Home Blog Page 1820

Dengan Mengeksploitasi Korut dan Iran, Komunis Tiongkok Berupaya Mengalihkan Perhatian dari Protes Hong Kong

Tang Hao

Komunis Tiongkok secara tak terduga mengumumkan pada 17 Juni bahwa pemimpin Tiongkok Xi Jinping pergi ke Korea Utara pada 20 Juni.  Kunjungan kenegaraan ini adalah yang pertama ke Korea Utara bagi seorang kepala negara Tiongkok dalam waktu 14 tahun.

Pertanyaannya adalah,  ada apa di balik kunjungan berprofil tinggi ke Korea Utara yang terjadi dengan sangat terburu-buru?

Mengalihkan Perhatian Dari Hong Kong

Kunjungan itu sehari setelah parade besar kedua Hong Kong, ketika Beijing membuat pengumuman ini. Setelah aksi protes 12 Juni menentang RUU ekstradisi yang kontroversial dan ditindas secara brutal oleh polisi Hong Kong, hampir 2 juta orang Hong Kong kembali turun ke jalan-jalan pada 16 Juni. Aksi ini menecahkan rekor kehadiran pada gerakan massa Hong Kong dan menarik perhatian masyarakat dunia.

Banyak negara mengutuk Komunis Tiongkok karena mencoba melanggar kebebasan dan hak asasi manusia di Hong Kong. Para pemimpin penting Komunis Tiongkok sangat meremehkan keberanian dan kemarahan rakyat Hong Kong. Kehadiran massa secara besar-besaran yang tidak terduga di Hong Kong  menjadi memalukan untuk ditangani oleh Komunis Tiongkok.

Mereka harus dengan cepat mengerem penumpasan, dan mencoba memisahkan diri dari para pemimpin Hong Kong.

Pengumuman kunjungan Xi ke Korea Utara tidak diragukan lagi dimaksudkan untuk mengalihkan fokus perhatian publik, baik di dalam maupun luar negeri, dari apa yang terjadi di Hong Kong.

Korea Utara sebagai Bargaining

Jika semuanya berjalan seperti yang diharapkan, Presiden AS Donald Trump dan Xi Jinping akan bertemu selama KTT G-20 di Osaka, Jepang, menjelang akhir Juni. Pertemuan ini akan memiliki dampak besar pada masa depan perang dagang AS-Tiongkok dan perang teknologi.

Beijing telah sering berpidato keras melalui corong dan pejabat Komunis Tiongkok, untuk menunjukkan kekuatannya dan mengumpulkan tawaran sebagai persiapan untuk pertemuan mendatang dengan Trump, seorang ahli yang dikenal dalam negosiasi. Tanpa diduga, protes besar dan demonstrasi di Hong Kong pecah. Di tengah kecaman internasional atas penggunaan kekuatan polisi untuk membubarkan pengunjuk rasa pada 12 Juni, Komunis Tiongkok menghadapi pergolakan lain dengan Amerika Serikat — AS.

Para pejabat mengkritik hak asasi manusia Tiongkok dan mengumumkan rencana untuk menjatuhkan sanksi keuangan. Anggota parlemen AS mengusulkan undang-undang yang akan mencabut status ekonomi dan perdagangan khusus Hong Kong jika kota tersebut dianggap tidak cukup otonom dari daratan Tiongkok.

Kelompok-kelompok istimewa dan pejabat korup di internal Komunis Tiongkok ketakutan dan sangat khawatir. Akibatnya, Komunis Tiongkok kehilangan kepercayaa dirinya dalam mengelola pembicaraan perdagangan dengan sukses.

Komunis Tiongkok kembali memainkan kartu Korea Utara, berusaha memanfaatkan ancaman dari senjata nuklir Korea Utara untuk meningkatkan posisi Komunis Tiongkok sebagai pemain penting dalam tatanan internasional dan meningkatkan pengaruhnya dalam negosiasi perdagangan mendatang.

Meskipun skema basi ini berhasil menipu dan menyesatkan mantan pemerintahan AS, ia tidak akan membodohi Trump, yang telah lama menyadari bagian Beijing dalam “pembicaraan enam pihak” yang gagal  berupaya mengakhiri program nuklir Korea Utara.

Trump belum jatuh cinta pada pola rezim Komunis Tiongkok sejak ia menjabat pada Januari 2017.

Menggunakan trik lama ini tidak hanya menunjukkan bahwa Komunis Tiongkok kehabisan strategi untuk menghadapi berbagai krisis, tetapi juga mengungkapkan bahwa Komunis Tiongkok tidak memiliki ketulusan atau niat baik yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan dalam pembicaraan perdagangan dengan Amerika Serikat.

Otoritas Komunis Tiongkok berusaha bertahan, berharap bahwa pemilihan presiden AS tahun depan akan membawa perubahan yang menguntungkan.

Mengunjungi Iran untuk Mengalihkan Perhatian

Meskipun demikian, Komunis Tiongkok dapat menyadari bahwa drama “Tiongkok dan Korea Utara” mungkin tidak menipu Amerika Serikat, jadi itu membawa Iran untuk membantu.

Selama bertahun-tahun, Komunis Tiongkok telah memberi rezim Iran sejumlah besar senjata dan teknologi militer. Iran telah menjadi rezim jahat lain yang mengancam seluruh Timur Tengah dan agen utama Komunis Tiongkok di Timur Tengah dan Asia Selatan.

Selain itu, Iran adalah pusat utama prakarsa “One Belt, One Road” atau OBOR sebuah strategi ambisius bagi Komunis Tiongkok untuk memperluas pengaruhnya di komunitas internasional.

Pada hari yang sama Komunis Tiongkok mengumumkan kunjungan Xi ke Korea Utara, Iran mengumumkan bahwa dalam 10 hari ke depan itu akan melanggar batasan pengayaan uranium yang diberlakukan oleh Joint Comprehensive Plan of Action  -JCPOA – dan akan mempercepat produksi pengayaan uranium. Dengan kata lain, mirip dengan Korea Utara, Iran juga menggunakan “mempercepat pengembangan senjata nuklir” untuk mengancam negara-negara Eropa dan Amerika.

Ada tiga alasan mengapa Iran memilih untuk melakukan ini saat ini.

Pertama, Komunis Tiongkok berharap bahwa kekacauan di Timur Tengah akan berfungsi untuk meringankan krisisnya sendiri. Komunis Tiongkok telah dihantam keras oleh perang dagang AS-Tiongkok dan protes besar Hong Kong. Bukan dalam posisi untuk menghadapi Amerika Serikat saja. Oleh karena itu, Iran telah menciptakan medan perang baru di Timur Tengah, dan menimbulkan ancaman kekacauan untuk mengalihkan “serangan” AS ke Beijing ke Timur Tengah. Ini juga membantu Komunis Tiongkok mendapatkan lebih banyak pengaruh dalam pembicaraan G-20.

Kedua, Menekan Uni Eropa dan Menabur Perselisihan Antara Uni Eropa dan Amerika Serikat. Iran sangat menyadari bahwa ancaman tidak dapat mempengaruhi sikap tegas pemerintahan Trump. Oleh karena itu, Iran secara khusus menargetkan negara-negara Eropa dengan intimidasi dan menuntut agar mereka memulihkan manfaat ekonomi Iran sesegera mungkin atau akan mempercepat pengembangan senjata nuklir, yang mengancam Timur Tengah dan Eropa. Komunis Tiongkok dan Iran memahami bahwa Uni Eropa tidak sekuat Amerika Serikat. Selain itu, langkah Iran juga berupaya menabur perselisihan antara Uni Eropa dan Amerika Serikat, dan akhirnya memisahkan hubungan sekutu yang mereka miliki.

Ketiga, Intimidasi dan Pemerasan Uni Eropa untuk Pertumbuhan Ekonomi Iran.

Ekonomi Iran telah sangat menderita sebagai akibat dari sanksi ekonomi dan embargo minyak yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Iran memutuskan untuk meniru Korea Utara dan menggunakan kartu “senjata nuklir”.

Selain mendukung Komunis Tiongkok, Iran tampaknya menggunakan kesempatan untuk memulihkan perkembangan ekonominya dengan mengintimidasi negara-negara Eropa.

Iran Dapat Mengalami Kekalahan Serius

Setelah dua juta warga menentang upaya Komunis Tiongkok untuk mengikis kebebasan Hong Kong, alih-alih meminta maaf kepada warga Hong Kong, Komunis Tiongkok memimpin dua saudara lelakinya, Korea Utara dan Iran, untuk mengancam membangun persenjataan senjata nuklir mereka. Sungguh pertaruhan yang berbahaya.

Perhitungan Komunis Tiongkok bisa jadi salah penilaian lain; terlebih lagi, Iran mungkin akan dikalahkan pada akhirnya. Trump telah lama menyatakan bahwa Iran adalah musuh utama dunia beradab, dan telah mengambil tindakan untuk membatasi pertumbuhan ekonominya.

Tetap saja, Komunis Tiongkok meminta bantuan Iran, yang tidak diragukan lagi telah menempatkan Iran dalam situasi yang sangat berbahaya. Jika, dalam waktu dekat, ada konflik militer antara Amerika Serikat dan Iran, di bawah strategi garis keras Trump dan Bolton, Iran kemungkinan akan menghadapi perubahan mendasar dalam kekuatan politik.

Dampaknya pada Komunis Tiongkok

Jika Komunis Tiongkok hanya berharap untuk bernegosiasi dan tidak berencana untuk mencapai kesepakatan perdagangan sama sekali, maka harus menghadapi 300 miliar dolar AS tambahan tarif untuk barang-barang Tiongkok, yang akan menjadi beban bagi bisnis Tiongkok dan orang-orang Tiongkok.

Selain itu, perang teknologi yang meningkat, sanksi keuangan, dan bahkan perang mata uang dapat terjadi satu demi satu. Pada saat itu, situasi di Beijing akan semakin parah dan menyeret orang-orang  Tiongkok dan ekonomi ke posisi yang lebih sulit. (asr)

Presiden Donald Trump dan pemimpin Tiongkok Xi Jinping berjabat tangan sebelum pertemuan di sela-sela KTT G20 di Hamburg, Jerman, pada 8 Juli 2017. (Saul Loeb / AFP / Getty Images)

Gempa Magnitudo 7,7 di Laut Banda, Tidak Berpotensi Tsunami

Epochtimes.id- BMKG merilis pada Senin, (24/6/2019) pukul 09.53.40 WIB, wilayah Laut Banda diguncang gempabumi tektonik. Hasil analisis BMKG menunjukkan informasi awal gempabumi ini berkekuatan M=7,7 yang selanjutnya dilakukan pemutakhiran menjadi M=7,4.

