rasa takut pada kita dengan membuat kita lari dan bersembunyi, kami tidak bisa menerima itu.”
Sehari setelah junta militer mengumumkan pemecatan Duta Besar Myanmar untuk PBB karena turut menentang Junta Militer dengan menyerukan tindakan dari PBB, kementerian luar negeri Myanmar mengumumkan para diplomat di beberapa kedutaan lainnya akan segera dipanggil.
Tidak ada alasan, tetapi beberapa diplomat termasuk pegawai negeri sipil bergabung dengan Gerakan Perlawanan Sipil yang melumpuhkan sebagian besar kantor pemerintahan.
Sementara itu, negara-negara Barat mengutuk kudeta Junta Militer. Beberapa negara sudah menjatuhkan sanksi terbatas. Meski demikian para jenderal Myanmar biasanya mengabaikan tekanan diplomatik. Mereka sudah berjanji akan menggelar pemilu baru, tapi belum menetapkan tanggalnya.
Partai Suu Kyi dan pendukungnya mengatakan hasil pemungutan suara November tahun lalu harus dihormati.
Suu Kyi yang menghabiskan hampir 15 tahun dalam tahanan rumah. Ia kini menghadapi tuduhan mengimpor enam radio walkie-talkie secara ilegal dan melanggar undang-undang bencana alam dengan melanggar protokol corona. (asr)
Keterangan Foto : Petugas polisi anti huru hara menembakkan tabung gas air mata selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, pada 28 Februari 2021. (Stringer via Reuters)