Home Blog Page 1686

Pertikaian Politik Diperlihatkan Saat Pemimpin Komunis Tiongkok dan Perdana Menteri Berkomentar yang Saling Bertentangan Mengenai Keadaan Ekonomi

0

Theepochtimes.com- Selama tur inspeksi baru-baru ini di desa-desa di wilayah Ningxia, pemimpin Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping menekankan tujuannya agar Tiongkok menjadi “sebuah masyarakat moderat yang makmur.” Slogan ini diciptakan segera setelah ia mengambil alih kekuasaan pada tahun 2012, dan merupakan kebijakan ekonomi andalannya.

Xi Jinping juga menulis sebuah artikel pada tanggal 31 Mei 2020 di Qiushi, majalah resmi Partai Komunis Tiongkok, bahwa Tiongkok bergerak maju menuju pencapaian tujuan tersebut, bersama dengan “400 juta orang di kelas menengah.”

Standar Xi Jinping untuk kelas menengah adalah: pendapatan rumah tangga tahunan 100.000 yuan hingga 500.000 yuan. Namun di Tiongkok, tidak jarang rumah tangga multi-generasi tinggal di bawah satu atap.

Sementara itu, Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang baru-baru ini menyoroti pengangguran dan krisis kemiskinan di negara itu, yang diperburuk oleh pandemi virus Komunis Tiongkok.

Li Keqiang mengatakan dalam pertemuan legislatif Tiongkok yang tunduk pada Partai Komunis Tiongkok pada tanggal 28 Mei 2020, bahwa 600 juta warga Tiongkok hanya mendapat 1.000 yuan per bulan, yang mana tidak cukup untuk membayar sewa bulanan untuk apartemen satu-kamar tidur di kota kelas menengah Tiongkok.

Li Keqiang kemudian mempromosikan gagasan untuk mendirikan “ekonomi pedagang kaki lima” untuk mengurangi meningkatnya pengangguran sebagai akibat pandemi.

Pada tanggal 1 Juni 2020, Li Keqiang sekali lagi mengatakan di sebuah seminar ekonomi di kota Qingdao: “Tantangan yang dihadapi [Tiongkok] tersebut adalah kesulitan yang tidak terduga. ” 

Li Keqiang menekankan bahwa ratusan juta rakyat Tiongkok membutuhkan dukungan keuangan.

Setelah pidato Li Keqiang, awalnya media pemerintah Tiongkok mempromosikan ekonomi pedagang kaki lima, tetapi pada tanggal 5 Juni media pemerintah Tiongkok mulai menerbitkan artikel mengkritik gagasan tersebut.

Sejak itu, setiap pemerintah provinsi dan kota menyampaikan konflik informasi mengenai apakah pedagang kaki lima diizinkan untuk menjual produknya.

Pengamat menafsirkan pesan yang kontradiktif secara terbuka akhir-akhir ini sebagai indikasi perebutan kekuasaan antara faksi politik Xi Jinping dan Li Keqiang.

“Xi Jinping dan Li Keqiang bertikai satu sama lain di depan umum tentu akan menyulitkan pejabat yang berpangkat lebih rendah untuk memposisikan dirinya,” kata Tang Jingyuan, seorang komentator urusan Tiongkok yang berbasis di Amerika Serikat.

Pertikaian Depan Umum

Frank Tian Xie, seorang profesor bisnis di University of South Carolina Aiken, juga membaca komentar Li Keqiang sebagai teguran langsung terhadap Xi Jinping. 

“Hal tersebut menunjukkan  para pejabat senior Partai Komunis Tiongkok memiliki pendapat dan perjuangan berbeda satu sama lain,” kata Frank Tian Xie dalam sebuah wawancara.

Jiang Feng, seorang komentator yang berbasis di Amerika Serikat  mengatakan di acara YouTube-nya, bahwa Li Keqiang berkomentar mengenai 600 juta orang Tiongkok yang hidup dengan pendapatan bulanan kurang dari 1.000 yuan adalah “suatu tamparan bagi Xi Jinping. Xi Jinping berkata Tiongkok  mewujudkan masyarakat yang cukup makmur pada tahun 2020.”

