Home Blog Page 1785

‘Kita Adalah Sasaran Empuk’ : Politikus Australia Memperingatkan Ancaman dari Rezim Tiongkok

0

Mimi Nguyen Ly

Lebih dari belasan senator Australia memberikan suara pada hari Selasa 3 Desember lalu yang menyerukan penyelidikan atas hubungan Australia dengan Tiongkok.  Di mana seorang politisi mengatakan bahwa Australia adalah “sasaran empuk” terhadap pengaruh asing dari Komunis Tiongkok.

“Kita sebagai sasaran empuk di sini. Kita membiarkan diri kita terbuka dan membiarkan Partai Komunis Tiongkok datang ke sini dan merusak demokrasi kita,” demikian yang disampaikan oleh Jacqui Lambie, seorang senator independen Australia, mengatakan Selasa malam. Pernyataan tersebut sebagai tanggapan atas mosi untuk memulai penyelidikan Senat mengenai hubungan Australia dengan Tiongkok.

 Mosi tersebut, yang dipimpin oleh crossbencher Rex Patrick, didukung oleh semua crossbencher lainnya: Senator Jacqui Lambie, Stirling Griff, Pauline Hanson, Malcolm Roberts, dan Cory Bernardi. Senator dari Partai Hijau juga mendukung mosi tersebut. 

Melansir dari ABC, Crossbencher artinya duduk diantara pemerintah dan oposisi. Mereka adalah anggota parlemen dan senator yang tidak termasuk dua partai mayoritas.

Mosi tersebut, yang membutuhkan 23 suara mayoritas untuk lolos, gagal di 15 suara. Tidak ada senator dari dua partai politik utama Australia – Partai Liberal dan Partai Buruh – yang menunjukkan dukungannya. Sebanyak 38 suara menentang mosi tersebut.

Melansir dari The Epochtimes, Rex Patrick mengatakan bahwa penyelidikan harus memeriksa semua aspek hubungan Australia dengan Tiongkok, termasuk hubungan perdagangan antara kedua negara, investasi Tiongkok dalam infrastruktur dan pertanian Australia. Bahkan, pengaruh serta dugaan campur tangan di Australia.  Yang mana mencakup kegiatan terkait Komunis Tiongkok di kampus universitas Australia, serta peran Komunis Tiongkok dalam serangan dunia maya.

‘Ancaman Eksistensial’

Sebelum pemungutan suara, Jacqui Lambie menuduh Partai Liberal dan Partai Buruh tidak memiliki keberanian untuk melindungi Australia dari pengaruh asing Tiongkok. Ia berbicara dengan mengatakan bahwa partai-partai semacam itu tidak hanya dipengaruhi oleh uang dari  Komunis Tiongkok, tetapi juga bertanggung jawab atas ketergantungan ekonomi Australia pada Tiongkok.

Baik Jacqui Lambie dan Rex Patrick mencatat bagaimana Duncan Lewis, mantan Direktur Jenderal Keamanan di Organisasi Intelijen Keamanan Australia, mengatakan kepada surat kabar Nine pada bulan November lalu bahwa  Komunis Tiongkok berusaha untuk mengambil alih sistem politik Australia melalui penyelidikan campur tangan asing yang “berbahaya.”

“Sudah waktunya rakyat di tempat ini sadar akan upaya Tiongkok untuk menyusup ke bidang ekonomi dan demokrasi kita,” kata Jacqui Lambie. 

Ia kemudian menambahkan, “Semua orang mengetahui bahwa pemerintah komunis Tiongkok menggunakan uang untuk mempengaruhi proses politik kita.”

Jacqui Lambie mengutip beberapa contoh dugaan upaya tersebut, termasuk kasus awal tahun ini di mana 100.000 dolar Australia  dalam bentuk tunai disumbangkan ke Partai Buruh New South Wales yang menjadi bagian penyelidikan oleh pengawas korupsi negara.

“Sekarang kita telah mendengar bahwa upaya Tiongkok untuk menyusup ke bidang politik Australia bahkan lebih jauh lagi. Tiongkok tidak hanya berusaha mempengaruhi para politisi dengan uang; Tiongkok berusaha untuk terpilih untuk duduk di dewan ini. Bila mana Tiongkok  dapat membeli atau mendapatkan kursi di parlemen Australia, Tiongkok akan datang,” kata Jacqui Lambie. 

Ia melanjutkan : “Tidak ada pemeriksaan keamanan, hanya sedikit usaha untuk menghentikan. Benar-benar sangat mengejutkan. “

Menurut dia, rakyat secara harafiah benar-benar mati. Seseorang yang dibudidayakan oleh pemerintah Tiongkok untuk mencalonkan diri sebagai kandidat Partai Liberal di Parlemen Persemakmuran telah terbukti tewas. 

 “Tidak ada yang terbukti tetapi benar-benar memprihatinkan. Saya pikir kita semua tahu apa yang terjadi di sini,” demikian yang disampaikan Jacqui Lambie. 

Bo “Nick” Zhao, dealer mobil mewah Melbourne, ditemukan tewas di kamar motel Melbourne pada bulan Maret. Kematiannya sedang diselidiki. Bo “Nick”  Zhao sebelumnya mengatakan kepada Organisasi Intelijen Keamanan Australia bahwa ia ditawari “jumlah tujuh digit” untuk mencalonkan diri di parlemen federal Australia.

Jacqui Lambie dalam pidatonya mengatakan : “Yang jelas adalah bahwa Tiongkok secara aktif berusaha membentuk kembali demokrasi kita, dan sepertinya tidak ada seorang pun yang membicarakan hal itu dengan cukup serius. Jujur, di mana keberanianmu? Apa yang anda takutkan? Ini bukan teori konspirasi yang aneh. Ini sedang terjadi.”

Jacqui Lambie menambahkan, “Ini adalah ancaman eksistensial bagi masyarakat kita, dan orang Australia takut, Mereka takut bahwa negara kita sedang dibeli, sedang dibeli.”

Nex Patrick mencatat bagaimana Direktur Jenderal Keamanan Mike Burgess “tidak mampu menyebut” Tiongkok pekan lalu, saat ia mengumumkan penyelidikan Organisasi Intelijen Keamanan Australia terhadap tuduhan bahwa Partai Komunis Tiongkok berusaha mengusung Bo “Nick”  Zhao ke Canberra.

 Nex Patrick berkata : “Jelas, ada kepekaan diplomatik yang cukup besar yang terlibat dan kita telah membiarkan diri kita menjadi sangat tergantung secara ekonomi pada ekspor bahan mentah ke pasar Tiongkok.” 

Nex Patrick melanjutkan : “Tetapi yang mengkhawatirkan saat debat di parlemen ini secara politis dilancarkan karena takut akan reaksi dari Beijing.”

Pada bidang perdagangan, Jacqui Lambie menyatakan kekecewaannya dan mengatakan bahwa Partai Liberal dan Partai Buruh telah gagal mengelola ketergantungan ekonomi Australia pada Tiongkok.

Sedangkan Jacqui Lambie menegaskan, Partai-partai besar telah menutup mata, kita sedang menjual nilai-nilai Australia dengan cepat. Sepertiga ekspor Australia terikat ke Tiongkok. Kita mengekspor bijih besi dan batu bara yang bernilai lebih dari 120 miliar dolar AS ke Tiongkok dan universitas-universitas kita — Tiongkok sangat memalukan! —menghasilkan lebih dari 32 miliar dolar dari mahasiswa internasional.

Ia melanjutkan : “Secara keseluruhan, kita memperdagangkan barang dan jasa senilai hampir 194 miliar dolar AS antara Tiongkok  dengan Australia — lebih dari gabungan perdagangan Australia dengan Jepang dan Amerika Serikat. Siapa yang melakukan itu? Siapa yang meninggalkan kita dalam posisi seperti itu? Semua uang itu membuat kita terlena. Tidak ada alasan bagi kita untuk berfokus pada Tiongkok.”

Sebelum pemungutan suara, Senator Partai Hijau Nick McKim mengatakan bahwa Partai Liberal dan Partai Buruh “dipenuhi dengan pengaruh Partai Komunis Tiongkok karena mereka, dipenuhi dengan uang kotor Partai Komunis Tiongkok karena mereka — akan berkolusi, sekali lagi, untuk menolak  penyelidikan seperti itu.”

 Senator Nick McKim mengatakan : “Saya memberitahu anda sekarang, anda semua berdiri di sisi sejarah yang salah di sini. Sejarah akan ditulis suatu hari.”

Nick McKim mengatakan : “Sejarah akan merekam mereka yang berdiri dan mencoba mengatasi situasi ini, dan sejarah akan mencatat mereka yang berguling dan membiarkan Partai Komunis Tiongkok menggelitik perut konco-konconya. Dan sayangnya, tetap saja kedua partai besar di Austalia akan berada di sisi sejarah yang salah.” (Vivi/asr)

FOTO : Jacqui Lambie, seorang senator independen Australia (Facebook)

Amnesty International : Lebih dari 200 Orang Tewas di Iran Saat Penindasan Brutal terhadap Demonstran

0

Katabela Roberts

Setidaknya 208 orang telah tewas selama penumpasan yang dilakukan aparat keamanan selama aksi protes di Iran. Laporan tersebut dirilis oleh Amnesty International pada 2 Desember 2019.

Kelompok hak asasi manusia itu mengatakan bahwa jumlah kematian yang “mengkhawatirkan” didasarkan pada “pada laporan yang kredibel.” Laporan yang dihimpun setelah mewawancarai berbagai sumber, termasuk keluarga para korban. 

Amnesty menambahkan bahwa jumlah sebenarnya angka kematian yang dikaitkan dengan protes itu “cenderung lebih tinggi.”

Menurut laporan itu, belasan kematian telah dicatat di kota Shahriar di Provinsi Tehran, menjadikannya salah satu kota dengan korban tewas tertinggi.

Philip Luther, Direktur Penelitian dan Advokasi untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Amnesty International mengatakan, jumlah kematian yang mengkhawatirkan adalah bukti lebih lanjut bahwa pasukan keamanan Iran melakukan pembunuhan yang mengerikan. 

Insiden itu menewaskan sedikitnya 208 orang tewas dalam waktu kurang dari seminggu. Menurut Luther, Angka kematian yang mengejutkan ini menunjukkan pengabaian memalukan pemerintah Iran atas kehidupan manusia. 

Luther menegaskan, Mereka yang bertanggung jawab atas tindakan berdarah ini atas demonstrasi harus dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka.

Luther menjelaskan pihak berwenang Iran tidak ingin melakukan “investigasi independen, tidak memihak, dan efektif terhadap pembunuhan di luar hukum.” Termasuk, penggunaan kekuatan terhadap para pemrotes. 

Selain itu, menyerukan kepada masyarakat internasional untuk membantu memastikan kepada mereka yang bertanggung jawab.

Di tempat lain dalam laporan itu, Amnesty mengklaim telah mengumpulkan informasi dari keluarga para korban yang mengatakan bahwa mereka telah diperingatkan untuk tidak berbicara kepada media dan bahkan telah dilarang mengadakan upacara pemakaman untuk orang yang mereka cintai.

Anggota keluarga lainnya dilaporkan dipaksa untuk membayar uang dalam jumlah berlebihan agar jenazah para korban dikembalikan kepada mereka.

Meluasnya aksi protes  di Iran meletus pada 15 November, setelah pihak berwenang mengumumkan skema penjatahan BBM  yang akan membuat harga BBM naik hingga 50 persen.

Keputusan tersebut berarti bahwa kendaraan pribadi sekarang dibatasi hingga 16 galon bahan bakar per bulan, sementara setiap pembelian bahan bakar yang melebihi batas akan dikenai biaya tambahan sekitar 0,98 dolar AS per galon.

Pihak berwenang mengklaim skema baru tersebut bertujuan untuk mendistribusikan kembali uang kepada warga negara yang paling membutuhkan. Namun demikian, dengan cepat menghadapi reaksi balik dari warga di seluruh negara yang turun ke jalan untuk menyerukan diakhirinya rezim Iran.

Pada saat protes dimulai, Amnesty International mengatakan bahwa meskipun aksi protes telah dipicu oleh kenaikan harga BBM. Aksi juga  dikarenakan orang-orang Iran “sakit dan lelah dengan semua korupsi dan ideologi fanatik” dan menginginkan “perubahan.” Di tengah kerusuhan, Iran menutup akses internet, mencegah orang-orang di dalam negeri  berbagi informasi dengan dunia luar. 

Namun demikian, internet telah dipulihkan di beberapa daerah. Membuat sejumlah  video dan foto bertebaran di internet yang merinci kekacauan di Iran.

Sementara itu, pihak berwenang di Iran telah menolak untuk menyebutkan secara pasti jumlah korban atau penangkapan yang dilakukan. Bahkan rezim Syiah Iran mengklaim angka-angka Amnesty tentang jumlah korban tewas secara nasional adalah spekulatif.

Dalam sebuah pernyataan kepada Al Jazeera, Misi Permanen Republik Islam Iran ke PBB di Jenewa mengklaim bahwa Teheran “memiliki alasan yang baik untuk mencurigai kredibilitas laporan yang dikeluarkan oleh Amnesty International karena pola masa lalu yang berlebihan. Karena mengandalkan sumber-sumber yang didiskreditkan dan tidak dapat diandalkan dan karena bias  tertentu mengenai Iran. “

Pihak Iran mengklaim “sepenuhnya menghormati hak untuk majelis damai.” Laporan Iran juga mengklaim bahwa “ratusan penegak hukum dan polisi ditambah warga yang tidak bersalah termasuk di antara korban” terjebak dalam protes.

Pihak rezim Syiah Iran mengklaim pasukan keamanan telah menggunakan “pengekangan dan penanganan maksimum bahkan dalam berurusan dengan mereka yang menyalahgunakan protes. Tak lain, untuk merusak keselamatan publik dan merusak properti publik dan pribadi adalah kesaksian untuk ini.

Dr. Zuhdi Jasser, presiden dan pendiri Forum Islam Amerika untuk Demokrasi mengatakan Rezim Syiah Iran diluncurkan dengan kombinasi subversi gaya Soviet dan pengaruh penuli Sayyid Qutb, yang merupakan pendiri Ikhwanul Muslimin.

Qutb menggabungkan politik sosialis dengan Agama untuk menciptakan ideologi sebagai inti dari pemerintahan totaliter. 

Di bawah model ini, kritik terhadap pemerintah menjadi identik dengan serangan terhadap agama. Selain itu, memungkinkan penguasa sosialis untuk melakukan kejahatan. Bahkan pembunuhan, terhadap lawan politik, sementara mengklaim mempertahankan agama mereka. (asr)

Pengacara dari Daratan Tiongkok Berharap aksi Protes di Hong Kong Bisa Membawa Perubahan ke Tiongkok

0

Olivia Li – The Epochtimes

Saat demonstran Hong Kong mengadakan rapat umum dan parade pada 1 Desember 2019, sebagai ungkapan terima kasih kepada pemerintah Amerika Serikat atas dukungannya. Seorang pengacara dari daratan Tiongkok berharap bahwa perjuangan warga Hongkong untuk kebebasan dan demokrasi akan membawa perubahan ke daratan Tiongkok.

Pada 27 November 2019, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani dua rancangan Undang-undang Hong Kong menjadi undang-undang. 

Salah satu rancangan undang-undang adalah Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong. Undang-Undang tersebut mewajibkan Menteri Luar Negeri AS agar setiap tahun meninjau apakah bekas koloni Inggris itu “cukup otonom” dari daratan Tiongkok. Langkah tersebut untuk membenarkan hak istimewa ekonomi khusus yang diberikan dalam Undang-Undang Amerika Serikat-Hong Kong Undang-Undang pada tahun 1992 silam. 

Undang-undang ini juga mengesahkan sanksi terhadap pejabat Tiongkok dan Hong Kong yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Hong Kong.

Ribuan warga  berbaris dalam parade 1 Desember, yang dimulai di kawasan Chater Garden, sebuah taman umum di Distrik Pusat Hong Kong. Aksi berakhir di depan Konsulat AS dengan sebuah demonstrasi. 

Aksi tersebut sebagai ungkapan terima kasih kepada Presiden Trump dan anggota parlemen AS atas dukungan mereka.

