Meningkatnya Tekanan Militer Tiongkok Terhadap Taiwan Sebagai Tantangan Terhadap Demokrasi Di Mana-Mana

Andrew Thornebrooke

Apa yang dimulai awal bulan ini sebagai sebuah pertunjukan rutin penindasan lintas-selat yang  menghasilkan sebuah pemecahan rekor 149 pesawat tempur Tiongkok melanggar ke Taiwan’s air defense identification zone (ADIZ) atau zona identifikasi pertahanan udara Taiwan selama empat hari berturut-turut, memicu peringatan dan kemarahan internasional.

Serangan-serangan tersebut, yang mencakup satu insiden di mana 56 pesawat memasuki zona identifikasi pertahanan udara dalam sehari, dicemooh oleh Gedung Putih sebagai “destabilisasi” dan provokatif.

Sementara itu, Partai Komunis Tiongkok mengatakan bahwa serangan-serangan tersebut diperlukan untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayahnya atas Taiwan, yang diklaim Beijing sebagai miliknya.

Peristiwa tersebut menandai sebuah titik  rendah yang baru dalam hubungan lintas-selat. 

Namun, para ahli percaya bahwa unjuk kekuatan itu bukanlah sebuah sinyal serangan yang akan segera terjadi, tetapi merupakan sebuah tampilan kompleks yang dimaksudkan untuk secara bersamaan mengintimidasi Taiwan, merusak hubungan internasional Taiwan, dan memperkuat posisi Xi Jinping di dalam Partai Komunis Tiongkok dan militernya serta Tentara Pembebasan Rakyat.

Intimidasi atau Kelemahan?

John Dotson, Wakil Direktur Institut Taiwan Global, nirlaba yang berbasis di Washington, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa serangan itu adalah sebuah taktik intimidasi dan bagian sebuah strategi lebih besar yang dilakukan Beijing untuk memaksa masyarakat internasional menjauh dari pertahanan Taiwan.

“Penerbangan ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan adalah bagian sebuah kampanye intimidasi yang lebih besar yang juga dilakukan dalam bidang-bidang diplomasi dan propaganda,” kata John Dotson dalam sebuah email, seperti yang terlihat pada pidato Xi Jinping pada 9 Oktober, yang mengutuk pemerintah Taiwan dan menegaskan kembali ‘penyatuan’ Taiwan dengan Tiongkok yang tidak dapat dihindari.”

Tidak lama setelah serangan tersebut, Tentara Pembebasan Rakyat juga menggelar latihan serangan amfibi di Selat Taiwan, dan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping menyampaikan sebuah pidato yang menyerukan penyatuan kembali Taiwan dengan daratan Tiongkok.

PLA Daily, surat kabar resmi militer Tiongkok, menindaklanjuti dengan sebuah artikel yang mengatakan bahwa Tentara Pembebasan Rakyat akan “menghancurkan” upaya apa pun untuk memisahkan Taiwan dari daratan Tiongkok, meskipun Taiwan memiliki pemerintahan sendiri sejak tahun 1949.

Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Keith Krach mengatakan kepada The Epoch Times dalam sebuah email, bahwa peningkatan serangan udara yang cepat dirancang untuk secara bersamaan mengintimidasi orang-orang Taiwan, meninggalkan bentuk-bentuk pemerintahan yang demokratis dan untuk merusak hubungan Taiwan dengan Amerika Serikat setelah jatuhnya Afghanistan ke tangan Taliban.

“Sebagai diplomat Amerika Serikat berpangkat tertinggi yang mengunjungi Taiwan dalam empat dekade, saya tahu bagaimana rasanya disambut oleh 40 pesawat tempur dan pembom Tiongkok,” kata Keith Krach, mengacu pada kunjungannya selama tiga hari ke Taiwan pada bulan September tahun lalu, di mana rezim Tiongkok mengirim pesawat-pesawat melewati zona identifikasi pertahanan udara selama dua hari di antara tiga hari.

Peningkatan gangguan ini [pertama-tama] dimaksudkan untuk mengintimidasi orang-orang Taiwan, yang menghargai demokrasinya, supaya menyerah dalam mencapai keinginan orang-orang Taiwan untuk mempertahankan demokrasinya. [Dan kedua], untuk menguji kehendak Amerika Serikat dan dunia bebas, setelah media pemerintah Tiongkok secara terbuka mengejek Taiwan karena mengandalkan Amerika Serikat untuk pertahanan Taiwan setelah krisis Afghanistan.