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono dalam rilsnya menyatakan episenter gempabumi terletak pada koordinat 6,44 LS dan 129,17 BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 289 km arah barat laut Kota Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku pada kedalaman 220 km.

Menurut Triyono, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi menengah akibat aktivitas subduksi Laut Banda.

Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi di wilayah Laut Banda ini, dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan geser (strike-slip fault).

Guncangan gempabumi ini dilaporkan dirasakan di daerah Saumlaki V MMI, Tual III-IV MMI, Subawa dan Sorong III MMI, Dobo, Alor, Fak-Fak dan Kupang II-III MMI, Manokwari, Bima, Dompu, Banda, Waingapu, Ambon, Bula, Nabire, Merauke, Denpasar, dan Puncak Jaya II MMI.

Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempabumi tersebut. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi tidak berpotensi tsunami.

Hingga pukul 10.13 WIB, Hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempabumi susulan (aftershock).

“Kepada masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” harap Triyono.

Pastikan informasi resmi hanya bersumber dari BMKG yang disebarkan melalui kanal komunikasi resmi yang telah terverifikasi (Instagram/Twitter @infoBMKG), website (www.bmkg.go.id), atau melalui Mobile Apps (iOS dan Android “Info BMKG”). (asr)

Puluhan Ribu Rakyat Taiwan Menentang Infiltrasi Komunis Tiongkok dengan Media ‘Merah’

Nicole Hao

Puluhan ribu warga Taiwan menggelar aksi menentang infiltrasi Komunis Tiongkok, di Taipei, Taiwan, Minggu (23/6/2019). Aksi digelar saat suasana hujan lebat selama lebih dari empat jam. Massa menyerukan larangan kepada media pro-Beijing yang mendorong agenda rezim Komunis Tiongkok.

Pemerintahan Beijing menganggap pulau yang diperintah secara independent itu bagian dari wilayahnya, kendati Taiwan memiliki pemerintah, kekuatan militer, dan mata uang yang dipilih secara demokratis.

Rezim Komunis Tiongkok telah merekrut personil militer Taiwan untuk melakukan spionase atas namanya. Tak hanya itu, rezim Komunis Tingkok telah merekrut anggota geng lokal untuk mengintimidasi kritik terhadap Komunis Tiongkok.

Dalam beberapa tahun terakhir, rezim Komunis Tiongkok telah menyusup ke media lokal, partai-partai politik, dan aspek-aspek lain dari masyarakat Taiwan dalam upaya untuk membujuk warga Taiwan untuk menerima masa depan di mana pulau itu “dipersatukan” dengan daratan. Tetapi jumlah massa yang besar pada akhir pekan ini adalah penolakan publik yang langka atas taktik Komunis Tiongkok.

Politisi, bintang TV, sutradara film, dan guru termasuk di antara mereka yang menyampaikan pidato untuk mendukung demokrasi dan kebebasan di Taiwan.

Massa mengecam Chung T’ien Television, China Times, dan outlet media pro-Komunis Tiongkok lainnya yang telah meremehkan liputan protes massa Hong Kong baru-baru ini terhadap RUU ekstradisi kontroversial. RUU ini akan memungkinkan Tiongkok daratan mencari ekstradisi setiap individu dari Hong Kong. Warga setempat menyebut mereka sebagai “media merah,” sebuah warna simbolis dari Partai Komunis Tiongkok.

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menyuarakan dukungannya untuk demonstrasi selama upacara pembukaan pertemuan asosiasi wanita internasional awal 23 Juni lalu.

“Saya percaya rapat umum dapat membangkitkan masyarakat Taiwan,” katanya.

Aksi Massa di Tengah Hujan

Holger Chen, seorang selebriti YouTube, bekerja sama dengan Huang Kuo-chang, seorang anggota parlemen dari Taiwan New Power Party yang mengorganisir rapat umum.

Meskipun hujan deras, puluhan ribu tiba di Ketagalan Boulevard di depan gedung Kantor kepresidenan dengan payung dan jas hujan sebelum rapat umum dimulai. Penyelenggara tidak memberikan perkiraan jumlah massa yang hadir.

Huang Yizhong, seorang guru sekolah menengah, kepada para pengunjuk rasa mengatakan : “Dua juta warga Hong kong turun ke jalan melawan RUU ekstradisi. Tiga dari empat surat kabar terbesar di Taiwan melaporkan acara ini.”

China Times tidak menempatkan berita di halaman depannya. Cakupan lain dari protes yang terus-menerus telah mendukung pemerintah Hong Kong, yang kini dipimpin oleh seorang pejabat yang dipilih sendiri oleh Komunis Tiongkok.

Sejak China Times diakuisisi oleh perusahaan makanan yang berbasis di Taiwan, Want Want Holdings pada tahun 2008, publikasi ini semakin menjadikan media ini lebih bias pro-Beijing dalam liputannya.

Outlet media lain yang dimiliki Want Want, seperti Chung T’ien Television, China Television, Want Daily, dan Commercial Times, juga pro-Komunis Tiongkok. Tiongkok adalah pasar Want Want terbesar, di mana ia memiliki lebih dari 100 pabrik.

Kevin H. J. Lee, seorang pembuat film dokumenter lokal, memperingatkan risiko berita palsu yang dibuat oleh media pro-Komunis Tiongkok.

“Jika rezim Tiongkok meluncurkan 2.000 rudal yang ditargetkan ke Taiwan, media merah tidak akan melaporkannya tetapi menipu orang-orang dengan berita palsu,” kata Lee kepada massa.

“Media merah menyamarkan dirinya di bawah kedok kebebasan berbicara, tetapi bekerja untuk rezim Komunis Tiongkok dan menempatkan kekuatan administratif dan kedaulatan Taiwan dalam bahaya.”

Wang Ding-yu, seorang anggota parlemen dari Partai Progresif Demokratik (DPP), mengatakan, “Media merah tidak bisa disebut media, tetapi kelompok lobi rezim Komunis Tiongkok di Taiwan.”

Luo Wen-jia, sekretaris DPP, menyerukan Taiwan untuk membuat undang-undang pendaftaran agen asing, mirip dengan Amerika Serikat.

“Anda tidak dapat menemukan berita tentang Pembantaian Lapangan Tiananmen di situs web Chung T’ien Television,” kata seorang ibu muda kepada wartawan dari Epoch Times Taiwan, ia mencatat bahwa liputannya mirip dengan media yang dikelola pemerintah Komunis Tiongkok.

 “Jika kita tidak berdiri sekarang, Taiwan akan menjadi Hong Kong saat ini dalam 10 atau 20 tahun.”

Luo menunjukkan bahwa sejumlah besar warga Hongkong memprotes RUU ekstradisi, dan indikasi yang dirasakannya bahwa Komunis Tiongkok semakin mengikis otonomi Hong Kong, telah mendorong orang Taiwan turut menentang Komunis Tiongkok.

Politisi lokal Huang Kuo-chang mengenang bahwa pada 2012, ada kerumunan yang jauh lebih kecil yang memprotes rencana Want Want untuk mengakuisisi China Network Systems, penyedia layanan internet lokal, yang condong pro-Komunis Tiongkok.

Pada bulan Maret 2013, regulator telekomunikasi Taiwan menghentikan kesepakatan. “Lihat pemandangannya di sini. Ada begitu banyak orang berdiri di tengah hujan lebat untuk memprotes, ”kata Huang.

Dia mendesak massa untuk menghubungi legislator lokal mereka dan meminta mereka untuk mendukung Undang-Undang masa depan yang melarang media merah dan melindungi kebebasan berbicara.

Presiden Taiwan Tsai juga mendesak peraturan yang tepat untuk memerangi infiltrasi Beijing.

“Mari kita singkirkan berita palsu dan kepalsuan dari masyarakat Taiwan melalui peningkatan penegakan hukum, landasan hukum yang lebih solid, dan kerja sama dengan masyarakat internasional,” katanya pada 23 Juni. (asr)

Menyingkap Tirai Anti Ekstradisi Hong Kong dan Dalang di Baliknya

He Jian

Warga Hong Kong menciptakan sejarah pawai terbesar dari satu juta orang Hong Kong menjadi dua juta orang yang turun ke jalan menentang undang-undang ekstradisi yang digelar pada Juni 2019 lalu.

Pawai akbar itu membuktikan bahwa selama dapat mengatasi rasa takut, keadilan pasti dapat menaklukkan tirani.

Badai penolakan amandemen RUU Ekstradisi Hong Kong menunjukkan kepada dunia keberanian orang-orang Hong Kong dan meninggalkan beberapa pertanyaan yang jelas : Mengapa Pemerintah Daerah Administratif Khusus Hong Kong begitu tidak bijaksana? Siapa dalang di balik badai (Aksi massa) Hong Kong ini ?

Setelah dikaji lebih jauh, dan menyingkap tirai di baliknya, akan ditemukan bahwa pada akhirnya keadilan akan menghancurkan kejahatan. Meskipun badai “anti-ekstradisi” Hong Kong belum tentu akan mengikuti keinginan dalang di balik layar, tetapi dapat membunyikan lonceng kematian bagi komunis Tiongkok.

Pemerintah Hong Kong Kehilangan Akal Sehat

Ini bermula sejak Pemerintah Hong Kong meluncurkan Undang-Undang untuk mengubah peraturan ekstradisi pada Februari 2019 yang mengizinkan pemerintah Hong Kong mengekstradisi tersangka ke Tiongkok yang dituduh melakukan kejahatan.

Ketika itu, Warga Hong Kong mulai melakukan aksi protes menuntut penarikan amandemen Undang-Undang Ekstradisi.

Media asing seperti Financial Times dan BBC mengomentari bahwa jika revisi Ordonansi Pelanggar hukum disahkan, itu berarti tersangka atau para pembangkang akan diserahkan ke daratan Tiongkok dengan tuduhan yang tidak beralasan.

Sementara itu, Hong Kong, sebagai salah satu pusat keuangan internasional, di mana setiap pengusaha yang berselisih dengan perusahaan Tiongkok dapat dikenai hukum Komunis Tiongkok.