Bendera-bendera Amerika, slogan-slogan pro-demokrasi, dan ribuan peserta rapat yang antusias, menciptakan pemandangan menakjubkan bagi setiap orang Tionghoa dari daratan Tiongkok. Di mana pawai dan demonstrasi yang diprakarsai oleh penyelenggara non-pemerintah, hanya tercantum dalam konstitusi tetapi tidak pernah menjadi kenyataan.

Seorang pengacara dari daratan Tiongkok yang membawa serta anak kecilnya untuk vaksinasi di Hong Kong sangat terkesan setelah menyaksikan pawai tersebut. 

Ia berbicara dengan syarat anonim,  kepada Epoch Times berbahasa Tionghoa mengatakan bahwa ia tidak disesatkan oleh berita palsu dari Komunis tiongkok tentang protes Hong Kong.

Dia mengatakan, bahwa banyak temannya menerima begitu saja terhadap stempel bahwa pengunjuk rasa Hong Kong dari media pemerintah Komunis Tiongkok  sebagai bahwa pedemo sebagai “perusuh.” 

Tetapi dia menyadari bahwa corong rezim Komunis Tiongkok, sama sekali tidak objektif dalam pelaporan mereka. Dikarenakan, dirinya sering membaca media di luar negeri dengan menggunakan perangkat lunak khusus untuk menghindari firewall internet Komunis Tiongkok.

Pengacara itu mengatakan, “Sebagian besar orang Tiongkok tidak memiliki alasan logis karena bagian-bagian tertentu telah hilang dalam pendidikan mereka sejak kecil.”

Ia mengatakan, Pikirkan tentang hal ini, jika lebih dari 2 juta orang berpartisipasi dalam suatu gerakan, bagaimana mereka semua bisa menjadi perusuh? Selain itu, sudah lebih dari lima bulan sejak pengunjuk rasa Hong Kong memulai gerakan tersebut. Sangat tidak mungkin bahwa sekelompok perusuh akan bertahan selama itu. Karena itu, ia mengetahui bahwa propaganda media Komunis Tiongkok menggunakan logika yang buruk. 

Dia mengatakan sistem pendidikan di Tiongkok dengan sengaja mengubah orang-orang menjadi individu yang bingung dan tidak memiliki kemampuan untuk berpikir secara logis. 

Menurut pengacara itu, dalam sistem pendidikan seperti itu, sangat sulit bagi seseorang untuk tumbuh dengan pemikiran dan pendapat yang normal. Dia berspekulasi bahwa lebih dari 90 persen orang Tiongkok daratan tidak dapat melihat propaganda yang menipu. 

“Mereka benar-benar tidak memiliki kemampuan untuk melihat kebenaran. Banyak yang percaya para pengunjuk rasa memang perusuh, dan mereka adalah penyebab keresahan sosial yang serius,” demikian yang diungkapkannya kepada Epochtimes versi bahasa Tionghoa. 

Lebih jauh, pengacara tersebut mengungkapkan, ketika dirinya berbicara dengan beberapa kenalan yang telah menerima pendidikan tinggi dan telah memperoleh gelar lanjutan, sangat sulit untuk membantu mereka memahami bahwa propaganda Komunis tiongkok tentang protes Hong Kong adalah bohong. 

Mungkin butuh banyak waktu dan kesabaran untuk mengubah pandangan mereka. Atau ketika mereka memiliki kesempatan untuk bepergian ke luar negeri. Mereka mungkin secara bertahap menyadari bahwa media daratan Tiongkok selalu sangat berbeda dari dunia luar. 

Terlepas dari orang-orang daratan Tiongkok yang menjadi korban sensor media, pencucian otak dan disinformasi, pengacara ini masih berharap bahwa gerakan pro-demokrasi Hong Kong akan meluas ke daratan Tiongkok. 

Selain itu, membawa beberapa perubahan, “karena saat ini, Komunis Tiongkok melakukan hal yang sangat buruk dalam hal untuk kebebasan, terutama kebebasan berbicara.

Mengenai pawai, tidak mungkin untuk mengatur pawai akbar di daratan seperti yang baru saja yang dia saksikan. 

Meskipun dalam konstitusi Tiongkok menetapkan bahwa warga negara memiliki hak untuk mengadakan pawai, akan tetapi penegak hukum setempat selalu menerapkan hukum pidana dan administrasi. Langkah tersebut untuk menolak hak warga negara yang mengungkapkan keluhan mereka dengan cara seperti itu.

“Akibatnya, untuk konstitusi di Tiongkok, sama baiknya dengan tidak memilikinya,” demikian yang diungkapkan pengacara itu. (asr)

DPR AS Loloskan RUU HAM Uighur, Memicu Amarah dari Komunis Tiongkok

0

Eva Pu – The Epochtimes

Pengesahan Rancangan Undang-Undang yang menentang penindasan hak asasi manusia rezim Komunis Tiongkok terhadap Uighur dan minoritas Muslim lainnya di wilayah Xinjiang, memicu amarah dari Komunis Tiongkok.

Lolosnya RUU tersebut terjadi kurang dari seminggu, setelah penandatanganan dua rancangan Undang-Undang Presiden Donald Trump yang mendukung gerakan pro-demokrasi di Hong Kong. Penandatanganan tersebut juga memicu reaksi yang sama kuatnya dari rezim Komunis Tiongkok. 

Pada 3 Desember 2019, House of Representatives atau DPR Amerika Serikat, meloloskan Undang-Undang Kebijakan Hak Asasi Manusia Uighur tahun 2019 dengan mayoritas 407 suara versus 1 suara. Versi RUU tersebut juga telah lolos melalui Senat AS pada bulan September lalu. 

Kongres AS sedang mengerjakan RUU terakhir untuk dikirim ke meja Presiden Trump untuk ditandatangani atau diveto.

Rancangan Undang-Undang itu dapat menyebabkan sanksi terhadap pejabat Komunis Tiongkok tertentu, termasuk Sekretaris Partai Komunis Tiongkok di Xinjiang Chen Quanguo, karena melakukan penganiayaan agama di wilayah tersebut. 

Rancangan Undang-Undang tersebut juga akan memerintahkan Menteri Perdagangan untuk meninjau dan mempertimbangkan pelarangan penjualan produk Amerika Serikat ke agen negara mana pun yang membantu penyalahgunaan.

Serangan dari Komunis Tiongkok

Tak lama setelah berita itu sampai ke Tiongkok, Direktur Kantor Kontra Terorisme versi Komunis Tiongkok, Liu Yuejin mengadakan konferensi pers. Ia mengklaim bahwa Undang-Undang itu “menciptakan sesuatu dari ketiadaan.” Ia juga mengatakan “mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok menggunakan spanduk agama dan hak asasi manusia.

Ia melontarkan narasi bahwa  Komunis Tiongkok telah membangun jaringan pengawasan yang luas di wilayah itu. Tujuannya, untuk memantau 11 juta penduduk Muslimnya, sebagai bagian dari apa yang digambarkan rezim sebagai upaya “kontra-terorisme”. 

Narasi dan stempel Terorisme atau separatis adalah istilah yang kerap dituduhkan sejak lama oleh Komunis Tiongkok terhadap Uighur dan pihak yang tak sepaham dengan Komunis Tiongkok. Bahkan narasi-narasi tersebut juga turut dilontarkan oleh sejumlah Kedutaan Besarnya di sejumlah negara.  

Setidaknya 1 juta Uighur dan Muslim lainnya diperkirakan ditahan di kamp-kamp interniran.

Para korban yang selamat dari kamp-kamp tersebut kepada The Epoch Times mengatakan, bahwa para tahanan telah mengalami pencucian otak dan bentuk-bentuk penyiksaan lainnya. Langkah tersebut sebagai  upaya untuk memaksa mereka melepaskan keyakinan mereka.

Wakil direktur kementerian luar negeri Komunis Tiongkok juga memanggil William Klein, Penjabat wakil kepala Misi Kedutaan Besar AS di Tiongkok untuk mengajukan  “protes keras.”

Setidaknya enam organ pemerintahan Komunis Tiongkok lainnya, termasuk Komite Urusan Luar Negeri dari Kongres Rakyat Nasional, sebuah badan legislatif stempel rezim Komunis Tiongkok, Komite Urusan Luar Negeri dari Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok, badan penasehat utama untuk Komunis Tiongkok, dan Komisi Urusan Etnis yang menyuarakan perlawanan terhadap RUU tersebut.

Siaran TV corong Komunis Tiongkok CCTV, telah menghabiskan waktu lebih dari 20 menit, sebagai bentuk kritikan langkah Amerika Serikat saat program berita malam hari.

Hua Chunying, juru bicara kementerian luar negeri Komunis Tiongkok, mengatakan dengan narasi-narasi bahwa langkah itu adalah upaya AS untuk “meracuni hubungan etnis.” Ia juga menyampaikan dengan narasi bahwa AS sambil “mengolesi dan memfitnah kebijakan etnis Tiongkok yang sukses.”

Hua juga membuat catatan tentang Rancangan Undang-Undang Hong Kong yang mendukung gerakan pro-demokrasi, yang ditandatangani oleh Trump pada minggu lalu.

Koran hawkish yang dikelola pemerintahan Komunis Tiongkok, Global Times memperingatkan bahwa rezim itu dapat merilis “daftar entitas yang tidak dapat diandalkan” untuk memberikan sanksi kepada pejabat AS. 

Sementara itu, Hu Xijin, editor makalah, dalam sebuah postingan di Twitter memperingatkan bahwa “Politisi AS dengan taruhan di Tiongkok harus hati-hati. “

Kekhawatiran Hak Asasi Manusia

Pihak AS, anggota parlemen dan aktivis hak asasi manusia menyambut baik lolosnya RUU tersebut. Mereka mengatakan bahwa undang-undang tersebut berkembang menjadi penyebab penanganan pelanggaran hak asasi manusia di Tiongkok.

Omer Kanat, Direktur Eksekutif Uyghur Human Rights Project yang berbasis di Washington, mengatakan pada 3 Desember bahwa langkah tersebut “membuka jalan bagi negara-negara lain untuk bertindak.”

Dia menyatakan penghargaan atas “kerja sama bipartisan yang kuat dalam mengatasi penderitaan para Uighur.” Ia menambahkan, “tindakan malam itu memberi harapan Uighur.”

“Undang-undang ini mengambil langkah berikutnya,” demikian yang disampaikan Senator Republikan Chris Smith selama debat lantai di DPR AS.

“Kita tidak bisa diam. Kita harus menuntut diakhirinya praktik biadab dan pertanggungjawaban dari pemerintah Tiongkok ini. Kita harus mengatakan ‘tidak pernah lagi’ pada genosida budaya dan kekejaman yang diderita oleh orang-orang Uighur dan lainnya di Tiongkok,” demikian pernyataan Chris Smith. 

Senator Marco Rubio dan Senator Bob Menendez yang memperkenalkan versi Senat dari RUU tersebut juga memuji lolosnya undang-undang tersebut di DPR AS.

Senator Marco Rubio  mengatakan “Pemerintah Tiongkok dan Partai Komunis sedang berupaya untuk secara sistematis menghapus identitas etnis dan budaya Uyghur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang.”

 Senator Bob Menendez mengatakan : “Uighur pantas mendapatkan keadilan atas tindakan biadab dan menjijikkan yang terpaksa mereka tanggung.”

Ancaman Perdagangan

Lolosnya Undang-undang Uighur telah mengaburkan prospek kesepakatan cepat untuk mengakhiri perang dagang selama 17 bulan. Perang dagang tersebut terjadi antara dua ekonomi terbesar dunia.

Ketika ditanya apakah pengesahan RUU Uighur akan mempengaruhi hubungan perdagangan AS-Komunis Tiongkok, Hua mengatakan: “Tidak akan mempengaruhi hubungan bilateral dan kerja sama di bidang-bidang penting.”

Sehari sebelumnya, Trump mengatakan bahwa ia tidak akan keberatan menunda kesepakatan perdagangan “fase pertama” dengan Tiongkok hingga setelah Pilpres AS 2020.

Trump menjelang Konfrensi Tingkat Tinggi NATO di London mengatakan, ia tidak mempunyai batas waktu. Trump juga mengatakan, dalam beberapa hal ia berpikir lebih baik menunggu sampai setelah pemilu dengan Tiongkok. 

Trump mengatakan bahwa perjanjian tersebut “tergantung pada satu hal — apakah dirinya ingin melakukannya.

Sedangkan pihak Komunis Tiongkok juga mengatakan, tidak “menetapkan batas waktu untuk mencapai kesepakatan.”

Rezim Komunis Tiongkok telah mengumumkan sanksi terhadap setidaknya lima LSM yang berbasis di AS. Selain itu,  melarang kapal militer AS memasuki pelabuhan Hong Kong. Langkah tersebut sebagai pembalasan atas penandatanganan RUU Hong Kong yang mendukung demonstran Hong Kong.

Juru Bicara kementerian luar negeri Komunis Tiongkok menolak untuk menjelaskan rincian sanksi rezim terhadap organisasi nirlaba tersebut. 

Sementara itu, Trump mengatakan pada hari Rabu lalu,  kedua pihak tetap dalam komunikasi.

“Diskusi berjalan sangat baik dan kita akan melihat apa yang terjadi,”  kata Trump saat pertemuan NATO di London. (asr)

Trump Setujui Resolusi Perlihatkan Sosok Keras, Beijing Paham?

0

Zhou Xiaohui

Pada 27 November 2019, sehari sebelum Hari Thanksgiving, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menandatangani “Rancangan Undang Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Warga Hong Kong”   dan juga “Rancangan Undang Undang Larangan Penjualan Perlengkapan Anti Huru Hara Pada Hong Kong”, sebagai perwujudan janjinya berpihak pada warga Hong Kong. Itu juga menambahkan suatu kebahagiaan lagi bagi warga Hong Kong yang tengah merayakan kemenangan mutlak kubu Pan-Demokrasi dalam pemilihan anggota legislatif.

Tindakan tanda tangan Trump itu, adalah peringatan yang dilontarkan bagi Beijing bahwa kebijakan Amerika Serikat terhadap Hong Kong sangat jelas. Di masa mendatang pemerintah Amerika Serikat, siapapun presidennya, akan menilai langsung perkembangan politik Hong Kong berdasarkan Undang Undang tersebut.

Makna terpendamnya adalah bila perkembangan politik di Hong Kong tidak sesuai dengan “satu negara dua sistem”, maka Amerika Serikat sangat mungkin akan menghapus status Hong Kong sebagai zona perdagangan bebas.

Jika Hong Kong ingin mempertahankan status sebagai pusat moneter internasional, agar dapat lolos dari penilaian Amerika Serikat, maka Xi Jinping dan Kepala Eksekutif Hong Kong harus mendengar suara warga Hong Kong. Hal itu tidak boleh menempuh kebijakan tekanan, dan harus membiarkan Hong Kong maju berdasarkan “Joint Declaration of UK & PRC” yang telah disepakati.

Di hari yang sama ditandatanganinya Rancangan Undang Undang tersebut, di akun Twitter-nya Trump mengunduh sebuah foto dirinya sebagai seorang jagoan yang mengenakan sarung tinju dan berdiri di atas ring tinju.

Gambar itu tentunya ada yang mengedit, akan tetapi intinya adalah Trump mengakui dan memposting sosok dirinya sebagai jagoan. Perlu diketahui, kalangan perfilman Amerika Serikat  mengusung serangkaian sosok jagoan. Mayoritas tokoh yang diwakili diperankan oleh Silvester Stallone. Kesamaan keduanya adalah kepribadian yang pantang mundur dan tegar, mampu mengatasi segala kesulitan di tengah situasi sulit.

Semangat inilah yang ingin disampaikan Trump kepada dunia luar, bahwa dirinya juga tegar dan pantang mundur menghadapi berbagai tekanan dan kesulitan. Itu tentunya termasuk juga permasalahan Hong Kong.

Informasi menyatakan, setelah Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Amerika Serikat meloloskan resolusi tersebut, Komunis Tiongkok yang kebakaran jenggot   mengerahkan berbagai daya upaya melobi Trump agar tidak menandatanganinya.

Akhirnya, dengan menanggung tekanan dari berbagai pihak, Trump memilih menandatanganinya. Walaupun Trump tidak menandatanganinya, resolusi tersebut tetap akan efektif setelah 10 hari kemudian. Akan tetapi Trump memilih menandatanganinya, maknanya menjadi sangat berbeda.

