Home Blog Page 11

Studi Menemukan Bahwa Melakukan Satu Perubahan Saat Berjalan Dapat Menurunkan Risiko Masalah Jantung Hingga 43%

EtIndonesia. Sebuah studi telah mengungkapkan bahwa mengubah cara berjalan dapat berdampak besar pada kesehatan Anda.

Kita semua memiliki satu teman atau anggota keluarga yang cenderung berjalan sangat cepat. Mengikuti mereka bisa jadi cukup menantang dan kita terus-menerus menyuruh mereka untuk memperlambat langkah.

Namun ternyata, mereka mungkin punya sesuatu.

Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Heart telah mengungkapkan bahwa perubahan dalam kecepatan berjalan dikaitkan dengan risiko kelainan jantung yang lebih rendah, termasuk fibrilasi atrium, bradiaritmia, dan aritmia ventrikel.

Fibrilasi atrium adalah irama jantung tidak teratur yang dimulai di ruang atas jantung.

Gejala-gejalanya dapat meliputi kelelahan, jantung berdebar-debar, masalah pernapasan, dan pusing.

Sementara itu, bradiaritmia mengacu pada denyut jantung yang lambat secara tidak normal – biasanya di bawah 60 bpm – dan aritmia ventrikel adalah irama jantung abnormal yang berasal dari ruang bawah jantung, yang dapat menyebabkan jantung berdetak sangat cepat.

Penelitian tersebut menemukan bahwa berjalan dengan langkah cepat dikaitkan dengan risiko yang lebih rendah dari semua kelainan irama jantung.

Menurut penulis senior penelitian tersebut, dr. Jill Pell, dari Universitas Glasgow di Skotlandia, penelitian tersebut telah menyoroti cara yang mudah diakses untuk meningkatkan kesehatan jantung.

“Hal yang hebat tentang berjalan kaki adalah bahwa hal itu dapat diakses oleh semua orang,” katanya kepada CNN.

“Anda tidak perlu menghabiskan uang untuk pergi ke pusat kebugaran atau membeli peralatan. Anda cukup berjalan keluar dari pintu depan dan terus berjalan.

“Ada obat-obatan dan prosedur yang dapat ditawarkan kepada orang-orang ini, tetapi akan lebih baik untuk mencegah terjadinya kelainan irama jantung sejak awal.”

Untuk melakukan penelitian, penulis melihat data kesehatan dari sekelompok peserta yang mengambil bagian dalam penelitian UK Biobank pada awal tahun 2000-an.

Peserta ditanya tentang kecepatan berjalan mereka dan seberapa cepatnya. Mereka dapat memilih antara lambat, sedang, atau cepat.

Sekitar 6,5 persen memiliki kecepatan berjalan lambat, 53 persen kecepatan sedang, dan 41 persen melaporkan kecepatan cepat.

Penelitian tersebut menemukan bahwa berjalan dengan kecepatan sedang atau cepat dikaitkan dengan risiko kelainan jantung masing-masing 35 persen dan 43 persen lebih rendah.

“Kami memiliki data tentang kecepatan berjalan yang dilaporkan sendiri dari lebih dari 420.000 orang, tetapi kami juga memiliki data akselerometri pada (hampir) 82.000 orang,” Pell berkata.

“Data dari jam tangan menunjukkan bahwa berjalan dengan kecepatan rata-rata (3-4 mil per jam) selama 5-15 menit per hari sudah cukup untuk mengurangi risiko Anda.”

Hasilnya paling tinggi di antara mereka yang berusia di bawah 60 tahun, dan menariknya, lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria.

“Ini adalah temuan yang menarik karena, meskipun wanita lebih kecil kemungkinannya terkena fibrilasi atrium daripada pria, ketika mereka mengalaminya, mereka berisiko lebih tinggi terkena serangan jantung dan stroke daripada pria dengan fibrilasi atrium,” tambah Pell.

Namun, ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, dengan Pell menjelaskan bahwa jika seseorang sudah memiliki kondisi yang sudah ada sebelumnya, mereka mungkin berjalan lebih lambat.

“Kami melakukan segala yang mungkin untuk menghindari hal ini dengan memastikan bahwa tidak seorang pun memiliki jenis penyakit jantung atau pembuluh darah apa pun di awal penelitian,” kata Pell.

“Namun, kami benar-benar membutuhkan studi intervensi sekarang untuk mengonfirmasi temuan kami: sebuah studi terhadap orang-orang yang berjalan lambat di mana beberapa diminta untuk meningkatkan kecepatan berjalan mereka dan beberapa tidak.”(yn)

Sumber: unilad

Studi: Ikan Salmon Berenang Lebih Cepat Karena Obat Penghilang Rasa Sakit yang Dibuang ke Sungai

Etindonesia. Studi baru mengungkap bahwa ikan salmon liar berenang lebih cepat karena obat penghilang rasa sakit dan obat-obatan lain yang dibuang di sungai dan laut.

Jejak pil tidur memperpendek waktu yang dibutuhkan ikan salmon muda untuk melewati dua bendungan pembangkit listrik tenaga air di sepanjang rute migrasi rutin mereka yang biasanya memperlambat perjalanan, kata para ilmuwan.

Kadar klobazam — obat yang sering diresepkan untuk gangguan tidur — juga meningkatkan keberhasilan migrasi ikan salmon muda dari sungai ke laut di alam liar, menurut temuan studi terbesar semacam ini.

Sebuah tim peneliti internasional, yang dipimpin oleh Swedish University of Agricultural Sciences menyelidiki bagaimana polusi farmasi memengaruhi perilaku dan migrasi ikan salmon Atlantik yang terancam punah.

Mereka memperingatkan bahwa temuan mereka, yang dipublikasikan dalam jurnal Science, mungkin tampak bermanfaat, tetapi setiap perubahan pada perilaku alami dan ekologi suatu spesies kemungkinan akan memiliki konsekuensi negatif yang lebih luas.

Dr. Marcus Michelangeli, dari Griffith University’s Australian Rivers Institute, menekankan meningkatnya ancaman polusi farmasi terhadap satwa liar dan ekosistem di seluruh dunia.

Dia berkata: “Polutan farmasi merupakan masalah global yang sedang berkembang, dengan lebih dari 900 zat berbeda kini telah terdeteksi di perairan di seluruh dunia.

“Yang menjadi perhatian khusus adalah zat psikoaktif seperti antidepresan dan obat pereda nyeri, yang dapat secara signifikan mengganggu fungsi otak dan perilaku satwa liar.

Michelangeli mencatat bahwa fokus “dunia nyata” dari penelitian ini membedakannya dari penelitian sebelumnya.

Dia berkata: “Sebagian besar penelitian sebelumnya yang meneliti dampak polutan farmasi terhadap satwa liar telah dilakukan dalam kondisi laboratorium yang terkendali, yang tidak sepenuhnya menangkap kompleksitas lingkungan alam.

“Penelitian ini unik karena menyelidiki dampak kontaminan ini terhadap satwa liar secara langsung di lapangan, yang memungkinkan kita untuk lebih memahami bagaimana paparan memengaruhi perilaku dan migrasi satwa liar dalam konteks alami.

“Meskipun keberhasilan migrasi yang meningkat pada salmon yang terpapar klobazam mungkin tampak seperti efek yang menguntungkan, penting untuk menyadari bahwa setiap perubahan pada perilaku alami dan ekologi suatu spesies diperkirakan akan memiliki konsekuensi negatif yang lebih luas baik bagi spesies itu maupun komunitas satwa liar di sekitarnya.”

Para peneliti menggunakan implan farmasi lepas lambat yang inovatif dan pemancar pelacak hewan untuk memantau bagaimana paparan klobazam dan obat penghilang rasa sakit opioid tramadol memengaruhi perilaku dan migrasi salmon Atlantik muda di Sungai Dal, Swedia, saat mereka bermigrasi ke Laut Baltik.

Eksperimen laboratorium lanjutan juga menemukan bahwa klobazam mengubah perilaku bergerombol, yang menunjukkan bahwa perubahan migrasi yang diamati di alam liar mungkin disebabkan oleh pergeseran yang disebabkan obat dalam dinamika sosial dan perilaku pengambilan risiko.

Namun, Michelangeli mengatakan bahwa memprediksi dampak sepenuhnya tetap “menantang.”

Dia berkata: “Ketika Anda mempertimbangkan skenario paparan yang realistis di mana seluruh ekosistem terpapar – yang mencakup banyak spesies dan keragaman kontaminan – konsekuensi potensial menjadi lebih kompleks.”

Sementara penurunan jumlah salmon Atlantik baru-baru ini terutama disebabkan oleh penangkapan ikan yang berlebihan, hilangnya habitat, dan fragmentasi — yang menyebabkan status mereka “terancam punah” — tim peneliti mengatakan temuan mereka menyoroti bagaimana polusi farmasi juga dapat memengaruhi peristiwa penting dalam kehidupan ikan yang bermigrasi.

Michelangeli mengatakan bahwa banyak obat-obatan bertahan di lingkungan karena biodegradabilitas yang buruk dan pengolahan air limbah yang tidak memadai.

Namun ia menambahkan: “Metode pengolahan air limbah yang canggih menjadi lebih efektif dalam mengurangi kontaminasi farmasi, dan ada potensi yang menjanjikan dalam pendekatan kimia hijau.