Tang Jingyuan menganalisis hal itu karena Li Keqiang adalah pejabat tinggi Partai Komunis Tiongkok untuk kebijakan ekonomi, maka Li Keqiang akan disalahkan atas kesengsaraan ekonomi Tiongkok.

Saat ekonomi Tiongkok terus menurun, Tang Jingyuan mengatakan Li Keqiang tidak punya pilihan selain mengakui kepada warga Tiongkok bahwa situasi ekonomi adalah serius.

“Jelas, Li Keqiang tidak mau mengambil tanggung jawab atas kebohongannya kepada masyarakat. Ini adalah alasan utama mengapa Li Keqiang mengumumkan keberadaan jumlah orang miskin yang begitu besar di Tiongkok,” kata Tang Jingyuan.

Ekonomi Tiongkok

He Junjiao, seorang ekonom Tiongkok yang berbasis di Provinsi Hunan, mengatakan kepada The Epoch Times bahasa Mandarin bahwa ekonomi Tiongkok berada dalam situasi kritis. Bahkan ekonomi pedagang kaki lima tidak dapat menyelamatkan situasi kritis tersebut.

“Jika suatu negara bergantung pada ‘ekonomi pedagang kaki lima’ untuk mendukung mata pencaharian rakyatnya, maka negara tersebut berada di tepi kebangkrutan…Di balik ekonomi pedagang kaki lima ala Li Keqiang adalah pengangguran massal,” kata He Junjiao.

Rezim Komunis Tiongkok, dengan putus asa, menyerukan kepada rakyat Tiongkok untuk menjadi pengusaha kecil. “Kalau tidak, rakyat Tiongkok akan kelaparan, atau bahkan terjadi kerusuhan jika rakyat Tiongkok tidak mempunyai makanan,” kata He Junjiao.

Universitas Normal Beijing melakukan survei baru-baru ini yang lebih menyoroti pendapatan rata-rata orang Tiongkok.

Caizin, majalah Tiongkok yang berbasis di Shanghai melaporkan pada tanggal 3 Juni bahwa Universitas Normal Beijing membuat perkiraan setelah mensurvei 70.000 orang.

“Penghasilan bulanan 547 juta orang Tiongkok, yang merupakan 39,1 persen populasi, kurang dari 1.000 yuan. Penghasilan bulanan 52,5 juta orang Tiongkok adalah antara 1.000 yuan hingga 1.090 yuan. Itu berarti 42.85 persen penduduk Tiongkok berpenghasilan kurang dari 1.090 yuan setiap bulan,” menurut laporan tersebut.

Di antara orang-orang tersebut, 5,46 juta orang Tiongkok tidak memiliki penghasilan; penghasilan bulanan 216 juta orang Tiongkok kurang dari 500 yuan; dan penghasilan bulanan 200 juta orang Tiongkok lainnya lebih rendah dari 800 yuan.

Ketua China Fuyao Glass, sebuah produsen kaca mobil multinasional, pernah mengatakan kepada media Tiongkok bahwa Tiongkok memiliki lebih dari 300 juta orang yang hidup dalam kemewahan untuk membeli produk yang tidak penting.

Menurut data terbaru yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional Tiongkok, median disposable income adalah 26.523 yuan  untuk tahun 2019.

Media Tiongkok mencatat bahwa jumlah uang ini hanya dapat mendukung biaya hidup kebutuhan dasar di Tiongkok.

Keterangan Gambar: Pemimpin Tiongkok Xi Jinping dan perdana menteri Li Keqiang tiba pada sesi penutupan kongres legislatif stempel partai di Beijing pada 28 Mei 2020. (Kevin Frayer / Getty Images)

(Vivi/asr)

Video Rekomendasi

Para Pejabat Mencari Pemilik Emas Senilai Lebih dari Rp 2,7 Miliar yang Tertinggal di Kereta Api di Swiss

0

Saya akan menebak dan mengatakan sebagian besar dari kita tanpa sengaja pernah meninggalkan sesuatu di transportasi umum. Baik itu headphone, kartu bank, atau bahkan lebih buruk lagi, tas bawaan Anda, hal pertama yang Anda lakukan adalah menghubungi perusahaan tersebut untuk mengetahui apakah telah ditemukan barangnya.

Namun dalam peristiwa aneh, emas senilai £ 152.000 (sekitar Rp 2,7 miliar) yang ditemukan di kereta api di Swiss, belum ada orang yang maju untuk mengklaimnya.

Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Pemilik misterius meninggalkan bawaannya di atas kereta yang bepergian dari Kota St Gallen dan Lucerne di Swiss timur laut, pada Oktober 2019, menurut laporan BBC News. Tumpukan emas seberat lebih dari 3kg emas – senilai £ 152.000 (sekitar Rp 2,7 miliar) – ditemukan di kereta kereta Swiss Federal Railways.

Ilustrasi . (Foto: Pxfuel)

Para pejabat di Lucerne menghabiskan delapan bulan untuk melakukan ‘penyelidikan ekstensif’ untuk melacak pemiliknya, tetapi upaya mereka sia-sia. Pihak berwenang baru saja memilih untuk membuat penemuan itu diketahui publik.

Ketika mereka akhirnya menemukan pemilik yang tepat, tidak jelas bagaimana mereka dapat memverifikasi emas itu milik mereka.

Sebuah pesan telah keluar memperingatkan pemilik sebenarnya bahwa mereka hanya memiliki lima tahun untuk mengklaim emas, yang telah disita oleh Kantor Jaksa Penuntut Umum. (yn)

Sumber: Unilad

Video Rekomendasi:

https://youtu.be/svae7qaQo_s

Dia Kehilangan Pekerjaanya, Dia meminta Bantuan untuk Memberi Makan 50 Kucingnya Karena Tidak Ingin Meninggalkan Mereka

0

Benjamin Aceval adalah salah satu dari orang-orang semacam itu yang jumlahnya sangat sedikit di dunia ini, karena tingkat kedermawanan dan pengabdiannya kepada yang tak berdaya melampaui batas kemampuannya sendiri.

Pria Paraguay ini telah mendedikasikan dirinya untuk merawat dan memberi makan lebih dari 50 kucing, terlepas dari apakah dia terkadang bisa makan atau tidak.

Meskipun Benjamin telah menerima bantuan dari beberapa hati yang murah hati, bantuan telah menurun dalam beberapa minggu terakhir dan situasi menjadi tidak terkendali.

Pria itu putus asa karena dia tidak ingin kucing-kucingnya yang diselamatkan melewati segala kebutuhan atau mencoba melarikan diri sambil mencari sesuatu untuk dimakan.

Kisah Benjamin ini telah mencapai media sosial, berkat publikasi yang dibuat oleh Gracie Galeano Mendoza, yang setelah mengetahui tentang pekerjaan terpuji yang dilakukan pria ini memutuskan untuk mempublikasikan di media sosialnya.

“Pria itu memiliki 50 kucing, 40 di antaranya sudah dikebiri, (ada juga) orangtua baptis untuk mereka. Pria itu kehilangan pekerjaan, jika Anda ingin menyumbangkan makanan, dia akan lebih dari bersyukur, ”kata Gracie Galeano dalam postingannya.

Pria Paraguay ini telah menganggur selama dua tahun dan sejak itu dia bertahan dari pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan sambilan. Dari sedikit uang yang didapat dia gunakan untuk merawat kucing-kucingnya, tetapi kini jumlah kucingnya telah berlipat gada, setidaknya ada lima puluh.

Mengingat krisis nyata yang dialami pecinta kucing ini dan hewan peliharaannya, Gracie telah meminta segala jenis makanan atau dukungan uang untuk membantu pria itu.

Memiliki tanggung jawab begitu banyak makhluk bukanlah pekerjaan yang mudah, Aceval tidak hanya memberi mereka makan tetapi juga didedikasikan untuk memanjakan mereka dan menjaga kebersihan ruang yang dihuni hewan ini di rumahnya. Siapa pun yang juga ingin mendukungnya sebagai sukarelawan juga akan disambut.(yn)

Sumber: zoorprendente

Video Rekomendasi:

https://youtu.be/el5mgcdt4P0?list=PLagNdOe-xshJk9bkw8UVGayheosWINW5-

Kota Beijing Merilis Data yang Tak Konsisten Mengenai Kasus Infeksi Virus Baru Seiring Memburuknya Wabah

0

Nicole Hao

Wabah baru di kota Beijing mendorong pihak berwenang untuk memberlakukan langkah-langkah secara ketat untuk mengendalikan  virus tersebut.