Hal itu menandakan pemerintah Trump pada dasarnya menyetujui konten dari Rancangan Undang Undang  tersebut, seperti halnya isi pernyataannya, dan akan membentuk komisi pelaksana setelahnya. Itu guna merealisasikan resolusi itu secara konkrit, seperti memberlakukan sanksi terhadap pejabat Komunis Tiongkok  dan pemerintahan wilayah eksekutif terkait. Itulah yang paling ditakutkan oleh Komunis Tiongkok.

Wakil Menteri Luar Negeri Tiongkok Le Yucheng   memanggil Dubes Amerika Serikat untuk Tiongkok yakni Terry Branstad. Le Yucheng mengemukakan “menentang dan protes keras”, mencecar tindakan itu secara serius telah mencampuri urusan    Hong Kong. Secara serius mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok, secara serius melanggar Undnag Undang internasional dan prinsip dasar hubungan internasional. Itu adalah murni tindakan hegemoni, pemerintah dan rakyat Tiongkok sangat marah serta menentang keras tindakan itu.

Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri   Tiongkok tidak mengambil tindakan balasan apapun, sehingga selain gertakan kosong, tidak menunjukkan konten konkrit apapun.

Hanya saja satu hal yang tidak dimengerti Beijing adalah, terhadap berbagai macam ancaman dan pelampiasan histeris Beijing, sejak awal sudah diprediksi oleh Amerika. Pada hari yang sama ditandatanganinya resolusi itu Trump memperlihatkan gambar jagoan dirinya, adalah hendak memberitahu Beijing, bahwa Amerika tidak akan mengubah sikap kerasnya itu atas permasalahan Hong Kong.

Jurus licik atau ancaman apa pun yang akan dikerahkan Beijing, bahkan dengan menciptakan insiden apa pun, jika militer dikerahkan untuk menduduki Hong Kong, maka Amerika akan bersiap-siap menghadapi, dan tidak akan tunduk.

Sikap pemerintah Trump, membuat penguasa Beijing sangat gusar dan tidak terima. Gusar, karena Komunis Tiongkok paham jika tindak kekerasan terus dilakukan terhadap Hong Kong, khususnya bila seperti beberapa hari lalu Trump mengungkap rencana rahasia Beijing, bila satu juta pasukan Komunis Tiongkok memasuki dan menguasai Hong Kong dalam tempo 14 menit, maka sanksi Amerika tidak hanya akan menghantui, dalam perundingan dagang pun tidak akan berakibat baik.

Apalagi di wilayah Laut Tiongkok Selatan, armada kapal induk Amerika sedang berpatroli. Dan dengan alasan melindungi warga Amerika, begitu pasukan Komunis Tiongkok masuk ke Hong Kong melakukan tekanan. Setelah kongres Amerika memberi otoritas mengirim pasukan, bukan tidak mungkin Amerika akan mengintervensi masalah Hong Kong. Berdasarkan hal itu, maka Beijing tidak berani gegabah dalam mengatasi Hong Kong, dan tidak berani mengabaikan ancaman Trump.

Tidak rela, yakni tidak terima membiarkan warga Hong Kong menikmati kebebasan dan demokrasi berdasarkan “satu negara dua sistem” yang telah ditetapkan, dan berharap secara politik mengubah Hong Kong menjadi pengikut Komunis Tiongkok. Akan tetapi dalam hal ekonomi, Tiongkok masih dapat menikmati kemudahan globalisasinya.

Tapi tekanan dari Amerika dan perlawanan warga Hong Kong, membuat Komunis Tiongkok yang tidak mampu menaklukkan warga Hong Kong di bawah tekanan militer, kini menjadi serba salah. Relatif tenangnya Hong Kong beberapa hari ini, serta intensitas nada media massa Komunis Tiongkok yang relatif rendah, menunjukkan para petinggi Beijing yang sedang cemas itu berada dalam situasi yang sulit untuk diungkapkan.

Karena sekarang dalam masalah Hong Kong, Komunis Tiongkok tidak bisa meraih perkembangan berarti, tidak mampu mencapai kemajuan dalam perundingan dagang, maka masih ada satu cara untuk mengalihkan perhatian pemerintah Amerika. Kemungkinan besar adalah memanfaatkan masalah Korut dan Timur Tengah, untuk mengacaukan perhatian Amerika terhadap Komunis Tiongkok.

Baru-baru ini Korea Utara kembali melakukan uji coba peluncuran rudal yang di baliknya seharusnya ada bayang-bayang Komunis Tiongkok, tapi Kim Jong-Un yang memahami kehebatan Amerika hanya sebatas berlagak saja.

Sementara Iran dan teroris Taliban yang mendapat bantuan besar dari Komunis Tiongkok, mungkin akan kembali menciptakan pergolakan di Timur Tengah, seperti kembali melakukan aksi teror meledakkan kilang minyak Arab Saudi.  Amerika Serikat sangat memahami kejahatan Komunis Tiongkok juga telah memprediksi hal itu.

Pada 28 November 2019  lalu, begitu menandatangani “Resolusi HAM dan Demokrasi Warga Hong Kong”, Trump mendadak memperlihatkan diri di pangkalan militer di Afghanistan.

Munculnya Trump, menikmati makan malam Thanksgiving bersama-sama para serdadu Amerika, di satu sisi memberi semangat para serdadu Amerika. Di sisi lain siapa tahu ada niatan meminta pasukan Amerika agar meningkatkan kewaspadaan terhadap gerak gerik Iran dan aksi organisasi teroris lain?

Perhatikan kalimat pidato Trump ini: “Agar suatu hari nanti semua orang dapat pulang ke rumah masing-masing, kita akan terus berupaya keras tanpa henti, hari itu akan segera tiba.”

Apa yang Trump isyaratkan dengan “hari itu akan segera tiba?”

Isyaratkan akan duel dengan rezim teroris dunia? Isyaratkan akan menumpas rezim teroris dunia? Pada hari rezim itu dimusnahkan, dunia akan menyambut perdamaian sejati, pasukan Amerika Serikat pun boleh pulang ke rumah masing-masing?

Menggabungkan sosok jagoan yang diunggahnya, bisa dipastikan Trump dengan semangat pantang mundur akan menyelesaikan misinya. Trump dan pemerintahannya sangat memahami, di balik semua terorisme di dunia, terdapat bayang-bayang organisasi teroris terbesar dunia yakni Komunis Tiongkok.

Duel antara Amerika dengan Komunis Tiongkok tak terhindarkan. Medan perang yang paling penting adalah Hong Kong, karena berbagai tindakan Amerika yang akan menyusul berdasarkan resolusi tersebut, serta pemberlakukan tarif tambahan pada pertengahan Desember mendatang, akan menimbulkan gejolak internal Komunis Tiongkok. Setelah gejolak itu, apa yang akan terjadi? (SUD/WHS/asr)

FOTO : Pada 28 November 2019, warga Hong Kong melangsungkan “Rapat Umum Ungkapan Terima Kasih Atas Resolusi HAM” di Edinburgh Place di distrik Central. Foto adalah massa yang memadati Edinburgh Place. (Yu Gang/The Epoch Times)

Mata-Mata Komunis Tiongkok Membelot ke Australia, Memberikan Akun Operasi Pengaruh Beijing yang Belum Pernah Ada Sebelumnya

0

Oleh Leo Timm 

Seorang pria yang mengaku sebagai agen intelijen militer Tiongkok telah membelot ke Australia, membawa banyak pengetahuan orang dalam yang mendukung kekhawatiran lama mengenai upaya Beijing untuk menumbangkan dan merusak lawan-lawannya di luar negeri. 

Wang Liqiang mengungkapkan sebuah informasi kontroversial yang “belum pernah terjadi sebelumnya” mengenai bagaimana rezim komunis Tiongkok mendanai dan mengarahkan operasi untuk menyabot gerakan demokrasi di Hong Kong, ikut campur dalam pemilihan umum Taiwan, dan menyusup ke lingkaran politik Australia, menurut laporan pada tanggal 22 November oleh surat kabar Nine Network, grup media Australia.

Dalam wawancara sebelumnya dengan The Epoch Times, pria berusia 27 tahun itu berbicara mengenai kekecewaannya terhadap  agenda totaliter Partai Komunis Tiongkok, yang mengarah pada keputusannya untuk membelot pada bulan Mei.

Ia adalah mata-mata Tiongkok pertama yang go public dengan identitasnya.

“Saat saya bertambah tua dan pandangan dunia saya berubah, saya secara bertahap menyadari kerusakan yang dilakukan otoriterisme Partai Komunis Tiongkok  terhadap demokrasi dan hak asasi manusia di seluruh dunia. Oposisi saya terhadap Partai Komunis Tiongkok dan komunisme menjadi semakin jelas, jadi saya berencana untuk meninggalkan organisasi ini,” kata Wang Liqiang. 

Pada bulan April, Wang Liqiang meninggalkan Hong Kong menuju Sydney, tempat istri dan anaknya tinggal, dan menyerahkan materi yang dimilikinya kepada Organisasi Keamanan dan Intelijen Australia , agen intelijen top di Australia. Kini ia tinggal di lokasi yang dirahasiakan karena ia bekerja sama dengan Organisasi Keamanan dan Intelijen Australia.

“Saya secara pribadi telah terlibat dan berpartisipasi dalam serangkaian kegiatan spionase,” kata Wang Liqiang kepada Organisasi Keamanan dan Intelijen Australia di bawah sumpah pada bulan Oktober.

Dari Seniman menjadi Mata-Mata

Wang Liqiang berasal dari Fujian, provinsi di tenggara Tiongkok di seberang selat dari Taiwan yang demokratis, menurut pernyataan yang ia berikan kepada The Epoch Times. Sebagai putra seorang pejabat Partai Komunis Tiongkok setempat, Wang Liqiang berlatar belakang sosial kelas menengah dan mengambil jurusan lukisan minyak di Universitas Keuangan dan Ekonomi Anhui. Foto-foto di masa sekolah  Wang Liqiang menunjukkan ia mendapat penghargaan karena menang untuk karya seninya.

Pada akhir masa pendidikannya, seorang pejabat senior universitas menyarankan agar Wang Liqiang bekerja di China Innovation Investment Limited, sebuah perusahaan yang berbasis di Hong Kong yang berspesialisasi dalam teknologi, keuangan, dan media. Pada tahun 2014, Wang Liqiang mulai bekerja di perusahaan itu.

Meskipun China Innovation Investment Limited hadir sebagai perusahaan investasi yang berfokus pada aset pertahanan Tiongkok yang terdaftar dan tidak terdaftar, Wang Liqiang segera menemukan bahwa perusahaan itu adalah front utama bagi spionase Partai Komunis Tiongkok di luar negeri, yang melayani beberapa badan keamanan Tiongkok dan pejabat Partai Komunis Tiongkok.

Wang Liqiang mendapat rahmat baik dari CEO China Innovation Investment Limited bernama Xiang Xin dan memasuki “tahta  suci” perusahaan tersebut, lapor Nine Network, dengan memberikan pelajaran melukis kepada istri Xiang Xin. Hal itu memberinya akses luas ke informasi mengenai kasus-kasus operasi intelijen Tiongkok yang sedang berlangsung dan di masa lalu, sebagian besar terkait dengan pengambilalihan teknologi militer oleh Partai Komunis Tiongkok.

Selama pemilihan regional “nine-in-one” tahun 2018 di Taiwan, Wang Liqiang membantu mengoordinasikan kampanye disinformasi besar-besaran oleh Partai Komunis Tiongkok untuk melemahkan pemerintahan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen. Wang Liqiang melakukan perjalanan ke Taiwan dengan paspor Korea Selatan palsu, di mana ia mengambil bagian dalam mengoordinasikan operasi di darat.

Sementara itu, Wang Liqiang juga bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan mahasiswa Tiongkok Daratan di Hong Kong untuk mempertahankan pengaruh ideologis pada mereka dan merekrut mereka untuk berbagai tugas terkait intelijen.

Dalam komentarnya kepada Nine Network, Wang Liqiang menjelaskan secara terperinci  bagaimana ia dan para operator lainnya menyusup ke “semua universitas, termasuk perkumpulan mahasiswa serta kelompok dan badan mahasiswa lainnya.”

Ia mengatakan adalah mudah untuk merekrut para mahasiswa Tiongkok Daratan, yang sering “diberi sedikit bantuan dan keuntungan,” atas imbalan bantuan mereka.

Mempengaruhi Operasi

Saat seorang warga Tiongkok dibesarkan untuk percaya bahwa menjadi seorang patriot berarti melindungi aturan Partai Komunis Tiongkok, Wang Liqiang berpikir bahwa bekerja sebagai mata-mata bagi rezim Partai Komunis Tiongkok adalah prospek yang menarik. “Dibayar mahal, dan saya juga merasa melakukan sesuatu untuk negara,” katanya kepada Nine Network.


Peter Mattis, seorang mantan analis CIA dan seorang pakar spionase Tiongkok, mengatakan kepada Nine Network bahwa Wang Liqiang mungkin adalah “cut-out” atau “co-optee,” yaitu, orang yang bekerja sebagai pembantu petugas intelijen oleh dengan cara “membangun seperangkat sumber daya yang  digunakan untuk intelijen atau pengaruh politik.” 

Wang Liqiang menunjukkan bahwa banyak media besar di Hong Kong dan Taiwan telah dibeli atau disusupi oleh agen Patai Komunis Tiongkok untuk membawa narasi Partai Komunis Tiongkok. 

Misalnya, “seorang manajer senior di sebuah jaringan televisi utama Asia adalah kader militer saat ini dengan pangkat Komandan Divisi” di Tentara Pembebasan Rakyat, kata Wang Liqiang kepada surat kabar Nine Network.

Ia juga menguatkan laporan bahwa Partai Komunis Tiongkok telah membangun jaringan pengaruh yang tangguh di Australia dengan memilih politisi dan partai politik, serta bekerja di antara mahasiswa etnis Tionghoa untuk menghilangkan perbedaan pendapat dengan kebijakan rezim Tiongkok Daratan. 

“Bapak Wang Liqiang memberikan transaksi rekening bank untuk mendukung klaimnya” bahwa badan intelijen Partai Komunis Tiongkok ”telah berurusan dengan beberapa donor politik Australia yang bermakna, termasuk mantan staf di kantor Anggota Parlemen federal,” lapor Nine Network.

Chen Yonglin, seorang mantan diplomat Tiongkok yang membelot ke Australia pada tahun 2005, telah memperingatkan Australia sejak dini akan pengaruh subversif agen mata-mata Beijing, mengatakan bahwa Partai Komunis Tiongkok memiliki 1.000 mata-mata yang aktif di Australia pada saat itu. Saat itu, salah satu prioritas utama Partai Komunis Tiongkok adalah mencemarkan nama baik dan meminggirkan praktisi Falun Gong, sebuah disiplin spiritual Tiongkok yang dilarang oleh Partai Komunis Tiongkok pada tahun 1999.

Pada tahun 2017, pembukaan rahasia operasi pengaruh Partai Komusni Tiongkok di Australia menjadi berita utama, termasuk tuduhan miliarder Tiongkok menggunakan sumbangan untuk mempengaruhi politisi Australia atas nama rezim Tiongkok.

Australia meloloskan undang-undang pada tahun 2018 untuk memerangi campur tangan asing, yang diperkenalkan setelah apa yang oleh Perdana Menteri Malcolm Turnbull gambarkan sebagai “laporan pengaruh Tiongkok yang mengganggu.” 

Dimodelkan pada undang-undang serupa di Amerika Serikat, undang-undang tersebut menciptakan pelanggaran spionase baru, mengatur daftar untuk agen asing, dan melarang sumbangan politik asing.

Awal tahun ini, Australia melucuti status residen permanen miliarder Tiongkok bernama Huang Xiaomo dan menyangkal kewarganegaraannya, menandai tindakan langsung pertama terhadap seorang agen yang diduga dipengaruhi oleh Partai Komunis Tiongkok sejak undang-undang tersebut diperkenalkan.

