Di Rui
NASA baru-baru ini menggunakan pesawat ruang angkasa Cygnus untuk mengirim 8.000 pon pasokan ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Pada saat yang sama, mengirim 120.000 spesies nematoda, Caenorhabditis elegans .
Caenorhabditis elegans adalah sejenis spesies nematoda. Walaupun hidup di lingkungan tanah, namun berbeda dengan annelida seperti cacing tanah. Merupakan salah satu model hewan yang paling umum digunakan ilmuwan untuk mempelajari organisme kompleks termasuk manusia. Spesies inilah yang dikirim NASA ke luar angkasa.
Salah satu anggota tim eksperimental, Nathaniel Szewczyk dari Ohio University , mengatakan bahwa jika peneliti dapat memahami dampak gaya berat mikro luar angkasa pada organisme ini, ada harapan untuk memahami dampak lingkungan luar angkasa pada tubuh manusia.
Dalam 60 tahun terakhir, manusia mulai sering berpindah-pindah di luar angkasa. Para ilmuwan telah menemukan bahwa otot dan tulang, menjadi lebih ringan, yang tampaknya umum terjadi setelah hidup di luar angkasa selama jangka waktu tertentu.
Meskipun para astronot berolahraga sesuai dengan bimbingan pelatih profesional dan bekerja sama dengan diet seimbang yang direkomendasikan oleh ahli gizi, mereka tetap tidak dapat menghindari perubahan seperti itu pada tubuh mereka.
Hal ini telah menjadi salah satu keprihatinan terbesar para ilmuwan tentang perluasan aktivitas ruang angkasa umat manusia.
Eksperimen ini terdengar luar biasa. Untuk mempelajari pengaruh lingkungan luar angkasa pada otot manusia, apakah masuk akal untuk menggunakan nematoda yang transparan di seluruh bagian tubuh dan masing-masing hanya sekitar 1 milimeter sebagai model?
Szewczyk mengatakan : “Ini cukup mengejutkan. Cacing ini juga memiliki otot. Tapi itu benar. Cacing ini, seperti manusia, membutuhkan gerakan otot untuk bergerak dari titik A ke titik B. Banyak mekanisme dalam sel otot dari keduanya adalah sebenarnya sama. “
Contoh tipikal yang dirujuk oleh Szewczyk adalah protein miosin, yang juga menjadi salah satu fokus percobaan ini. Miosin adalah salah satu protein penting yang dibutuhkan untuk kontraksi otot dan terdapat pada manusia dan Caenorhabditis elegans.
Para peneliti secara khusus merancang perangkat untuk cacing ini. Tujuannya, untuk mendeteksi kekuatan mereka. Perangkat ini terlihat seperti alat perekam kaset lama. Akan tetapi, memiliki jalur penghalang bagi serangga untuk merayapi.
Kotak tersebut diisi dengan sejumlah besar tiang yang bisa ditekuk sebagai penghalang. Ketika cacing merapat dan merangkak di antara pilar, lalu digunakan kamera mini untuk mengukur derajat tekukan tiap pilar. Yang mana, digunakan untuk menghitung gaya yang diberikan oleh cacing ini pada otot di pilar.
Cacing ini akan diuji untuk pertama kalinya. Ketika pertama kali tiba di stasiun luar angkasa, dan kemudian diukur lagi setelah tinggal di luar angkasa selama 2 hingga 4 minggu. Para peneliti akan mendeteksi apakah cacing tersebut memiliki tanda genetik dan perubahan kekuatan otot.
Meskipun banyak orang yang skeptis tentang penggunaan percobaan cacing tersebut untuk mempelajari otot manusia, Szewczyk mengatakan bahwa keduanya memiliki tingkat kemiripan yang tinggi di tingkat molekuler. “Tapi saya tahu bahwa banyak orang menganggapnya gila,” ujarnya. (hui)
Keterangan Foto ; Bumi dan matahari terbit dilihat dari dalam Stasiun Luar Angkasa Internasional. (ShutterStock)