Dalam menghadapi ancaman kejatuhan Hong Kong yang akan segera terjadi, berbagai kalangan masyarakat Hong Kong, termasuk kalangan bisnis melakukan aksi protes. Mulai dari pelajar, guru, kamar dagang dan pengacara, serta berbagai kelompok di Hong Kong turun ke jalan menuntut penarikan rancangan undang-undang ekstradisi Tiongkok.

Dalam menghadapi opini publik yang bergejolak, pemerintahan Carrie Lam yang diusung Komunis Tiongkok bergeming dengan sikap tidak berubah.

Pada 9 Juni 2019 lalu, jutaan rakyat Hong Kong turun ke jalan. Namun, Carrie Lam tetap bersikeras mendorong amandemen RUU ekstradisi pro-komunis Tiongkok. Pada 12 Juni 2019, pembacaan kedua “Ordonansi Pelanggar Hukum” dilanjutkan di Dewan Legislatif.

Pada 12 Juni 2019, puluhan ribu orang Hong Kong berkumpul di depan gedung Dewan Legislatif mengadakan protes damai. Namun, polisi Hong Kong menembaki demonstran yang tidak bersenjata, menindas warga dengan tembakan gas air mata dan semprotan merica, peluru karet dan bean bag round.

Tindakan represif pemerintah Hong Kong seketika mengejutkan komunitas internasional, pemerintah Eropa dan Amerika mengutuk pemerintah Hong Kong atas tindakan itu. Namun, tindakan represif itu justeru membuat Orang-orang Hong Kong semakin gigih berjuang.

Pada 15 Juni kemuduian Carrie Lam mengumumkan “penundaan” revisi Undang-undang Pelanggar Hukum, tetapi tidak akan mencabut amandemen RUU ekstradisi.

Mengapa Carrie Lam berani mendorong undang-undang jahat bahkan menindas publik?

Apa dia tidak sadar dirinya telah mengkhianati kepentingan Hong Kong, dan menghancurkan reputasinya dalam catatan sejarah dan bahkan di bawah tekanan opini public, tidak tertutup kemungkinan dia akan ditendang dan dicampakkan oleh tuan besar di belakangnya yakni Komunis Tiongkok?

Siapa dalang di balik RUU ekstradisi

Sebenarnya, pernyataan Carrie Lam untuk menunda amandemen RUU ekstradisi permintaan maaf yang tidak tulus. Semua itu menunjukkan dirinya sudah ditetapkan sebagai boneka komunis Tiongkok.

Dunia luar tidak terkejut dengan peran memalukan pemerintahan Carrie Lam, tetapi banyak spekulasi tentang dalang dibalik badai penolakan amandemen RUU ekstradisi Tiongkok.

Sejak masa Leung Chun-ying – mantan kepala eksekutif Hong Kong 2012-2017- kendali komunis Tiongkok atas Hong Kong telah berubah dari “operasional kotak hitam” menjadi perintah secara terbuka.

Hong Kong Liaison Office – Kantor Penghubung Pemerintah Rakyat Pusat di Wilayah Administratif Khusus Hong Kong disindir orang-orang Hong Kong sebagai “Kaisar”-nya Pemerintah Daerah Administratif Khusus Hong Kong.

Menurut kalangan luar, pemerintah Carrie Lam yang memaksakan RUU ekstradisi itu atas instruksi dari Kantor Penghubung komunis Tiongkok di Hong Kong. Terutama sejak komunis Tiongkok mengingkari komitmennya dalam negosiasi perdagangan Tiongkok-AS pada awal Mei 2019 lalu.

Pada 17 Mei 2019, Hong Kong Liaison Office mengadakan pertemuan kerja, “menginstruksikan” perwakilan Kongres Rakyat wilayah Hong Kong dan anggota komite The Chinese People’s Political Consultative Conference – CPPCC- untuk mendukung revisi Ordonansi Pelanggar Hukum, dan bisa dituntaskan sesuai jadwal.

Wang Zhimin, Anggota Komite Sentral ke-19 Partai Komunis Tiongkok mengatakan bahwa pemerintah pusat dan para pemimpin mendukung pemerintah Hong Kong merealisasikan Ordonansi Pelanggar Hukum.

Instruksi Wang Zhimin setara dengan memberikan tenggat waktu kepada pemerintah Carrie Lam untuk meloloskan RUU ekstradisi. Dengan demikian, pemerintah Carrie Lam akan meloloskan amandemen tersebut meski di hadapan jutaan orang yang turun  ke jalan pada 9 Juni 2019 lalu. Pada unjuk rasa 12 Juni lalu memerintahkan polisi untuk menembak dan menekan para demonstran, bahkan mendefinisikan demonstrasi damai massa sebagai bentuk “kerusuhan.”

Kantor Penghubung Tiongkok di Hong Kong adalah dalang dibalik badai undang-undang ekstradisi Tiongkok ? Kalau bicara levelnya jelas tidak cukup.

Pada 21 Mei 2019, Han Zheng, anggota Komite Tetap Biro Politik Pusat Partai Komunis Tiongkok yang bertanggung jawab atas pekerjaan di Hong Kong dan Makau, mengatakan bahwa Undang-undang ekstradisi Tiongkok sejalan dengan Undang-Undang Dasar.

Dia mengatakan Pemerintah pusat mendukung penuh Pemerintah Hong Kong dan memuji Carrie Lam karena “berani bertanggung jawab.” Pada saat itu, dunia luar mengatakan bahwa pidato Han Zheng mewakili sikap Beijing.

Namun, benarkah Han Zheng adalah dalang di balik RUU ekstradisi Hong Kong?

Pada 21 Mei lalu, Han Zheng, sebagaimana halnya dengan Wang Zhimin selaku Anggota Komite Sentral ke-19 Partai Komunis Tiongkok juga mengumandangkan pidato penting Presiden Xi Jinping saat merayakan ulang tahun pengalihan kedaulatan Hong Kong, menunjukkan bahwa ia dan pemerintah Carrie Lam memahami arah kebijakan “tiga inti” yang digambarkan Xi Jinping untuk Hong Kong.

Meskipun Wang Zhimin, direktur Kantor Penghubung saat ini, dianggap oleh dunia luar sebagai faksi Xi Jinping, dan  Wang Zhimin atau Han Zheng sama-sama menjabarkan secara terbuka atau isyarat bahwa RUU ekstradisi pemerintah Carrie lam itu atas dukungan Xi Jinping. Namun, benarkah badai terkait RUU ekstradisi Pemerintah Hong Kong itu atas kehendak pemerintah Beijing?

Karena dampak eskalasi perang dagang, sulit dipercaya pemerintah Beijing akan menimbulkan masalah lagi dalam situasi yang tidak menguntungkan dan bahkan menimbulkan perang perdagangan ke Hong Kong.

Terlepas dari situasi di Hong Kong saat ini, terutama pernyataan Han Zheng dan pejabat partai lainnya dari Kantor Penghubung, mereka secara sengaja atau tidak mengarahkan biang keladi dari badai RUU ekstradisi ke tingkat tertinggi komunis Tiongkok.

“Kartu Hong Kong” atau “Ranjau Hong Kong”

Sebenarnya, Hong Kong dan Makau telah lama berada di bawah kendali faksi Jiang Zemin, dari Partai Komunis Tiongkok. Jiang Zemin pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok pada 1989 sampai dengan 2002.

Kelompok Koordinasi Sentral untuk Urusan Hong Kong dan Makau telah dipimpin secara berturut-turut oleh Zeng Qinghong, Xi Jinping, Zhang Dejiang dan Han Zheng sejak didirikan pada tahun 2003.

Dengan kata lain, selain lima tahun dipimpin Xi Jinping, Kelompok Koordinasi Sentral untuk Urusan Hong Kong dan Makau selalu berada dalam kekuasaan faksi Jiang.

Selama 40 tahun di masa lalu, Hong Kong selalu menjadi jendela dan saluran paling penting Tiongkok dalam berhubungan dengan asing. Tidak hanya sebagian besar aliran modal luar negeri dari Hong Kong masuk daratan Tiongkok, dana Tiongkok juga sebagian besar keluar dari Hong Kong.

Pada April 2019, Zeng Qinghong, yang dianggap sebagai tokoh pemimpin faksi Jiang, muncul di Jiangxi dan memuji pencapaian politik Xi Jinping. Langkahnya ini ditafsirkan oleh dunia luar sebagai sinyal bahwa Zeng Qinghong telah mencapai kompromi dengan elite tertinggi Komunis Tiongkok.

Namun, dua latar belakang hitam putih Zeng Qinghong yang berkuasa atas Hong Kong dan Makao dalam waktu lama, kemungkinan berhubungan dengan kemunculannya yang misterius dengan situasi Hong Kong.

Dalam kebijakan atas Hong Kong, otoritas Beijing tampaknya hanya melihat manfaat politik dan ekonomi yang sangat besar dari “kartu Hong Kong”, tetapi mereka seakan tidak melihat dengan jelas hukum jahat (RUU ekstradisi-red), mempercepat pengikisan Hong Kong, dan besar kemungkinan memicu ledakan “ranjau” masyarakat Hong Kong.

Ketika menghadapi pemerintah Hong Kong atau rezim Komunis Tiongkok, selama semua orang bisa seperti masyarakat Hong Kong, mengatasi rasa takut, dan dengan berani menyampaikan aspirasinya, mengatakan “tidak” kepada komunis Tiongkok, hati nurani dapat menghancurkan kekuasaan tirani,  dan keadilan pasti dapat mengalahkan kejahatan.

Tekanan opini publik Hong Kong dan keprihatinan masyarakat internasional telah membuat RUU ekstradisi pada dasarnya sudah mati. Namun, mengapa komunis Tiongkok tidak mengumumkan pencabutan hukum jahat, seperti preseden perlawanan Hong Kong 2003, justru membiarkan situasinya berkembang?

Pemerintah Carrie Lam bukan hanya menolak untuk menarik amademen undang-undang ekstradisi, tetapi juga menolak menarik pernyatan “kerusuhan” yang dilabelkan pada demonstran yang berunjuk rasa 12 Juni lalu. Sehingga meningkatkan aksi unjuk rasa rakyat Hong Kong. The Times dan media asing lainnya mengatakan bahwa perjuangan rakyat Hong Kong baru saja dimulai, badai anti-ekstradisi akan terus bergejolak.

