oleh Chen Ting
Sebagai akibat dari sikap provokatif yang ditampilkan komunis Tiongkok kepada dunia internasional dan penerapan kebijakan yang tidak tepat di dalam negeri. kekhawatiran terhadap perang, krisis pangan, dan stagflasi meningkat dari hari ke hari. Hal ini dapat menimbulkan kerusakan ekonomi Tiongkok yang permanen. Demikian tulis Shuli Ren, seorang kolumnis
Shuli Ren, seorang kolumnis pasar Asia dari Bloomberg menunjukkan (tautan: https://www.bloomberg.com/opinion/articles/2021-11-03/in-china-war-and-stagflation-jitters-may-permanently-damage-the-market) bahwa saham adalah cerminan sentimen sosial dan mentalitas investor. Namun, meskipun Amerika Serikat dan komunis Tiongkok menghadapi dilema yang sama, termasuk gangguan rantai pasokan, tekanan inflasi, kenaikan suku bunga, dll., dinamika pasar kedua negara benar-benar sangat berbeda.
Shuli Ren menunjukkan bahwa Amerika Serikat sekarang berkembang pesat. Bahkan beberapa bulan yang lalu, pemimpin persewaan mobil Amerika Hertz yang mengajukan perlindungan kebangkrutan, mengusulkan rencana mobil listrik baru yang akan meningkatkan nilai pasar Tesla sekitar USD. 300 miliar.
Namun, yang ditampilkan oleh komunis Tiongkok justru situasi yang sama sekali berbeda.
Pada 1 November, Kementerian Perdagangan komunis Tiongkok tiba-tiba mengeluarkan pemberitahuan di malam hari yang isinya mendorong keluarga untuk menyimpan sejumlah keperluan sehari-hari, itu sesuai dengan kebutuhan keluarga untuk memenuhi baik keperluan hidup sehari-hari maupun keadaan darurat.
Reuters yang mengutip ucapan Perdana Menteri Li Keqiang dalam pertemuannya pada 2 November, memberitakan bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok sedang menghadapi tekanan penurunan, sehingga berbagai indeks saham Tiongkok anjlok karenanya.
Di daratan Tiongkok, semua ini terkait dengan ketakutan, karena investor di sana khawatir pemerintah akan mengacaukan segalanya. Tulis Shuli Ren.
Ia menunjukkan bahwa masyarakat terutama investor akan mengasosiasikannya dengan kemungkinan perang Taiwan. Dalam sebulan terakhir, ketegangan antara Amerika Serikat dengan komunis Tiongkok atas masalah Taiwan terus meningkat. Masyarakat khawatir bahwa sistem penjatahan pangan mungkin akan diterapkan kembali, dan rumor terkait hal ini terus menyebar di Internet.
Shuli menulis : Meskipun cukup normal bagi pihak berwenang untuk melakukan pencadangan pangan sebelum datangnya musim dingin, tetapi pasar tidak begitu saja mempercayainya.
Di pasar saham daratan Tiongkok, orang dapat mengamati adanya fenomena investor membuang saham perusahaan teknologi besar. Karena mereka khawatir bahwa ketika ketegangan meningkat, Amerika Serikat dapat menerapkan gelombang pembatasan baru sejalan dengan tindakan terhadap Huawei. Selain itu, banyak investor mulai membeli saham industri makanan.
Misalnya, nilai saham pasar produsen kecap Foshan Haitian Seasoning Food Co., Ltd. yang USD. 78 miliar, telah melampaui perusahaan Xiaomi, padahal perang belum terjadi, tetapi pasar sudah mulai mundur, seolah-olah sudah berperang. Tulisnya.
“Media resmi sedang berupaya mereduksi rumor yang beredar online, tetapi kekuatan mereka tidak cukup untuk mengubah situasi, mengubah sikap bearish para investor di pasar.
Ia menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah komunis Tiongkok harus menjadi bagian dari tanggung jawab atas terjadinya stagflasi di Tiongkok.
Demi mengejar kinerja yang nol kasus infeksi, pihak berwenang di Tiongkok secara sewenang-wenang memblokir tempat hiburan, mengisolasi ribuan turis, dan memblokir sepenuhnya kota selama beberapa bulan.
Epidemi di daratan Tiongkok sekarang justru menyebar lebih luas dibandingkan dengan waktu mulai mewabah di Kota Wuhan. Dan pihak berwenang dengan menggunakan kode kesehatan berupaya untuk membuat sejumlah besar konsumen berada di dalam rumah.
Ini adalah resep yang menimbulkan lebih banyak kekacauan dalam perekonomian. Tulis Shuli Ren. Ketika investor menukar smartphone dengan kecap, pasar akan rusak secara permanen.
Pakar lain juga memiliki pandangan serupa. Menurut laporan ‘Insider’ (tautan: https://www.insider.com/asia), Bank of America (BofA) menunjukkan dalam sebuah laporan bahwa karena pemerintah komunis Tiongkok secara ketat mengendalikan ekonomi Tiongkok, tingkat pertumbuhan ekonominya akan tertinggal dari Amerika Serikat.
Menurut laporan itu, meskipun pertumbuhan ekonomi komunis Tiongkok telah melampaui Amerika Serikat sejak akhir tahun 70-an. Tetapi situasi ini akan berakhir sendiri akibat kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah komunis Tiongkok.
Selama epidemi, pemerintah komunis Tiongkok terus mempromosikan Kemakmuran Bersama dengan cara mengintervensi ekonomi pasar untuk menghilangkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Kebijakan terkait telah menyebabkan penangguhan kasus IPO terbesar dalam sejarah, krisis utang China Evergrande, dan kekurangan energi global baru-baru ini.
Ekonom global Bank of America Ethan Harris dalam sebuah laporan yang diberikan kepada kliennya menyebutkan, bahwa komunis Tiongkok sedang beralih ke model ekonomi yang lebih komunis, yang telah menyebabkan perubahan sistem yang lebih buruk, yang menghambat pertumbuhan ekonomi.
Menurut perkiraan terbaru dari BofA, ekonomi komunis Tiongkok tahun 2022 hanya akan tumbuh sebesar 4%. Ini mungkin akan menjadi pertama kalinya sejak tahun 1976 bahwa pertumbuhan PDB komunis Tiongkok berada di bawah Amerika Serikat. (Sin)