oleh Yi Ru
Pemerintahan Biden AS bermaksud untuk mengurangi pembebanan tarif terhadap impor komoditas dari Tiongkok untuk mengekang laju inflasi. Namun, pada 22 Juni, Perwakilan Dagang AS Katherine Tai mengatakan bahwa efek dari pelonggaran tarif terhadap pengendalian inflasi jangka pendek mungkin sangat terbatas. Katherine juga mengatakan bahwa tarif adalah alat tawar-menawar yang penting, dan negosiator perdagangan tidak akan pernah melepaskan alat tawar-menawar ini.
Sebelumnya dilaporkan bahwa Presiden AS Joe Biden sedang mempertimbangkan untuk melonggarkan beberapa tarif impor atas komoditas dari Tiongkok, hal demikian sebagai upayanya untuk mengekang laju inflasi.
Para ahli mengatakan bahwa, Katherine mungkin berpikir bahwa pemerintahan Biden akan membuat konsesi terhadap masalah tarif yang diberlakukan di AS, sehingga Katherine memberikan tanggapannya.
Davy Jun Huang, seorang ekonom yang berbasis di Amerika Serikat mengatakan : “Amerika Serikat telah menggunakan kebijakan tarif untuk menekan komunis Tiongkok, berharap Tiongkok mau mematuhi beberapa langkah yang tuntut oleh Amerika Serikat dalam hal seperti aturan dan keadilan perdagangan dan kekayaan intelektual”.
Yan Huixin, wakil kepala eksekutif WTO di China Economic Research Institute mengatakan bahwa pelonggaran tarif AS oleh pihak berwenang Tiongkok dapat ditafsirkan sebagai “lawan sudah bersedia mundur”.
Selain itu, Yan Huixin menjelaskan, dengan melonggarkan tarif dapat menimbulkan persepsi, pertama, seakan konflik kepentingan antara AS dengan komunis Tiongkok telah berkurang, dan pihak Tiongkok pasti akan menafsirkannya sebagai suatu niat yang baik. Tetapi, kalau pun seluruh tarif benar-benar dicabut, tidak lain hanyalah murni keinginan Amerika Serikat untuk mengekang lajunya inflasi yang dianggap mendesak, harga barang-barang naik saat ini, tetapi ini tidak berarti bahwa hubungan antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah membaik.
Biden dan Gedung Putih sedang dalam diskusi panas, mengenai apakah akan menurunkan tarif pada serangkaian komoditas yang diimpor dari daratan Tiongkok sebagai cara untuk mengekang inflasi. Tetapi apakah inflasi benar-benar disebabkan oleh pembebanan tarif termaksud ?
Ekonom makro Taiwan Wu Jialong : “Inflasi di Amerika Serikat saat ini tinggi, dan belum ada tanda-tanda menurun, alasannya bukan tarif, mengapa ? Karena setelah kita tinjau, tarif pertama sudah mulai diberlakukan sejak 6 Juli 2018, dan yang kedua pada 23 Agustus. Kemudian, pada paruh kedua tahun 2019, semua tarif baru diberlakukan, dan tidak ada inflasi yang terjadi selama periode ini. Tidak juga terjadi inflasi pada 2020 ketika wabah COVID-19 merebak hebat”.
Jadi, jika beberapa tarif diturunkan atau dihapus, apakah itu akan membantu penurunan inflasi AS ?
Wu Jialong mengatakan : “Karena dalam campuran barang-barang yang dibutuhkan konsumen di AS, bagian dari komoditas yang diimpor menyumbang sekitar 18% hingga 20%, dan bagian ini pun tidak sepenuhnya terisi oleh komoditas yang diimpor dari daratan Tiongkok. Sekarang Anda ingin mengurangi atau melanggarkan tarif dari komoditas yang diimpor dari Tiongkok, hal ini tidak akan menurunkan laju inflasi secara keseluruhan, meskipun berdampak tetapi sangat kecil dan tidak berarti”.
Katherine Tai dalam sidang dengan pendapat tentang anggaran 2023 di Kantor Perwakilan Dagang mengatakan bahwa tekanan inflasi pada akhirnya akan mereda, tetapi Amerika Serikat masih akan menghadapi tantangan strategis jangka panjang dari kebijakan ekonomi yang dipimpin negara Tiongkok.
Wu Jialong menjelaskan : “Pengurangan tarif oleh Amerika Serikat akan menyebabkan masalah politik yang serius, yaitu, Tiongkok tidak butuh membuat konsesi tetapi Amerika Serikat yang terpaksa mengurangi atau membatalkan tarif yang ditetapkan sendiri. Hal ini secara tidak langsung akan mendorong komunis Tiongkok untuk tidak memenuhi komitmen perdagangannya terhadap Amerika Serikat. Meskipun tindakan Biden ini dapat meninggalkan kesan terhadap pemilihnya bahwa inflasi yang terjadi hari ini berasal dari pembebanan tarif yang dibuat oleh pemerintahan Trump. Tetapi hal ini tidak berguna, karena dorongan naiknya inflasi bukan berasal dari faktor tarif”.
Para ahli semua percaya bahwa inflasi AS terutama berasal dari kenaikan harga bahan baku, kenaikan upah, dan paket stimulus fiskal AS yang telah meledakkan ekspektasi kuat untuk permintaan bahan baku.
Wu Jialong mengatakan : “Mari kita mendalaminya, alasan sebenarnya dari kenaikan harga pasar bahan baku pada April 2021 atau kuartal kedua tahun 2021, adalah bahwa pemerintahan Biden sendiri mengajukan banyak rencana stimulus ekonomi dalam waktu 3 bulan setelah ia menjabat sebagai presiden. Belum lagi mengenai pembangunan infrastruktur, investasi, dan subsidi keluarga, dan lain-lain. Total berbagai program itu mencapai lebih dari USD. 6 triliun. Stimulus fiskal inilah yang menyuntikkan daya beli ke ekonomi riil, sehingga mendorong permintaan bahan baku. Jadi bahan baku mulai naik harga dan kemudian mendorong inflasi, begitulah yang terjadi”.
Kenaikan harga minyak saat ini juga menjadi salah satu penyebab naiknya tingkat inflasi.
Davy Jun Huang mengatakan : “Karena inflasi di AS tinggi saat ini tingkat dukungan terhadap Biden dan Partai Demokrat terancam. Sehingga mereka akan secara serius mempertimbangkan cara untuk mengurangi inflasi. Anda lihat itu karena kenaikan harga minyak baru-baru ini, Biden sudah mulai melonggarkan salah satu kebijakan seperti akuisisi gas alam dan bahan bakar minyak”.
Wu Jialong memaparkan, jika Biden ingin melawan inflasi, ia mungkin perlu sesegera mungkin mempelajarinya bersama Organisasi Negara Pengekspor Minyak. Atau Biden perlu berpikir ulang dan memberikan lampu hijau untuk mengeksploitasi minyak serpih dan gas serpih di Amerika Serikat. Harga minyak akan segera turun dan inflasi pun segera mereda.
Para ahli yakin sekali bahwa menurunkan tarif impor komoditas asal daratan Tiongkok, bukanlah alat yang efektif untuk memerangi inflasi. (sin)