Huang Xiaomo, seorang pengembang real estat, dilaporkan telah menyumbangkan 2,7 juta dolar Australia (usd 1,94 juta) kepada partai-partai politik utama Australia selama lima tahun terakhir, dan memiliki hubungan dekat dengan Partai Komunis Tiongkok. Ia adalah presiden Dewan Australia untuk Promosi Reunifikasi Damai Tiongkok di Australis, sebuah kelompok di bawah payung Departmen Kerja Front Terpadu, sebuah agen Partai Komunis Tiongkok yang bertugas menyebarkan agenda Beijing di luar negeri.

Bendahara Australia Josh Frydenberg mengatakan implikasi akun Wang Liqiang adalah “sangat mengganggu” dan bahwa badan hukum pemerintah Australia sedang menangani masalah ini, lapor Reuters.

Rezim Tiongkok telah menolak akun Wang Liqiang, di mana polisi di Shanghai mengklaim Wang Liqiang bukanlah seorang mata-mata operatif, tetapi ia adalah seorang pengangguran berusia 26 tahun yang sebelumnya telah dipenjara karena kasus penipuan.

Kedutaan Besar Tiongkok menambahkan dalam sebuah pernyataan pada tanggal 24 November bahwa Wang Liqiang dicari sehubungan dengan kasus penipuan sejak  awal tahun ini.

“Pada tanggal 19 April 2019, polisi Shanghai membuka penyelidikan terhadap Wang Liqiang, yang diduga menipu 4,6 juta yuan dari seseorang yang bermarga Shu melalui proyek investasi palsu yang melibatkan impor mobil pada bulan Februari,” kata pernyataan itu.

Kedutaan Besar Tiongkok mengatakan Wang Liqiang pergi ke Hong Kong pada tanggal 10 April, membawa paspor Tiongkok palsu dan identitas penduduk tetap Hong Kong palsu, menambahkan bahwa polisi Shanghai sedang menyelidiki masalah tersebut.

Meninggalkan Partai Komunis Tiongkok

Menurut Nine Network, perjuangan internal Wang Liqiang mencapai titik balik saat ia menerima paspor Korea Selatan palsu, yang ia gunakan untuk memasuki Taiwan dan berpartisipasi dalam upaya berkelanjutan Partai Komunis Tiongkok untuk ikut campur dalam pemilihan presiden Taiwam tahum 2020. Pemungutan suara di Taiwan pada bulan Januari.

“Menatap wajahnya sendiri di paspor palsu membangkitkan sesuatu dalam diri Wang Liqiang,” lapor Nine Network. “Ia menyadari bahwa ia berisiko kehilangan dirinya sendiri. Seperti yang kemudian ditulisnya, ia berada di puncak untuk menjadi ‘seseorang tanpa identitas asli.'”

Pada 23 April, Wang Liqiang meninggalkan markasnya di Hong Kong untuk mengunjungi istri dan putranya yang masih bayi di Sydney, setelah mendapat persetujuan dari istri bosnya.

Bagi Wang Liqiang, dengan mengkhianati Partai Komunis Tiongkok, mengetahui bahwa ia mungkin tidak akan pernah dapat kembali ke Tiongkok atau melihat kerabatnya, bukanlah keputusan yang mudah dibuat.

“Setiap kali saya memikirkan hal ini, saya sangat sedih. Keluarga saya, tidak hanya orangtua saya, tetapi juga kakek nenek saya…Saya tidak berani banyak berkomunikasi, karena telepon kami disadap. Ini adalah hal yang paling menyedihkan…Hati saya sangat sedih, dan tidak ada kata-kata yang dapat mengungkapkan kesedihan saya,” kata Wang Liqiang kepada Nine Network.

Namun, akhirnya ia percaya bahwa spionase adalah terlalu berisiko dan tidak bermoral baginya untuk dilanjutkan.

“Saya berpikir dan terus berpikir. Saya bertanya-tanya apakah keputusan ini akan menjadi hal yang baik atau buruk bagi hidup saya. Saya tidak dapat  memberitahu anda dengan jelas, tetapi saya sangat percaya bahwa jika saya tetap bersama Partai Komunis Tiongkok, tidak ada kebaikan yang saya peroleh,” kata Wang Liqiang kepada The Epoch Times. 

Keputusan Wang Liqiang juga dipengaruhi oleh pengalamannya saat ia tinggal di masyarakat demokratis. Selain Taiwan, ia sebelumnya pernah mengunjungi keluarganya di Australia pada bulan Desember 2018.

“Selama beberapa bulan saya habiskan di Australia, saya mengalami kebebasan demokrasi di Australia dan semakin merasa malu dengan apa yang dilakukan Partai Komunis Tiongkok untuk merusak demokrasi di seluruh dunia,” katanya.

“Jadi saya memutuskan untuk sepenuhnya meninggalkan pekerjaan saya dan membuat dobrakan bersih diri dari Partai Komunis Tiongkok.” (Vivi/asr)

Empat Konspirasi Komunis Tiongkok di Balik Blockchain

0

Xie Tian

Baru-baru ini Partai Komunis Tiongkok  tiba-tiba saja mengusung Blockchain, Big Data, Artificial Intelligence (AI) dan berbagai program riset nasional lainnya, untuk mengadakan mata uang digital. Tujuan sesungguhnya, mungkin tidak sesederhana seperti yang dikatakan di kalangan masyarakat, yakni Komunis Tiongkok tiba-tiba saja sedang timbul gairah sesaat lantas berniat menstimulus perekonomiannya. 

Penggunaan terpenting mata uang digital adalah, pada enkripsi terhadap mata uang. Jika Komunis Tiongkok mengenkripsi mata uang, apakah pertimbangannya? Apakah berharap memusnahkan supremasi mata uang dolar AS? Menjelang kehancuran Komunis Tiongkok, akankah blockchain ini menjadi Serangan Pearl Harbour  dan Pertempuran Waterloo bagi Komunis Tiongkok? Bagaimana pun juga, di balik Blockchain, setidaknya terdapat empat konspirasi Komunis Tiongkok di bidang moneter. 

Blockchain hanya semacam metode pembukuan, penyimpanan, dan verifikasi yang terdesentralisasi dan tidak bisa diubah. Pembukuan yang tidak dapat dihapus, tidak dapat diubah dan terdesentralisasi seperti itu telah diaplikasikan sejak dulu di dalam sistem akuntansi dan keuangan pada dunia nyata dan di negara Barat. 

Dalam sistem akuntansi “Double Entry” yang ditemukan oleh orang Italia dan telah digunakan secara luas, apa pun itu transaksinya tidak bisa dihapus. Anda  menggunakan pena mencatat pembukuan, jika salah tulis pun tidak boleh dihapus, hanya bisa dicoret dengan satu garis melintang dan dicantumkan keterangan pembatalan, di samping dicatat nama pembuat keterangan. Lalu dicatatkan lagi pembukuan yang benar. 

Demikian halnya di komputer, jika salah pembukuan, entah salah catat satu atau dua akun, setiap kesalahan harus dimasukkan lagi kontra-pembukuannya, untuk menghilangkan pencatatan sebelumnya, kemudian baru dicatatkan kembali yang benar. 

Blockchain telah menyebarluaskan sistem pencatatan Double-Entry ciptaan orang Italia itu, dengan mencatat semua transaksi, transfer dan pembayaran pada mata uang digital seperti Bitcoin. Dihubungkan dengan rantai internet secara berlapis dengan satu persatu pembukuan blockchain dengan bentuk yang tidak bisa diubah dan tidak bisa dihapus. 

Semua orang membuat konvensi dan menyepakati bersama, siapa pun tidak akan bisa mengubah, karena diubah pun tidak berguna. Semua kepemilikan, transaksi dan pembayaran mata uang digital, tercatat oleh puluhan ribu bahkan jutaan pembukuan, yang tersimpan di segala tempat yang memiliki jutaan jaringan internet dan server. Apalagi, semuanya dienkripsi dengan skala tinggi. Karena orang tidak mungkin bisa menyusup ke semua komputer dan membajaknya, dan mengubahnya sekehendak hati, jadi sangat “aman”. 

Tentunya, jika mampu merusak sistem ini, yang berarti jika Anda  mampu mengendalikan “seluruh” komputer di dunia, seluruh komputer host dan terminal, maka Anda  akan dapat mengendalikan mata uang digital. Suatu pemerintahan otoriter yang sangat tersentralisasi, memanfaatkan internet dan teknologi Blockchain, mungkin akan dapat melakukan hal semacam ini. 

Di Tiongkok tidak ada internet dalam makna sebenarnya. Internet di Tiongkok hanyalah suatu jaringan lokal atau “intranet”, tidak jauh berbeda karakternya dengan intranet di dalam suatu perguruan tinggi atau sebuah perusahaan di Amerika Serikat. Hanya saja ruang lingkupnya jauh lebih luas. 

Komunis Tiongkok ada kemampuan, juga memanfaatkan perusahaan internet yang dikuasai, untuk mengendalikan dan mengawasi semua komputer host, terminal dan komputer yang ada di dalam negeri, bahkan dengan mudah dapat mengendalikan ponsel.

Di dalam kondisi seperti ini, jika Komunis Tiongkok menggunakan Blockchain mengedarkan mata uang digital, maka Komunis Tiongkok akan bisa memanfaatkan enkripsi dan level keamanannya, untuk sewaktu-waktu mengubah data sesuai kebutuhan. 

Jika ada suatu negara yang memiliki sistem komputer yang super canggih, yang lebih cepat dan kuat, misalnya menggunakan komputer quantum dan jaringan internet yang lebih canggih, juga mungkin akan melupakan mata uang digital yang dikembangkan dengan sistem 3G-4G dan enkripsi. Lalu dengan segala keunggulannya, ibarat pesawat tempur siluman Amerika menyerang suku primitif Australia yang hanya memiliki bumerang, untuk menyelesaikan masalah. Tentu, yang memiliki teknologi itu, saat ini hanya Amerika Serikat. 

Secara esensi, Blockchain mendukung mata uang digital, adalah semacam sistem “demokratisasi”, sangat bertolak belakang dengan sistem otoriter Komunis Tiongkok yang sangat tersentralisasi. Bitcoin mungkin merupakan temuan orang Jepang yang bernama Satoshi Nakamoto, tapi hanya sukses diluncurkan di negara bebas seperti Amerika Serikat. 

Walaupun pemerintah Amerika Serikat tidak menyukai dan tidak menyetujuinya, tapi juga tidak bisa menindaknya, karena tidak melanggar hukum. Dengan hukum yang ada sekarang, Bitcoin tidak melanggar hukum. Pemerintah Amerika Serikat menganggap Bitcoin sebagai semacam surat berharga, yang harganya berubah seiring pergerakan pasar, dan dapat disimpan, juga dapat digunakan untuk membayar. 

Selama tidak mengancam mata uang dolar Amerika Serikat, tidak akan ada orang yang peduli. Jika ada pengusaha mengatakan, hanya menerima Bitcoin dan tidak menerima mata uang dolar Amerika Serikat, mungkin juga tidak akan ada masalah. Akan tetapi jika ada bank mengatakan, hanya menerima Bitcoin dan tidak menerima dolar Amerika Serikat, maka pemerintah mungkin akan turun tangan. Karena pada uang dolar Amerika Serikat tertera dengan jelas: “This note is legal tender of all debts, public and private”. 

Komunis Tiongkok mendorong Blockchain, untuk kemudian mengedarkan mata uang digital, setidaknya mempunyai empat manfaat yakni mengendalikan warga sepenuhnya, menghapus bukti jejak inflasi, merampas keuntungan yang diperoleh pejabat korup dan menantang posisi mata uang dolar Amerika Serikat. 

Komunis Tiongkok boleh jadi telah mencetak mata uang sebanyak 180 trilyun RMB, tapi uang itu tidak sepenuhnya beredar. Jika benar sudah beredar maka harga daging babi di Tiongkok sudah bukan lagi RMB 50 Yuan per kg, melainkan adalah RMB 250 Yuan per kg. 

Pejabat Komunis Tiongkok yang korup, saat tertangkap berapa banyak uang tersimpan di rumahnya? 

Ada yang jutaan sampai puluhan juta RMB, bahkan ada yang mencapai milyaran RMB atau triliunan rupiah. Uang tunai RMB di rumah pejabat korup, jika rata-rata adalah RMB 50 juta, rasio 1/1000 dari populasinya, maka pejabat tinggi Komunis Tiongkok sebanyak 1,4 juta orang pejabat korup Komunis Tiongkok, memiliki kekayaan RMB 70 trilyun atau setara 140.118 triliun rupiah di rumahnya! 

Mereka tidak akan menyimpan uangnya di bank, hanya disimpan di ruang bawah tanah. Jika mata uang digital diterapkan, yang pertama akan menangis adalah pejabat-pejabat ini, Zhongnanhai dapat dengan mudahnya menghapus korupsi mereka, juga menghapus bukti kejahatan semena-mena mengedarkan mata uang.

Memakai mata uang digital, ditambah lagi metode pembayaran “Alipay”, Komunis Tiongkok dapat dengan mudah mengawasi kekayaan setiap warga Tiongkok, setiap sen uang yang ditransaksikan, selalu diawasi oleh Komunis Tiongkok. Coba jawab, apakah Komunis Tiongkok akan mendorong Blockchain dan mengedarkan mata uang RMB digital? 

Tentu saja, Komunis Tiongkok tidak akan mendukung Bitcoin atau Ripple, atau Ethereum, atau Tether dan 1.600 macam mata uang terenkripsi lainnya, karena Komunis Tiongkok tidak mampu mengendalikannya. 

Komunis Tiongkok mungkin akan mengedarkan Digital RMB (D-RMB), atau mengadakan semacam “general coin” (Gtcoin) baru yang menyerupai “komunitas manusia” dengan diedarkan di dalam negeri Tiongkok lebih dulu, lalu menyebarkannya ke seluruh dunia melalui program OBOR (One Belt One Road) atau lewat sistem Huawei. 

Ada yang mengatakan Komunis Tiongkok mungkin sangat berambisi memanfaatkan Blockchain dan mata uang digital, untuk menantang posisi internasional mata uang dolar Amerika Serikat. Kemungkinan ini memang ada, tapi sekarang tidak lagi. 

Jaringan internet 5G dari Huawei jika diterapkan di seluruh dunia seperti rencana Komunis Tiongkok, ditempatkan di seluruh dunia, jaringan 5G ini akan menjadi “intranet” bagi Komunis Tiongkok, maka Komunis Tiongkok sangat mungkin akan mewujudkan ambisi dengan jaringan internet yang mendunia ini, berkonspirasi mengedarkan D-RMB untuk menggantikan dolar Amerika Serikat. 

Tentu masyarakat sekarang tahu, Komunis Tiongkok terlambat, Trump telah mendahului, dengan memotong tangan Huawei yang merupakan tangan hitam Komunis Tiongkok itu. Hal yang membuat Komunis Tiongkok  semakin kewalahan adalah, Google telah mendahului, mewujudkan “Quantum Supremacy”. Di bawah quantum supremacy ini, mata uang digital Komunis Tiongkok dan teknologi enkripsinya, termasuk kemampuan “menggali tambang” seluruh komputer di dunia, di mata quantum supremacy hanya akan seperti sepiring   makanan kecil, seperti mainan, akan sangat mudah dipecahkan. 

Komunis Tiongkok mungkin akan segera mewujudkan digitalisasi mata uang di dalam negerinya. Tapi jika konflik antara Amerika dengan   Tiongkok semakin memanas, lalu terjadi perang finansial dan perang internet, maka Komunis Tiongkok ditakdirkan akan kalah telak. 

“Quantum Supremacy” milik militer Amerika akan dengan mudah menyusup ke dalam intranet Komunis Tiongkok, lalu merusak blokir internetnya, dan memecahkan sistem mata uang digital Komunis Tiongkok. 

Tiongkok telah di ambang meletusnya krisis moneter secara menyeluruh. Beberapa hari lalu di Yichuan Agricultural & Commercial Bank di Luoyang provinsi Henan telah terjadi “rush”. Seminggu kemudian di Coastal Bank kota Yingkou provinsi Liaoning juga mengalami “rush”. 

Saat ini bank sentral Komunis Tiongkok kembali merencanakan menjadikan Hebei, Zhejiang, Shenzhen-Guangdong sebagai pilot project uji coba manajemen dana tunai dalam jumlah besar, dengan menerapkan pengawasan ketat terhadap penggunaan dana tunai sebesar RMB 500.000 Yuan bagi perusahaan dan sebesar RMB 100.000 Yuan bagi perorangan. 

