Kanal “Iran International” yang berbasis di London baru-baru ini melaporkan bahwa Presiden terpilih Iran, Masoud Pezeshkian, memohon kepada Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei untuk tidak menyerang Israel, dan memperingatkan bahwa hal tersebut akan berdampak menghancurkan pada masa jabatannya.
Dikutip aboluowang.com, Kamis (8/8/2024) bahwa laporan tersebut menyebutkan para pemimpin Iran tidak sepakat untuk melakukan tindakan balasan terhadap Israel atas pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran pada 31 Juli, karena khawatir akan konsekuensi yang mungkin terjadi.
Kini, semua mata mengarah kepada Pezeshkian, seorang politikus moderat yang terpilih sebagai presiden di negara yang secara politik diatur oleh sejumlah elemen konservatif.
Dalam statusnya setelah diambil sumpah, Pezeshkian bukan hanya menjadi pemimpin Iran, tapi juga pemimpin sebuah aliansi yang disebut Poros Perlawanan. Poros Perlawanan ini merujuk kepada sebuah aliansi beberapa negara, seperti Iran dan Suriah, ditambah beberapa aktor non-negara, yang di antaranya Hamas, Gerakan Houthi di Yaman, dan yang terkenal ialah Hizbullah di Lebanon selatan.
“Iran International” mengutip sumber yang mengetahui situasi tersebut, menyatakan bahwa Presiden Iran Pezeshkian dalam pertemuan baru-baru ini dengan Khamenei, mendesak pemimpin berusia 85 tahun tersebut untuk mencegah serangan langsung terhadap Israel demi menghindari ketegangan yang dapat meningkat menjadi perang yang tidak perlu. Pezeshkian memperingatkan bahwa potensi konflik semacam itu mungkin akan sangat mengganggu masa jabatannya sebagai presiden dan menyebabkan masalah besar.
Pezeshkian memperingatkan bahwa jika Israel memutuskan untuk melancarkan serangan balasan yang keras terhadap infrastruktur dan sumber daya energi Iran, hal tersebut dapat melemahkan ekonomi Iran dan berpotensi menyebabkan kehancuran negara tersebut.
Sumber tersebut mengatakan bahwa Khamenei tidak memberikan tanggapan yang jelas, baik mendukung maupun menentang pernyataan Pezeshkian.
Pezeshkian lebih lanjut memperingatkan bahwa pernyataan dan tindakan para komandan militer senior dapat menyeret negara ke dalam perang, dan dia menyatakan bahwa dia menghadapi tekanan terus-menerus dari faksi-faksi dalam Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) yang menginginkan respons militer yang kuat terhadap Israel.
Presiden Iran menyatakan bahwa penolakannya terhadap tindakan militer bukan karena kurangnya pengetahuan atau pengalaman tentang masalah keamanan dan militer, seperti yang diklaim oleh kelompok garis keras, tetapi karena mempertimbangkan kepentingan nasional. Dia menekankan bahwa berperang dengan Israel akan membuat pemulihan ekonomi dan menjembatani perbedaan mendalam antara Republik Islam dan warganya menjadi tidak mungkin, sehingga merusak posisi internasional Iran yang sangat membutuhkan peningkatan status internasionalnya.
Seorang asisten dekat Pezeshkian minggu lalu mengatakan kepada “The Telegraph” bahwa kelemahan keamanan yang menyebabkan pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran “mungkin merupakan upaya sengaja oleh IRGC untuk merusak reputasi presiden baru.” Terutama pada hari pertama Pezeshkian menjabat.” “Dia mungkin harus berperang dengan Israel dalam beberapa hari pertama masa jabatannya, dan semua ini karena IRGC.” (Jhon)