“Dengan merancang obat-obatan yang terurai lebih cepat atau menjadi kurang berbahaya setelah digunakan, kita dapat secara signifikan mengurangi dampak lingkungan dari polusi farmasi di masa mendatang.” (yn)

Sumber: nypost

Lebih dari 1.000 Mahasiswa Internasional dari 160 Universitas di AS Kehilangan Visa

EtIndonesia. Sejak akhir Maret, sedikitnya 1.024 mahasiswa internasional dari 160 perguruan tinggi dan universitas di Amerika Serikat telah mengalami pembatalan visa atau kehilangan status hukum mereka sebagai pelajar di AS. Informasi ini diperoleh dari pernyataan universitas, komunikasi antar staf kampus, dan dokumen pengadilan yang ditinjau oleh Associated Press (AP).

Kasus ini mencakup berbagai jenis institusi, mulai dari universitas swasta ternama, lembaga riset publik besar, hingga perguruan tinggi seni liberal kecil.

Sebagian besar mahasiswa yang kehilangan status hukumnya berasal dari India dan Tiongkok, dua negara yang menyumbang lebih dari setengah jumlah mahasiswa internasional di AS. Namun, menurut pengacara, mahasiswa dari negara lain juga turut terdampak.

Alasan Pembatalan Visa: Denda Lalu Lintas dan Pelanggaran Kecil

Empat mahasiswa dari dua universitas di negara bagian Michigan sedang menggugat pemerintah AS karena pembatalan status visa mereka (F-1). Pengacara mereka dari ACLU, Ramis Wadood, mengatakan para mahasiswa ini tidak pernah diberi alasan yang jelas atas pembatalan tersebut.

Mereka hanya mendapat email dari kampus yang memberitahukan bahwa visa mereka telah dibatalkan. Menurut Wadood, beberapa dari mereka hanya memiliki pelanggaran ringan seperti tilang parkir atau ngebut, dan ada satu mahasiswa yang tidak pernah melakukan pelanggaran sama sekali.

Salah satu penggugat adalah mahasiswa doktoral dari Georgia Institute of Technology yang dijadwalkan lulus pada 5 Mei dan sudah mendapat tawaran kerja dari kampus. Pengacaranya, Charles Kuck, mengatakan bahwa pembatalan status mahasiswa ini diduga terjadi karena dia meminjamkan mobil kepada temannya, yang kemudian tidak membayar denda lalu lintas.

Belum Ada Penjelasan Resmi

Hingga kini, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS dan Departemen Luar Negeri AS belum memberikan tanggapan atas pertanyaan dari AP.

Namun, dalam artikel opini di Fox News pada 12 April, Menteri Luar Negeri Rubio menyebut bahwa visa bisa dibatalkan karena alasan seperti: keterlibatan dalam kejahatan kekerasan, DUI (mabuk saat mengemudi), dukungan terhadap terorisme, pelanggaran aturan visa, atau ancaman terhadap keamanan nasional.

Banyak universitas baru mengetahui status hukum mahasiswa mereka telah dibatalkan setelah mengecek sistem data Departemen Keamanan Dalam Negeri. Padahal biasanya, status hukum hanya diperbarui setelah kampus melaporkan mahasiswa tersebut berhenti belajar.

Sistem Pemantauan Usai 9/11

Menurut CEO Asosiasi Pendidik Internasional (NAFSA), Fanta Aw, sistem pelacakan mahasiswa internasional dikendalikan oleh ICE (Imigrasi dan Bea Cukai AS) sejak peristiwa 11 September. Berdasarkan laporan dari berbagai kampus, sebanyak 1.300 mahasiswa telah kehilangan visa atau status hukum mereka.

Beberapa Gugatan Diterima, Status Dipulihkan Sementara

Biasanya, mereka yang menghadapi deportasi akan mendapat surat panggilan ke pengadilan imigrasi. Namun, para mahasiswa ini belum menerima surat seperti itu dan tidak tahu harus berbuat apa.

Beberapa kampus menyarankan agar mahasiswa meninggalkan AS agar tidak ditahan atau dideportasi. Namun sebagian mahasiswa memilih menggugat pembatalan tersebut, dan tetap tinggal di AS selama proses hukum berlangsung.

Beberapa contoh kasus di mana status mahasiswa dipulihkan sementara oleh pengadilan:

  • Liu Xiaotian, mahasiswa doktoral dari Tiongkok di Dartmouth College, New Hampshire.
  • Seorang mahasiswa di Wisconsin, statusnya juga dipulihkan oleh pengadilan federal.
  • Dua mahasiswa pascasarjana di Montana State University (Bozeman) juga mendapat keputusan serupa.

Seorang mahasiswa doktoral dari UNC Chapel Hill mengatakan ia kini selalu membawa paspor dan dokumen imigrasi, sesuai arahan dari kantor internasional kampus.

Mahasiswa Program OPT Juga Terancam

Bukan hanya mahasiswa aktif yang terdampak. Beberapa yang telah lulus dan mengikuti program OPT (Optional Practical Training) juga kehilangan status mereka. OPT adalah program kerja 1 tahun (hingga 3 tahun untuk bidang STEM) yang memungkinkan lulusan bekerja di AS sambil menunggu visa kerja seperti H-1B.

Saat ini ada sekitar:

  • 242.000 lulusan asing di AS yang sedang bekerja melalui OPT,
  • 500.000 mahasiswa asing sedang menempuh pendidikan pascasarjana,
  • dan 342.000 lainnya di jenjang sarjana.

Sumber : NTDTV.com 

Mantan Petugas Keamanan yang Dipukuli dan Ditahan karena Menghadiri Pertemuan Keagamaan Menyerukan Penggulingan PKT

Chen Yu, seorang pria asal Anhui, Tiongkok, mengalami penahanan dan pemukulan oleh polisi Tiongkok karena keyakinannya terhadap agama Kristen. Setelah berhasil tiba di Amerika Serikat — tanah kebebasan — ia mengungkapkan kepada media tentang penderitaan yang dialaminya, dan menyerukan kepada dunia untuk menyadari kejahatan Partai Komunis Tiongkok (PKT)

EtIndonesia. Chen Yu, yang dulunya bekerja sebagai satpam di Tiongkok, menceritakan bahwa selama masa pandemi, ia ditangkap polisi Tiongkok karena mengikuti pertemuan ibadah Kristen, dan ditahan selama lima hari.

 “Mereka mengurung saya di ruang tahanan, menampar saya, dan memukuli saya dengan tongkat polisi. Saya dipukuli selama tiga hari penuh di dalam sana. Kemudian mereka sadar kalau saya terus dipukuli, saya bisa mati. Tapi karena saya tidak mau mengakui apa pun, akhirnya mereka membebaskan saya,” katanya. 

Setelah dibebaskan, tubuh Chen Yu penuh luka dan ia harus berbaring di tempat tidur selama setengah bulan. Setelah itu, ia diwajibkan melapor ke kantor polisi setiap minggu. Selain itu, pemerintah juga membekukan rekening bank miliknya yang berisi lebih dari 50 ribu yuan (sekitar 110 juta rupiah).

Chen Yu berkata:  “Partai Komunis itu adalah tumor bagi umat manusia. Lihat saja sejarah manusia — semua penderitaan abad ke-20 disebabkan oleh komunisme. Kelaparan besar, Lompatan Jauh ke Depan, menewaskan lebih dari 40 juta orang.”

Pada Januari 2023, setelah tiba di Amerika Serikat, Chen Yu menyatakan bahwa di bawah kekuasaan PKT, rakyat Tiongkok tidak memiliki kebebasan beragama. Ia menegaskan bahwa hanya dengan menumbangkan komunisme, rakyat Tiongkok bisa merasakan kebebasan sejati.

Chen Yu menambahkan:  “Mereka mencuci otak anak-anak kita, agar ketika dewasa mereka hidup seperti budak, seperti kita. Kalau komunisme tidak ditumbangkan, rakyat Tiongkok tidak akan pernah bahagia. Jadi, saya harap rakyat Tiongkok bangkit dan menumbangkan Partai Komunis.”

Laporan oleh jurnalis Yang Yang dan Li Zhenqi dari New Tang Dynasty Television di Los Angeles

Departemen Luar Negeri AS: Perusahaan Satelit PKT Bantu Houthi Serang Kapal Perang AS

EtIndonesia. Pada Kamis, 17 April 2025, Departemen Luar Negeri AS menuduh sebuah perusahaan teknologi satelit yang terkait dengan militer PKT secara langsung membantu kelompok bersenjata Houthi dalam menyerang aset militer Amerika Serikat.

Sebelumnya, laporan dari Financial Times menyebut bahwa perusahaan Chang Guang Satellite Technology Co., Ltd. (CGSTL), yang memiliki hubungan erat dengan militer PKT, menyediakan citra satelit kepada kelompok Houthi yang berbasis di Yaman. Kelompok ini diketahui mendapat dukungan dari Iran dan telah menyerang kapal-kapal Amerika dan internasional di Laut Merah.

Pernyataan Resmi dari Departemen Luar Negeri AS

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, dalam konferensi pers  Kamis menyatakan:  “Kami dapat mengonfirmasi bahwa Chang Guang Satellite Technology Co., Ltd. secara langsung mendukung serangan teroris oleh kelompok Houthi yang didukung Iran terhadap aset Amerika.”

Bruce menambahkan bahwa meskipun pemerintah AS telah melakukan pendekatan diplomatik kepada Beijing, perusahaan tersebut tetap membantu Houthi. “Tindakan mereka ini tidak dapat diterima.”

Ia juga mengkritik klaim PKT yang menyatakan sebagai kekuatan damai dunia: “Beijing dan perusahaan-perusahaan Tiongkok secara nyata mendukung rezim seperti Rusia, Korea Utara, Iran, dan para proksinya, dengan dukungan ekonomi dan teknologi penting.”