Pada 15 Juni lalu, media Hong Kong mengatakan bahwa Han Zheng telah tiba di Shenzhen dan beritndak sebagai komandan Carrie Lam untuk menangani krisis. Fraksi Jiang jelas sangat senang menyaksikan eskalasi krisis Hong Kong, semakin kacau semakin bagus.

Komunis Tiongkok yang berulang kali kalah dalam perang dagang. Situasi di Hong Kong yang terus bergejolak, otoritas Beijing kini sibuk mencari sekutu di Rusia dan negara-negara bekas satelit Soviet-Rusia.

Xi Jinping tidak hanya akan mengunjungi Korea Utara untuk pertama kalinya pada 20 Juni 2019, tetapi juga menyatakan keinginannya untuk berpartisipasi dalam negosiasi Semenanjung Korea sebelum kunjungan tersebut.

Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah Beijing secara terbuka akan memanfaatkan “kartu Korea Utara” dalam hal ancaman senjata nuklir sebagai kartu negosiasi dengan Amerika Serikat.

Namun, dari sudut pandang strategis, langkah Beijing ini jelas melompat ke “Kubangan api” faksi Jiang zemin.

Keluarga Kim yang memerintah Korea Utara selalu menjadi pion dari faksi Jiang. Ancaman nuklir Korea Utara juga merupakan “trik usang” faksi Jiang.

Setelah Xi Jinping menjabat, kebijakan terkait Korut menjadi dingin, dan pernah bekerjasama dengan AS pada awal Presiden Trump meluncurkan penghapusan terkait program nuklir Korea Utara.

Saat ini, otoritas Beijing sedang berusaha menggunakan “kartu Korea Utara” untuk menyelamatkan keadaan darurat. Tetapi tak disangka kemungkinan dimentahkan oleh Korea Utara. Karena negara yang dapat diancam dengan senjata nuklir Korea Utara saat ini hanya Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan, dan ancaman terhadap Tiongkok adalah yang terbesar.

Terlebih lagi, media AS baru saja melaporkan bahwa Kim Jong-un tidak berencana meninggalkan program nuklirnya. Sementara Presiden Trump telah melihat pemerasan Korut dengan program nuklirnya. Kecil kemungkinan akan kompromi dengan kartu lama yang dimainkan Beijing. Dengan kata lain, “Kartu Korea Utara” saat ini bukan hanya tidak bermanfaat, tetapi sebuah “bom” waktu yang tidak menentu.

Saat ini, otoritas Beijing hanya bisa menyaksikan faksi Jiang menjalankan krisis dari undang-undang ekstradisi Hong Kong. Sementara Beijing yang tergesa-gesa bermaksud memainkan “kartu Korea Utara”ini tampaknya sedang menginjak ranjau demi ranjau dalam kekacauan.

Terutama kemarahan orang-orang Hong Kong yang meletus seperti letusan gunung berapi, tidak hanya menanggapi sejarah pemusnahan komunisme, tetapi juga menghancurkan berbagai rencana faksi Jiang atau pihak berwenang Beijing.

Manusia hanya berencana, Tuhan yang menentukan. Badai UU esktradisi Hong Kong yang semakin sengit tidak akan menjadi chip tawar-menawar dalam pertikaian atau perang dagang komunis Tiongkok. Sebaliknya  akan berubah menjadi guntur musim semi yang mengusir kabut pada publik Tiongkok. Akhirnya menggemakan  lonceng kematian bagi komunis Tiongkok. (Ye Ziming/Jon/asr)

Kekejaman dan Penindasan Komunis Tiongkok Terhadap Keyakinan Dikutuk, Menlu Pompeo Bersumpah Melindungi Kebebasan Berkeyakinan

Eva Pu – The Epochtimes

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Michael Pompeo menegur keras Komunis Tiongkok karena “Melakukan Kekejaman Mengejukan Terhadap Agama ” yang dilakukan di Tiongkok selama pembukaan dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS tentang Kebebasan Beragama Global pada 21 Juni.

Pompeo memperingatkan bahwa pemerintah yang menganiaya umat beragama tidak seharusnya bisa lolos dengan tindakan seperti itu tanpa adanya konsekuensi.

Mantan Direktur CIA ini secara khusus menunjuk terhadap kekejaman yang dilakukan di Tiongkok terhadap semua kelompok agama.

Pompeo yang menjabat pada April 2018 lalu dalam konferensi pers 21 Juni mengatakan : “Partai Komunis Tiongkok telah menunjukkan sikap permusuhan yang ekstrem terhadap semua agama sejak didirikan.”

Pompeo menambahkan : “Di Tiongkok, penganiayaan yang intens dari banyak agama: di antara mereka praktisi Falun Gong, Kristen, dan Buddha Tibet, adalah hal biasa.”

Politikus Partai Republik AS itu menambahkan bahwa Kemenlu AS memutuskan untuk menambahkan sub bagian khusus di bagian Tiongkok untuk mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia tentang kelompok minoritas yang mempraktikkan Keyakinan Islam di wilayah barat laut Xinjiang.

PBB memperkirakan  lebih dari satu juta Muslim Uighur dan minoritas lainnya saat ini ditahan di dalam kamp konsentrasi di mana mereka dipaksa untuk meninggalkan keyakinan mereka. Individu di sana tidak akan bisa menceritakan kisah mereka.

Pompeo berkata : “Sejarah tidak akan diam tentang pelanggaran ini, tetapi hanya jika suara kebebasan seperti kita ini mencatatnya.”

Apa yang disampaikan Pompeo kali ini merupakan pernyataan yang jarang disampaikan oleh pejabat tinggi Amerika Serikat di hadapan publik yang mana secara langsung menyebut komunis Tiongkok terlibat penganiayaan terhadap Falun Gong.

Falun Gong atau Falun Dafa adalah sebuah latihan disiplin spiritual untuk peningkatan pikiran dan tubuh berdasarkan ajaran moral tentang Sejati-Baik-Sabar.  Latihan ini telah dianiaya dengan kejam sejak 1999, dengan ratusan ribu pengikut dijebloskan ke penjara, pusat pencucian otak, kamp kerja paksa, dan fasilitas penahanan lainnya di mana mereka sering disiksa.

Sam Brownback, Duta Besar AS untuk Kebebasan Beragama Internasional atau U.S. Ambassador-at-large for International Religious Freedom juga secara khusus mengutuk kekejaman pengambilan organ tubuh secara paksa. Praktik ini disetujui oleh negara di mana rumah sakit mengumpulkan keuntungan dengan membunuh para tahanan hati nurani dan menjual organ segar untuk operasi transplantasi ilegal.

Sebuah keputusan baru-baru ini dari Pengadilan Rakyat Independen di London menemukan bukti substansial bahwa pengambilan organ secara paksa telah terjadi di Tiongkok selama bertahun-tahun “dalam skala signifikan.”  Temuan menyimpulkan bahwa para praktisi Falun Gong kemungkinan merupakan sumber utama organ tubuh.

Laporan baru mengklaim bahwa meskipun kebebasan berkeyakinan diabadikan dalam konstitusi Tiongkok, ruang lingkup untuk perlindungan hak-hak tersebut tidak didefinisikan, memberi jalan bagi rezim komunis Tiongkok untuk melarang kegiatan keagamaan dan membatasi hak-hak orang berkeyakinan ketika mereka dianggap sebagai ancaman terhadap kontrol Partai Komunis Tingkok.

“Partai menuntut bahwa dirinya sendiri saja yang disebut Tuhan,” kata Pompeo.

Pelanggaran Agama

Di Tiongkok, hanya lima organisasi keagamaan yang memiliki persetujuan negara untuk secara resmi mengadakan kebaktian di bawah kendali Komunis Tiongkok yang sangat ketat. Akhirnya memaksa banyak orang yang menolak untuk menyesuaikan diri dengan ideologi Partai Komunis Tiongkok untuk bersembunyi.

Pejabat Amerika Serikat serta LSM internasional, telah berulang kali menyatakan keprihatinan mereka atas tindakan keras Komunis Tiongkok terhadap lebih dari 200 juta penganut agama di negara itu.

Di Xinjiang, misalnya, penduduk dikurung di kamp konsentrasi “yang dirancang untuk menghilangkan budaya, identitas, dan keyakinan,” kata Brownback pada konferensi pers.

Rezim Komunis Tiongkok telah berusaha untuk menghancurkan iman mereka dengan memaksa para tahanan untuk menyantap daging babi dan melarang mereka berpuasa selama bulan Ramadhan.

Rezim Komunis Tiongkok telah menggunakan dalam jumlah besar kamera pengintai canggih yang melacak setiap gerakan warga secara real time.

Di Tibet, bendera merah komunis, serta potret para pemimpin komunis, digantung secara mencolok di biara-biara Buddha. Selama dekade terakhir, lebih dari 150 warga Tibet telah membakar diri sebagai aksi protes publik terhadap pemerintah yang menginjak-injak praktik dan budaya agama mereka.

Sementara itu, anggota gereja-gereja Kristen bawah tanah menghadapi ancaman penangkapan secara terus menerus dan pembongkaran paksa terhadap gereja. Pihak berwenang juga meminta gereja-gereja Kristen untuk memasang kamera pengintai dan memaksa anggota gereja menandatangani surat untuk melepaskan iman mereka.

“Tiongkok telah menyatakan perang terhadap kepercayaan,” kata Brownback.

Falun Gong, pertama kali diperkenalkan di Tiongkok pada tahun 1992, tumbuh pesat mencapai 70 juta menjadi 100 juta pengikut di Tiongkok pada tahun 1999, menurut perkiraan resmi saat itu.

Akan tetapi Komunis Tiongkok melihat popularitasnya sebagai ancaman dan memulai penganiayaan selama puluhan tahun yang telah menyebabkan lebih ribuan penganut terbunuh karena keyakinan mereka.

Sehubungan dengan pengambilan organ, sebuah laporan tahun 2016 oleh tiga penyelidik, nominator Hadiah Nobel Perdamaian Ethan Gutmann, mantan Sekretaris Negara Kanada David Kilgour, dan pengacara hak asasi manusia David Matas, memberikan perkiraan berdasarkan data rumah sakit bahwa 60.000 hingga 90.000 operasi transplantasi dilakukan  di negara itu setiap tahun. Angka itu jauh melebihi jumlah yang dinyatakan rezim Komunis Tiongkok berdasarkan sistem donor sukarela.

“Ini (pengambilan organ) harus mengejutkan hati nurani semua orang,” kata Brownback.