Seorang pejabat kota Beijing mengatakan pada tanggal 15 Juni bahwa seluruh kota Beijing memasuki “mode masa perang.”  Itu setelah orang-orang yang terinfeksi virus setelah mengunjungi Beijing berada di Provinsi Hebei, Sichuan, dan Liaoning — memicu ketakutan bahwa virus menyebar lebih jauh.

Sementara itu, pihak berwenang mengutip angka yang bertentangan untuk kasus infeksi virus baru.

Dokumen internal baru yang diperoleh The Epoch Times belum mengungkap figur lain.

Para ahli medis Tiongkok menghubungkan wabah baru ini dengan salmon yang terkontaminasi yang dijual di pasar Beijing, yang menyebabkan pihak berwenang berhenti mengimpor ikan salmon Eropa. Meskipun para ahli mengatakan salmon itu sendiri tidak mungkin membawa penyakit.

Penyebaran Wabah

Komisi Kesehatan Nasional Komunis Tiongkok mengumumkan pada tanggal 15 Juni bahwa 36 pasien baru didiagnosis menderita virus Komunis Tiongkok di Beijing sehari sebelumnya.

Kemudian pada hari Senin, Beijing mengumumkan bahwa antara 11 hingga 14 Juni, 79 orang dipastikan terinfeksi dan mengalami gejala, bersama tujuh orang lainnya sebagai pembawa virus tanpa gejala. Tiongkok menghitung pembawa virus tanpa gejala dalam kategori terpisah.

Namun, dokumen internal dari Rumah Sakit Ditan, satu-satunya rumah sakit Beijing yang diketahui saat ini merawat pasien COVID-19, yang diperoleh oleh The Epoch Times, menunjukkan bahwa pada tanggal 14 Juni, Rumah Sakit Ditan merawat 375 pasien yang menderita demam — 41 dari 375 pasien tersebut didiagnosis menderita COVID-19.

Keterangan gambar : Statistik dari Rumah Sakit Ditan Beijing dari 11 hingga 14 Juni. (The Epoch Times)

Ada lima lebih pasien daripada angka 36 pasien yang diumumkan secara resmi.

Untuk tanggal 11, 12 Juni, dan 13 Juni, data Rumah Sakit Ditan adalah cocok dengan data resmi yang dilaporkan oleh pihak berwenang: satu, enam, dan 36.

Tetapi data pihak berwenang Tiongkok sendiri juga tidak konsisten. Gao Xiaojun, juru bicara Komisi Kesehatan kota Beijing, mengatakan pada konferensi pers bahwa sekitar 200.000 penduduk di Beijing menerima uji asam nukleat dalam beberapa hari terakhir.

“Pada tanggal 14 Juni, Beijing menguji sampel dari 76.499 orang. Lima puluh sembilan dari mereka adalah positif,” kata Gao Xiaojun. Tetapi Gao Xiaojun tidak menjelaskan mengapa angka tersebut tidak cocok dengan 36 pasien yang didiagnosis dan 6 pasien pembawa virus tanpa gejala yang secara resmi diumumkan pada tanggal 14 Juni, di mana total 42 orang adalah positif terinfeksi virus tersebut.

Wabah sudah menyebar ke bagian lain Tiongkok. Provinsi Sichuan di barat daya Tiongkok melaporkan pada tanggal 15 Juni, bahwa ada satu pasien baru yang didiagnosis menderita COVID-19, yang kembali ke Sichuan dari Beijing pada tanggal 9 Juni. Suami pasien itu masih berada di Beijing dan juga didiagnosis menderita COVID-19 pada tanggal 14 Juni.

Pada hari Senin, Provinsi Hebei di utara Tiongkok melaporkan tiga pasien yang dipastikan menderita COVID-19  dan satu pembawa virus tanpa gejala. 

Mereka adalah nenek, ibu, ayah, dan anak berusia enam tahun di keluarga yang sama. Keempat orang tersebut mengunjungi Beijing baru-baru ini, dan dua dari mereka mengunjungi pasar makanan Xinfadi, tempat pihak berwenang mengklaim sebagai asal wabah baru.

Pasar Xinfadi yang luas adalah kompleks gudang dan ruang perdagangan yang membentang di area seluas hampir 160 lapangan sepak bola. 