Jelas, Komunis Tiongkok telah mempersiapkan diri mengantisipasi gelombang “rush” dan bangkrutnya perbankan dalam skala besar. Krisis moneter Tiongkok akan meletus, mengakibatkan kekayaan milik rakyat dapat menguap dalam sekejap. 

Dinasti Merah Komunis Tiongkok  yang mengerahkan seluruh kekuatan yang tersisa menjelang kehancuran moneternya, dapatkah mempercepat sistem digitalisasi, dan berharap dapat selamat dari bencana? Apakah masih sempat? Apakah masih ada waktu?   (SUD/WHS/asr)

Dr. Frank Tian Xie, Ph.D, seorang profesor bidang bisnis dan profesor pemasaran John M. Olin Palmetto di University of South Carolina Aiken, di Aiken, South Carolina, Amerika Serikat. 

FOTO : Partai Komunis Tiongkok memiliki empat rencana besar untuk meluncurkan blockchain ketika rezim dalam bahaya dan gelembung ekonomi meledak. Foto tersebut menunjukkan beberapa mata uang digital selama kecelakaan mata uang digital London tahun lalu. (FOTO : Jack Taylor / Getty Images)

Penandatanganan Rancangan Undang Undang HAM Hongkong oleh Trump Disambut Haru Warga dan Dihujat Beijing

0

Zhang Ting

Presiden Amerika Serikat, Donald  Trump menandatangani “Rancangan Undang Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” dan “Rancangan Undang Undang Pelarangan Ekspor Peralatan Anti Kerusuhan ke Hong Kong” pada Rabu 27 November 2019. Berita tersebut telah menyemangati para pengunjuk rasa di Hong Kong yang menuntut demokrasi, namun, Beijing justru marah besar dan dengan segera memanggil Dubes Amerika Serikat di Tiongkok untuk menyatakan protesnya.

Aksi protes di Hong Kong dimulai pada bulan Juni 2019 lalu dan sampai sekarang sudah berlangsung enam bulan. Tujuan awal protes itu adalah meminta pemerintah Hong Kong untuk menarik dan merevisi “Undang Undang ekstradisi”, karena amandemen itu akan memungkinkan pemerintah Hong Kong untuk mengekstradisi “para tersangka” yang dikehendaki oleh Komunis Tiongkok untuk diadili di daratan Tiongkok.

Para kritikus khawatir bahwa itu akan mengancam keselamatan sejumlah besar pembangkang. Selain itu, juga dapat mengancam keselamatan awak media yang berani mengungkapkan fakta tentang Tiongkok.

Seiring dengan protes yang berlangsung, tuntutan warga Hong Kong kemudian diperluas menjadi menuntut Pemilu Sejati Hong Kong dan penyelidikan independen terhadap kekerasan polisi yang berlebihan. Pemerintah Hong Kong belum menanggapi permintaan lain kecuali mengumumkan penarikan amandemen saja.

Seiring kekerasan di Hong Kong yang  terus meningkat, banyak universitas telah menjadi medan bentrok antara pemrotes dan polisi Hong Kong. Polisi Hong Kong menembakkan peluru tajam dan mengendarai sepeda motor menabrak kerumunan demonstran, yang membuat para pengunjuk rasa semakin marah.

Pada 27 November 2019 satu hari sebelum Thanksgiving, Presiden Trump menandatangani “Rancangan Undang Undang  Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” beserta “Rancangan Undang Undang Pelarangan Ekspor Peralatan Anti Kerusuhan ke Hong Kong”. Sama dengan menghadiahkan kado besar bagi para pemrotes yang berjuang di jalanan Hong Kong selama 6 bulan ini. 

Komunis Tiongkok protes keras, memanggil Duta Besar Amerika Serikat

”Rancangan Undang Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” adalah indikasi terbaru dari tindakan kuat yang diadopsi oleh kedua partai Amerika dalam konfrontasi ekstensif dengan rezim Komunis Tiongkok.

Rancangan Undang Undang  itu mensyaratkan bahwa Sekretaris Negara Amerika Serikat akan meninjau otonomi Hong Kong setiap tahun. Juga memutuskan apakah akan terus memberikan status khusus kepada Hong Kong, termasuk apakah Hong Kong akan terus menjadi wilayah pabean yang independen. Di samping itu juga memberi wewenang kepada pemerintah Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi kepada mereka yang melanggar hak asasi manusia di Hong Kong.

Selain itu, Rancangan Undang Undang  tersebut akan mewajibkan departemen eksekutif mengembangkan strategi untuk melindungi warga negara Amerika dan warga lainnya di Hong Kong. Hal itu  agar terhindar dari ekstradisi atau penculikan ke Tiongkok, dan untuk menjatuhkan sanksi setiap tahunnya atas pelanggaran kontrol ekspor Amerika dan peraturan Perserikatan Bangsa Bangsa di Hong Kong.

Rancangan Undang Undang  lain yang ditandatangani oleh Trump, adalah “Rancangan Undang Undang  Pelarangan Ekspor Peralatan Anti Kerusuhan ke Hong Kong.” Itu adalah Rancangan Undang Undang   yang membatasi ekspor gas air mata dan teknologi pengendalian keramaian oleh perusahaan-perusahaan Amerika ke Hong Kong.

Dalam sebuah pernyataan presiden, Trump menyatakan: “Saya menandatangani Rancangan Undang Undang  ini untuk menghormati Presiden Xi Jinping, rakyat Tionkok dan rakyat Hong Kong. Mengumumkan Rancangan Undang Undang  ini berharap bahwa para pemimpin dan perwakilan yang relevan dari Tiongkok dan Hong Kong dapat menyelesaikan perbedaan di antara mereka secara damai. Dengan demikian membawakan perdamaian dan kemakmuran dalam jangka panjang bagi semua orang.”

Penandatanganan Rancangan Undang Undang  ini telah menyentuh saraf sensitif Beijing. Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengecam keras bahwa intervensi serius Amerika Serikat dalam urusan Hong Kong, campur tangan serius dalam urusan internal Tiongkok, dan pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan aturan dasar hubungan internasional adalah tindakan hegemonik yang kasar.

Kementerian Luar Negeri Tiongkok juga memanggil Terry Branstad, duta besar Amerika untuk Tiongkok, guna menyampaikan nota protes.

Juru bicara Kedutaan Amerika Serikat dalam sebuah pernyataan yang ditujukan pada pertemuan antara Duta Besar Branstad dan Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan: “Amerika Serikat percaya bahwa otonomi Hong Kong, kepatuhan terhadap aturan hukum, serta komitmen untuk melindungi kebebasan warga, adalah kunci untuk mempertahankan status khusus di bawah undang-undang Amerika Serikat.”

Seorang juru bicara Kedutaan Besar Amerika Serikat di Tiongkok menanggapi BBC menyebutkan: “Seperti telah berulang kali ditegaskan oleh pemerintah Amerika, Partai Komunis Tiongkok harus menghormati komitmennya kepada rakyat Hong Kong. Kebebasan yang terutang dalam “Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris. Dokumen ini terdaftar di PBB.”

Kantor Urusan Hong Kong dan Makau Tiongkok menggambarkan Amerika Serikat sebagai gangster terbesar yang mengacaukan Hong Kong. Pemerintah Carrie Lam juga menyatakan menentang terhadap pengesahan dua rancangan undang-undang oleh Amerika Serikat.

Para pemrotes Hong Kong bersorak riang menyambut  tindakan Amerika Serikat

Sementara itu, para pemrotes yang baru saja menggunakan surat suara mereka untuk membuktikan bahwa mereka telah kehilangan kepercayaan pada pemerintah Hong Kong, menyatakan sambutan mereka terhadap dua Rancangan Undang Undang  yang ditandatangani oleh Trump itu. Mereka mengatakan bahwa langkah Amerika Serikat itu merupakan peringatan bagi Beijing dan pemerintah Hong Kong.

Nelson Lam berusia 32 mengatakan kepada “New York Times” bahwa dirinya  berharap, itu adalah sebuah peringatan bagi pejabat Hong Kong dan Beijing. Orang-orang pro-Beijing dan polisi.

“Saya pikir jika mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan mungkin akan mendapatkan sanksi, maka mereka akan merasa terkekang ketika menanggapi kegiatan protes. Kami hanya ingin otonomi kami dapat dipulihkan, itu saja. Kami bukan musuh mereka,” kata Lam.

Joshua Wong Chi Fung, Sekretaris Jenderal Demosistō Hong Kong mengatakan bahwa pengesahan Rancangan Undang Undang  ini merupakan tonggak penting dalam hubungan antara Hong Kong dan Amerika Serikat, dan juga melambangkan penyesuaian besar dalam kebijakan Amerika terhadap Hong Kong. Dia menunjukkan bahwa di bawah perang dagang kedua negara, Amerika Serikat masih tetap mementingkan proses demokrasi dan situasi Hak Asasi Manusia Hong Kong.

Lu Bingquan, seorang dosen senior di Departemen Komunikasi, Hong Kong Baptist University, menyatakan kepada BBC bahwa meskipun Hong Kong adalah wilayah administrasi khusus Tiongkok, status ekonomi Hong Kong dan liberalisasi teknologi, modal dan lain-lain,  banyak yang terkait dengan kebijakan Amerika Serikat.

Oleh karena itu, tinjauan Amerika Serikat terhadap sistem “satu negara, dua sistem” pasti akan membatasi pedoman masa depan Tiongkok terhadap Hong Kong.

Rancangan Undang Undang  Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” adalah urusan dalam negeri negara manakah?

”Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” diusulkan bersama oleh Senator Federal Marco Rubio dan Wakil Federal Chris Smith. Smith menyatakan bahwa “Rancangan Undang Undang  Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” terkait dengan kebijakan luar negeri dan kedaulatan Amerika.

“Bagaimana cara menyesuaikan kebijakan luar negeri kita, ini adalah wilayah kita, ini kedaulatan kita. Kami memutuskan siapa yang bisa masuk dan meninggalkan Amerika Serikat, dan siapa yang bisa datang untuk melakukan bisnis di Amerika Serikat. Kami tidak menyambut pelaku pelanggaran hak asasi manusia,” kata Smith.

Steve Yates, Wakil Penasihat Keamanan Nasional dari mantan Wakil Presiden Amerika Serikat melontarkan pandangannya dalam wawancara bersama dengan wartawan pada pertemuan tahunan “Taiwan Global Institute” di Washington, Amerika Serikat.

“Kapan saja, Kementerian Luar Negeri Tiongkok atau pejabat apa pun yang mencoba untuk memberi tahu Amerika Serikat bahwa apakah Kongres harus meloloskan atau tidak sebuah Rancangan Undang Undang  tertentu, maka mereka telah mencampuri urusan dalam negeri Amerika Serikat. Mereka harus berhenti melakukan hal ini,” katanya.

 “Undang-Undang Kebijakan Amerika dengan Hong Kong” tahun 1992 adalah dasar dari kebijakan Amerika Serikat terhadap Hong Kong.   Undang Undang itu memberikan perlakuan khusus kepada Hong Kong di bidang perdagangan dan transportasi yang berbeda dengan daratan Tiongkok.

Setelah Beijing memperoleh kembali kedaulatan atas Hong Kong pada 1997, Beijing berjanji untuk mengizinkan Hong Kong menikmati “otonomi tingkat tinggi” selama 50 tahun, yang merupakan dasar status khusus Hong Kong berdasarkan hukum Amerika.

Namun, berdasarkan “Undang-Undang Kebijakan Amerika Serikat dengan Hong Kong”, jika Presiden Amerika memastikan bahwa tingkat otonomi Hong Kong tidak mencukupi, maka Amerika dapat mengeluarkan perintah eksekutif untuk menangguhkan status perlakuan khusus terhadap Hong Kong tersebut.

Sedangkan “Rancangan Undang Undang  Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” adalah amandemen “Undang-Undang Kebijakan Amerika Serikat dengan Hong Kong”, yang membuat situasi otonomi Hong Kong di bawah pengawasan ketat oleh Amerika Serikat. (Lin/WHS)

Beijing Dilaporkan Mendirikan Pusat Krisis di Daratan Tiongkok untuk Menangani Protes Hong Kong

0

Laporan Reuters pada 26 November 2019 menyebutkan, rezim Tiongkok sedang mempertimbangkan untuk menggantikan penghubung resminya ke Hong Kong. Ketika, pemerintahan itu terus berjuang untuk menangani krisis yang sedang berlangsung di Hong Kong. 

Kantor berita tersebut juga melaporkan, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, bahwa Beijing telah mendirikan pusat komando krisis di kota perbatasan daratan Shenzhen. Di mana para pejabat rezim Komunis Tiongkok bertemu untuk membahas strategi dalam menanggapi aksi protes.

Mereka berkumpul di Bauhinia Villa, kompleks milik Kantor Penghubung Hong Kong atau Hong Kong Liaison Office -HKLO, kantor perwakilan Beijing di kota itu, di pinggiran Shenzhen, demikian bunyi  laporan Reuters.

Hong Kong telah terlibat aksi protes skala besar yang berlangsung  hampir selama enam bulan. Para demonstran melakukan unjuk rasa menentang rezim Komunis Tiongkok yang dianggap melanggar batas otonomi Hong Kong.

Menurut Reuters, Beijing telah memanggil pejabat penting Hong Kong, termasuk Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, pejabat polisi, dan anggota parlemen pro-Beijing, untuk bertemu di villa tersebut.

Laporan menyebutkan, dua pemimpin paling senior rezim yang mengawasi urusan Hong Kong telah menggunakan vila tersebut untuk berhubungan langsung dengan pejabat Hong Kong. 

Mereka adalah: Zhang Xiaoming, direktur Kantor Urusan Hong Kong dan Makau  atau Hong Kong and Macau Affairs Office -HKMAO, yang duduk di bawah Dewan Negara seperti kabinet, yang “telah secara teratur hadir di vila selama krisis;” dan Han Zheng, wakil perdana menteri Tiongkok dan pejabat tinggi rezim Komunis Tiongkok yang mengawasi urusan Hong Kong.

Reuters melaporkan, Pemimpin Komunis Tiongkok Xi Jinping juga menerima briefing tertulis harian dari vila.

Kantor Kementerian Luar Negeri pemerintah Komunis tiongkok di Hong Kong membantah laporan Reuters. Akan tetapi, tanpa merincinya dalam sebuah pernyataan di situs webnya pada 26 November.

Ini adalah kedua kalinya Bauhinia Villa dilaporkan digunakan sebagai pusat krisis.

Selama gerakan pro-demokrasi massal pada tahun 2014 silam. Saat itu media lokal melaporkan bahwa direktur  Hong Kong and Macau Affairs Office Wang Yaguang menggunakan vila itu untuk mengkoordinasikan tanggapan Beijing terhadap kerusuhan tersebut.

Selama “Gerakan Payung” 2014, para pengunjuk rasa menduduki kawasan pusat bisnis kota selama hampir tiga bulan yang menyerukan hak pilih universal.

Sebuah laporan November 2014 oleh Hong Kong Open Magazine, mengutip orang sumber dalam, mengatakan bahwa Wang mengatur agen intelijen daratan untuk secara diam-diam mengganggu aksi protes. Tak hanya itu, mempekerjakan sekitar 2.000 gangster Hong Kong untuk berpura-pura menjadi pengunjuk rasa dan menggerakkan masalah. Selain itu, memerintahkan polisi daratan untuk bergabung dengan barisan Polisi Hong Kong. Lebih jauh, menekan para pengunjuk rasa, dan mengorganisir demonstrasi pro-Komunis Tiongkok.

Mengutip dua sumber yang tidak disebutkan namanya, Reuters mengatakan Beijing sedang mempertimbangkan untuk menggantikan Wang Zhimin, direktur Direktur Penghubung Hong Kong, pejabat tingkat tertinggi rezim Komunis Tiongkok yang ditempatkan di Hong Kong. Dikarenakan, keluhan bahwa kantornya telah salah menilai situasi di Hong Kong.

Sementara itu, Jurnal Ekonomi Hong Kong melaporkan pada 22 November bahwa Guo Shengkun, ketua Komisi Urusan Politik dan Hukum Pusat, kepala badan hukum rezim Komunis Tiongkok, baru-baru ini ditunjuk untuk mendukung Han Zheng dalam mengelola urusan Hong Kong.