Tentang Perusahaan Chang Guang

Menurut data resmi, Chang Guang Satellite Technology Co., Ltd. didirikan pada 1 Desember 2014. Ini adalah perusahaan satelit penginderaan jauh komersial pertama di Tiongkok, didanai oleh Pemerintah Provinsi Jilin, Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok, serta investor swasta dan teknisi inti.

Seorang pejabat senior dari Departemen Luar Negeri AS mengatakan kepada Financial Times: “AS telah berulang kali menyampaikan keprihatinan kepada pemerintah PKT secara langsung mengenai peran CGSTL dalam membantu kelompok Houthi.”

Namun, kekhawatiran tersebut diabaikan oleh Beijing.

“Ini adalah bukti lain bahwa klaim damai PKT hanyalah omong kosong,” tambahnya.

Ia mendesak negara-negara mitra untuk menilai PKT berdasarkan tindakannya, bukan kata-katanya.

Kaitan Militer PKT

Menurut James Mulvenon, ahli militer PKT dari Pamir Consulting: “Chang Guang adalah salah satu dari sedikit perusahaan satelit komersial di Tiongkok yang sebenarnya sangat terintegrasi dengan sistem ‘militer-sipil’ PKT dan menyediakan layanan pengawasan global untuk keperluan sipil dan militer.”

Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam program militer-sipil PKT wajib berbagi teknologi dengan militer sesuai perintah pemerintah.

Matthew Bruzzese, pakar pertahanan Tiongkok dari BluePath Labs (yang bekerja sama dengan pemerintah AS), menambahkan bahwa CGSTL memiliki hubungan erat dengan pemerintah, Partai Komunis, dan militer PKT.
Sejak 2020, perusahaan itu jarang menyebutkan hubungan militer mereka secara publik, yang menunjukkan kehati-hatian dalam membahas hal ini secara terbuka.

Dia juga mengungkapkan bahwa CGSTL pernah mendemonstrasikan teknologi mereka kepada pejabat militer tingkat tinggi PKT , termasuk Jenderal Zhang Youxia, salah satu petinggi militer teratas di Tiongkok.

Sanksi dan Tindakan AS

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah AS telah menjatuhkan sanksi terhadap puluhan perusahaan Tiongkok yang diduga memiliki hubungan dengan militer. (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Video: Anjing Berlari Pulang Saat Matahari Terbenam dengan Kejutan Terlucu

EtIndonesia. Becky sedang merekam anjing gembala Jerman-nya yang sangat berbulu berlari pulang saat Matahari terbenam ketika dia melihat sesuatu yang menggemaskan mengikuti dari belakang—seekor bayi rakun!

Video yang mengharukan ini, yang dibagikan ke TikTok, telah ditonton oleh jutaan orang. Dengan Matahari bersinar di belakang mereka, seorang penonton bercanda: “Sejujurnya saya tidak tahu apakah itu anjing, sapi mini, atau anak beruang.”

@beckywallin67

♬ original sound – beckywallin67

Ternyata rakun itu, yang bernama Rocket (ya, seperti dari Guardians of the Galaxy), jatuh dari pohon suatu hari dan dibawa oleh keluarga Becky. Setelah dirawat hingga pulih, Rocket memutuskan untuk bertahan—dan sekarang mengikuti teman anjingnya ke mana pun dia pergi. (yn)

Sumber: sunnyskyz

Ketika Rusia Balik Serang Tiongkok: Persahabatan Ternyata Tak Gratis

EtIndonesia. Dalam episode terbaru dari geopolitik dan ekonomi global, Partai Komunis Tiongkok (PKT) kembali menjadi sorotan. Strategi diplomasi abu-abu yang dijalankannya—berusaha netral di hadapan dunia tetapi tetap mesra dengan Rusia—kini berujung petaka. Pada 18 April, Ukraina secara resmi menjatuhkan sanksi terhadap tiga perusahaan Tiongkok: Beijing Kongtian Xianghui Technology, Ruijin Machinery, dan Zhongfu Shenying Carbon Fiber Sydney Ltd. Tuduhannya: memasok perlengkapan militer ke Rusia.

Di tengah konflik tiga tahun antara Rusia dan Ukraina, PKT terus menjalin hubungan misterius tanpa batas dengan Moskow. Walau begitu, Tiongkok tetap ngotot menampilkan diri sebagai pihak netral dan membantah segala tuduhan keterlibatan. Maka tak heran jika Kementerian Luar Negeri Tiongkok langsung membantah tuduhan Ukraina sebagai tidak berdasar.

Namun, respons Ukraina ini hanyalah “gerimis” dibandingkan gempuran Rusia terhadap perusahaan otomotif Tiongkok. Media Rusia melaporkan penurunan tajam 32% dalam penjualan mobil Tiongkok di Rusia pada kuartal pertama 2025. Bahkan, 213 showroom mobil asal Tiongkok tutup, mewakili 78% dari total showroom yang gulung tikar di negeri itu.

Langkah Rusia mencakup penerapan pajak barang mewah, peningkatan biaya impor kendaraan, hingga larangan dan penarikan kembali kendaraan dengan alasan keamanan. Pangsa pasar mobil Tiongkok di Rusia yang sempat mencapai 68% pada akhir 2024, kini anjlok menjadi 49,6% per Maret 2025. Merek Geely menjadi korban paling parah dengan penjualan turun 67% di Maret dan 56% sepanjang kuartal pertama.

Padahal, saat pabrikan Barat mundur akibat perang Rusia-Ukraina, produsen mobil Tiongkok seperti Chery dan Great Wall membanjiri pasar Rusia, sempat membuat ekspor mobil Tiongkok ke Rusia meningkat 5 kali lipat pada 2023 hingga menembus 950.000 unit.

Namun dominasi itu justru menimbulkan kecurigaan Kremlin. Rusia kemudian melancarkan serangkaian kebijakan proteksionis, menekan kendaraan impor Tiongkok dengan berbagai cara, termasuk menyebut mobil Tiongkok sebagai “barang mewah” dan mengenakan pajak khusus.

Dari pengalaman ini, terlihat bahwa bahkan hubungan dekat pun punya batas. Rusia tak mau jadi “tong sampah” tempat Tiongkok membuang kelebihan produksi. Penetapan mobil Tiongkok sebagai barang mewah juga dinilai sebagai sindiran halus terhadap kualitas dan persepsi produk Tiongkok.

Wall Street Hampir Tersandung IPO Tiongkok

Kisah “hampir tergelincir” lainnya datang dari Wall Street. Dua raksasa keuangan, JPMorgan Chase dan Bank of America, tengah mengatur IPO besar untuk CATL (Contemporary Amperex Technology Ltd.)—pemasok baterai kendaraan listrik Tiongkok—di bursa saham Hong Kong. Ini disebut sebagai IPO terbesar di Hong Kong dalam empat tahun terakhir.

Namun tepat sebelum transaksi terjadi, Ketua Komite Khusus Tiongkok di DPR AS, John Moolenaar, mengirim surat peringatan. Dia menuntut kedua bank itu keluar dari kesepakatan karena CATL disebut terafiliasi dengan militer Tiongkok dan terkait pelanggaran HAM di Xinjiang. Jika diteruskan, keterlibatan mereka dianggap mendukung genosida dan mengancam keamanan nasional.

Meski tekanan tersebut belum berdampak langsung secara hukum—karena IPO berlangsung di Hong Kong—peringatan Kongres ini menjadi penanda seriusnya tren pemisahan finansial AS-Tiongkok.

Delisting Saham Tiongkok di AS: Sekadar Ancaman atau Kenyataan?

Situasi ini memperkuat kekhawatiran bahwa saham-saham Tiongkok (China Concept Stocks) akan didepak dari bursa AS. Menteri Keuangan AS pada 9 April menyatakan tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi, dan pada 10 April media AS melaporkan bahwa ketua SEC yang baru akan mempertimbangkan skenario ini secara serius.

Isu ini bukan hal baru. Tiga tahun lalu, saham Tiongkok terancam delisting karena masalah transparansi audit. Banyak perusahaan Tiongkok lalu menggelar dual-listing di Hong Kong sebagai langkah antisipasi. Kini, kekhawatiran itu kembali mencuat, bahkan lebih besar.

Terlebih, sejak awal 2000-an, perusahaan Tiongkok memanfaatkan gelombang globalisasi untuk masuk ke bursa AS dan menarik modal dari dana pensiun warga AS. Menurut Robert Robinson, mantan penasihat ekonomi Presiden Reagan, hingga 2019 PKT mungkin telah meraup sekitar 3 triliun dolar dari pasar modal AS.

Salah satu kasus mencolok adalah Luckin Coffee, yang terdaftar di Nasdaq pada 2019 tapi hanya dalam waktu satu tahun terlibat skandal keuangan besar. Bank-bank besar seperti Credit Suisse, Goldman Sachs, dan Morgan Stanley disebut telah meraup jutaan dolar dari IPO ini.

Perang Teknologi dan Strategi Trump

Di akhir laporan, akun independen Zerohedge menyoroti kunjungan Goldman Sachs ke 19 perusahaan teknologi Tiongkok dalam waktu empat hari. Mereka mencakup sektor strategis seperti AI, semikonduktor, mobil terbang, fotonika, satelit, hingga kendaraan otonom.

Goldman menyimpulkan bahwa Tiongkok mengendalikan sebagian besar rantai pasok penting, dari bahan mentah hingga produksi, dalam sektor-sektor vital yang menyangkut pertahanan dan keamanan AS. Maka disimpulkan: Amerika harus memulangkan manufaktur dan rantai pasok strategis kembali ke tanah air.

Hal ini sejatinya sejalan dengan misi kebijakan Trump, yaitu mengembalikan dominasi manufaktur untuk memastikan supremasi teknologi AS di masa depan. Industrialisasi dan penguasaan teknologi adalah dua kaki penopang kekuatan nasional AS.