John Dotson dan Keith Krach, juga mengatakan bahwa serangan tersebut mendustakan kelemahan posisi Xi Jinping saat ini di Beijing, setelah upaya selama berbulan-bulan untuk memperketat kendali pribadinya atas Partai Komunis Tiongkok dan Tentara Pembebasan Rakyat, sebuah kegagalan pasar real estat yang nyata, dan krisis energi yang terus meningkat.

Taktik intimidasi terhadap Taiwan juga melayani tujuan Xi Jinping untuk menopang posisi Xi Jinping sendiri di dalam Partai Komunis Tiongkok, kata John Dotson. Pada akhirnya, itu adalah sebuah faktor yang lebih penting daripada pembenaran apa yang dikutip oleh Beijing.

Keith Krach berkata, Dengan krisis real estat dan krisis energi domestik yang sedang berkembang, Xi Jinping lebih lemah daripada keinginan Xi Jinping, agar dunia mempercayai dan agar posisinya  tampaknya lebih kuat.”

Tiran-tiran tidak dapat membujuk, jadi mereka menggertak, terutama ketika mereka lebih lemah daripada yang mereka ingin orang lain pikirkan, tambah Keith Krach.

Kelelahan adalah Ancaman Nyata

Terlepas dari ancaman Tentara Pembebasan Rakyat, John Dotson dan Keith Krach percaya, bahwa sebuah invasi ke Taiwan tidak akan segera terjadi, meskipun sebuah serangan yang diupayakan dapat cenderung terjadi di tahun-tahun mendatang.

“Saya percaya bahwa para pemimpin Partai Komunis Tiongkok melihat bahwa tren di Taiwan tidak berjalan sesuai keinginan mereka, dan kehilangan kesabaran atas harapan bahwa Taiwan akan tunduk pada pencaplokan yang disengaja,” kata John Dotson. ‘

“Hal itu adalah masuk akal, dan sebuah bahaya yang berkembang, bahwa Republik Rakyat Tiongkok mungkin melakukan sebuah invasi amfibi terhadap Taiwan dalam dekade mendatang,” jelasnya. 

“Tetapi, saya pikir kemungkinan besar kita akan melihat sebuah kampanye taktik intimidasi ‘zona abu-abu’ yang meningkat, mungkin pada akhirnya mengarah pada upaya untuk memblokir kapal masuk dan keluar dari pelabuhan-pelabuhan Taiwan, dan memblokir penerbangan masuk atau keluar dari bandara-bandara Taiwan,” tambahnya. 

Sementara itu, Keith Krach percaya bahwa Tiongkok masih dapat dihalangi dari semua kekuatan konflik asalkan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya tetap teguh dalam komitmennya untuk menciptakan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.

Sekretaris Jenderal Xi Jinping melihat pencaplokan Taiwan sebagai sebuah permata mahkota dalam warisannya,”  kata Keith Krach. Hal itu tentu membuat ketegangan Tiongkok-Taiwan lebih mudah terbakar.

Jika dunia bebas berpihak pada Taiwan, baik di bidang diplomatik maupun bidang ekonomi, Xi Jinping dan kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok akan mendapatkan pesan bahwa sebuah invasi militer akan membawa kematian politik bagi mereka.

Namun, serangan Tentara Pembebasan Rakyat yang berlanjut ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan menunjukkan sebuah ancaman nyata bagi rakyat dan militer Taiwan. 

Setiap serangan semacam itu mengharuskan militer Taiwan untuk mengebut pesawat-pesawat tempur dan menanggapi dengan cara yang sama, dan tekanan yang konstan ini terhadap sumber daya material dan psikologis menyebabkan krisis kelelahan di Taiwan.

“Kebutuhan untuk terus-menerus meluncurkan patroli udara untuk mengawal pesawat Tentara Pembebasan Rakyat akan menghasilkan berbagai bentuk ketegangan pada Angkatan Udara Taiwan: termasuk  kelelahan pilot, peningkatan keausan pada rangka dan mesin pesawat, dan peningkatan anggaran  bahan bakar dan anggaran pemeliharaan,” Hal itu juga akan memangkas waktu pelatihan,” kata John Dotson. 