Laporan itu mengatakan Guo menemani Han Zheng ke Shenzhen beberapa kali baru-baru ini. Tujuannya, untuk bertemu dengan para pejabat guna membahas bagaimana merespons krisis yang sedang berlangsung.

Menurut media pemerintah Komunis Tiongkok, Xinhua, Guo dipromosikan dari menteri keamanan publik ke posisi saat ini pada Tahun 2017. Dia juga sebagai sekretaris utama partai Komunis Tiongkok dari Polisi Bersenjata Rakyat sebuah pasukan paramiliter rezim Komunis Tiongkok.

Outlet media Hong Kong, Ming Pao melaporkan pada 17 November bahwa Han baru-baru ini mengunjungi Shenzhen sebanyak enam kali. Termasuk pada 15 November ketika ia mengatur pertemuan mendesak dengan pejabat rezim Komunis Tiongkok lainnya. 

Pertemuan itu sebagai respon atas bentrokan keras antara polisi dan pengunjuk rasa di beberapa universitas Hong Kong beberapa waktu lalu.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh pejabat rezim utama yang menangani masalah keamanan, termasuk Guo, Menteri Keamanan Publik Komunis Tiongkok, Zhao Kezhi, Menteri Keamanan Negara Komunis Tiongkok, Chen Wenqing, dan You Quan, kepala Departemen Pekerjaan Front Bersatu, badan yang bertugas menjalankan operasi pengaruh Komunis Tiongkok di luar negeri. (asr)

Memulai Sejak Mereka Muda : Komunis Tiongkok Ingin Terapkan Sistem Patriotisme dalam Pendidikan Hong Kong

0

Visiontimes.com

Komunis Tiongkok telah meluncurkan rencana untuk mempromosikan “pendidikan patriotik” di Hong Kong. Melansir dari Visiontimes, keputusan itu diambil ketika warga Hong Kong masih melanjutkan protesnya terhadap Beijing dan ingin mempertahankan demokrasi dan kebebasan di Hong Kong. 

Otoritas Komunis Tiongkok percaya bahwa pendidikan patriotik akan mencapai kesatuan ideologis dan mempromosikan identitas “One Tiongkok” di wilayah tersebut. Selain Hong Kong, rencananya juga akan diterapkan di Macau.

Pendidikan patriotik

Rencana Komunis Tiongkok membayangkan pendidikan patriotik secara langsung dari taman kanak-kanak sampai ke universitas. Tujuannya adalah untuk menanamkan nilai-nilai sosialis dan Komunis  pada anak-anak. Bahkan, untuk menghilangkan apa yang diklaim sebagai “pengaruh asing.” Baik Hong Kong dan Makau adalah bekas wilayah kolonial. 

Shen Chunyao, ketua Komite Hukum Dasar Kongres Rakyat Nasional, menyatakan bahwa Komunis Tiongkok menginginkan “patriot” untuk membentuk badan utama para pemimpin yang dipilih dari dua wilayah.

Pedoman pendidikan patriotik yang dikeluarkan oleh Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok dan Dewan Negara mendefinisikan patriotisme bukan hanya cinta untuk negara, tetapi juga untuk sosialisme dan Partai Komunis. 

Isi pedoman yang dikutip oleh Media Hong Kong, South China Morning Post pada 14 November 2019  berbunyi : “[Kita harus] memperkuat pendidikan praktis ‘satu negara, dua sistem’, menyalurkan orang-orang termasuk rekan senegaranya di Hong Kong, Makau dan Taiwan dan Tionghoa perantauan agar mereka dapat memiliki rasa identitas nasional yang lebih kuat, dan akan secara hati-hati melindungi persatuan nasional dan kohesi ras Tionghoa. ”

Menurut Li Xiaobing, seorang ahli di Hong Kong di Universitas Nankai di Tianjin, pendidikan patriotik diperlukan untuk “memperbaiki” krisis identitas yang dirasakan oleh anak muda Hong Kong. 

Pedoman tersebut menyerukan penggunaan teknologi baru seperti augmented reality dan virtual reality untuk menarik dan mendidik remaja tentang patriotisme. 

Namun, diragukan apakah upaya seperti itu akan menghasilkan patriotisme sejati di antara orang-orang, karena mereka akan dituntut untuk mencintai Partai Komunis Tiongkok. 

Pasalnya, siapa pun yang berpikir secara logis, pencinta kebebasan apakah akan merasa menghormati otoritas yang mengekang pendapat mereka.

Guo Yuhua, seorang profesor sosiologi di Universitas Tsinghua Beijing, kepada Radio Free Asia pada 14 November lalu mengatakan, Cinta seharusnya bukan tentang membeo dengan frasa-frasa yang didoktrin. Itu harus datang dari hati, bukan dari sumber eksternal. 

Menurut dia, Propaganda bukanlah pendidikan, Propaganda adalah indoktrinasi, semacam paksaan. Artinya memaksa seseorang untuk percaya pada doktrin atau konsep tertentu. Jika orang tidak mempercayainya, langkah-langkah yang akan diambil adalah memaksa orang-orang untuk meyakininya, dan mendididik mereka kembali atau berada di bawah banyak tekanan. 

Dia mengatakan, dirinya percaya dokumen kebijakan baru tersebut dikeluarkan dengan mempertimbangkan Hong Kong dan Makau. 

Meski demikian, ia menilai tidak akan mencapai apa-apa, karena mencoba untuk memaksakan tindakan paksaan di bawah tekanan tinggi akan menjadi kontraproduktif.”

Di Washington, the Congressional-Executive Commission on China (CECC) menyampaikan keprihatinan dengan rencana di Beijing agar terlibat kendali lebih besar terhadap kehidupan politik Hong Kong.

“Yang sama memprihatinkan adalah # Beijing mengumumkan rencana untuk melakukan kontrol lebih besar terhadap Politik #HongKong, peradilan dan sistem pendidikan untuk mempercepat upaya untuk meloloskan undang-undang keamanan nasional yang selanjutnya akan membatasi kebebasan berbicara dan kebebasan sipil,” demikian cuitan CECC melalui akun resminya di Twitter. Cuitan tersebut dalam referensi untuk undang-undang anti-hasutan dan subversi yang direncanakan berdasarkan Pasal 23 konstitusi mini Hong Kong, Undang-Undang Dasar.

“Beijing juga harus mempertimbangkan kemungkinan kerugian tindakan tambahan apa pun untuk melemahkan otonomi HongKong – gangguan yang lebih politis, membatasi akses ke sistem keuangan global dan sanksi baru oleh AS dan masyarakat internasional,” demikian bunyi cuitan CECC.

Proposal Sebelumnya Ditangguhkan

Proposal untuk pendidikan patriotik di sekolah-sekolah Hong Kong pernah ditangguhkan pada Tahun 2012 silam, setelah ribuan pemrotes berkemah di luar markas pemerintah selama beberapa minggu. Mereka berpakaian hitam-hitam dan meneriakkan penarikan kurikulum yang mereka sebut propaganda “pencucian otak” dari Partai Komunis Tiongkok.

Pada waktu itu, Aktivis mahasiswa Joshua Wong dan kelompok Sarjana, yang mempelopori kampanye melawan “cuci otak” seruan Beijing yang mengklaim untuk “pendidikan moral dan nasional,” kemudian memainkan peran kunci dalam gerakan demokrasi dua tahun kemudian.

(asr)

Pertemuan Para Murid Biksu Xu Yun Dengan Mahluk Dunia Lain

0

Song Baolan

Pada musim semi 1945, biksu senior Tiongkok, Xu Yun yang tersohor meninggalkan Kuil Yunmen dan pergi ke Kuil Nanhua untuk berkhotbah.

Terdapat dua biksu di Kuil Yunmen, bernama Gu Gen dan Chuan Zhen. Keduanya tinggal di kamar yang sama di kuil itu. Pada suatu hari, Gu Gen merasa tidak sehat, maka malam itu ia absen membaca sutera Buddha di Aula Malam.

Chuan Zhen melihat temannya tidak pergi, ia pun timbul rasa malasnya. Keduanya tertidur nyenyak, dan dengan segera telah memasuki alam mimpi.

Setelah beberapa saat, pintu kamar tiba-tiba terbuka, terlihat sebuah tangan raksasa menjulur masuk dan hampir memenuhi seluruh ruangan. Bayangan hitam itu mengangkat Chuan Zhen dan langsung melemparkannya ke tanah.

Bayangan hitam itu menegurnya: “Buddha membuka arena berkultivasi dan memberimu tempat untuk menempa diri. Sekarang kalian malah bermalas-malasan tidak mau mengikuti acara baca sutera di aula, kalian pembolos. Ternyata malah tidak menyesal. Benar-benar patut dihajar.” Setelah berkata demikian menjulurkan tangan raksasanya, dan memukul puluhan kali dengan keras ke pantat Chuan Zhen.

Dengan kegaduhan sebesar itu, Gu Gen segera terbangun, terkejut bukan main dan iapun menjerit ketakutan, dan ia menyaksikan bayangan hitam itu melayang pergi begitu saja.

Para biksu dari seluruh kuil berdatangan untuk menanyakan situasinya. Semua orang melihat pantat Chuan zhen dipukuli sampai  kulit dan dagingnya pecah merekah serta dipenuhi bilur hitam, setelah sebulan diobati baru sembuh.

Malam berikutnya setelah Chuan Zhen dipukuli, ada seorang biksu mantan prajurit, menguasai ilmu bela diri dan piawai dalam perkelahian. Maka ia yang merasa penasaran, hendak mencoba bertarung dengan hantu itu, mengambil sebatang tongkat besi dan berbaring di ranjangnya Chuan Zhen.

Tak berselang lama, bayangan hitam itu benar-benar datang menyatroni. Ketika sang bhiksu hendak bangkit bertarung, apa daya seluruh tubuhnya bagaikan diikat, dan sama sekali tidak bisa bergerak. Terdengar bayangan hitam itu berkata, “Niatanmu benar-benar jahat. Karena kamu telah menjadi biksu dan menjadi murid Buddha, maka seharusnya kamu melepaskan kebiasaan berkelahi ala tentara. Aku hari ini tidak akan memukulmu, menunggu niatmu bertobat. Jika masih tidak berubah, Tunggu saja hukumannya.” Begitu selesai berkata, bayangan hitam itu berkelebat menghilang. Biksu itu saking takutnya berlari sekencangnya dari kamar tersebut.

Empat bulan kemudian, biksu tua Xuyun kembali dari Kuil Nanhua dan mendengar ada sesuatu yang aneh terjadi di kuil itu. Pada suatu malam, ketika di malam yang sunyi, Xuyun sedang duduk bermeditasi, tiba-tiba melihat seorang lelaki tua berjanggut putih mengenakan jubah hijau muncul untuk memberikan penghormatan kepadanya, dan berkata: “Murid tinggal di gunung belakang, sudah ratusan tahun. Beberapa waktu lalu, Guru pergi ke Kuil Nanhua, kebetulan murid juga bepergian. Anak cucu saya tidak tertib dan mengganggu ketenangan pertapaan para biksu. Murid dengan tegas telah menghardik mereka dan dengan wanti-wanti berpesan agar tidak diulangi lagi. Hari ini murid secara khusus datang memohon maaf kepada Guru. “

Xu Yun berkata: “Meski dari dunia berbeda, kita saling menghormati dan tidak menimbulkan masalah, jangan pernah muncul lagi, agar tidak mengganggu lagi kultivasi (pertapaan) para biksu.” Sejak saat itu, di kuil itu tidak pernah lagi muncul fenomena supranataral.

Para bhiksu dalam cerita tersebut, karena sekilas timbul kemalasan sesaat, atau berniat buruk, telah diberi pelajaran oleh mahluk dunia lain. Setelah kejadian penampakan hantu, para biksu ketakutan dan tidak berani tinggal di kamar itu lagi. Sebenarnya disebabkan oleh hawa/Qi (chi = energy vital) murni di dalam dirinya tidak mencukupi, barulah mengalami kejadian yang mengerikan seperti itu.

Bagaimanakah seharusnya baru dapat mempertahankan hawa murni yang memadai? Agar pertemuan dan gangguan dari intrusi jahat dapat dihindari. Eyang Yao, ayah dari Ji Xiaolan, adalah seorang intelektual dari zaman Dinasti Qing yang memiliki wawasan yang mendalam.

Pada Tahun 1794, Ji Xiaolan diperintahkan untuk pergi ke provinsi Fujian menginspeksi bidang Pendidikan, di mess pejabat sering muncul penampakan mahluk dari dunia lain di malam hari, yang membuat para penghuni ketakutan. eyang Yao, mendengar bahwa gedung mess tidak bersih, maka ia dengan sengaja memindahkan tempat tidurnya ke rumah berhantu.

Alhasil, malam tersebut sangat tenang dan tidak ada keanehan yang terjadi. Ji Xiaolan khawatir terhadap ayahnya dan menyarankan sang ayah pindah dari kamar tersebut agar tidak menggunakan tubuh berharganya untuk bertarung dengan hantu. Lalu ayah Ji Xiolan menjelaskan prinsip “Yin tidak akan menang dari Yang”.

Jika hantu sampai dapat menyerang/mengganggu seseorang, itu pasti dikarenakan energi Yang dari orang itu tidak mencukupi, tentu tidak dapat mengalahkan roh jahat yang berenergi Yin.

Di mata eyang Yao, orang dengan energi Yang yang kuat, tidak hanya berbekal keberanian didalam darahnya, atau temperamennya. Ia percaya: “Jika seseorang sering memiliki amal kasih di dalam hatinya, itulah energi Yang; jika didalam hatinya sering berniat jahat, itulah energi Yin. Hati yang tulus jujur adalah enegi Yang; hati jahat dan licik adalah energi Yin. Bersikap adil dan lurus adalah energi Yang, bersikap egois dan licik adalah energi Yin. “

Eyang Yao memberi tahu Ji Xiaolan: “Jika seseorang mempunyai toleransi besar, maka dapat memiliki Energi Yang yang murni. Orang yang berenergi Yang dikala ketemu dengan roh-roh jahat, seperti api tungku yang membara di ruangan terpencil yang dingin, dapat melelehkan es. Kamu telah banyak membaca, pernahkah membaca catatan warisan sejarah bahwa orang dengan karakter baik pernah mengalami gangguan oleh hantu? “

Ayah Yao menempati ruangan di mess pejabat Fuzhou, berbekal hawa murni di sekujur tubuhnya, yang terjadi justru telah menggentarkan para roh halus, yang tidak berani secara sengaja tampil membuat kegaduhan.

Orang-orang sering berkata: “Kehidupan adalah sebuah pertapaan/kultivasi.” Anda tidak harus menjadi bhiksu, tidak harus menjelajahi kedalaman gunung, maka di dalam gejolak keduniawian, orang arif bijaksana juga bisa memperoleh hikmah kebenaran, tidak takut akan hantu, malah akan mengagetkan hantu. (HUI/WHS)

Lebih dari 3.700 Cendekiawan Internasional Mengutuk Kekerasan Polisi Hongkong

0

Epochtimes.com

Lebih dari 3.700 cendekiawan dan pakar internasional dari seluruh dunia, menandatangani pernyataan bersama, mengecam polisi Hongkong yang menggunakan kekerasan terhadap mahasiswa dan masuk ke dalam kampus-kampus universitas tanpa ijin. 

Pernyataan itu, mengecam sejumlah besar gas air mata ke mahasiswa. Institusi yang terkena akibat itu meliputi : The Chinese University of Hong Kong, City University of Hong Kong,The Hong Kong Polytechnic University dan the University of Hong Kong. 

Para sarjana mendesak pihak-pihak yang berkepentingan untuk membela kebebasan akademik. Mereka meminta hakim polisi untuk membentuk penyelidikan independen terhadap polisi yang menggunakan kekerasan. The Hong Kong Watch pada 26 November mengeluarkan pernyataan bersama para cendekiawan tersebut.

Pernyataan bersama cendekiawan dan pakar internasional itu juga menyampaikan keprihatinan atas kejadian pada 11 November lalu. Saat itu, petugas polisi lalu lintas Hongkong di Sai Wan Ho melepaskan 3 tembakan beruntun, dan polisi lalu lintas yang mengendarai sepeda motor sengaja menabrak kerumunan orang di Kwai Fong. 