Brownback dan Pompeo sama-sama mengatakan bahwa saat ini lebih relevan untuk mempromosikan dan melindungi kebebasan beragama.

“Kami tidak akan berhenti sampai tirai besi kebebasan beragama turun, sampai pemerintah tidak lagi menahan dan menyiksa orang hanya karena keyakinan tertentu atau terkait dengannya,” kata Brownback.

Pompeo menambahkan bahwa administrasi Amerika Serikat akan membuat mempromosikan kebebasan beragama menjadi “agenda kebijakan luar negeri utama” dan terus menjadi pelopor untuk hak-hak agama internasional.

“Untuk semua yang bertindak kejam atas kebebasan beragama, saya akan mengatakan ini: Amerika Serikat mengawasi dan Anda akan dimintai pertanggungjawaban,” katanya.

“Merupakan tanggung jawab Amerika untuk membela kepercayaan di setiap sudut masyarakat semua negara negara,” tegas Pompeo. (asr)

FOTO : Menteri Luar Negeri Mike Pompeo berbicara di Departemen Luar Negeri AS di Washington pada 21 Juni 2019. (Samira Bouaou / The Epoch Times)

Ini Alasan Trump Menarik Perintah Serangan Terhadap Iran Saat Menit Terakhir

Wu Ying

Epochtimes.id- Pasca sebuah drone militer AS ditembak jatuh oleh Iran, sejumlah media AS melaporkan bahwa Presiden AS Trump memerintahkan serangan terhadap sebagian fasilitas militer Iran.

Namun demikian, Trump menarik kembali perintahnya beberapa menit kemudian sebelum serangan dilaksanakan. Presiden Trump mentweet di akunnya pada Jumat (21/6/2019) mengungkapkan alasannya menarik perintah serangan.

Trump menulis : “Presiden Obama dan Iran telah mencapai kesepakatan yang mengecewakan dan mengerikan, memberi mereka $ 150 miliar ditambah $ 1,8 miliar dalam bentuk tunai! Saat itu, Iran berada dalam kesulitan besar dan dia menyelamatkan mereka, memberi mereka jalur bebas dan cepat menuju pada perkembangan senjata nuklir.”

Trump menambahkan, “Mengakhiri perjanjian yang bahkan belum diratifikasi Kongres dan menjatuhkan sanksi keras. Ketika saya menjadi presiden, Iran membuat masalah besar di seluruh kawasan Timur Tengah, dibandingkan saat itu, Iran sekaranag adalah negara yang lebih lemah, mereka telah runtuh!”

Trump melanjutkan, “Kamis 20 Juni lalu, mereka menembak jatuh sebuah drone yang terbang di wilayah perairan internasional. Tadi malam, kami telah siap untuk membalas, menyerang tiga target. Ketika saya bertanya berapa banyak orang yang akan mati karena serangan ini, seorang jenderal menyebut sekitar 150 orang. 10 mneit sebelum serangan itu dilancarkan, saya membatalkannya.”

Trump kembali men-tweet: “Dibandingkan dengan sebuah drone yang ditembak jatuh, itu akan menjadi tanggapan yang tidak proporsional dengan jumlah korban yang mungkin terjadi. Saya tidak terburu-buru, militer kami telah dibangun kembali, semuanya baru, dan siap untuk beroperasi, sejauh ini pasukan kami yang terbaik di dunia. Sanksi yang dikenakan AS terhadap Iran berpengaruh, dan lebih banyak sanksi telah dijatuhkan kepada Iran, semalam. Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir, tidak boleh melawan Amerika, dan tidak boleh melawan dunia!”

Pada Kamis 20 Juni lalu, Trump mengatakan di Gedung Putih bahwa Iran telah membuat kesalahan besar. Semua catatan ilmiah menunjukkan bahwa pesawat itu berada di atas perairan internasional saat ditembak jatuh. Menanggapi pertanyaan tentang bagaimana Amerika Serikat akan meresponsnya, Trump mengatakan “Anda akan segera melihatnya.”

Kamis 20 Juni, Letnan Jenderal Joseph Guastella, Komandan Komando Sentral Pasukan Udara AS, mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa drone RQ-4 milik Angkatan Laut AS berada di wilayah udara internasional di Teluk Oman dan Selat Hormuz untuk melakukan misi pengintaian. Akan tetapi Garda Revolusi Iran meluncurkan rudal darat-ke-udara di dekat Goruk negara itu dan menembak jatuh drone tersebut.

Media Amerika Serikat, The Hill, mengatakan pada Kamis 20 Juni 2019, bahwa seiring dengan berita terbaru tentang drone AS yang ditembak jatuh Angkatan Laut Iran menunjukkan bahwa Presiden Trump memang benar. Pasalnya, Rezim Iran tidak dapat dipercaya.

Artikel itu menulis bahwa ketika Presiden Trump mengumumkan bahwa Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran, oposisi politiknya dengan keras mengkritik strateginya dan mengatakan bahwa perjanjian yang ditandatangani oleh Obama adalah satu-satunya cara untuk mengekang ambisi nuklir Iran. Namun, sejak itu, Iran telah membuktikan bahwa skeptisisme Presiden Trump tentang kebijakan pendahulunya sepenuhnya masuk akal.

Presiden Trump jelas memahami bahwa Teheran hanya menggunakan perjanjian itu sebagai kedok untuk melanjutkan ambisi pengembangan nuklirnya dan tidak berniat mengubah perilakunya.

Demikian pula, perjanjian nuklir Iran tidak secara efektif menyelesaikan kegiatan geopolitik jahat lainnya di Iran dan tidak memberikan insentif yang berarti untuk mencegah Iran mensponsori organisasi teroris atau mengancam sekutu AS di wilayah tersebut.

Presiden Trump dalam penarikan perjanjian tersebut mengatakan “Secara teori, apa yang disebut ‘Perjanjian nuklir Iran’ seharusnya melindungi Amerika Serikat dan sekutu  dari kegilaan bom nuklir Iran, senjata ini hanya akan membahayakan kelangsungan hidup rezim Iran,Faktanya, perjanjian ini memungkinkan Iran terus memperkaya uranium dan, dan mencapai kepemilikan nuklir seiring berlalunya waktu.”

Artikel itu mengatakan bahwa perjanjian nuklir Iran sebenarnya merupakan cara yang kuat bagi Iran untuk mengembangkan material dan teknologi nuklir.

Seperti yang berulang kali dinyatakan oleh Presiden Trump, Iran kini melampaui batasannya pada stok uranium yang diperkaya daripada mencoba menegosiasikan kembali perjanjian.

Sebagaimana yang disebutkan Presiden Trump tahun lalu, mencabut sanksi terhadap Iran hanya akan memungkinkan kekuatan otoriter untuk menggunakan dana baru, membangun rudal berkemampuan nuklir, mendukung terorisme dan menciptakan kekacauan di seluruh kawasan Timur Tengah dan wilayah lain.  (jon/asr)

Pabrik Mancis Meledak dan Terbakar di Langkat, 30 Orang Tewas

0

Epochtimes.id- Kebakaran dahsyat melanda sebuah rumah yang memproduksi mancis di Jalan Tengku Amir Hamzah, Dusun IV, Desa Sambirejo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Jumat (21/6/2019).

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Langkat, Irwan Syahri mengungkapkan  kebakaran hebat ini menyebabkan sekitar 30 orang meninggal dunia.

“Korban tewas 30 orang. Rinciannya 5 anak-anak selebihnya orang dewasa,” kata Irwan, kepada Liputan6.com.

Menurut Irwan, kebakaran dahysat itu diketahui sekitar pukul 12.00 WIB yang diawali dengan suara ledakan.

Irwan menambahkan, informasi awal menyebutkan, saat pekerja hendak salat Jumat, terdengar ledakan. Akan tetapi tidak diketahui ledakan itu dan sumber ledakan. Hingga kini masih diselidiki lebih lanjut.

Kapolsek Binjai, AKP B. Naibaho kepada Liputan6.com juga mengungkapkan, informasi sementara yang diperoleh pihaknya, ledakan berawal saat seorang pekerja pabrik mencoba pemantik api yang telah dipasang batu mancis. Tiba-tiba terjadi ledakan dan menyambar pemantik api lainnya.

Dia menerangkan, posisi para korban saat itu di belakang. Ketika terjadi kebakaran,kata Kapolsek, banyak yang tidak bisa keluar dari dalam rumah. Pintu depan rumah itu tidak dapat diakses atau dibuka dan jendela dipasang jerjak besi.

Pada keterangan lainnya, pengawas Disnaker Sumut UPT I Medan-Binjai-Langkat, Mahipal Nainggolan kepada medan.tribunnews.com mengatakan, pabrik mancis itu beroperasi secara illegal.

Mahipal Nainggolan mengungkapkan belum ada izin dari perangkat daerah dan laporan dari perangkat daerah. Oleh karena itu, pengusaha terkait akan dipanggil dalam kasus kebakaran ini.

Laporan yang diperoleh medan.tribunnews.com mengungkapkan, pabrik itu diinformasikan sudah beroperasi belasan tahun sejak 2002-2003 silam.

Sementara itu, penjelasan seorang mantan pekerja pabrik mancis yang dijumpai medan.tribunnews.com mengungkapkan apa yang dilakukan para pekerja di rumah itu. Menurut dia, mereka merakit mancis, seperti memasang batu mancis, dan mengisi cairan gas mancis.

Mantan pekerja di rumah itu pun mengungkapkan pintu rumah itu memang dikunci jika lagi kerja. Sedangkan yang dibuka, kata dia, pintu di belakang yang digunakan untuk keluar masuk.

Selain itu, mantan pekerja ini memperkirakan dikarenakan izin tidak lengkap maka rumah itu dibuat masuk dari pintu belakang yang diperkirakan untuk menghindari retribusi atau perizinan. (asr)

Tanker Minyak Tingkatkan Keamanan Pasca Serangan di Teluk Persia

0

ETIndonesia — Serangkaian serangan terhadap tanker minyak di dekat Teluk Persia meningkatkan ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran. Situasi ini meningkatkan kekhawatiran tentang keselamatan salah satu rute perdagangan energi paling vital di Asia, di mana sekitar seperlima dari minyak dunia melewati titik tersempit kawasan perairan di Selat Hormuz.

