Merck Sedang Mengurus Otorisasi Penggunaan Darurat Pil Anti-COVID-19

oleh Zachary Stieber

Perusahaan Merck pada Jumat (1/10/2021) mengumumkan bahwa hasil uji klinis yang mereka lakukan menunjukkan pil anti-virus komunis Tiongkok (COVID-19) yang diluncurkan perusahaan cukup efektif dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh COVID-19

Menurut hasil uji klinis, bagi orang dewasa yang telah terinfeksi virus komunis Tiongkok tetapi tidak dirawat inap di rumah sakit, dengan menggunakan pil ‘Molnupiravir’ buatan perusahaan Merck dapat menurunkan hingga setengah dari risiko rawat inap atau kematian yang diakibatkan virus COVID-19.

Merck dan perusahaan mitranya Ridgeback Biotherapeutics mengumumkan bahwa sebanyak 14,1% dari pasien COVID-19 yang menerima plasebos harus menjalani perawatan rumah sakit dalam 29 hari. Tetapi  dibandingkan dengan pasien yang menerima obat oral ‘Molnupiravir’, angka itu menurun menjadi hanya 7,3%.

Selain itu, 8 orang pasien dari kelompok yang menggunakan plasebos meninggal dunia, sedangkan tidak ada satu pun pasien dari kelompok yang memakai obat ‘Molnupiravir’ yang meninggal dunia.

Berdasarkan temuan ini, Merck berencana untuk mengajukan permohonan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) untuk mendapatkan otorisasi penggunaan darurat obat tersebut.

Robert Davis, CEO dan Presiden Merck dalam sebuah pernyataannya menyebutkan : Dengan hasil yang meyakinkan ini, kami optimis bahwa ‘Molnupiravir’ dapat menjadi obat penting dan bagian dari upaya global untuk memerangi epidemi.

CEO Ridgeback Wendy Holman menambahkan : “Kami sangat terdorong oleh hasil uji klinis jangka menengah. Jika disetujui untuk digunakan, kami berharap ‘Molnupiravir’ dapat berpengaruh cukup signifikan terhadap pengendalian penyebaran epidemi”.

Menurut laporan, obat ini bekerja dengan menghambat replikasi virus COVID-19. Sejauh ini, obat yang diizinkan untuk mengobati COVID-19 hanyalah antibodi monoklonal. Harga setiap antibodi monoklonal bisa mencapai lebih dari USD. 2.000, dan waktu penggunaannya juga lebih lama daripada minum tablet.

Namun, uji klinis telah menunjukkan bahwa obat-obatan yang telah disetujui untuk penyakit lain, termasuk antidepresan ‘fluvoxamine’ juga menunjukkan kemampuannya dalam melawan virus komunis Tiongkok.

Uji klinis obat oral ‘Molnupiravir’ dilakukan dengan mengevaluasi dan menganalisis data dari 775 orang pasien yang belum pernah divaksin anti-COVID-19, akan tetapi dikonfirmasi oleh laboratorium telah terinfeksi COVID-19.

Uji coba tahap ketiga yang awalnya direncanakan untuk dilakukan terhadap 1.550 orang pasien yang terinfeksi, tetapi menurut rekomendasi yang dibuat oleh Komite Pemantau Data setelah berkonsultasi dengan FDA, rencana tersebut akhirnya dihentikan.

Uji klinis tersebut dilakukan di berbagai belahan dunia, termasuk Amerika Serikat yang hasil lengkapnya belum dipublikasikan.

Merck tidak segera menanggapi pertanyaan lewat email.

Merck telah mulai memproduksi obat oral ‘Molnupiravir’ dan diharapkan dapat memproduksi 10 juta obat pada akhir tahun ini.

Awal tahun ini, Amerika Serikat setuju untuk membeli sekitar 1,7 juta dosis obat tersebut di bawah otorisasi darurat atau persetujuan dari badan pengawas obat AS.

Jika perjanjian itu berlaku, pemerintah akan mengeluarkan USD.705,- untuk setiap jenis obat yang mencakup banyak pil.

Dr. Walid Gellad, seorang profesor kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburgh mengatakan bahwa obat oral antivirus akan menjadi “pengubah permainan” dalam pengobatan karena terinfeksi COVID-19 dan mendesak FDA untuk memberikan prioritas persetujuan terhadap penggunaan obat ini.

Beberapa ahli lain menguatakan bahwa meskipun data ini belum ditinjau oleh rekan sejawat, tetapi hasilnya tampak cukup menggembirakan.

Selain itu, dua perusahaan lain juga berlomba mengembangkan pil anti-virus komunis Tiongkok.

Pfizer meluncurkan dua uji klinis pil pada bulan lalu, dan Roche juga mengembangkan pilnya sendiri. (sin)