oleh Li Zhengya
Human Rights Watch yang berbasis di Amerika Serikat baru-baru ini mewawancarai para warga Korea Utara yang berhasil meninggalkan negara itu setelah tahun 2014, atau mereka yang masih memiliki kontak dengan orang-orang di kampung. Warga Korea Utara ini mengatakan bahwa meskipun Kim Jong-un telah berusaha membuka ekonomi dan mengurangi tekanan terhadap pasar pedagang, tetapi pemerintah tertekan oleh masalah tuntutan tenaga kerja yang tidak dibayar. Situasi tersebut justru lebih memicu banyak warga membelot dari Korea Utara.
“Dia (Kim Jong Un) mencegah warga sipil Korea Utara membelot. Warga mengatakan bahwa hidup saat ini sangat sulit, karena pemerintah mengambil lebih banyak (hak dan kekayaan) dari rakyat. Sekarang lebih banyak warga yang mati kelaparan,” kata seorang pembelot Korea Utara Ha Jin-woo.
Aktivis mengatakan bahwa setelah berkecamuknya epidemi virus komunis Tiongkok (COVID-19) pada tahun lalu, Kim Jong-un selain memperkuat kontrol perbatasan, juga melarang masuknya bahan dan kebutuhan sehari-hari dari Tiongkok.
Selain itu, pemerintah Korea Utara mendesak pemerintah Tiongkok untuk meningkatkan kontrol perbatasan demi mencegah pembelot asal Korea Utara memasuki wilayah Tiongkok.
Menurut laporan Kementerian Unifikasi Korea Selatan, bahwa dari bulan April hingga Juni tahun ini hanya ada 2 orang pembelot asal Korea Utara yang memasuki Korea Selatan. Ini merupakan kasus terendah dalam catatan satu kuartal.
Pembelot Korea Utara Han Ji-yeon mengatakan : “Melihat Kim Jong-un meneteskan air mata, orang-orang tampaknya berpikir bahwa dia benar-benar peduli dengan kehidupan rakyatnya. Karena situasi yang sulit terus berlanjut (untuk waktu yang lama), ia tidak yakin bahwa hanya dengan membangun kembali sistem yang dianut pemerintah, kehidupan rakyat akan berubah membaik”.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan baru-baru ini melaporkan bahwa, setelah Kim Jong-un berkuasa, dia melonggarkan ekonomi pasar yang mana telah berhasil menaikkan PDB dalam negeri Korea Utara, meskipun tidak banyak.
Namun, ambisi untuk mengembangkan senjata nuklir yang akhirnya berdampak pada menerima sanksi internasional menjadi pukulan bagi ekonomi nasional, sehingga PDB kembali melorot.
Profesor Yang Moo-jin dari Universitas Riset Korea Utara mengatakan : “Tampaknya tangan Kim Jong-un ingin memegang 2 ekor kelinci sekaligus — mengembangkan senjata nuklir dan meningkatkan pendapat ekonomi. Meskipun di bidang pertahanan terjadi peningkatan kemampuan, tetapi di bidang ekonomi sangat sulit. Ia berpikir selain dampak dari sanksi, ekonomi Korea Utara juga semakin terpuruk akibat COVID-19”.
Tahun ini adalah tahun kesepuluh Kim Jong-un secara resmi menjabat sebagai kepala negara Korea Utara. Beberapa hari yang lalu, sebuah organisasi hak asasi manusia yang bermarkas di Seoul mengeluarkan laporan bahwa selama 1 dekade Kim Jong-un berkuasa, setidaknya ada 7 orang warga dieksekusi oleh Kim Jong-un karena menonton atau mengedarkan video drama Korea Selatan. (sin)