Serangan-serangan itu mengagetkan industri pelayaran. Sebagian dari 2.000 perusahaan yang mengoperasikan kapal-kapal di kawasan itu dalam keadaan siaga tinggi. Mereka memerintahkan kapal-kapal mereka untuk transit di Selat Hormuz hanya pada siang hari dan dengan kecepatan tinggi.

Washington menuding bahwa Iran berada di belakang serangan yang menargetkan tanker minyak. Insiden, disusul tudingan AS, terjadi ketika ketegangan meningkat antara kedua negara. Amerika Serikat telah mengerahkan kapal induk dan pesawat bomber ke wilayah itu. Mereka juga mengumumkan, minggu ini akan mengirim 1.000 tentara tambahan ke Arab.

Kekuatan-kekuatan Eropa menghadapi tenggat waktu dari Teheran untuk mengurangi dampak dari hukuman sanksi AS, yang digambarkan oleh para pemimpinnya sebagai ‘perang ekonomi’. Atau Iran akan keluar dari batas-batas yang ditetapkan pada pengayaan uraniumnya oleh perjanjian nuklir penting sejak 2015.

Penargetan yang jelas terhadap kapal tanker mengkhawatirkan pemilik kapal yang beroperasi di Teluk Persia, menurut kepala analis pengiriman di BIMCO, Peter Sand. Perusahaan itu menjuluki dirinya sebagai organisasi pengiriman terbesar di dunia.

Gambar menunjukkan personel yang diduga kuat adalah anggota Angkatan Laut Korps Garda Revolusi Islam Iran mengevakuasi proyektil rudal yang tidak meledak dari kapal tanker M/T Kokuka Courageous, pada 17 Juni 2019. (Foto : Departemen Pertahanan AS melalui AP, File/The Epoch Times)

Namun, kondisi ini adalah resiko umum bagi bisnis pengiriman. Meskipun kondisi terbaru membuat perusahaan merasa perlu untuk melakukan tindakan pencegahan tambahan.

“Mereka semua tentu saja semakin khawatir, tetapi banyak dari mereka akan melakukan bisnis seperti yang akan mereka lakukan tanpa serangan, tetapi tentu saja dengan lapisan keamanan tambahan dan langkah-langkah keamanan lebih ketat dari biasanya,” kata Sand.

Itu berarti melaju dengan kecepatan tinggi melalui Selat Hormuz, yang pada titik tersempitnya hanya memiliki lebar sekitar 3 kilometer. Biasanya, kapal pengangkut barang akan melambat untuk menghemat biaya bahan bakar.

Ini juga berarti menghindari selat di malam hari untuk menjaga keamanan di sekitar kapal dengan lebih baik.

Washington menuduh pasukan Iran diam-diam menanam ranjau di dua kapal di Teluk Oman pekan lalu. Serangan itu memaksa evakuasi semua dari 44 awak kapal dan membiarkan salah satu kapal terbakar di tengah laut.

Washington juga menyalahkan Iran atas serangan serupa pada 12 Mei yang menargetkan empat tanker minyak yang sedang berlabuh di lepas pantai Uni Emirat Arab. Iran membantah terlibat.

Serangan minggu lalu menargetkan MT Front Altair milik Norwegia, yang memiliki muatan nafta yang sangat mudah terbakar dimuat dari UEA. Satu kapal lainnya adalah Kokuka Courageous, sebuah kapal tanker Jepang yang membawa metanol Saudi. Keduanya sedang melakukan perjalanan melalui Teluk Oman, setelah melewati Selat Hormuz.

Dari sekitar 2.000 perusahaan yang mengoperasikan kapal di Teluk Persia, hanya dua perusahaan yang langsung menghentikan operasi.

Faktanya, risiko yang lebih tinggi dapat meningkatkan laba bagi beberapa pengirim minyak, setelah periode yang lesu bagi industri. Sebuah analisis risiko oleh perusahaan jasa pengiriman ACM Braemar mengatakan pemilik kapal kini dapat meminta premi yang lebih tinggi. Perusahaan itu mengatakan wilayah Teluk dinyatakan sebagai ‘Area Terdaftar’, yang berarti negara itu menghadapi risiko yang meningkat, setelah insiden 12 Mei yang menargetkan kapal tanker di lepas pantai UEA.

Segera setelah serangan minggu lalu, tarif pengiriman untuk operator di Teluk naik sekitar 10-20 persen.

Namun, dengan meningkatnya risiko, muncullah premi asuransi yang lebih tinggi, yang diperkirakan akan naik 10-15 persen.

Biasanya pembeli dan penyewa yang menanggung beban terbesar dari keseluruhan biaya yang lebih tinggi, sebagai alasan lain mengapa keamanan Selat Hormuz sangat penting bagi importir minyak di seluruh dunia. Diperkirakan sekitar 18-20 juta barel minyak, sebagian besar minyak mentah, melewati selat itu setiap hari. BIMCO mengatakan antara 10-40 kapal yang hanya membawa minyak mentah melintas setiap hari.

Selama apa yang disebut Perang Tanker tahun 1980-an, ketika Iran dan Irak menargetkan kapal-kapal yang saling mengangkut ekspor, Angkatan Laut AS mengawal tanker minyak melalui Teluk Persia untuk memastikan pasokan energi Amerika. Tetapi Amerika Serikat tidak lagi bergantung pada produsen Arab.

Kini, setiap konflik yang mengancam kapal tanker akan sangat mengganggu pasokan minyak mentah untuk Asia Timur yang ‘haus energi’. Harga yang lebih tinggi bisa menghantam Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Indonesia, sebagai lima pembeli minyak Arab terbesar.

MT Front Altair memang sedang menuju ke Jepang; Kokuka Courgaeous dilaporkan sedang berlayar ke Singapura, ketika diserang ledakan.

The Washington Post mengutip minggu ini, Jenderal Angkatan Udara AS, Paul J. Selva, wakil ketua Kepala Staf Gabungan, mengatakan bahwa karena sebagian besar minyak yang melewati Selat Hormuz menuju ke pasar Asia, itu akan menjadi keliru, bagi militer AS untuk mengambil peran yang sama seperti di tahun 1980-an. Dia mengatakan ada rencana untuk menjangkau importir minyak besar Asia tentang kemungkinan upaya internasional untuk melindungi lalu lintas kapal tanker.

Robert Macleod, CEO Frontline Management, yang kapalnya Front Altair menjadi target pekan lalu, mengatakan area umum Selat Hormuz memiliki risiko nyata dan sangat serius terhadap pengiriman.

Dalam sebuah pernyataan, dia mengatakan kru harus waspada saat melintasi bagian itu. Perusahaan itu, bagaimanapun, mengatakan telah memulai kembali perdagangan di wilayah tersebut setelah sempat menghentikannya setelah serangan itu. Dia mengatakan perusahaan juga memperketat langkah-langkah keamanan, tetapi tidak menguraikan perubahan secara detail.

Salah satu ukuran yang luar biasa yang dapat dipertimbangkan oleh pemilik kapal, jika situasinya semakin memburuk, adalah memiliki penjaga bersenjata di atas kapal. Ini sudah menjadi prosedur tetap bagi banyak kapal yang transit di Teluk Aden, di mana pembajakan menjadi perhatian utama.

“Dari sudut pandang industri perkapalan, kami tentu tidak mendukung untuk membawa lebih banyak penjaga bersenjata di atas kapal komersial internasional karena mereka bukan kapal perang,” kata Sand. “Mereka seharusnya tidak membawa senjata. Mereka harus dapat transit tanpa terganggu.” (THE ASSOCIATED PRESS/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Pengadilan Independen Internasional Menjatuhkan Vonis Kejahatan Kepada Komunis Tiongkok, Pengambilan Organ Tubuh Menjadi Fokus Berita

Yu Xiaowei

Pada tanggal 17 dan 18 Juni  lalu, lebih dari puluhan media arus utama internasional melaporkan berita yang sama : Senin 17 Juni lalu terkait “Peradilan Independen Internasional” yang membacakan putusan akhir di London, Inggris.

Keputusan Tribunal Tiongkok itu memvonis pemerintah Komunis Tiongkok melakukan tindak kejahatan atas pengambilan organ besar-besaran secara paksa dari praktisi Falun Gong.  

Tak diragukan lagi komunis Tiongkok dinyatakan bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan penyiksaan. Pengadilan menegaskan bahwa pemerintah di bawah Komunis Tiongkok adalah rezim kriminal.

Media yang disebut itu meliputi : Reuters, The Daily Mail, The Guardian, The Independent, Sky News, US Newsweek, NBC News, Microsoft News, “Forbes”, ” The Globe and Mail” Kanada, ABC Radio Australia, “the Japan Times”, “South China Morning Post-Hong Kong”, “the Straits Times dan The Times of India” serta lainnya.

Tak ketinggalan dilansir ulang oleh sejumlah media online di Indonesia yakni Tribunnews.com, Tempo.co, JPNN.com, Hidayatullah.com, Kompas.com, okezone.com, Viva.co.id, news.rakyatku.com, Elshinta.com, akurat.co, Tribun Aceh, Tribun Jateng,  Grid.id dan matamatapolitik.com.

Banyak berita yang melampirkan latihan praktisi Falun Gong di luar negeri, foto protes, serta video yang mengungkapkan penganiayaan komunis Tiongkok terhadap Falun Gong.

Spanduk besar bertuliskan “Falun Dafa baik”, “Seret Jiang Zemin ke meja hijau”, “Hentikan penganiayaan terhadap Falun Gong”, dan spanduk ukuran raksasa bertuliskan “hentikan pengambilan organ praktisi Falun Gong” yang menarik perhatian masyarakat setempat.

Banyak media juga memosting berita terkait di Facebook dan Twitter. NBC News memposting laporan berantai tentang putusan pengadilan di halaman fans Facebook tiga kali dalam satu jam.

Netizen AS menulis umpan balik: “Biadab! Kejahatan harus dihentikan! Dunia harus memberi tekanan padanya untuk secara efektif melawan kejahatan anti-kemanusiaan!”

Komunis Tiongkok telah menganiaya Falun Gong selama 20 tahun. Sementara kejahatan terkait pengambilan organ dari praktisi Falun Gong telah diungkapkan selama 13 tahun.

Hari ini, penganiayaan belum juga berhenti, dan praktik pengambilan organ tubuh secara hidup-hidup masih berlangsung.

