ErabaruNews – Aksi teror bom pada konser Ariana Grande 22 Mei 2017 di Manchester seharusnya bisa dicegah. Hal itu terungkap dalam sebuah review penilaian independen terhadap ulasan intelijen Inggris.
Teror bom yang menewaskan 23 orang dan melukai 116 orang lainnya dilakukan oleh Salman Abedi, 22 tahun yang pernah diawasi oleh MI5, badan intelijen Inggris. Seperti dikutip dari The Epoch Times, Rabu (6/12/2017).
Review Assesment itu dilakukan oleh David Anderson, seorang Queen’s Counsel atau Penasihat Ratu. Dia adalah seorang pengacara yang bertugas untuk menilai dan melakukan tinjauan internal terhadap laporan operasi kontraterorisme Inggris yang dilakukan oleh MI5 dan Badan Kontra-Terorisme Inggris.
Assesment dilakukan setelah empat serangan teroris menyerang Inggris antara bulan Maret hingga Juni 2017. Salah satunya adalah yang terjadi di Manchester.
Beberapa bulan sebelum serangan teror tersebut, MI5 menerima informasi bahwa, jika ditafsirkan secara berbeda dan cepat, Laporan itu dapat menghasilkan penyelidikan dan kemungkinan menghasilkan upaya untuk mencegah serangan tersebut.
“Bisa dibayangkan bahwa serangan Manchester, khususnya mungkin bisa dicegah sehingga menghasilkan ‘kartu-kartu’ yang berbeda,” tulis Anderson.
Abedi, seorang warga negara Inggris, adalah orang yang menarik perhatian MI5. Agen MI5 sudah menulis berkas laporan terkait teroris itu setidaknya sejak tahun 2014.
Saat itu, dia diduga melakukan kontak dengan orang lain yang tengah diawasi oleh Intelijen Terorisme. Namun, agen melaporkan bahwa mereka salah mengira orang lain. Berkas Abedi pun ditutup kalla itu.
Dia kembali diselidiki pada tahun 2015, saat diduga berhubungan dengan seorang tokoh ISIS di Libya. MI5 menyimpulkan kontak mereka terjadi secara tidak langsung. Berkas Abedi ditutup kembali.
Tapi beberapa bulan sebelum serangan tersebut, MI5 menerima laporan intel dalam dua kesempatan bahwa, “Laporan-laporan sebelumnya memiliki perbedaan penilaian dan pemahaman, sehingga bisa menghasilkan dibukanya penyelidikan terhadap Abedi,” tulis Anderson.
Tapi MI5 tidak menyadari pentingnya kasus tersebut pada saat itu. Mereka menganggap aktivitas Abedi hanya kejahatan biasa dan bukan aktivitas teroris.
“Kalau dianalisa lebih mendalam, laporan intelijen sebelumnya bisa dilihat sangat relevan dengan serangan yang direncanakan,” tulis Anderson.
Ada bendera merah lain pada Abedi.
MI5 dilaporkan menggunakan eksploitasi data tertarget dan teknik otomatis lainnya untuk menganalisa 20.000 orang yang terkait dengan file yang telah ditutup. Upaya itu dilakukan untuk menemukan orang-orang yang mungkin telah menjadi cukup berbahaya, sehingga penyelidikan terhadap mereka bisa dibuka kembali. Abedi termasuk di antara sejumlah kecil orang seperti itu.
Kasusnya akan dipertimbangkan pada 31 Mei. Namun, dia sudah melakukan aksi teror bom pada konser musik seminggu sebelumnya.
Tinjauan internal MI5 menyimpulkan bahwa bahkan jika agensi tersebut telah membuka kembali penyelidikan terhadap Abedi, “mengenai keseimbangan pendapat profesional, sebuah pre-emption plot pertemuan yang sukses tidak akan mungkin terjadi,” tulis Anderson.
Namun, tinjauan tersebut mencatat bahwa MI5 seharusnya menempatkan Abedi pada “Berpotensi melakukan Aksi” setelah melakukan perjalanan ke Libya pada bulan April. Itu akan mengingatkan pihak berwenang, agar saat Abedi kembali mengizinkan mereka untuk menahan dan menginterogasinya.
Anderson menjabat sebagai reviewer independen undang-undang terorisme di Inggris antara Februari 2011 dan Maret 2017. Dia menyelesaikan laporan tersebut pada sebuah komisi dari Menteri Dalam Negeri, Amber Rudd yang telah mengundurkan diri dari jabatannya.
Dalam Assesment tersebut, dia mengobesrvasi laporan MI5 dan Badan Kontra-Terorisme Inggris. Dia juga mengkaji sembilan laporan yang bersifat rahasia pada kedua lembaga intelijen tersebut.
Walau demikian, sang Pengacara memuji keberhasilan agensi dalam menggagalkan 20 plot teror selama empat tahun terakhir. Dia juga menyetujui rekomendasi untuk perbaikan yang dilakukan dalam tinjauan internal yang dilakukan oleh agensi. (waa)