Pernyataan juga mengutuk polisi Hongkong karena melanggar Peraturan Umum Polisi, dan menggunakan kekerasan yang tidak masuk akal dalam insiden ini. Ucapan kebencian yang dilontarkan polisi Hong Kong telah menambah parahnya perpecahan sosial.

Para mahasiswa yang berpartisipasi dalam tanda tangan pernyataan bersama itu, juga mendesak manajemen senior lembaga perguruan tinggi Hongkong untuk mengeluarkan pernyataan serius yang menolak polisi masuk ke dalam kampus. Mereka juga didesak mendukung hak kebebasan untuk berkumpul bagi para guru dan siswa. Selain itu, menegaskan kembali tanggung jawab universitas untuk melindungi kebebasan akademik. Tak hanya itu, juga menyediakan lingkungan yang aman bagi siswa untuk menyampaikan pendapat mereka.

Para cendekiawan juga menuntut agar polisi Hongkong segera menghentikan kekerasan. Mereka juga mendesak para petugas polisi yang menggunakan kekerasan yang tidak patut, untuk segera mundur dan meluncurkan penyelidikan terhadap petugas polisi yang diduga melanggar hukum. 

Para pakar dan cendekiawan internasional tersebut juga meminta pemerintah Hongkong untuk membentuk penyelidikan independen. Tujuannya, untuk memeriksa penyalahgunaan wewenang polisi yang dilakukan sejak bulan Juni tahun ini. Mereka juga secara khusus menyebutkan bahwa penyelidikan harus memanggil saksi, mengumpulkan bukti lengkap dan secara independen menilai perilaku polisi.

Pada akhir pernyataan, para penandatangan kembali menegaskan, bahwa mereka akan terus berada di pihak rakyat Hongkong. Mereka percaya bahwa tanggung jawab untuk menjaga kebebasan akademik, kebebasan berbicara, kebebasan wawancara, kebebasan berkumpul dan berserikat. Bahkan keselamatan siswa adalah nilai-nilai universal yang terus diperjuangkan.

Pernyataan bersama tersebut didukung oleh lebih dari 3.700 orang cendekiawan, pakar internasional, termasuk Robert George, profesor ilmu hukum di Universitas Princeton, filsuf Slovaj Zizek, mantan Menteri Keuangan Yunani dan Profesor Ekonomi di Universitas Athena Yanis Varoufakis, ahli bahasa Noam Chomsky, pakar penelitian gender Judith Butler, psikolog kognitif Steven Pinker, filsuf A.C. Grayling dan lainnya.

The Hongkong Watch yang didirikan pada tahun 2017 adalah sebuah NGO yang berbasis di London, Inggris. Tujuan organisasi tersebut adalah memantau hak asasi manusia, kebebasan dan supremasi hukum yang berjalan di Hongkong.

Pengawasan Hongkong diketuai oleh Benedict Rogers, wakil ketua Komite Hak Asasi Manusia Konservatif Inggris, dan anggota terkenal lainnya termasuk politisi Inggris seperti Malcolm Rifkind, mantan ketua Partai Demokrat Liberal dan lainnya.

Pada bulan Januari 2018, Otoritas Pengawasan Hongkong mengeluarkan laporan tentang supremasi hukum di Hongkong. Lembaga itu dituduh oleh Kepala Eksekutif Hongkong Carrie Lam sebagai mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok.

Pengawasan Hongkong adalah laporan yang menyampaikan tentang sejumlah masalah yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan kebebasan di Hongkong. Termasuk laporan mengenai seminar pertama di Parlemen Inggris tentang hak-hak warga negara Inggris di luar negeri. Seminar itu diselenggarakan oleh Lord Alton, anggota House of Lord pada 4 Maret 2019. Pengawasan itu juga laporan bebas akademik yang berjudul ‘Kebebasan Akademik di Hongkong Sejak Tahun 2015 : Di Antara Dua Sistem’ atau Academic Freedom in Hong Kong since 2015 : Between Two Systems. (Sin/asr)


FOTO : Para pengunjuk rasa Hongkong memprotes kebrutalan dan kekerasan seksual polisi Hongkong. (Song Bilong/Epoch Times)

Terungkapnya Rahasia “Program Seribu Talenta” Komunis Tiongkok, 140 Sarjana Diselidiki FBI

0

Li Yun – NTDTV

Komite Investigasi Senat Amerika Serikat mengadakan audiens atau sidang dengar pendapat pada Rabu, 20 November 2019 waktu setempat. Sarjana dari sejumlah lembaga penelitian federal ditemukan terlibat dalam “Program Seribu Talenta.”

Di Institut Kesehatan Nasional atau National Institutes of Health (NIH) saja, lebih dari 140 sarjana diselidiki oleh FBI. Sub-komite Senat Amerika Serikat mengungkapkan dalam laporan terbarunya bahwa “Program Seribu Talenta” komunis Tiongkok merekrut lebih dari 7.000 ilmuwan dan pakar bekerja di Amerika Serikat.

Program Rekrutmen Seribu Talenta adalah program yang didirikan oleh pemerintah pusat Tiongkok pada 2008 untuk merekrut ilmuwan dan talenta dari luar negeri.

“Voice of America” melaporkan pada Rabu 20 November 2019 bahwa Sub-Komite Permanen Senat Amerika Serikat tentang Investigasi mengadakan sidang dengar pendapat pada 19 November 2019, untuk “memastikan bahwa lembaga-lembaga penelitian Amerika Serikat tidak disusupi oleh program talenta Tiongkok.”

Dalam persidangan tersebut, perwakilan dari beberapa lembaga penelitian federal utama di Amerika Serikat mengakui bahwa lembaga mereka menemukan adanya sarjana yang berpartisipasi dalam “Program Seribu Talenta” dari program pengenalan bakat komunis Tiongkok di luar negeri.

Seorang perwakilan dari Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat mengungkapkan, bahwa saat ini, lebih dari 140 sarjana di institut tersebut diselidiki Biro Investigasi Federal-FBI terkait integritas akademik atau pengaruh asing. Namun para sarjana yang diselidiki karena pelanggaran hukum atau pelanggaran peraturan hanya sebagian kecil.

John Brown, asisten direktur kontra intelijen FBI, mengatakan bahwa sejak tahun lalu, FBI secara bertahap meningkatkan penangkapan dan penuntutan para sarjana terkait “Program Seribu Talenta”. FBI juga membentuk tim anti-mata-mata di 56 kantor biro, dan meningkatkan kontak dengan universitas atau perguruan tinggi dan perusahaan.

Senator Amerika Serikat mengatakan bahwa melalui “Program Seribu Talenta”, komunis Tiongkok menggunakan uang Amerika untuk mengembangkan ekonomi dan militernya.

Sub-Komite Permanen Senat Amerika Serikat tentang Investigasi merilis laporan setebal 105 halaman pada 18 November 2019. Laporan itu menyebutkan bahwa sejak akhir 1990-an, komunis Tiongkok menggelontorkan dana pengeluaran untuk gaji, dana penelitian, ruang laboratorium dan insentif lainnya untuk mendapatkan data laboratorium universitas Amerika Serikat. Di samping itu, Komunis Tiongkok juga berupaya mendapatkan data  kekayaan intelektual dari lembaga penelitian lainnya, yang mana sebagian besar dari lembaga utama ini didanai oleh pemerintah Amerika Serikat.

Laporan itu mengatakan bahwa komunis Tiongkok menghabiskan 20 tahun untuk merekrut peneliti Amerika yang memiliki akses ke sains dan teknologi canggih Amerika Serikat.

 Komunis Tiongkok secara total merekrut lebih dari 7.000 ilmuwan dan pakar bekerja di Amerika Serikat untuk membawa hasil penelitian dan teknologi ilmiah Amerika Serikat ke Tiongkok secara ilegal. Dan sebagai imbalannya, komunis Tiongkok memberi penghargaan atau bonus kepada para peneliti ini.

“Program Seribu Talenta” hanyalah salah satu dari 200 program “perekrutan talenta” dari komunis Tiongkok. Saat menerima bonus atau uang dari komunis Tiongkok, para ilmuwan ini juga menerima dana penelitian dari pemerintah Amerika Serikat.

Menurut laporan itu, hasil penelitian dengan dana ratusan miliar dolar dari para pembayar pajak Amerika Serikat itu pada akhirnya mendanai pengembangan sains dan teknologi komunis Tiongkok. 

Akan tetapi agen-agen federal Amerika Serikat belum bisa sepenuhnya mengatasi ancaman dari proyek-proyek yang didanai oleh pemerintah komunis Tiongkok, yang secara sistematis menggunakan hasil penelitian Amerika Serikat untuk meningkatkan kekuatan ekonomi dan militer komunis Tiongkok sendiri.

Laporan itu mengkritik Kementerian Energi, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Luar Negeri. Disebutkan bahwa Kementerian Energi telah mengidentifikasi ratusan anggota staf Kementerian yang terlibat dalam “Program Seribu Talenta.”

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri tidak “melacak rencana perekrutan talenta komunis Tiongkok dan jarang menolak pengajuan visa (kurang dari 5%) untuk warga Tiongkok yang berpotensi terkait erat dengan pencurian kekayaan intelektual.”

Sedangkan Kementerian Perdagangan juga telah menyetujui sejumlah besar warga Tiongkok untuk terlibat dalam penelitian teknologi sensitif. Subkomite tersebut telah menyelidiki 2.000 orang dan menemukan 20 diantaranya terlibat dalam program rekrutmen talenta. Lebih dari 150 orang dikaitkan dengan universitas dengan latar belakang militer Komunis Tiongkok, dan lebih dari 60 orang terkait dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok.

Media komunis Tiongkok juga mengakui bahwa sejak pemerintah Tiongkok menyetujui penerapan “Program Seribu Talenta” pada akhir tahun 2008, dan hingga pada tahun 2017, lebih dari 7.000 sarjana telah berpartisipasi dalam program tersebut.

National Institutes of Health (NIH) atau Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat sebelumnya pada akhir tahun 2018 telah mengungkapkan, bahwa sejumlah kecil peneliti asing yang dipekerjakan di Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat dan lembaga federal Amerika secara pribadi menerima pendanaan dari Tiongkok dan secara ilegal mengalihkan hak kekayaan intelektual Amerika Serikat.

John Brown, asisten direktur kontra intelijen FBI, mengatakan dalam kesaksiannya bahwa FBI mulai meningkatkan penangkapan dan penuntutan para sarjana terkait “Program Seribu Talenta” tahun lalu. Karena alasan itu,  pemerintah Tiongkok telah menghapus informasi terkait “Program Seribu Talenta”, termasuk daftar ilmuwan yang berpartisipasi dalam program ini.

Brown mengungkapkan bahwa 56 kantor FBI di seluruh Amerika Serikat telah membentuk tim anti-spionase dan memperkuat kontak dekat dengan universitas dan perusahaan lokal agar menyadari akan risiko dari program talenta komunis Tiongkok. (jon)


FOTO : Komite Investigasi Senat AS mengadakan audiens atau sidang dengar pendapat pada Rabu, 20 November waktu setempat. Sarjana dari sejumlah lembaga penelitian federal ditemukan terlibat dalam “Program Seribu Talenta.” (VOA)

Dari Film Propaganda ke Pengibaran Bendera: Jejak Kaki Komunis Tiongkok di Kanada

0

Omid Ghoreishi – The Epochtimes

Kelompok-kelompok perusuh mengibarkan bendera merah bintang lima komunis Tiongkok dan mengumbar caci maki. Kejadian itu telah menjadi pemandangan umum, setiap kali ada demonstrasi solidaritas untuk pro-demokrasi Hong Kong. 

Insiden itu sebenarnya tidak hanya terjadi di Kanada, tetapi juga di Australia dan Selandia Baru.

Namun demikian, hal itu membukukan skornya ketika dua orang berpakaian seragam penjaga kehormatan Tentara Pembebasan Rakyat yang memegang bendera Komunis Tiongkok. Mereka berdua melangkah melawan arus di hadapan para demonstran pro-Hong Kong di Auckland, Selandia Baru, pada 2 November. 

Laporan media Selandia Baru, Stuff kemudian mengungkapkan bahwa mereka berdua adalah siswa Tiongkok dari sekolah menengah internasional. 

Polisi mengatakan tidak dapat segera mengkonfirmasi jika ada undang-undang di sekitar anggota non-militer yang mengenakan seragam militer di depan umum.

Pada Oktober 2018, kejadian serupa terjadi di Kamloops, British Columbia, Kanada, ketika anggota Asosiasi Mahasiswa dan Cendekia Tiongkok atau Chinese Students and Scholars Association – CSSA- di Universitas Thompson Rivers mengadakan upacara pengibaran bendera sambil mengenakan seragam militer bergaya militer Komunis Tiongkok.

Aktif di sebagian besar kampus universitas utama di negara-negara barat, Chinese Students and Scholars Association sering secara terbuka menyatakan, bahwa mereka didanai atau didukung oleh konsulat Tiongkok setempat dan diketahui mengadakan acara pro-Beijing. 

Pada bulan September lalu, Chinese Students and Scholars Association di Universitas McMaster dilarang oleh serikat mahasiswa. Dikarenakan, mengintervensi dalam acara hak asasi manusia di kampus terkait dengan kelompok minoritas Uighur di Tiongkok.

Dalam kasus lain untuk memuji Tentara Pembebasan Rakyat di Kanada, sebuah kelompok veteran militer Tiongkok mengorganisir penampilan paduan suara yang mengagungkan revolusi komunis dan militer Tiongkok di daerah Toronto pada bulan Oktober lalu.

Pada bulan yang sama, sebuah sekolah di daerah Vancouver menuai kritik karena memperlihatkan adegan-adegan siswa sekolah Mandarin dari film propaganda Tiongkok “My People, My Country.” Film itu ditujukan untuk membangkitkan cinta tanah air, film ini memuat kisah-kisah para anggota militer Tiongkok di Amerika. Mereka dalam menunaikan sebuah misi yang diberi label “Aku cinta tanah airku,” para pelajar diminta untuk mendokumentasikan bagaimana pemandangan itu membuat mereka merasa baik, seperti dilaporkan South China Morning Post.

Acara di Kanada untuk mendukung garis Beijing tentang berbagai masalah semakin menjadi berita. Tetapi yang mengejutkan adalah keputusan Ottawa untuk mengirim tentara Kanada ikut ambil bagian dalam latihan militer Tiongkok pada saat warga negara Kanada tetap berada di balik jeruji besi di Tiongkok. Kejadian itu hanya beberapa bulan setelah dua jet tempur Tiongkok terbang di atas armada angkatan laut Kanada di perairan internasional Laut Cina Timur, yang merupakan bagian dari Samudera Pasifik. 

Kedutaan Besar Tiongkok di Ottawa menggunakan acara tersebut, yang diadakan di Kota Wuhan pada bulan Oktober. Sedangkan partisipasi dari Kanada dan negara-negara lain untuk mengklaim, bahwa “lebih banyak negara memuji kebijakan luar negeri Komunis Tiongkok dan jalur pembangunannya.

David Kilgour, mantan Menlu Kanada untuk Asia Pasifik, yang dikutip The Epochtimes mengatakan, seharusnya jelas bahwa mengambil bagian dalam acara semacam itu tidak pantas.

Menurut dia, Tentu saja Beijing akan menggunakannya untuk tujuan propaganda. Ia mengatakan, seseorang di Urusan Global atau Pertahanan Nasional seharusnya sudah menghentikan partisipasi yang diusulkan sebelumnya. 

Gubernur Jenderal Kanada, Julie Payette juga baru-baru ini mendapat kecaman. Itu setelah menyatakan harapan kepada duta besar baru Tiongkok, bahwa Kanada dan Tiongkok dapat menggunakan peringatan 50 tahun hubungan bilateral tahun depan untuk “menjembatani kesenjangan apa pun” di antara mereka.

David Kilgour mengatakan, sikap itu normal untuk menyampaikan sambutan kepada perwakilan dari sebagian besar negara, tetapi tidak untuk Tiongkok pada hari ini.

David Kilgour  menguraikan, dalam konteks apa yang telah dilakukan pemerintah Komunis Tiongkok, sekarang sudah hampir satu tahun tanpa tuduhan terjadi terhadap dua warga Kanada yang mendekam di penjara. Apalagi,  terhadap yang dilakukan kepada petani kanola Kanada. 