Pasar Xinfadi adalah lebih dari 20 kali lebih besar daripada pasar makanan laut di kota Wuhan, tempat beberapa kasus virus Komunis Tiongkok pertama dicatat. Ribuan ton sayuran, buah-buahan, dan daging berpindah tangan di pasar setiap hari.

‘Mode Perang-Waktu’

Pejabat senior pemerintah kota Beijing, Xu Ying mengatakan pada konferensi berita harian pada hari Senin: “Upaya penahanan dengan cepat memasuki mode perang-waktu. “

Xu Ying mengatakan 7.200 lingkungan dan hampir 100.000 pekerja yang mengendalikan epidemi telah memasuki “medan perang.”

Kasus-kasus baru tersebut menyebabkan banyak daerah di Beijing menerapkan kembali tindakan keras pertama kali terlihat saat virus itu menyebar di seluruh Tiongkok pada bulan Januari, termasuk pos pemeriksaan keamanan 24 jam. Bahkan, menutup sekolah dan tempat olahraga. Selain itu, kembali menerapkan pemeriksaan suhu di mal, supermarket, dan kantor.

Warga juga disarankan untuk menghindari keramaian dan berkumpul dalam kelompok untuk makan.

Beberapa kabupaten juga mengirim pejabat ke kompleks perumahan yang disebut sebagai operasi “ketuk, ketuk” untuk mengidentifikasi orang yang telah mengunjungi Pasar Xinfadi.

Pada hari Minggu sore 14 juni, daerah Huaxiang di distrik Fengtai, Beijing, ditunjuk sebagai “wilayah berisiko tinggi” untuk penyebaran virus. 12 Lingkungan ditambahkan ke daftar “daerah berisiko menengah,” sehingga  total ada 22 daerah.

Pemerintah di banyak bagian Tiongkok juga memperingatkan penduduk agar tidak melakukan perjalanan yang tidak penting ke ibukota. Pemerintah memberlakukan persyaratan karantina bagi pengunjung dari Beijing.

Asal Ikan Salmon 

Pihak berwenang belum mengidentifikasi bagaimana sebenarnya virus itu menyebar dari Pasar Xinfadi.

Sejak tanggal 12 Juni malam, media yang dikelola pemerintah menyatakan wabah tersebut berasal dari salmon impor, karena pihak berwenang menemukan jejak virus pada talenan yang digunakan untuk memproses salmon impor di pasar Xinfadi.

Pada hari Sabtu 13 Juni, Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok memerintahkan “inspeksi komprehensif”di semua pasar makanan laut di Beijing.

Dalam siaran Senin di media CCTV yang dikelola partai komunis Tiongkok, Yang Peng, seorang ahli pengendalian penyakit menular di Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Beijing, seperti yang dikutip mengatakan, bahwa setelah pengurutan genetik, virus yang ditemukan di pasar Xinfadi mirip dengan strain yang ditemukan di Eropa.

“Penilaian awal adalah bahwa virus itu terkait dengan…makanan laut atau daging yang terkontaminasi, atau orang yang memasuki pasar tersebut,” kata Yang Peng.

Wu Zunyou, kepala ahli di Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tiongkok, mengatakan kepada People’s Daily, surat kabar milik pemerintah,

pada tanggal 15 Juni: “Sumber virus saat wabah ini bukan berasal dari Beijing. Itu pasti dari tempat lain.”

Tetapi Wu Zunyou mengatakan urutan genetik tidak selalu berarti virus tersebut berasal dari Eropa. “Mungkin juga dari Amerika Utara atau Rusia.”

Sean Lin, mantan direktur laboratorium cabang penyakit virus di Institut Penelitian Angkatan Darat Walter Reed, mengatakan tidak mungkin bagi salmon untuk mentransmisikan suatu jenis Coronavirus kepada manusia.

Sean Lin menuturkan : “Biasanya ikan [yang terkontaminasi] dapat menyebabkan sistem penyakit pencernaan, seperti enteritis, gastroenteritis bakteri, dan sebagainya.’

Zhang Yuxi, ketua pasar Xinfadi, juga mengatakan kepada Beijing News, surat kabar milik pemerintah, bahwa hasil uji sembilan karyawan yang bekerja di gerai salmon di pasar Xinfadi adalah negatif terhadap virus tersebut.