Pada saat ini, putusan pengadilan sangat penting. Perhatian media internasional dan penyebaran fakta yang sebenarnya itu juga sangat penting. Dari sini, kita bisa melihat himpunan keadilan, bersama-sama melawan kebiadaban Komunis Tiongkok.

Atas vonis dari pengadilan independen internasional empat hal yang bisa dipetik.

Pertama, mengkonfirmasi kembali fakta kejahatan pengambilan organ tubuh oleh Komunis Tiongkok

 Menurut laporan media, Peradilan independent dipimpin oleh Sir Geoffrey Nice. Dia sebelumnya memimpin penuntutan terhadap mantan Presiden Yugoslavia, Slobodan Milosevic di Pengadilan Kejahatan Internasional. 

Selama delapan bulan terakhir, pengadilan telah mengumpulkan bukti secara luas dari para ahli medis, penyelidik hak asasi manusia dan para korban untuk menyelidiki apakah pemerintah komunis Tiongkok masih terus melakukan kejahatan pengambilan organ.

Saat mengumumkan putusan, Sir Geoffrey Nice mengatakan: “Para anggota pengadilan dengan suara bulat meyakini bahwa tidak ada keraguan bahwasannya komunis Tiongkok telah memaksa pengambilan organ dari tahanan, yang telah lama dilakukan dan melibatkan banyak korban.”

Nevenka Tromp, seorang ahli masalah Eropa dari Amsterdam, mengatakan: “Pengadilan telah memiliki bukti yang sangat rinci setelah penyelidikan independen. Bukti-bukti tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa orang-orang yang dianiaya dan diambil organnya adalah para praktisi Falun Gong. “

Beberapa penyelidik independent terkait pengambilan organ oleh komunis Tiongkok juga hadir di pengadilan, yaitu: David Kilgour, mantan Sekretaris Negara Kanada untuk Asia-Pasifik, David Matas, pemenang penghargaan internasional pengacara hak asasi manusia, dan Ethan Gutmann, jurnalis investigator asal Amerika Serikat.

Ketiga ahli ini telah bekerja pada penyelidikan pengambilan organ hidup selama bertahun-tahun.

Pada Juni 2016, tiga ahli tersebut merilis laporan investigasi terbaru tentang pengambilan organ manusia secara paksa oleh komunis Tiongkok.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa dalam 15 tahun terakhir yaitu 2001 hingga 2016, diperkirakan 1,5 juta transplantasi organ telah dilakukan di Tiongkok. Sumber utama organ-organ ini berasal dari praktisi Falun Gong.

Kedua, Menyangkal kebohongan komunis Tiongkok terkait pengambilan secara paksa organ tubuh.

Selama ini, komunis Tiongkok selalu membantah kejahatan pengambilan organ dan menafsirkan bahwa “Program Donasi organ secara Sukarela” sebagai sumber utama transplantasi organ di Tiongkok.

Namun, Putusan Pengadilan membantah hal ini. “Bukti dari data kumulatif (tidak termasuk data palsu dari Tiongkok) menunjukkan bahwa“ Program Donasi Sukarela Tiongkok”yang baru-baru ini didirikan tidak mungkin menyediakan organ yang cukup dan memenuhi syarat “dibandingkan dengan jumlah aktual operasi transplantasi yang dilakukan.”

Sebelum pelaksanaan ‘program donasi sukarela’  Tiongkok memiliki fasilitas untuk staf medis dan operasi transplantasi organ skala besar.

Benedict Rogers, wakil ketua Komisi Hak Asasi Manusia Partai Konservatif Inggris, yang terus mendorong pembentukan peradilan independen dan ketua organisasi non-pemerintah Hong Kong Watch, mengatakan: “Dalam proses penyelidikan kali ini, pengadilan telah berulang kali mengundang perwakilan dari pemerintah komunis Tiongkok, perwakilan dari institusi medis terkait dan mereka yang mendukung penjelasan yang diberikan oleh pemerintah Tiongkok untuk hadir di pengadilan. Menariknya, tidak ada yang mau menghadiri atau memberikan bukti ke pengadilan.”

Komunis Tiongkok sebelumnya “bersumpah” bahwa tidak ada pengambilan organ hidup. Tetapi kali ini bilang “hilang” kesempatan yang baik untuk menghadapi media asing dan saksi di pengadilan.  Untuk membuktikan tidak bersalah, jadi apa coba kalau bukan lucu mendengar argumennya ?

Faktanya adalah komunis Tiongkok jelas sadar bahwa bukti dan informasi yang dikumpulkan oleh pengadilan, serta waktu tunggu tersedianya organ super singkat yang tidak dapat dijelaskan oleh prinsip-prinsip medis, sehingga mereka (komunis Tiongkok) sama sekali tidak dapat membantahnya, jadi terpaksa absen di pengadilan.

Ketiga, mengimbau kepada dunia : Menghentikan kejahatan pengambilan organ tubuh.

Putusan akhir pengadilan menuturkan : “Pengadilan menyatakan bahwa pemaksaan pengambilan organ adalah kejahatan ekstrim. Pemerintah dan lembaga internasional harus melaksanakan tanggung jawabnya, mendakwa komunis Tiongkok sebagai kejahatan genosida. Di era Internet ini, orang-orang di seluruh dunia dapat mengambil tindakan bersama untuk menekan pemerintah, agar pemerintah dan lembaga-lembaga internasional lainnya mengambil tindakan nyata.”

Keempat, menyampaikan kepada dunia bahwa Komunis Tiongkok merupakan rezim jahat.

Dr. Nevenka Tromp, pakar masalah Eropa di Amsterdam berkata : “Paragraf terakhir dalam keputusan pengadilan adalah menunjukkan kepada dunia bahwa semua organisasi yang berhubungan dengan pemerintah komunis Tiongkok dalam bidang politik, medis, budaya atau ekonomi, Anda harus sadar bahwa berhubungan dengan pemerintah Tiongkok itu sama dengan rezim kriminal. Semakin banyak orang, baik individu, lembaga atau pemimpin negara ingin berhubungan dengan komunis Tiongkok karena kepentingan ekonomi, tetapi mereka melupakan nilai-nilai kemanusiaan.”

Ini adalah petunjuk moral yang dikeluarkan oleh “peradilan Independen” setelah menjatuhkan vonis menurut hukum.

Selama 70 tahun tirani komunis Tiongkok, mereka telah melakukan penindasan, penyiksaan fisik dan pembunuhan, menghancurkan moralitas, mencekik kebebasan, menciptakan kekerasan dan kekacauan, dan secara bertahap menghancurkan Tiongkok, juga berusaha mendorong dunia dan seluruh umat manusia ke dalam jurang.

Kejahatan mengerikan yang dilakukan komunis Tiongkok mengambil paksa organ praktisi Falun Gong dan organ orang-orang tak bersalah lainnya, membuat dunia melihat kekejaman dan kejahatan tirani yang ekstrim.

Sebuah rezim yang membantai warganya sendiri, menjual organ demi keuntungan, dan menjadi musuh “Sejati, Baik, Sabar” harus dikutuk oleh publik.

Dan, satu lagi yang perlu dicatat, sejumlah besar pejabat dan kroninya yang ikut bersama kelompok Jiang Zemin dalam penganiayaan terhadap Falun Gong, termasuk petugas polisi, sipir penjara, personel di kamp kerja paksa, rumah sakit, dan personel medis yang terlibat dalam pengambilan organ adalah kaki tangan kejahatan terhadap kemanusiaan dan korban tirani komunis Tiongkok.

 Pada 5 Juni 2019, the World Organization to Investigate the Persecution of Falun Gong -WOIPFG- mengeluarkan pemberitahuan tentang “Pengumpulan secara komprehensif bukti kejahatan dan daftar nama pelaku penganiayaan terhadap Falun Gong, mengimbau masyarakat dunia untuk mengambil tindakan segera, mengumpulkan secara komprehensif bukti kejahatan dan daftar nama pelaku penganiayaan terhadap Falun Gong dan memberikan bukti komperehensif untuk persidangan akbar nanti menghukum kelompok Jiang Zemin atas dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan.”

Saat ini, penganiayaan komunis Tiongkok terhadap Falun Gong sulit untuk diteruskan lagi.

Komunis Tiongkok telah menemui jalan buntu dan sedang dikelilingi oleh kekuatan keadilan dari seluruh dunia.

Pada saat ini, Pengadilan telah mengetuk palu keadilan dan dengan serius menyatakan kejahatan komunis Tiongkok terhadap kemanusiaan, mengingatkan seluruh masyarakat bahwa di hadapan kejahatan dengan bukti yang kuat, di hadapan rezim yang melakukan kejahatan besar, sudah sepatutnya melaksankan tugas moral sebagai manusia. (jon)

FOTO : Selama rapat umum yang diikuti oleh ribuan praktisi Falun Gong di Taipei 23 April 2006, empat demonstran memperagakan dalam sebuah drama aksi melawan apa yang mereka katakan adalah pembunuhan komunis Tiongkok terhadap pengikut Falun Gong dan pengambilan organ mereka di kamp konsentrasi. (Patrick Lin / AFP / Getty Images via The Epochtimes)

Amerika Larang Maskapai Terbangi Wilayah Udara Yang Dikendalikan Iran

0

ETIndonesia – Badan Penerbangan Federal Amerika Serikat mengeluarkan perintah darurat yang melarang operator AS terbang pada daerah udara di sekitar Iran. Daerah yang ditandai tersebut ada di atas perairan wilayah udara yang dikendalikan Teheran di atas Selat Hormuz dan Teluk Oman. Larangan dikeluarkan karena meningkatnya ketegangan.

Dalam ‘advisory’ terpisah kepada operator, FAA mengatakan sesuai dengan aplikasi pelacakan penerbangan, pesawat sipil beroperasi dalam jarak sekitar 45 mil laut dari pesawat pengintaian AS, Global Hawk, yang ditembak jatuh oleh rudal ‘darat-ke-udara’ milik Iran pekan ini.

“Ada banyak pesawat penerbangan sipil yang beroperasi di daerah itu pada saat pencegatan (drone oleh rudal),” kata FAA.

Badan itu mengatakan pihaknya tetap prihatin dengan meningkatnya ketegangan dan aktivitas militer dalam jarak yang dekat dengan rute pesawat sipil ber-volume tinggi. Terlebih dengan sikap Iran yang menggunakan rudal jarak jauh di wilayah udara internasional dengan sedikit atau bahkan tanpa peringatan.