Pertanyaannya kini: apakah Wall Street bisa terus bersikap netral dan “bermain dua kaki” dalam tren pemisahan yang kian jelas ini? Apakah AS akan menutup mata demi keuntungan finansial, atau benar-benar memilih jalur tegas?

Zelenskyy Pertama Kali Tuduh Tiongkok Beri Dukungan Militer dan Produksi Senjata di Wilayah Rusia

EtIndonesia. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy untuk pertama kalinya secara terbuka menuduh Tiongkok terlibat dalam pemberian bantuan militer kepada Rusia, termasuk penyediaan senjata dan bahan peledak. Dalam konferensi pers yang digelar di Kyiv, Zelenskyy menyatakan bahwa pemerintah Ukraina telah mengantongi intelijen yang menunjukkan bahwa Tiongkok memproduksi senjata di wilayah Rusia, dan berjanji akan mengungkap lebih banyak detail dalam waktu dekat.

Tiongkok Dituduh Terlibat Langsung dalam Perang Rusia-Ukraina

Perang antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung lebih dari tiga tahun. Selama ini, Tiongkok menjalin hubungan ekonomi erat dengan Rusia namun berusaha menjaga citra netral dalam konflik tersebut. Namun, tuduhan Zelenskyy menandai pergeseran besar: Tiongkok dituduh secara langsung memasok senjata ke Rusia, yang berarti telah melenceng jauh dari klaim netralitasnya.

Zelenskyy mengatakan bahwa Ukraina telah memperoleh informasi intelijen yang menunjukkan Tiongkok memasok senjata ke Rusia, secara khusus menyebut “artileri”, meskipun dia tidak merinci apakah yang dimaksud adalah peluru artileri, sistem senjata, atau keduanya. Dia juga menambahkan bahwa Tiongkok diduga terlibat dalam produksi senjata di dalam wilayah Rusia, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Pernyataan ini disampaikan pada malam hari waktu Beijing. Hingga kini, Pemerintah Tiongkok belum memberikan tanggapan resmi, dan Reuters juga belum mendapatkan respons dari pihak berwenang Tiongkok atas permintaan komentar. Sebelumnya, Tiongkok secara konsisten membantah keterlibatannya dalam konflik Rusia-Ukraina.

Hubungan antara Ukraina dan Tiongkok mulai memanas setelah Ukraina menangkap dua warga negara Tiongkok yang bertempur di pihak Rusia pada bulan ini.

Reuters: Perwira Militer Tiongkok Hadir di Garis Belakang Rusia

Menurut laporan Reuters, dua pejabat intelijen AS dan satu mantan pejabat intelijen Barat mengungkap bahwa lebih dari 100 warga Tiongkok yang kini bertempur di Ukraina untuk pihak Rusia adalah tentara bayaran dan tidak memiliki hubungan langsung dengan Pemerintah Tiongkok.

Namun, menurut sumber intelijen tersebut, terdapat perwira militer Tiongkok yang secara resmi diizinkan oleh Beijing untuk berada di belakang garis depan Rusia, dengan tujuan mempelajari taktik dan pengalaman militer dari konflik ini.

Sebelumnya, militer Ukraina mengumumkan telah menangkap seorang tentara Tiongkok yang bertempur bersama pasukan Rusia di Ukraina Timur. Pada tanggal 9 April, Zelenskyy menyatakan bahwa sekitar 155 warga negara Tiongkok berada di wilayah Ukraina membantu Rusia, dan salah satu tahanan bahkan mengaku belum pernah memegang senjata sebelum dikirim ke medan perang.

Berdasarkan laporan dari Kyiv Independent yang merujuk pada dokumen intelijen Ukraina dan hasil interogasi awal dari dinas keamanan, diketahui bahwa hingga awal April 2025, sedikitnya 163 warga Tiongkok telah bergabung dengan militer Rusia. Beberapa dokumen bahkan memuat foto dan data paspor dari 13 orang di antaranya.

Zelenskyy menambahkan: “Kami sedang mengumpulkan intelijen tambahan, dan kami percaya jumlahnya bisa lebih banyak. Kami juga sedang menyelidiki apakah perekrutan mereka dilakukan atas instruksi langsung dari Beijing.”

UE Memberi Sanksi Kepada Entitas dan Individu Tiongkok untuk Pertama Kalinya

Pada 16 Desember 2024, Uni Eropa mengumumkan putaran ke-15 sanksi terhadap Rusia, yang untuk pertama kalinya mencakup entitas dan individu asal Tiongkok.

Total 84 entitas dan individu masuk dalam daftar sanksi baru tersebut (terdiri dari 30 entitas dan 54 individu), termasuk 7 dari Tiongkok.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menyatakan:

“Kami telah menyetujui paket sanksi ke-15 terhadap Rusia. Sanksi ini menargetkan ‘armada bayangan’ dan pejabat Korea Utara, serta untuk pertama kalinya, perusahaan-perusahaan Tiongkok yang memproduksi drone untuk Moskow juga ikut dikenai sanksi. Pesannya jelas: Anda tidak bisa mendukung perang di Eropa tanpa konsekuensi.

UE menuduh Rusia menggunakan “armada bayangan” untuk menghindari pembatasan harga minyak dan sanksi perdagangan lainnya.

Dalam sanksi terbaru ini, entitas dan individu yang ditambahkan ke dalam daftar disebut telah membantu Rusia dalam memproduksi komponen pesawat, drone, mesin, produk elektronik, dan komponen teknologi tinggi militer lainnya.

Dari tujuh entitas dan individu asal Tiongkok yang dikenai sanksi:

  • 1 orang dan 2 perusahaan diduga membantu Rusia menghindari sanksi dengan memfasilitasi transaksi terlarang
  • 4 perusahaan lainnya dituduh memasok komponen sensitif seperti suku cadang drone dan mikroelektronik kepada perusahaan militer Rusia

David O’Sullivan, pejabat khusus Uni Eropa untuk sanksi, dan pejabat Ukraina menyebut bahwa Tiongkok adalah jalur utama bagi Rusia untuk memperoleh teknologi asing.Komisi Eropa menegaskan bahwa entitas dan individu tersebut harus bertanggung jawab atas tindakan yang merusak integritas wilayah, kedaulatan, dan kemerdekaan Ukraina. (jhn/yn)

Perang Tarif Trump Picu Gelombang PHK Serta Kebangkrutan Perusahaan di Tiongkok

0

EtIndonesia. Perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok semakin memanas, dan sektor perdagangan luar negeri Tiongkok menghadapi tekanan besar. Perusahaan-perusahaan importir produk elektronik sibuk menaikkan harga dan menimbun stok, sementara perusahaan eksportir mengalami penurunan pesanan yang tajam dan penumpukan barang, sehingga terpaksa menghentikan produksi atau mengurangi jam kerja. Industri tekstil bahkan sudah mulai mengalami gelombang kebangkrutan.

Analis menyatakan bahwa perdagangan bilateral AS-Tiongkok hampir terputus, dan produk-produk seperti tekstil yang mudah diproduksi di luar Tiongkok akan kolaps. Perang tarif ini dipastikan melukai ekonomi Tiongkok secara serius.

Perusahaan Tekstil Tiongkok Ambruk Akibat Perang Tarif

Dengan terus meningkatnya ketegangan dalam perang tarif AS-Tiongkok, industri ekspor Tiongkok menghadapi tantangan belum pernah terjadi sebelumnya: pesanan luar negeri menurun tajam, stok menumpuk, dan banyak perusahaan dalam kondisi bertahan hidup. Video yang beredar luas di internet menunjukkan industri tekstil terdampak paling parah, dan terjadi gelombang kebangkrutan.

Pada 17 April, seorang manajer perusahaan tekstil di Tiongkok bernama Mr Wang (nama samaran) mengatakan kepada Epoch Times bahwa pesanan pabriknya telah berkurang setengah. Sebelumnya, pabrik bisa memproduksi 80 ton per hari, kini hanya 30–40 ton.

Ia mengatakan, konsumsi Amerika Serikat mencakup sepertiga konsumsi global, sehingga sektor pakaian, sepatu, bahan kimia, barang rumah tangga, dan mainan sangat terdampak. “Dulu kami produksi penuh, sekarang kerja sehari, libur sehari. Masih bisa bertahan sebentar, persediaan masih cukup untuk setengah bulan,” katanya.

Ia juga mengungkapkan bahwa tidak ada subsidi pemerintah: “Banyak perusahaan sudah berhenti produksi. Beberapa menjual barang dengan harga lebih murah hanya agar uang bisa diputar kembali. Semua barang menumpuk di gudang juga tidak ada gunanya. Tapi perusahaan tetap harus untung, tidak bisa terus-menerus rugi.”

Perusahaannya yang dulunya punya dua pabrik, kini digabung menjadi satu. Pabrik yang tidak terpakai disewakan ke lebih dari sepuluh usaha kecil untuk mendapat pemasukan. “Kami masih belum PHK, semua orang masih bertahan. Tapi kalau tak ada keuntungan, cepat atau lambat akan bubar,” kata Wang.

Kolumnis Epoch Times, Wang He, mengatakan bahwa biaya tenaga kerja di Tiongkok telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dan industri padat karya seperti tekstil telah banyak berpindah ke Asia Tenggara. Perang tarif Trump seperti menginjak gas tiba-tiba:

“Perdagangan bilateral AS-Tiongkok hampir terhenti. Produk yang mudah digantikan seperti pakaian, sepatu, tas, pasti kolaps. Tidak bisa lagi diproduksi di Tiongkok.”