Namun, hampir semua pasar dan restoran di Beijing menyingkirkan salmon dari rak dan menunya pada hari Sabtu 13 Juni.

Beberapa pemasok salmon Eropa mengatakan mereka tidak dapat lagi menjual salmon ke Tiongkok.

“Kini, kami tidak dapat mengirim salmon ke Tiongkok, pasar ditutup,” kata Stein Martinsen, kepala penjualan dan pemasaran di Norwegia Royal Salmon.

Pihak Berwenang Keamanan Pangan Norwegia juga mengatakan tidak ada bukti ikan terinfeksi virus tersebut. (Vivi/asr)

FOTO : Seorang petugas keamanan mengenakan pakain hazmat berjaga-jaga di area perumahan di bawah lockdown dekat Pasar Timur Yuquan di Beijing, Tiongkok pada 15 Juni 2020. (NOEL CELIS / AFP via Getty Images)

https://www.youtube.com/watch?v=4j7Pxa2WW1c

Banjir Besar Melanda di 11 Provinsi di Tiongkok, Media yang Dikelola Partai Komunis Tiongkok Bungkam

0

Nicole Hao

Banjir besar yang melanda 11 provinsi di Tiongkok. Warga di dua kota mengatakan kepada The Epoch Times bahwa pemerintah setempat mengalirkan air hujan di reservoir, tanpa memberitahukan kepada rakyat sebelumnya. Sehingga menyebabkan puluhan orang terhanyut.

Banyak orang juga kehilangan rumah akibat banjir. Akan tetapi media yang dikelola pemerintahan Komunis Tiongkok nyaris tidak ada yang meliput berita itu. Sementara media setempat memuat beberapa artikel yang terutama mengagungkan upaya penyelamatan oleh pihak berwenang.

Mari simak info selengkapnya : 

Hujan lebat di bulan Juni 2020 telah menyebabkan banjir serius setidaknya di sebelas provinsi di Tiongkok terdampak.

Chen Yang sebuah nama samaran, seorang warga desa yang tinggal di jalan Liangjiang di desa Shuangjiang, kota Lipu di wilayah Guangxi, selatan Tiongkok, mengatakan kepada The Epoch Times berbahasa Mandarin lebih rinci mengenai banjir baru-baru ini.

Chen Yang dalam wawancara telepon pada tanggal 11 Juni 2020 menuturkan :“Kami melihat bahwa sesama warga desa tersapu oleh banjir, tetapi kami tidak dapat membantu. Kami belum menemukan mayat mereka, karena air bahnya masih dalam. Para penduduk desa yang sudah tua tidak pernah melihat banjir besar seperti ini seumur hidupnya.” 

Desa tempat Chen Yang tinggal memiliki sekitar 2.000 hingga 3.000 penduduk, di mana banyak dari mereka tinggal di rumah yang terbuat dari lumpur dan jerami. Chen Yang mengatakan orang-orang setempat miskin, sehingga tidak memiliki uang untuk membeli batu bata dan semen  membangun rumah mereka.

“Saat banjir menerjang desa kami, air mencapai dua hingga tiga meter. Lantai pertama dari semua bangunan di desa kami terendam air banjir pada waktu itu. 90 persen rumah yang terbuat dari lumpur roboh setelah terendam air banjir. Kami tidak berani masuk rumah yang terbuat dari lumpur yang belum runtuh,” kata Chen. 

Hong Chen, juga nama samaran, seorang wanita yang mengoperasikan sebuah penginapan  yang menyediakan sarapan di kota Yangshuo, yang berjarak sekitar 40 km dari rumah Chen Yang.

Hong Chen memberitahukan kepada The Epoch Times berbahasa Mandarin pada tanggal 10 Juni bahwa hujan mulai turun pada tanggal 6 Juni. Kini, kota-kota tingkat kabupaten Yangshuo, Yongfu, dan Pingle, di kota Guilin, benar-benar terendam banjir.

“Seluruh pusat kota Yangshuo terendam banjir… Selama periode terburuk, beberapa lantai kedua rumah juga terendam air…Orang-orang harus tidur di lantai tiga atau lebih tinggi,” kata Hong Chen.

Pasokan air dan listrik kota Yangshuo terputus, di mana pasokan air dan listrik beberapa daerah masih belum pulih.