Bahkan, faktanya pada 9 dari 10 warga Kanada menurut survei pendapat Nanos bulan lalu, warga Kanada dimengerti memiliki pandangan negatif terhadap pemerintah Tiongkok. Sedangkan duta besar baru seharusnya tidak disambut terlalu hangat. 

‘Masalah Nomor Satu’

Mantan duta besar Kanada untuk Tiongkok David Mulroney mengatakan, ada kebutuhan untuk merefleksi lebih mendalam tentang apa arti kebangkitan Tiongkok di dunia bagi Kanada.

Menurut dia, hal demikian sangat berguna untuk mundur ke belakang dan berpikir tentang Tiongkok dalam konteks global yang lebih besar. Tentunya, dalam apa arti tentang kebangkitannya bagi pandangan dunia Kanada.

Mulroney tidak sendirian dalam mendesak lebih banyak refleksi tentang Tiongkok di dunia dan implikasinya bagi Kanada.

Brian Lee Crowley, direktur pelaksana Institut Macdonald-Laurier, mengatakan dalam wawancara sebelumnya bahwa, Komunis tiongkok adalah masalah nomor satu yang dihadapi Kanada. Dikarenakan, Komunis Tiongkok sangat agresif karena berusaha mengubah tatanan dunia. 

Crowley mengatakan, berurusan dengan Komunis Tiongkok harus menjadi prioritas utama pemerintah. Dikarenakan, tak hanya semata masalah politik internasional. pasalnya, Komunis Tiongkok secara agresif untuk mencoba mempengaruhi masalah dalam negeri di Kanada. Bahkan, mencoba untuk mengendalikan diaspora Tionghoa dan mengubah kebijakan Kanada tentang masalah-masalah seperti Taiwan, Hong Kong, hak asasi manusia, dan perdagangan bebas.

Crowley menjelaskan, Kanada belum memahami seberapa dalam komunis Tiongkok berusaha mempengaruhi Kanada. (asr)

FOTO : 16 Oktober 2007 menandai hari kedua Kongres Nasional ke-17 Partai Komunis Tiongkok. Daerah di sekitar Lapangan Tiananmen di Beijing tetap dalam kondisi siaga tinggi. (The Epoch Times)

Pengakuan Mantan Agen Komunis Tiongkok, Mengapa Dia Melarikan Diri ke Australia

0

The Epochtimes

Baru-baru ini, agen Komunis Tiongkok Wang Liqiang yang melarikan diri ke Australia untuk mencari suaka politik dengan risiko nyawa terancam mengatakan kepada Epoch Times. Wang Liqiang menuturkan bagaimana operasi intervensi komunis Tongkok di Taiwan, Hong Kong, dan Australia, serta keputusannya memutus hubungan dengan komunis Tiongkok.

Menurut Wang Liqiang, dirinya terus berpikir, dan merenungkan kembali. Keputusan melarikan diri ke Australia itu, apakah baik atau buruk bagi hidupnya. 

“Saya sendiri tidak tahu, tetapi saya sangat yakin bahwa dalam organisasi Komunis Tiongkok, nasibnya pasti tidak akan terlalu baik,“ kata Wang Liqiang. 

Menurut Wang Liqiang, selama beberapa tahun terakhir sebagai agen, dia tahu betul dengan kendali Komunis Tiongkok terhadap Hong Kong itu seperti Skynet yang memantau dan mengendalikan dinamika ideologi dan perilaku semua orang. 

Seiring bertambahnya usia dan perubahan pandangan dunia, perlahan-lahan Wang Liqiang menyadari bahwa perilaku komunis Tiongkok itu adalah tindakan otoriter yang merusak demokrasi dunia dan pelanggaran hak asasi manusia. Pikiran anti-Partai dan anti-Komunis Wang Liqiang menjadi semakin jelas, hingga kemudian Wang Liqiang pun berencana untuk meninggalkan organisasi ini.

Pada April 2019, Wang Liqiang ditugaskan misi baru. Misi baru itu mengharuskan Wang Liqiang ke Taiwan pada 28 Mei 2019 untuk terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia dan demokrasi di Taiwan. Membantu Komunis Tiongkok untuk memanipulasi pemilihan presiden Taiwan 2020, agar Taiwan kehilangan kedaulatan independen. Kemudian Komunis Tiongkok memerintah dan menggantikan Republik of China atau Taiwan. 

Wang Liqiang mengatakan bahwa tugas baru itu membuatnya memutuskan untuk meninggalkan komunis Tiongkok. 

“Sebenarnya, dengan menugaskan saya ke Taiwan itu ibarat sumbu api. Seiring dengan adanya keluarga dan kelahiran anak, saya sangat merasakan ketakutan yang lebih besar dari bayang-bayang komunis Tiongkok. Itu akan menjadi ancaman bagi anak, istri, dan seluruh keluarga saya,” kata Wang Liqiang.  

Pada 26 Desember 2018 lalu, Wang Liqiang ke Australia untuk menjenguk anak dan istrinya. Selama berbulan-bulan di Australia, Wang Liqiang merasakan demokrasi dan kebebasan negara itu, yang membuat dirinya semakin malu dengan perilaku Komunis Tiongkok yang merusak demokrasi dan perdamaian dunia.

Jadi Wang Liqiang memutuskan untuk meninggalkan tugas itu secara tuntas, dan sepenuhnya memutuskan hubungan dengan komunis Tiongkok, memilih untuk melindungi demokrasi dan kebebasan manusia.  

Wang Liqiang menuturkan, bahwa pimpinan perusahaan di Hong Kong milik Tiongkok tempat Wang Liqiang bekerja, yakni Xiang Xin telah lama bertugas di badan intelijen domestik skala besar. 

Xiang Xin  pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris Perdana Menteri Tiongkok Zou Jiahua pada periode 1991-1998. Kemudian dimutasi ke Komisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pertahanan Nasional Tiongkok untuk penelitian militer. 

Pada tahun 1993, komunis Tiongkok yang saat itu mempertimbangkan kedaulatan Hong Kong akan segera dikembalikan pada tahun 1997, Xiang Xin ditunjuk pucuk pimpinan militer komunis Tiongkok untuk mendirikan perusahaan di Hong Kong. Dia  mengubah nama aslinya “Xiang Nianxin” menjadi “Xiang Xin”. 

Menurut penuturan Xiang Xin, dia adalah satu dari sedikit orang di Tiongkok yang diizinkan membawa keluarganya ke Hong Kong dan mengubah namanya untuk bekerja dalam pekerjaan yang berhubungan dengan spionase. Jadi istrinya juga seorang agen komunis Tiongkok. 

Selain itu, Xiang Xin mengakuisisi dua perusahaan terdaftar di Hong Kong, yakni “China Innovation Investment Limited ” dan “China Trends Holdings Limited”, dan bisnis utamanya adalah media komunikasi dan pengembangan integrasi militer-sipil. ” 

Wang Liqiang menuturkan, “Komunis Tiongkok menekan tokoh demokrasi di Hong Kong. Sementara tim Xiang Xin merupakan tim eksekutif paling kuat. 

Mereka lebih dulu menduduki posisi media massa dalam pembentukan opini publik Hong Kong. Media di Hong Kong yang tampak jelas itu merupakan media penting dari corong komunis Tiongkok. 

Penanggung jawab dari media Komunis Tiongkok ini adalah penghubung intelijen yang sangat penting, yaitu, media resmi Xinhuanet, Harian Rakyat-Renmin-ribao, Sina, dan kantor media utama lainnya dari Komunis Tiongkok di Hong Kong. Semua itu merupakan lembaga yang bertanggung-jawab dalam mengawasi gerak-gerik orang Hong Kong. 

Sementara media massa yang samar-samar terutama adalah Wen Wei Po, Phoenix.com, Phoenix New Media, Phoenix News Hong Kong, HKSTV Hong Kong Satellite Television, Asia Digital Media Group, Ta Kung Pao dan lain sebagainya. Semua media itu berada di bawah kendali Komunis Tiongkok.

Wang Liqiang juga menuturkan, Komunis Tiongkok menduduki area perguruan tinggi Hong Kong dan secara ketat mengontrol pergerakan pemuda Hong Kong. 

Sementara itu, melalui “Yayasan Pendidikan Sains dan Teknologi Tiongkok” yang didirikan istri Xiang Xin untuk mendukung mahasiswa lintas daratan dan mahasiswa Hong Kong itu sebenarnya mengembangkan staf intelijennya. 

“Yayasan Pendidikan Sains dan Teknologi Tiongkok” yang didirikan isteri Xiang Xin itu menerima dukungan dana sekitar 500 juta yuan dari Komunis Tiongkok setiap tahun. Yayasan itu secara khusus mengendalikan semua perkembangan ideologi dari para mahasiswa di seluruh universitas, dengan tujuan mempromosikan kebijakan Komunis Tiongkok yang disebut sebagai kebijakan yang baik di Hong Kong.

Menurut Wang Liqiang, dirinya terutama ditugaskan Xiang Xin untuk menyampaikan dan menerapkan kebijakan utamanya. Menyampaikan ideologi dan misi utama komunis Tiongkok kepada mahasiswa dari Tiongkok dan personel intelijen lainnya di Hong Kong melalui makan malam dan pertemuan kecil. Mendorong para mahasiswa Tiongkok di Hong Kong untuk secara aktif mempublikasikan kebijakan dan perkembangan Tiongkok. Meminta mereka untuk mengumpulkan informasi tentang kemerdekaan Hong Kong dan opini terkait anti komunis Tiongkok.  

Wang Liqiang menuturkan, bahwa pada tahun 2015, ia menerima perintah dari Xiang Xin untuk melakukan aksi dalam “Insiden di Toko Buku Causeway Bay” Hong Kong. Para pemegang saham dan karyawan Toko Buku Causeway Bay, terutama Li Bo, operator Toko Buku Causeway Bay diawasi dan diciduk dari Hong Kong. 

Penangkapan Li Bo itu atas arahan Xiang Xin dan dibawa langsung ke daratan Tiongkok oleh personel tertentu.

Agen-agen di Hong Kong bertugas memerangi semua opini yang berkaitan dengan kemerdekaan Hong Kong dan semua publikasi yang dianggap ilegal oleh Komunis Tiongkok. Mereka mengumpulkan semua informasi terlebih dahulu di Hong Kong, dan menganiaya orang-orang di Hong Kong yang menyuarakan kemerdekaan Hong Kong dan runtuhnya partai komunis Tiongkok serta segala sesuatu yang tidak kondusif bagi Komunis Tiongkok. 

Setelah informasi yang relevan dikumpulkan, dan selama ada orang Hong Kong, Tiongkok daratan bahkan orang asing yang terlibat dalam kemerdekaan Hong Kong dan menyentuh masalah sensitif terkait Komunis Tiongkok, agar segera dilaporkan ke Staf Umum Kantor Intelijen, kemudian orang-orang itu diawasi dengan ketat. 

Insiden di Causeway Bay meninggalkan kesan yang dalam pada Wang Liqiang.

“Awalnya saya berpikir komunis Tiongkok tidak boleh ke Hong Kong untuk menangkap orang, apa masih disebut satu negara, dua sistem dengan tindakan seperti itu, bagaimana boleh Anda ke Hong Kong menangkap seseorang lalu membawanya ke Tiongkok?” kata Wang Liqiang. 

Awal mula bekerja sebagai mata-mata

Wang Liqiang, yang selalu menjadi ketua kelas sejak kecil, lulus dari Universitas Keuangan dan Ekonomi Anhui, dan berkecimpung di dunia seni lukisan cat minyak. Lalu bagaimana ceritanya sosok orang yang seharusnya menekuni bidang seni berhubungan dengan badan intelijen komunis Tiongkok?

Wang Liqiang mengatakan bahwa ketika masih kuliah, dia memiliki hubungan yang baik dengan para pemimpin sekolah. Salah satu kerabatnya adalah wakil presiden di perusahaan yang berkantor di Hong Kong. 

Kebetulan pada saat itu, perusahaan  membuka lowongan di bidang laporan keuangan, dan memiliki beberapa saluran di bawah kerangkanya, seperti saluran otomotif, berita, e-commerce, budaya, pendidikan dan sebagainya. 

“Dia meminta saya menangani saluran budaya dan pendidikan. Pekerjaan yang ditawarkan itu membuat saya berpikir itu murni hanyalah tentang pekerjaan dan cocok dengan saya,” kata Wang Liqiang.

Di bawah rekomendasi seorang eksekutif, Wang Liqiang ke perusahaan Hong Kong yang didanai Tiongkok  tersebut.

Wang Liqiang memperkenalkan dirinya sebagai “Direktur Kreatif Proyek China Trends dan China Innovation, yang terutama bertanggung jawab untuk manajemen proyek. Perusahaan itu adalah perusahaan milik Departemen Staf Umum Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok yang didirikan di Hong Kong.  

“Bentuk pekerjaan saya secara permukaan tampak sekilas seperti kegiatan komersial, tetapi sebenarnya ditargetkan pada media. Saya dapat memberi tahu Anda, terutama terkait masalah Hong Kong dan Taiwan. Taoi sebenarnya, yang paling penting adalah masalah Taiwan. Arah ofensif kami tetap ditargetkan pada Taiwan. Dan tugas saya adalah mempertemukan antar orang yang berkepentingan,” kata Wang Liqiang.

Menurut Wang, di Taiwan, pihaknya menyerang opini publik dan media. Di permukaan,  Komunis Tiongkok mendukung Kuomintang, namun sebenarnya tidak mendukung partai mana pun.

“Sikap kami tidak menentu, dengan kata lain tergantung pada kondisi di lapangan. Kami memiliki banyak platform internet. Oleh karena itu, penyebaran informasi, semua harus dioperasikan secara rahasia, ini adalah tugas utama kami,” kata Wang Liqiang. 

Kuomintang adalah Partai Nasionalis di Taiwan. Sebuah partai politik Tiongkok yang dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1912. Didirikan oleh salah satu tokoh besar dalam sejarah Revolusi Tiongkok yaitu Sun Yat-sen dalam masa periode 1894 – Maret 1925. 

Ada pun mengenai pekerjaannya di Hong Kong, terutama memerangi semua opini yang berkaitan dengan kemerdekaan Hong Kong dan semua publikasi yang dianggap ilegal oleh Komunis Tiongkok. Mereka mengumpulkan semua informasi terlebih dahulu di Hong Kong, dan menganiaya orang-orang di Hong Kong yang menyuarakan kemerdekaan Hong Kong. Juga runtuhnya partai komunis Tiongkok serta segala sesuatu yang tidak kondusif bagi Komunis Tiongkok. 

Setelah informasi yang relevan dikumpulkan, dan selama ada orang Hong Kong, Tiongkok daratan bahkan orang asing yang terlibat dalam kemerdekaan Hong Kong dan menyentuh masalah sensitif terkait Komunis Tiongkok, agar segera dilaporkan ke Staf Umum Kantor Intelijen. Kemudian orang-orang ini diawasi dengan ketat.

Terkait hal itu, menaril pandngan  Heng He, seorang pakar masalah Tiongkok, komentator di Radio Sound of Hope, analis Tiongkok pada program Focus Talk di New Tang Dynasty TV, dan penulis untuk the Epoch Times.

Menurut Heng He, mungkin itu merupakan pembelotan mata-mata terburuk dari Komunis Tiongkok dalam 70 tahun terakhir, karena ia adalah salah satu bagian penting dari agen profesional komunis Tiongkok yang beroperasi di Hong Kong. Sementara pimpinannya adalah salah satu tokoh inti dari badan intelijen komunis Tiongkok di Hong Kong.

 Sebelumnya, satu-satunya tokoh yang dapat disejajarkan adalah Yu Qiangsheng, tetapi Yu sendiri bukan mata-mata dan tidak menjalankan operasi secara aktual. Sangat sedikit informasi yang dapat diberikan, selain mengekspos Larry Wu-Taichin.

Larry Wu-Taichin adalah seorang penerjemah bahasa Tionghoa yang bekerja untuk Pelayanan Informasi Penyiaran Luar Negeri CIA.  Larry Wu menjual dokumen-dokumen terklasifikasi kepada komunis Tiongkok sejak tahun 1952 – 1985. (jon)