Musim Dingin Ekspor Tiongkok: Perusahaan di Zhejiang dan Guangdong Berhenti Produksi

Provinsi-provinsi utama ekspor di Tiongkok menghadapi tantangan besar. Pesanan luar negeri menurun drastis, stok menumpuk, dan banyak perusahaan memutuskan berhenti produksi setelah libur Hari Buruh atau mengurangi jam kerja.

Beredar surat pemberitahuan libur:

  • Sebuah perusahaan pakaian berpengalaman di Jiangsu menghentikan produksi dari pertengahan April hingga akhir Juni.
  • Sebuah produsen peralatan elektronik di Dongguan juga menghentikan produksi selama satu bulan karena pesanan dihentikan.

Radio Free Asia menemukan puluhan perusahaan lain di Zhejiang dan Guangdong mengeluarkan pemberitahuan serupa.

Chen Xiang, mantan manajer pabrik di Zhejiang, Jiangsu, dan Guangdong, mengatakan bahwa provinsi Zhejiang sangat bergantung pada ekspor, yang menyumbang 70% dari PDB pada 2024. Walau lebih dari 85% perusahaan ekspor juga menjual di pasar dalam negeri, namun penurunan pesanan dan lemahnya konsumsi membuat strategi “sirkulasi ganda” tidak efektif.

“Saya sudah lebih dari 10 tahun di industri manufaktur, dan sangat paham hubungan antara populasi dan produksi. Kondisi ekonomi saat ini belum pernah terjadi dalam puluhan tahun.”

Pedagang Shenzhen Huaqiangbei Naikkan Harga dan Timbun Barang

Sementara banyak pabrik berhenti produksi, pasar elektronik terbesar di Tiongkok, Huaqiangbei di Shenzhen, ramai dengan kabar penimbunan dan kenaikan harga. Beberapa pedagang bahkan berhenti memberikan penawaran harga.

Pada 10 April, sebagai balasan, Tiongkok menaikkan tarif terhadap AS hingga 84%, termasuk tarif impor chip “Tape Out” (prototipe desain akhir) menjadi 125%. Pada hari pertama kenaikan tarif, para pedagang chip di Huaqiangbei menghentikan penjualan dan menunggu harga naik.

Pada 14 April, pasar Huaqiangbei tampak sepi. Banyak toko CPU dan GPU menutup usaha sementara dan menahan stok.

“Semua masih menunggu. Khawatir harga akan melonjak atau anjlok,” kata salah satu pemilik toko.

Harga produk seperti CPU, GPU, dan media penyimpanan mulai naik. Harga komputer bisa naik ratusan hingga ribuan yuan tergantung komponennya.

Para pedagang khawatir kebijakan tarif bisa berubah sewaktu-waktu, membuat beban biaya impor bertambah. Akibatnya, impor hampir terhenti, dan banyak memilih untuk menahan stok sambil melihat situasi.

Analis: Kebijakan Beijing Bisa Timbulkan Luka Dalam Ekonomi

Analis Taiwan, Huang Shih-tsung, mengatakan: “Nilai ekspor Tiongkok ke AS mencapai lebih dari 500 miliar dolar AS per tahun. Jika semua ini hilang, itu jelas pukulan berat bagi ekonomi Tiongkok.”

Ia menambahkan bahwa pemerintah Tiongkok mungkin akan “memaksakan diri” untuk bertahan, karena tidak memiliki tekanan pemilu seperti AS, dan bisa menyembunyikan angka pengangguran.

“Kalau benar-benar tidak tahan lagi, baru mereka akan berbalik arah. Tapi cara ini jelas menyakiti ekonominya sendiri.”

Menurutnya, jika Tiongkok menolak ikut sistem internasional yang dipimpin AS, maka akan semakin terisolasi.

“AS bisa fokus menangani Tiongkok setelah menyatukan sekutunya, dan tekanannya terhadap Beijing akan jauh lebih besar.” (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Perang Tarif Hantam Keras Tiongkok — Gelombang Kebangkrutan di Kalangan UMKM

0

EtIndonesia. Sejak awal April, perang tarif antara Tiongkok dan Amerika Serikat telah menghantam keras sektor usaha kecil dan menengah (UKM) di Tiongkok. Saat ini, banyak pabrik dan pelaku e-commerce lintas negara yang telah bangkrut, atau terpaksa bertahan hidup dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemotongan gaji.

Pada 16 April, Gedung Putih Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan terbaru: Mengingat tindakan balasan dari pihak Tiongkok, barang-barang impor dari Tiongkok bisa dikenai tarif hingga 245%. Kebijakan ini kembali mengguncang pasar global.

Seorang pengusaha swasta yang menyebut dirinya dengan nama samaran Wang Peng menjelaskan bahwa ekonomi Tiongkok sangat bergantung pada investasi, konsumsi, dan ekspor. Saat ini, masyarakat dan pemerintah sudah tidak memiliki dana untuk investasi atau konsumsi. Jika sektor ekspor juga runtuh, dampaknya akan sangat besar.

 “Ekspor sangat bergantung pada perusahaan swasta. Jika tarif terlalu tinggi, banyak perusahaan swasta tidak mampu bertahan. Ini baru permulaan. Banyak negara akan memilih berpihak — mayoritas lebih memilih bernegosiasi dengan Amerika ketimbang melawannya,” kata Wang Peng, pengusaha swasta di Guangdong.

Seorang pengusaha e-commerce di Yiwu yang menggunakan nama samaran Lin Chen mengungkapkan bahwa setelah Amerika mencabut pembebasan tarif paket kecil (T86), e-commerce lintas negara dari Tiongkok praktis tidak lagi memiliki ruang untuk hidup.

Lin Chen mengatakan:  “Amerika sudah menutup jalur hijau. T86 sudah tidak ada lagi. Praktis kami tidak bisa lagi berbisnis dengan Amerika. Tarif sekarang sampai 245%, menakutkan bukan? Begitu tarif naik di atas 50%, mau 100 atau 200 sudah tidak ada bedanya. Penjualan tokoku juga anjlok drastis, turun sekitar 50-60%.”

Lin Chen menambahkan bahwa perubahan peraturan di platform e-commerce telah memukul banyak usaha kecil dan menengah. Gudangnya kini penuh dengan barang retur, sehingga ia memutuskan untuk mundur dari platform e-commerce lintas negara Temu milik Pinduoduo, demi meminimalkan kerugian.

Lin Chen melanjutkan:  “E-commerce sekarang sudah mati sebagian besar. Tidak ada platform yang menguntungkan. Aturannya rumit, denda tinggi, dan akhirnya para penjual kecil menengah harus tersingkir. Banyak pabrik sekarang libur, gaji dipotong, dan ada PHK. Tapi di Yiwu masih ada penjual besar yang kirim puluhan ribu paket per hari — tapi yang dijual ya sampah, stok lama, barang sisa.”

Wang Peng juga menyebut bahwa ribuan pengusaha UMKM seperti dirinya adalah nasabah bank pedesaan di Henan dan Anhui, yang simpanannya dibekukan secara ilegal selama lebih dari tiga tahun. Mereka kini mengalami kesulitan hidup yang sangat berat, dan dengan adanya perang tarif ini, keadaan menjadi semakin buruk. Ia pun menyerukan perhatian dari dunia luar.

Wang Peng berkata:  “Bagi kami, para pemilik usaha kecil dan nasabah bank desa di Henan dan Anhui, ini adalah bencana di atas bencana. Simpanan kami dibekukan, dan sekarang, produk yang kami buat — mau dijual ke siapa? Kami benar-benar tidak bisa bertahan hidup lagi.” (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Menlu AS Memperingatkan! Jika Tak Ada Kemajuan dalam Perjanjian Damai, AS akan Tinggalkan Peran Sebagai Mediator Konflik Rusia-Ukraina

EtIndonesia. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, menyatakan bahwa Washington dapat segera menghentikan upaya mediasi dalam konflik Rusia-Ukraina jika dinilai bahwa perjanjian damai antara kedua negara “tidak realistis” untuk dicapai.

Pernyataan tersebut disampaikan Rubio usai pertemuan dengan pejabat Eropa dan Ukraina di Paris. Dia menegaskan bahwa Pemerintah AS kini sedang mengevaluasi apakah peluang untuk mencapai kesepakatan damai masih memungkinkan dalam waktu dekat.

Menurut laporan AFP, Rubio yang berbicara kepada wartawan di Bandara Le Bourget, pinggiran Kota Paris, mengatakan: “Kami harus mengetahui dalam beberapa hari ke depan apakah hal ini mungkin tercapai dalam jangka pendek. Jika tidak, saya kira kami akan memilih untuk melangkah maju dan meninggalkan mediasi ini.”

Media Politico juga melaporkan bahwa Rubio memberikan sinyal tegas: jika proses negosiasi tetap mengalami kebuntuan, maka Amerika Serikat mungkin akan menghentikan peran aktifnya dalam negosiasi gencatan senjata di Ukraina dalam beberapa hari mendatang.

Rubio menjelaskan lebih lanjut: “Kami tidak akan terus mencoba selama berminggu-minggu, apalagi berbulan-bulan. Jadi kita harus cepat mengambil keputusan—saya maksudkan dalam hitungan hari—untuk melihat apakah kesepakatan ini bisa tercapai dalam beberapa minggu ke depan.”

Dia juga menambahkan bahwa jika kesepakatan itu memungkinkan, maka AS akan tetap terlibat. Namun jika sebaliknya, Washington akan mengalihkan fokus pada agenda prioritas lainnya. (jhn/yn)

Lima Tanda Perang Panas AS-Tiongkok, Elon Musk Bantu Trump Bangun “Kubah Emas”?