Hong Chen mengatakan beberapa rumah lumpur di pusat kota Yangshuo juga runtuh.

Banjir Buatan Manusia

Hong Chen menjelaskan mengapa banjir diperburuk oleh tindakan pihak berwenang.

Ia mengatakan : “Hujan deras menyebabkan permukaan air Sungai Li sangat tinggi Pada pukul 18.00 tanggal 9 Juni, pihak berwenang tidak memperingatkan kami terlebih dahulu dan membuka pintu air dari reservoir besar di hulu Sungai Li,” kata Hong Chen.

Sebuah waduk kecil dekat kota Yangshuo tidak dapat menampung air, dan bendungan setempat jebol. “Air telah menghanyutkan kota kami,” kata Hong Chen.

Seorang pria pemilik toko di situs wisata setempat di Yangshuo juga menyampaikan informasi yang sama. Ia mengatakan bahwa permukaan air Sungai Li masih tinggi.

Chen, dari kota Lipu, mengatakan banjir di kota asalnya juga disebabkan oleh dialirkan air dari reservoir.

Kota Lipu dinamai demikian karena Sungai Lipu yang melintasi kota tersebut. Kota kelahiran Chen terletak di antara dua anak sungai dari Sungai Lipu, satu anak sungai tersebut adalah  Sungai Maling. Ada beberapa reservoir di hulu Sungai Maling, termasuk Waduk Dajiang.

“Rezim mengalirkan air dari Waduk Dajiang tanpa pemberitahuan. Kemudian, bendungan waduk kecil jebol. Dalam beberapa menit, air merendam desa kami. Kami tidak punya waktu untuk bersiap menghadapinya,” kata Chen. Chen berkata bahwa air menghanyutkan tiga kota di hilir sungai, yaitu: Huaze, Shuangjiang, dan Maling.

Ia menuturkan, semuanya hilang. Banjir itu merendam ladang tanaman dan menghancurkan panen penduduk desa. Penduduk desa lainnya kehilangan barang-barang rumah tangganya.

Bantuan Pemerintah

Setelah banjir, pemerintah setempat berjanji untuk mendistribusikan bantuan. Namun, warga mengatakan tidak banyak yang terwujud. Janji hanya tinggal janji. 

“Kami mendengar bahwa di kota-kota lain, ada roti yang dibagikan. Tetapi untuk keluarga yang beranggotakan tiga orang, [pihak berwenang] hanya memberi mereka satu roti. Hampir tidak ada apa-apa,” kata Chen.

Di desa terdekat, pihak berwenang membagikan sebotol minyak goreng, sekantung beras, dan sekotak bubur kalengan untuk setiap keluarga. Namun Chen mengatakan, pihak berwenang segera mengumpulkan kembali barang-barang tersebut dari keluarga yang tidak menggunakan barang-barang tersebut. Seorang warga desa yang memakan bubur itu diminta untuk membayarnya.

“Beberapa penduduk desa tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan, seperti yang dikatakan pejabat pemerintah bantuan ditujukan untuk penduduk desa yang rumahnya tidak runtuh,” kata Chen.

Meluncurkan Propaganda

Pada tanggal 11 Juni, beberapa media Taiwan melaporkan bahwa sedikitnya 19 orang tewas akibat banjir baru-baru ini yang terjadi di 11 provinsi di Tiongkok. Menurut perkiraan media Taiwan, 230.000 orang kehilangan rumahnya, dan 2,62 juta orang kehilangan harta bendanya atau terluka.

Namun, media yang dikelola pemerintah partai Komunis Tiongkok bungkam selama ini.

People’s Daily, surat kabar corong resmi Partai Komunis Tiongkok, belum memberikan liputan terkait banjir tersebut.

Di media pemerintah Xinhua, hanya ada satu laporan singkat yang terkait dengan banjir di halaman depannya. Laporan ini berfokus pada bagaimana pihak berwenang membantu rakyat.

Di situs web CCTV milik partai Komunis Tiongkok, hanya ada dua artikel berita terkait. Satu berita melaporkan bahwa ketinggian air 148 sungai adalah lebih tinggi dari tingkat waspada yang ditetapkan oleh pihak berwenang. 

Artikel lain melaporkan pihak berwenang membantu orang-orang yang kehilangan rumah selama banjir Di kota Huizhou, Provinsi Guangdong.