“Ada risiko kelelahan psikologis dari waktu ke waktu, kata Keith Krach, karena penerbangan militer Republik Rakyat Tiongkok yang provokatif ini menjadi rutinitas. Hal ini menyajikan sebuah peningkatan risiko kejutan taktis, jika salah satu dari serangan mendadak ini berubah menjadi sebuah serangan yang sebenarnya, atau penerbangan langsung di atas Taiwan.

Memang, ketegangan semacam itu terkadang terbukti fatal. Sedikitnya ada empat pesawat jatuh di Taiwan tahun lalu, termasuk satu pesawat yang jatuh itu menewaskan perwira tinggi militer Taiwan.

Namun, Keith Krach menyatakan sebuah keyakinan bahwa orang-orang Taiwan akan terus berlanjut untuk mengekspresikan ketangguhan dalam menghadapi kesulitan.

“Saya memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan pada kekuatan dan keyakinan orang-orang Taiwan bahwa para pemimpin dan warganegara Taiwan, akan mempertahankan tanah airnya dan tahu mereka akan mendapat dukungan dari banyak teman,” kata Keith Krach.

Masa Depan Kebebasan Dipertaruhkan

Menyusul banyak serangan awal bulan ini, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen bersumpah bahwa Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri akan mempertahankan dirinya sendiri dan Taiwan “cara hidup yang bebas dan demokratis dari agresi Partai Komunis Tiongkok.

Seruan terhadap dominasi nilai-nilai demokrasi yang berkelanjutan bukanlah sebuah pokok pembicaraan yang sederhana. Mendengar John Dotson menceritakannya, itu adalah sebuah pernyataan yang benar-benar berisiko dalam kebuntuan saat ini antara Taiwan dan Partai Komunis Tiongkok.

“Ketegangan yang berkembang di sekitar Taiwan ini benar-benar sangat berbahaya,” kata John Dotson. 

Seperti yang telah ditunjukkan secara akurat, pernyataan oleh Presiden Tsai Ing-wen dan pejabat senior Taiwan lainnya baru-baru ini, kebuntuan yang berkembang di Taiwan adalah sebuah perjuangan antara otoritarianisme ekspansif dengan demokrasi, dan hasilnya akan memiliki dampak yang luar biasa selama beberapa dekade ke depan.

“Taiwan adalah sangat penting,” tambah John Dotson. Jika Amerika Serikat mundur sementara sebuah negara demokratis dicaplok dengan paksa, hal itu akan menghadirkan sebuah pukulan besar bagi otoritas moral dan kohesi sistem aliansi pimpinan Amerika Serikat di Asia dan Eropa.

Selain melemahkan hati dan pikiran orang-orang Taiwan, Keith Krach mencatat bahwa peningkatan serangan ke dalam zona identifikasi pertahanan udara Taiwan baru-baru ini, juga adalah sebuah upaya untuk memperjuangkan otoritarianisme berbasis kedaulatan Partai Komunis Tiongkok dan untuk mengikis pengaruh demokrasi dan multilateralisme internasional Amerika Serikat di luar negeri.

Alasan untuk ini, menurut Keith Krach, lebih dari sekadar perebutan untuk pengaruh, dan meluas ke sebuah ketakutan yang mendalam di kalangan elit Partai Komunis Tiongkok, mengenai pengaruh tersebut yang dapat dimiliki oleh orang-orang bebas di negara-negara demokratis. 

Keith Krach mengatakan bahwa Taiwan secara khusus mewakili sebuah visi masa depan yang sepenuhnya tidak sesuai dengan represi komunis.

“Apa yang saya ketahui dalam 40 tahun karir saya sebagai seorang pengusaha dan kemudian sebagai seorang diplomat, adalah bahwa Taiwan adalah sebuah mitra yang sangat diperlukan dalam memajukan kebebasan, dan menunjukkan kekuatan pasar-pasar bebas dan demokrasi sebagai penyeimbang negara-negara otoriter,”  kata Keith Krach.

“Taiwan adalah sebuah bukti bagi Daratan Tiongkok  bahwa demokrasi dan hak asasi manusia juga adalah mungkin bagi mereka,” pungkasnya. (Vv)

Andrew Thornebrooke adalah reporter lepas yang meliput isu-isu terkait Tiongkok dengan fokus pada pertahanan dan keamanan. Dia memegang gelar MA dalam sejarah militer dari Universitas Norwich dan penulis buletin Quixote Hyperdrive

FOKUS DUNIA

NEWS