Ragam berita kali ini adalah : 

  • SpaceX memimpin tender sistem pertahanan rudal “Kubah Emas” yang diprakarsai Trump
  • Para ahli: Lima tanda bahwa AS dan Tiongkok mungkin sedang menuju perang panas
  • Ukraina izinkan tawanan perang asal Tiongkok berbicara di depan media
  • Perang dagang memanas, investor khawatir saham Tiongkok akan delisting
  • 19 warga Taiwan dicabut kewarganegaraannya karena memiliki identitas Tiongkok; 30 lainnya sedang diselidiki

SpaceX Memimpin Tender Sistem Pertahanan Rudal “Kubah Emas” Trump

Pertama, kita lihat perkembangan terbaru dari proyek sistem pertahanan rudal ambisius Presiden Trump yang diberi nama “Kubah Emas”.

Elon Musk, miliarder dan pendiri SpaceX, memimpin konsorsium bersama perusahaan perangkat lunak Palantir dan produsen drone Anduril dalam tender sistem pertahanan rudal “Kubah Emas”. Tim ini diunggulkan untuk mendapatkan kontrak konstruksi inti dari sistem ini.

Menurut Reuters, ketiga perusahaan ini baru-baru ini telah bertemu dengan pejabat pemerintah Trump dan Pentagon untuk mempresentasikan rencana mereka.

SpaceX mengusulkan peluncuran 400 hingga 1000 satelit untuk membentuk jaringan luar angkasa yang mendeteksi dan melacak lintasan rudal global. Selain itu, mereka akan meluncurkan 200 satelit bersenjata rudal atau laser untuk menghancurkan rudal musuh yang terdeteksi.

Namun, SpaceX menyatakan tidak akan terlibat langsung dalam persenjataan satelit. Mereka juga menawarkan model layanan berlangganan, di mana pemerintah hanya membayar untuk penggunaan teknologi tersebut, bukan memilikinya secara langsung.

Pada 27 Januari, Trump menandatangani perintah eksekutif yang memerintahkan Menteri Pertahanan Pete Hegseth untuk merancang sistem seperti “Iron Dome” milik Israel, guna melindungi AS dari ancaman rudal asing.

Lebih dari 180 perusahaan tertarik untuk berpartisipasi dalam proyek “Kubah Emas”, termasuk startup seperti Epirus. Kontraktor tradisional seperti Northrop Grumman dan Boeing juga diperkirakan akan memainkan peran penting.

Perkiraan awal SpaceX untuk membangun jaringan satelit deteksi ini berkisar antara 6 hingga 10 miliar dolar AS. Dengan armada roket Falcon 9 dan ratusan satelit mata-mata yang sudah dimiliki, SpaceX memiliki keunggulan kompetitif dalam tender ini.

Jika konsorsium SpaceX memenangkan kontrak, ini akan menjadi pencapaian terbesar Silicon Valley dalam industri pertahanan nasional, sekaligus pukulan besar bagi kontraktor pertahanan tradisional.

Diperkirakan total biaya proyek “Kubah Emas” bisa mencapai ratusan miliar dolar, dan fase awalnya kemungkinan mulai beroperasi pada tahun 2026.

Ahli AS: Lima Tanda AS-Tiongkok Mungkin Menuju Perang Panas

Seorang ahli AS menulis bahwa ada lima tanda mengkhawatirkan bahwa konflik AS-Tiongkok mungkin tidak berhenti pada perang dagang.

James Stavridis, mantan Panglima Tertinggi NATO dan pensiunan laksamana Angkatan Laut AS, dalam kolom opini Bloomberg pada 17 April memperingatkan bahwa konflik ini mungkin berkembang menjadi perang panas. Berikut lima tanda yang ia sebutkan:

  1. Serangan Siber:
    Tiongkok semakin meningkatkan kemampuan serangan sibernya, menargetkan infrastruktur penting AS. Serangan paling terkenal dikenal sebagai “Volt Typhoon”. Menurut Wall Street Journal, targetnya adalah pelabuhan, perusahaan air, dan bandara di AS.
  2. Ancaman terhadap Taiwan:
    Tahun 2024, pelanggaran zona identifikasi pertahanan udara Taiwan oleh PKT meningkat lebih dari 3.000 kali, dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Frekuensi ini dianggap sebagai indikator penting niat militer Beijing.
  3. Ekspansi di Laut Tiongkok Selatan:
    PKT telah membangun tujuh pulau buatan untuk memperkuat kehadiran militernya. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mempererat kerja sama militer dengan AS dan membuka pangkalan militer di dekat Tiongkok. Ini meningkatkan risiko konflik langsung.
  4. Pembangunan Angkatan Laut:
    PKT  membangun 20-30 kapal perang setiap tahun dan kini memiliki lebih dari 360 kapal, melampaui AS. Targetnya adalah memiliki lebih dari 400 kapal. Kecepatan ini menunjukkan persiapan perang yang serius.
  5. Perang Ekonomi:
    Perang tarif semakin panas. Trump menaikkan tarif impor dari Tiongkok, sementara Beijing membalas dengan membatasi ekspor logam tanah jarang dan mineral penting. Ini mengingatkan pada Jepang pra-Perang Dunia II yang menyerang Pearl Harbor akibat blokade sumber daya.

Stavridis memperingatkan bahwa jika kelima indikator ini berubah dari “kuning” menjadi “merah”, krisis global bisa terjadi. Sejarah menunjukkan bahwa perang besar sering dipicu oleh insiden kecil, seperti Perang Dunia I yang dimulai dari sebuah peluru di Balkan. Ia menyerukan kewaspadaan tinggi.

Sementara itu, artikel opini dari Epoch Times menyatakan bahwa dengan memburuknya ekonomi domestik dan meningkatnya ketidakpuasan publik, Partai Komunis Tiongkok (PKT) mungkin memilih melancarkan perang di Selat Taiwan untuk mengalihkan perhatian dan meredam tekanan internal.

[Tahanan Perang Asal Tiongkok Dihadapkan ke Media – Apa Pesan yang Ingin Disampaikan Ukraina?]

Pemerintah Ukraina pekan lalu mengumumkan identitas dua orang tawanan perang asal Tiongkok dan menggelar konferensi pers, di mana keduanya secara langsung menjelaskan bagaimana mereka bergabung dengan militer Rusia. CNN menilai bahwa menempatkan tawanan perang di hadapan media dan kamera hampir pasti melanggar hukum kemanusiaan internasional. Namun, Ukraina tampaknya menganggap bahwa menampilkan tawanan perang asal Tiongkok membawa makna yang lebih besar.

Partai Komunis Tiongkok (PKT) selama ini menyatakan bersikap netral dalam perang Rusia-Ukraina. Meskipun demikian, sebagai jalur kehidupan penting bagi diplomasi dan ekonomi Moskow, setiap gerakan Tiongkok diawasi ketat oleh Ukraina dan komunitas internasional.

Kedua tawanan tersebut menegaskan bahwa mereka bertindak atas nama pribadi. Mereka mengaku termotivasi oleh video-video rekrutmen yang beredar di platform video pendek Tiongkok, Douyin (versi Tiongkok dari TikTok). Salah satu dari mereka mengatakan bahwa video-video tersebut sangat menggugah di Tiongkok, karena masyarakat di sana sangat memuja kekuatan militer, namun kesempatan untuk benar-benar ikut bertempur dan memperoleh pengalaman nyata sangatlah langka.

Walaupun Ukraina sebelumnya juga pernah menggelar konferensi pers dengan tawanan perang dari Nepal dan beberapa negara Afrika, namun memperlihatkan tawanan asal Tiongkok secara langsung di depan kamera tetap merupakan tindakan yang tidak lazim. CNN menilai bahwa waktu pelaksanaan konferensi pers ini sangat penting.

Saat ini, Ukraina tengah berusaha keras untuk menarik perhatian dan dukungan dari Presiden AS Donald Trump. Mengingat pemerintahan Trump menganggap PKT sebagai musuh utama AS dan terus menaikkan tarif impor terhadap Tiongkok, maka dari sudut pandang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, setiap indikasi bahwa PKT mendukung Rusia, baik dari sisi diplomatik maupun ekonomi, patut diperbesar pengaruhnya.

Namun, target komunikasi dari tindakan Zelensky ini mungkin bukan hanya Amerika Serikat.

Di tengah tekanan tarif dari Trump, Tiongkok sedang gencar mencari dukungan dari Eropa. Ukraina khawatir bahwa Uni Eropa akhir-akhir ini mulai menunjukkan sinyal positif terhadap Tiongkok. Jika dapat dibuktikan bahwa PKT secara langsung terlibat dalam agresi Rusia, maka Uni Eropa tidak akan bisa terus bersikap lunak terhadap PKT.

[Perang Dagang Memanas, Investor Khawatir Saham Perusahaan Tiongkok Terancam Delisting di AS]

Di tengah memuncaknya perang dagang antara AS dan Tiongkok, Menteri Keuangan AS, Bessent, pada 9 April menyatakan bahwa ia tidak menutup kemungkinan untuk menghapus perusahaan Tiongkok dari bursa saham Amerika Serikat. Pernyataan ini memicu kekhawatiran di kalangan investor tentang potensi risiko di masa mendatang.

Pada 21 Februari, Presiden Trump menandatangani memorandum kebijakan investasi “America First”, yang menginstruksikan Komite Investasi Asing di Amerika Serikat (CFIUS) untuk memperluas pembatasan terhadap investasi Tiongkok di sektor strategis seperti teknologi dan energi. Memorandum ini juga melarang perusahaan, lembaga penelitian, dan dana pensiun AS untuk menanamkan modal pada teknologi yang berkaitan dengan Tiongkok, guna mencegah aliran teknologi dan modal ke luar negeri.