Di Weibo, platform seperti Twitter, masalah banjir belum dibahas lebih luas. Topik yang sedang tren termasuk kerusuhan Amerika Serikat dan berita gosip mengenai pacar seorang aktor film Tiongkok. (Vivi/asr)

FOTO : Jalan-jalan dan bangunan terendam di Yangshuo, di wilayah selatan Guangxi, Tiongkok pada 7 Juni 2020. (STR / AFP via Getty Images)

Ratusan Kucing Dijejalkan dalam Kandang Sempit dan Siap Disajikan di Piring Makan

0

Daging kucing adalah makanan eksotis di beberapa negara di mana “budaya” tampaknya menang dalam menghadapi rasa sakit dan penderitaan makhluk-makhluk ini. Minggu ini, gambar memilukan telah beredar di jejaring sosial dan di dalamnya Anda dapat melihat ratusan kucing yang diselamatkan dari kandang sebelum mereka menjadi menu makan siang seseorang.

Ini terjadi di Linfen, Provinsi Shanxi, Tiongkok bagian utara, dan telah mengejutkan dunia. Kucing-kucing itu kotor, lapar dan putus asa, mengeong dalam lusinan kandang yang ditumpuk di halaman belakang hotel murah.

Makhluk-makhluk itu diselamatkan oleh yayasan kesejahteraan hewan yang dipimpin oleh seorang wanita yang oleh mereka dipanggil Li. Wanita ini telah menerima pengaduan dari para pekerja lokal sendiri yang tidak percaya apa yang terjadi.

Anak-anak kucing tampaknya menjadi korban perdagangan hewan yang telah mencuri makhluk-makhluk manis ini dari rumah mereka dan kemudian menjualnya secara ilegal ke restoran dan pasar tempat daging jenis ini dijual.

Kucing-kucing itu telah diambil dari berbagai bagian negara Asia dan berada di hotel yang berfungsi sebagai pusat pengumpulan sebelum mereka diangkut ke tujuan akhir mereka di dapur atau toko daging di suatu pasar.

Terkesan oleh penemuan itu, Li tidak bisa tidak merekam hewan-hewan malang itu. Lebih dari 700 anak kucing ditemukan di tempat kejadian dan semuanya ditumpuk di dalam banyak kandang besi.

“Ratusan kucing di sini, ratusan. Mereka menunggu untuk disajikan sebagai makanan di atas meja. Bantu mereka menyelamatkan diri, ”kata petugas penyelamat.

Sekarang kelompok proteksionis memiliki pekerjaan besar di depan, ini menjadi salah satu penyelamatan terbesar yang telah mereka lakukan sepanjang tahun ini.

“Kami telah memindahkan hampir semua hewan ke kandang hewan peliharaan. Kami memberi mereka makanan dan air. Dokter hewan sedang memeriksa kucing yang sakit atau terluka, “kata seorang juru bicara.

Untuk penyelamatan ini, yayasan tidak bertindak sendiri tetapi bekerja sama dengan otoritas Linfen. Sekarang penyelidikan telah mulai menemukan mereka yang bertanggung jawab dan membongkar seluruh jaringan perdagangan hewan ini.

Berita ini datang pada saat bersejarah bagi negara ini, karena pemerintah telah mengintensifkan upayanya untuk melindungi kehidupan hewan dan terutama satwa liar.

Pada awal tahun, Tiongkok memblokir semua perdagangan dan konsumsi satwa liar dengan undang-undang sementara sebagai tindak lanjut terhadap krisis kesehatan, dan sampai saat ini dua kota telah melarang warganya makan anjing dan kucing, melalui undang-undang baru sebagai tanggapan terhadap krisis kesehatan global.

Meskipun langkah-langkah penting telah diambil untuk melindungi kehidupan hewan, kenyataannya adalah hal-hal seperti apa yang dialami anak-anak kucing yang ketakutan ini terus terjadi. Industri di balik penjualan daging mereka begitu menguntungkan sehingga para pelaku yang tidak punya hati tidak keberatan memisahkan mereka dari tangan pemiliknya.(yn)

https://youtu.be/kmnCuJponJM

Sumber: zoorprendente

Video Rekomendasi:

https://youtu.be/svae7qaQo_s