Memorandum tersebut memerintahkan agar semua perusahaan yang tunduk pada Undang-Undang Akuntabilitas Perusahaan Asing dievaluasi apakah mereka mematuhi standar audit keuangan Amerika Serikat.

PKT telah menghalangi perusahaan Tiongkok untuk menyerahkan laporan keuangan mereka kepada otoritas pengawas AS. Pada masa jabatan pertama Trump tahun 2020, AS meloloskan Undang-Undang Akuntabilitas Perusahaan Asing, yang mewajibkan semua perusahaan asing yang terdaftar di bursa saham AS untuk mematuhi standar audit AS. 

Perusahaan yang tidak bisa atau tidak mau patuh harus keluar dari bursa AS. Saat itu, beberapa perusahaan Tiongkok seperti Didi Chuxing dan PetroChina memilih delisting dan beralih ke bursa Hong Kong.

Selain alasan audit keuangan, pemerintah AS juga dapat memaksa perusahaan Tiongkok keluar dari pasar saham atas dasar “keamanan nasional” melalui perintah presiden. Ini bukan hal baru: pada tahun 2021, mantan Presiden Joe Biden memerintahkan penangguhan perdagangan dan delisting untuk tiga perusahaan milik negara Tiongkok—China Telecom, China Unicom, dan China Mobile—karena dugaan hubungan dengan militer PKT.

Menurut laporan yang dirilis oleh HSBC pada 14 April, saat ini terdapat sekitar 280 perusahaan Tiongkok yang terdaftar di bursa saham AS, dengan total kapitalisasi pasar sekitar 880 miliar dolar AS. Dari jumlah itu, ada 20 perusahaan dengan nilai pasar lebih dari 10 miliar dolar yang hanya terdaftar di AS, termasuk Pinduoduo, Full Truck Alliance, dan Vipshop—perusahaan-perusahaan ini sangat rentan terhadap risiko delisting.

Jika rumor delisting terus berkembang, kita mungkin akan menyaksikan gelombang listing ulang di Hong Kong. Namun, valuasi perusahaan yang berpindah ke Hong Kong kemungkinan besar akan turun, terutama untuk sektor teknologi, dan likuiditas pasar saham Hong Kong juga lebih rendah dibandingkan bursa saham AS.

[19 Warga Taiwan Kehilangan Status Kependudukan karena Memiliki Identitas Tiongkok, 30 Orang Diselidiki karena Sering Bolak-balik ke Tiongkok]

Direktur Jenderal Urusan Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Taiwan, Chen Yung-Chih, dalam konferensi pers pada 17 April mengatakan bahwa pemerintah telah memulai penyelidikan menyeluruh terkait isu status kewarganegaraan Tiongkok dari pasangan warga negara Tiongkok dan warga Taiwan, serta pernyataan-pernyataan mengenai “penyatuan paksa Taiwan dengan kekuatan militer.”

Menteri Dalam Negeri Liu Shih-Fang mengumumkan bahwa sebanyak 19 warga Taiwan telah dicabut status kependudukannya karena terbukti memiliki KTP Tiongkok, yang bertentangan dengan ketentuan kewarganegaraan dan kependudukan Taiwan saat ini. Selain itu, 3 orang pasangan Tiongkok kehilangan izin tinggal di Taiwan karena menyuarakan dukungan terhadap penyatuan paksa Taiwan oleh militer PKT.

Sekitar 30 orang yang sering keluar-masuk ke Tiongkok juga sedang dalam proses penyelidikan, dan sebagian dari mereka sudah dicabut status kependudukannya di Taiwan.

Selain itu, sejumlah penduduk asal Tiongkok yang telah menetap di Taiwan baru-baru ini menerima pemberitahuan untuk melengkapi dokumen bukti kehilangan kewarganegaraan asal. Jika tidak, mereka akan menghadapi risiko pencabutan status kependudukan.

Pejabat Direktur Jenderal Imigrasi Lin Hung-En menjelaskan bahwa Dewan Urusan Daratan (Mainland Affairs Council) telah mengeluarkan pengumuman bahwa terdapat enam kondisi yang memungkinkan penggantian dokumen dengan pernyataan tertulis dan tiga metode perpanjangan masa kelonggaran. Mulai 21 April, seluruh kantor layanan Imigrasi di Taiwan akan menerima permohonan kelengkapan dokumen tersebut.

Menurut statistik dari Badan Imigrasi Taiwan, saat ini terdapat sekitar 12.000 penduduk asal Tiongkok yang tinggal di Taiwan, dan sekitar 5.000 orang di antaranya diperkirakan dapat memanfaatkan mekanisme pernyataan atau perpanjangan dokumen tersebut.

Liu Shih-Fang juga menanggapi kekhawatiran masyarakat tentang apakah ada anggota militer, pegawai negeri, atau guru negeri yang memiliki dokumen atau kewarganegaraan Tiongkok. Ia mengatakan bahwa proses penyelidikan sedang berjalan dan telah mencapai 99%. Hasil awal menunjukkan bahwa tidak ada pegawai aktif dari kalangan militer, PNS, atau pengajar negeri yang memegang kewarganegaraan atau dokumen Tiongkok.

Lebih lanjut, semua pegawai negeri baru juga wajib menandatangani pernyataan tertulis bahwa mereka tidak memiliki kewarganegaraan Tiongkok.

Sebelumnya, tiga pasangan warga Tiongkok yang juga merupakan influencer media sosial—Liu Zhenya , Zhang Yan, dan Zhao Chan—telah dicabut izin tinggalnya di Taiwan karena menyuarakan dukungan terhadap “penyatuan paksa Taiwan” melalui media sosial. (hui)

Sumber : NTDTV.com

Muncul Banyak Desa dan Kota Tak Berpenghuni di Tiongkok — Ke Mana Perginya Orang-Orang?

0

EtIndonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak wilayah di Tiongkok mengalami fenomena kota dan desa yang tidak lagi dihuni. Netizen bertanya-tanya, kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan Shenzhen sepi, kawasan Jiangsu, Zhejiang, Shanghai pun sepi, bahkan pedesaan juga kosong — ke mana semua orang pergi?

 “Satu kota kecil ini, punya rumah sakit, sekolah, bank, kantor polisi, semua ada, tapi semuanya terbengkalai,” kata seorang streamer di Tiongkok. 

Baru-baru ini, seorang blogger dari Tiongkok mengunjungi Kota Zongling, Kabupaten Nayong, Provinsi Guizhou, dan mendapati tempat itu benar-benar sepi seperti kota mati.

Dilaporkan bahwa pada tahun 2017, karena bencana geologi, penduduk dipindahkan, yang membuat kota tersebut menjadi kota terbengkalai.

Provinsi Guizhou sendiri masih memiliki banyak desa kosong, beberapa bahkan ditinggalkan secara tiba-tiba dalam beberapa tahun terakhir tanpa alasan yang jelas.

Bukan hanya Guizhou, provinsi seperti Jiangxi, Guangxi, Guangzhou, Fujian, Anhui, Hubei, dan Hunan juga dilaporkan memiliki banyak kota dan desa kosong atau hanya dihuni beberapa orang saja.

 “Desa yang begitu besar hanya dihuni dua atau tiga orang tua yang masih bertahan, jumlah anjing liar di desa ini bahkan lebih banyak dari jumlah orang. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Ke mana perginya ribuan penduduk desa?” kata seorang streamer wanita. 

Pada  5 April, seorang streamer wanita mengunggah video yang memperlihatkan desa terbesar tak berpenghuni di Fujian. Rumah-rumah berjajar rapat, namun para penduduknya entah ke mana.

Banyak streamer lainnya juga melaporkan melalui video bahwa di dataran Tiga Provinsi Timur Laut pun banyak kota dan desa yang sudah tak berpenghuni.


“Alasan mengapa dataran Timur Laut kosong itu ada tiga. Pertama, tingkat kelahiran yang terus menurun. Kedua, perpindahan besar-besaran penduduk ke selatan. Ketiga, kematian massal warga usia lanjut. Semua ini menyebabkan munculnya desa dan kota kecil yang kosong,” kata Komentator politik yang tinggal di AS, Xing Tianxing. 

Xing Tianxing juga mengatakan bahwa ekonomi di wilayah timur laut sudah runtuh sejak 30 tahun yang lalu, dan banyak desa di daerah pegunungan maupun pedesaan telah lama kosong.

“Aku sendiri berasal dari Timur Laut, jadi aku tahu alasannya. Karena ekonominya memang sudah benar-benar mati. Anak-anak muda semua pindah, bahkan membawa orang tua mereka ke tempat lain,” ujarnya. 

“Akar permasalahannya adalah keruntuhan ekonomi dan kesulitan hidup rakyat, jadi mereka pergi jauh untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Ditambah lagi dengan bencana alam dan kematian, itu semua menyebabkan situasi sekarang. Sekarang seluruh Tiongkok menghadapi masalah yang sama seperti di Timur Laut,” tambahnya. 

Banyak blogger juga mengunggah video yang menunjukkan bahwa populasi di kota-kota besar dan kecil di Tiongkok menurun drastis. Banyak pusat perbelanjaan, tempat ramai, dan stasiun yang dulu penuh sesak, kini tampak sepi. Para netizen pun bertanya-tanya: “Ke mana semua orang pergi?”

“Sekarang situasi pekerjaan di dalam negeri sangat parah, aku kira banyak orang memilih untuk kabur ke luar negeri. Ada juga satu hal, selama masa pandemi, banyak orang yang meninggal, karena penyebaran virus sangat parah. Rumah kremasi tidak bisa mengimbangi jumlah jenazah. Kalau jumlah kematian itu benar-benar diumumkan, pasti akan sangat mengejutkan!,’ Penulis kolom di “Beijing Spring”, Chen Shuhan.

Pada Januari 2023, pendiri Falun Gong, Li Hongzhi, pernah memperingatkan bahwa selama lebih dari tiga tahun, Partai Komunis Tiongkok telah menyembunyikan situasi pandemi. Ia mengatakan bahwa pandemi telah menyebabkan kematian 400 juta jiwa di Tiongkok, dan ketika gelombang pandemi ini berakhir, jumlah korban bisa mencapai 500 juta jiwa. (Hui)

Laporan oleh jurnalis Li Yun dan Qiu Yue dari New Tang Dynasty Television

Pengawasan Global dan Bangkitnya Kecerdasan Buatan: Perang Mental Sedang Terjadi

EtIndonesia. Novel distopia “1984” karya penulis Inggris, George Orwell menggambarkan dunia yang berada di bawah bayang-bayang kekuasaan otoriter dan sistem pengawasan yang mengekang. Dalam cerita tersebut, dunia diliputi oleh perang permanen, di mana pengawasan negara mencapai seluruh aspek kehidupan warganya.

Baru-baru ini, Pastor Tom Hughes membahas novel tersebut dalam sebuah program siaran, menyatakan bahwa meskipun buku itu merupakan fiksi dari masa lalu, namun saat ini tampaknya berfungsi seperti cermin bagi realitas modern. Dia menegaskan bahwa Orwell bukanlah seorang nabi, bahkan seorang ateis, namun apa yang ditulisnya kini terlihat sangat relevan.

Berdasarkan nubuat-nubuat dalam kitab suci yang dia kaji, Tom menyandingkan bangkitnya sistem totalitarian modern dan kecocokannya dengan isi novel Orwell untuk menggambarkan situasi dunia saat ini.

1. Pengawasan Global

Dalam novelnya, Orwell membayangkan perangkat bernama telescreen—alat dua arah yang dapat melihat dan mendengar segala hal di rumah-rumah warga. Namun, kenyataan saat ini telah melampaui imajinasi tersebut.

Tom menjelaskan bahwa ponsel pintar, kamera kendaraan, perangkat rumah tangga pintar, dan peralatan kerja kini tersebar di seluruh lingkungan hidup manusia. Berbeda dari imajinasi Orwell yang masih terbatas, kamera dan mikrofon di perangkat masa kini hampir selalu aktif, diam-diam mengumpulkan data dalam jumlah luar biasa besar.

Dunia kini telah saling terhubung dan setiap informasi pribadi bisa tersebar dengan kecepatan cahaya.

2. Kecerdasan Buatan (AI)

Dulu, kecerdasan buatan hanya muncul dalam cerita fiksi sebagai penyebab kehancuran dunia. Saat itu, AI hanyalah konsep teoritis. Tapi kini, AI sudah menjadi bagian nyata dalam kehidupan manusia dan berkembang sangat pesat.

Dalam konteks sistem otoriter, AI bahkan bisa berperan sebagai hakim dan algojo. Jika sistem AI menganggap seseorang berperilaku “jahat”, maka aparat bisa segera dikerahkan—atau bahkan AI itu sendiri yang akan menegakkan hukum.

Tom bertanya secara retoris: “Bayangkan jika pada masa Uni Soviet, para penguasa memiliki mesin pembaca pikiran untuk mengendalikan negara. Betapa senangnya mereka saat itu?”

Kini, meskipun Uni Soviet telah runtuh, beberapa negara besar masih menjalankan pola kontrol total yang serupa. Ironisnya, ketika korban ketidakadilan muncul, tidak ada satu pun gambar atau rekaman yang diperlihatkan ke publik.

3. Perang Pemikiran dan Pengkhianatan dalam Lembaga Keagamaan

Dalam novel Orwell, pemerintah mengontrol pikiran rakyat melalui perubahan bahasa. Hal ini menurut Tom, kini terdengar sangat akrab. Karena bahasa sangat memengaruhi cara berpikir, dan salah satu cara paling efektif untuk mengubah pemikiran manusia adalah dengan memodifikasi pola bahasa.

Tom mengutip kitab suci yang memperingatkan: “Manusia menyebut yang jahat itu baik, dan yang baik itu jahat.”

Menurutnya, hal seperti ini bahkan terjadi dalam institusi keagamaan. Beberapa gereja telah menolak terang Tuhan dan justru memeluk kegelapan. Mereka membenarkan dosa-dosa dunia, membiarkan generasi muda dibentuk oleh sistem jahat dunia ini, bahkan mengejek kebenaran sejati.

Tom menyebut kondisi ini bukan hanya kejatuhan budaya, tetapi kemerosotan spiritual. Fenomena ini kini berlangsung baik di Timur maupun di Barat. Budaya kacau secara perlahan mengikis nilai-nilai dasar, dan apa yang disebut sebagai “kemajuan” atau “keterbukaan” ternyata hanyalah nilai-nilai kosong tanpa moralitas.

Cahaya Harapan di Tengah Kegelapan

Meski situasi saat ini tampak mengkhawatirkan, seolah-olah kegelapan menyelimuti dunia, Tom Hughes mengingatkan bahwa manusia tidak boleh menyerah dalam ketakutan atau diam dalam ketidakberdayaan.

Dia berkata: “Kita tidak sendirian. Dunia ini mungkin semakin menyerupai novel fiksi karya George Orwell, tetapi kerajaan yang sejati akan datang. Kita berada di dunia ini bukan secara kebetulan, melainkan memiliki misi.”Tom menyerukan agar orang-orang berjalan dalam kebenaran, kedamaian, dan sukacita. Dia menegaskan bahwa walau zaman semakin gelap, jangan biarkan itu menghentikan langkah kita. Apa pun bentuk kejahatan yang datang, manusia memiliki potensi untuk menjadi penakluk, pembawa terang di tengah kegelapan. (jhn/yn)

Manusia Mungkin Adalah Peradaban Terakhir di Alam Semesta


EtIndonesia. Analisis dari penelitian berbasis big data menyimpulkan bahwa manusia kemungkinan besar merupakan “peradaban terakhir” di alam semesta. Hal ini karena diperkirakan peradaban generasi pertama sudah muncul sekitar 8 miliar tahun yang lalu.

Menurut para peneliti, jika berbicara khusus mengenai Galaksi Bima Sakti, mereka percaya bahwa area paling ideal untuk kemunculan kehidupan bukanlah di wilayah tepi galaksi, melainkan sekitar 1.300 tahun cahaya dari pusat galaksi. Wilayah ini dipandang sebagai “surga kehidupan” sesungguhnya, tempat di mana kehidupan mungkin telah berkembang pesat sejak lebih dari 8 miliar tahun yang lalu.

Kita adalah Peradaban dari Pinggiran

Sebagai perbandingan, jarak antara Bumi dan pusat galaksi adalah sekitar 25.000 tahun cahaya. Artinya, manusia berada sekitar 12.000 tahun cahaya jauhnya dari zona ideal tersebut, menjadikan kita sebagai peradaban pinggiran, yang terlambat hadir dalam sejarah galaksi dan tidak sempat bergabung dengan peradaban generasi awal.

Berdasarkan simulasi dan perhitungan model evolusi galaksi, para peneliti menduga bahwa berbagai peradaban besar yang sempat tumbuh subur di Bima Sakti sejak 8 miliar tahun silam kini telah punah. Bahkan, ketika tata surya baru terbentuk, masa keemasan peradaban-peradaban itu sudah berlangsung. Dan pada saat manusia akhirnya muncul di Bumi, jejak mereka telah lama lenyap dari sejarah galaksi.

Mengapa Kita Tak Menemukan Jejak Mereka?

Temuan ini menunjukkan bahwa peradaban-peradaban yang mampu menerima sinyal dari umat manusia, atau bahkan mengunjungi Bumi, bisa saja telah punah jauh sebelum kemunculan manusia.

Para peneliti menekankan bahwa peradaban lain yang masih tersisa di galaksi kemungkinan juga baru muncul seperti halnya manusia, sehingga masih tergolong peradaban muda yang belum mampu menguraikan sinyal komunikasi atau melakukan perjalanan antarbintang untuk merespons kehadiran kita.

Mengapa Peradaban Awal Musnah?

Apa yang menyebabkan peradaban canggih tersebut mengalami kehancuran diri secara massal? Para ilmuwan menyebutkan bahwa beragam faktor bisa menjadi penyebab, mulai dari:

  • Perang nuklir skala besar
  • Perubahan iklim ekstrem
  • Bencana kosmik, seperti ledakan supernova di sekitar mereka
  • Tabrakan dengan objek luar angkasa besar
  • Atau bahkan perang antarperadaban, yang akhirnya membuat semuanya hancur dan tidak ada yang menang

Meskipun hipotesis ini masih memerlukan penelitian lanjutan, namun dia menawarkan penjelasan yang kuat mengapa kita belum menemukan makhluk cerdas lainnya di luar angkasa—hipotesis ini juga dikenal sebagai bagian dari “Paradoks Fermi”.

Peringatan bagi Manusia

Lebih dari sekadar teori kosmologis, gagasan ini juga menjadi peringatan serius bagi umat manusia. Saat ini, manusia masih terus merusak lingkungan Bumi, mendorong planet ini ke ambang kehancuran ekologi.

Jika kita tidak belajar dari kemungkinan kegagalan peradaban-peradaban sebelum kita, maka manusia pun bisa mengalami nasib serupa: musnah oleh ulahnya sendiri. (jhn/yn)