Jatuhnya pesawat Global Hawk yang tidak bersenjata, yang dapat terbang hingga 60.000 kaki (18.300 m), adalah yang terbaru dari serangkaian insiden di wilayah Teluk. Sebuah wilayah arteri penting untuk pasokan minyak global. Serangan itu, yang diantaranya termasuk serangan ledakan pada enam kapal tanker minyak.

United Airlines mengumumkan pada hari yang sama bahwa mereka telah menangguhkan penerbangan dari bandara New Jersey Newark dan ibukota keuangan India di Mumbai. Pembatalan dilakukan setelah dilakukan evaluasi keamanan usai Iran menembak jatuh drone AS.

“Mengingat kejadian terkini di Iran, kami telah melakukan evaluasi keselamatan dan keamanan menyeluruh atas layanan India kami melalui wilayah udara Iran dan memutuskan untuk menangguhkan layanan kami,” kata United di situs webnya.

United tidak mengatakan berapa lama penangguhan layanan akan berlangsung.

Data pelacakan penerbangan menunjukkan pesawat komersial terbang sangat dekat dengan drone Global Hawk pada saat drone itu ditembak jatuh, kata OPSGROUP, yang memberikan panduan keselamatan bagi operator udara.

“Ancaman penembakan (terhadap) pesawat udara sipil di Iran selatan adalah nyata,” saran operator pada 20 Juni 2019. “Menghindari Selat Hormuz direkomendasikan, kesalahan identifikasi pesawat mungkin terjadi.”

Bulan lalu, FAA menyarankan maskapai penerbangan untuk berhati-hati ketika terbang di atas Iran dan daerah sekitarnya, karena aktivitas militer yang meningkat dan meningkatnya ketegangan politik.

“Meskipun Iran kemungkinan tidak memiliki niat untuk menargetkan pesawat sipil, keberadaan beberapa senjata jarak jauh yang canggih dan dapat terbang dalam lingkungan yang tegang menimbulkan kemungkinan risiko salah perhitungan atau kesalahan identifikasi, terutama selama periode ketegangan politik dan retorika yang meningkat,” pernyataan itu menjelaskan.

Regulator tidak segera menanggapi permintaan komentar atas keputusan United.

Seorang juru bicara United mengatakan pelanggan yang terbang dari Mumbai ke Newark akan dipindahkan pada penerbangan alternatif untuk kembali ke Amerika Serikat.

“Kami terus mengeksplorasi semua opsi dan tetap berkomunikasi intensif dengan otoritas pemerintah terkait untuk memberikan pelanggan kami pengalaman perjalanan paling efisien dalam situasi ini,” kata juru bicara itu.

Pada 20 Juni 2019, dua maskapai lain, American Airlines dan Delta Air Lines, mengatakan mereka tidak terbang di atas Iran.

Pada Juli 2014, Malaysia Airlines MH17 ditembak jatuh oleh rudal di atas Ukraina. Insiden menewaskan semua dari 298 orang di dalam pesawat. Insiden itu mendorong operator untuk mengambil lebih banyak langkah untuk menghindari ancaman terhadap pesawat mereka. (Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Drone Amerika Ditembak Jatuh Militer Iran

0

ETIndonesia – Pentagon merilis sebuah video pada tanggal 20 Juni 2019, yang menunjukkan sebuah pesawat tak berawak Amerika Serikat jatuh ke air. Drone AS itu jatuh setelah ditembak oleh militer Iran, dalam insiden yang digambarkan sebagai ‘serangan tidak beralasan’.

Dalam rekaman itu, jejak asap terlihat ketika drone milik Angkatan Laut AS, RQ-4 jatuh di ‘perairan internasional’. Dia terkena rudal yang ditembakkan dari daratan oleh Garda Revolusi Islam Iran. Rudal itu ditembakkan dari Goruk, Iran, menurut Letnan Jenderal Joseph Guastella, Komandan Komando Pusat Angkatan Udara AS. Baik Iran dan Amerika Serikat, mengkonfirmasi bahwa penembakan itu terjadi pada 19 Juni 2019.

Iran membela tindakannya, dengan mengatakan bahwa pesawat tak berawak sedang dalam misi mata-mata atas wilayahnya. Akan tetapi, Pentagon membalas bahwa pesawat itu berada di wilayah udara internasional.

“Ini adalah serangan tidak beralasan terhadap aset pengawasan AS yang tidak melanggar wilayah udara Iran kapan pun selama misinya,” kata Guastella dalam sebuah pernyataan. “Serangan ini adalah upaya untuk mengganggu kemampuan kami untuk memantau daerah tersebut menyusul ancaman baru-baru ini terhadap pelayaran internasional dan aliran perdagangan bebas.”

Guastella menambahkan bahwa pada saat itu pesawat beroperasi pada ketinggian tinggi sekitar 34 kilometer (sekitar 21,1 mil) dari titik tanah terdekat di pantai Iran.”

Sekitar 15 jam setelah mengudara, pesawat ditembak jatuh. Presiden AS, Donald Trump mengeluarkan pernyataan yang mengatakan, “Iran membuat kesalahan yang sangat besar!”

Trump kemudian mengulangi komentarnya kepada wartawan di Gedung Putih setelah pertemuan dengan Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau pada 20 Juni 2019 waktu setempat. “Drone ini berada di perairan internasional, sangat jelas. Kami memiliki semuanya (bukti) didokumentasikan secara ilmiah bukan hanya kata-kata. Dan mereka membuat kesalahan yang sangat buruk.”

“Saya merasa itu adalah kesalahan yang dilakukan oleh seseorang yang seharusnya tidak melakukan apa yang mereka lakukan,” tambah Trump.

Belum jelas apakah jatuhnya drone akan memicu dampak militer dari Amerika Serikat. Baik Trump dan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei sebelumnya mengatakan mereka tidak menginginkan perang.

Insiden ini mengikuti ketegangan baru-baru ini antara kedua negara setelah Amerika Serikat menuduh Iran bertanggungjawab atas serangan 13 Juni 2019, terhadap sepasang tanker minyak di Teluk Oman. Pemerintahan Trump telah menyajikan bukti video yang tampaknya melibatkan Teheran dalam serangan itu, sementara Iran membantah memiliki peran apa pun.

Selain itu, rezim Iran mengumumkan pada 17 Juni bahwa mereka akan melanggar batas yang disepakati secara internasional pada stok uranium yang diperkaya rendah setelah 10 hari. Rezim Islam menambahkan bahwa Iran hanya akan tetap dalam kesepakatan nuklir, jika para pihak Eropa dalam perjanjian akan membantu rezim untuk menghindari sanksi ekonomi yang ketat dari AS. (JANITA KAN dan Petr Svab/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Sempat Gencarkan Propaganda Anti AS, Media Komunis Tiongkok Siarkan Film Pro AS Pasca Pembicaraan Dagang Akan Dilanjutkan

Eva Fu – The Epochtimes

Hanya hitungan beberapa jam setelah Pemimpin Tiongkok Xi Jinping dipastikan akan bertemu dengan Presiden Donald Trump pada KTT G20 mendatang, lembaga penyiaran corong Komunis Tiongkok secara tiba-tiba mengubah program untuk menayangkan film propaganda lama yang menggambarkan Amerika Serikat dengan cara yang positif.

Penayangan itu sangat kontras dengan serentetan propaganda film-film Anti-Amerika yang diputar di stasiun televisi di Tiongkok sejak ketegangan perdagangan antara kedua negara memanas pada awal Mei lalu.

Saluran film penyiaran di Tiongkok, CCTV6 pada tanggal 18 Juni membatalkan sebuah komedi yang dijadwalkan 19 Juni untuk memberikan ruang bagi percintaan yang diatur dalam Perang Dunia II, yang disebut Lover’s Grief over the Yellow River.

Film tahun 1999 ini menggambarkan seorang pilot Perang Dunia II Amerika yang diselamatkan oleh tentara komunis di Tiongkok dan jatuh cinta kepada seorang perawat tentara Komunis Tiongkok yang merawatnya.

Beberapa jam sebelumnya, Trump mengatakan dia berbicara dengan Xi. Trump mengkonfirmasi kedua negara akan melanjutkan pembicaraan perdagangan dan bertemu di KTT G20 di Jepang akhir bulan ini.

Film ini menarik perhatian banyak netizen di Tiongkok yang mencatat bahwa CCTV6 sebenarnya telah menayangkan film-film anti-Amerika selama beberapa minggu terakhir setelah kemunduran pembicaraan perdagangan antara kedua negara.

Seorang netizen menulis: “Saya ingat bahwa pada hari ketika AS mengumumkan kenaikan tarif, CCTV6 menyiarkan Battle of Triangle Hill, tetapi setelah panggilan telepon, ada kisah cinta antara Komunis Tiongkok dan Amerika — sejak kapan CCTV6 menjadi barometer Sino-AS hubungan?”

Trump meningkatkan tarif barang-barang Tiongkok senilai $ 200 miliar pada awal Mei, mengatakan rezim Tiongkok mundur karena komitmen yang dinegosiasikan selama berbulan-bulan pembicaraan perdagangan.

Setelah itu, CCTV mulai menayangkan film Perang Korea-Amerika, yang awalnya diproduksi sebagai anti-AS. Propaganda ini sebagai reaksi terhadap perang dagang AS-Tiongkok. Film-film tersebut termasuk Heroic Sons and Daughters, Guards on the Railway Line, dan Battle of Triangle Hill.

Media yang dikelola Komunis Tiongkok, sementara itu, meningkatkan propaganda retorika anti-Amerika, mengkritik Amerika Serikat karena “ekstrem” dan “pengganggu”, sementara mengklaim diri bahwa Komunis Tiongkok tidak akan mundur dalam menghadapi tekanan.

Netizen Tiongkok juga mengolok-olok peran nyata penyiar media corong Komunis Tiongkok dalam terlibat dalam “diplomasi film.”

Netizen berkata : “Keterampilan mengubah wajah ini tidak lebih lambat daripada membalik-balik buku!”

Pengguna lain berkomentar: “Tidak peduli emosi apa pun, saluran film selalu berhasil mengeluarkan sesuatu untuk mencocokkannya.”

Dalam sebuah artikel bertanggal 20 Juni, media corong Komunis Tiongkok misalnya, Global Times yang dikenal karena retorika hawkishnya atau agresif dengan lebih mengedepankan fisik, mulai menyangkal adanya pemanasan hubungan sino-AS.

Media ini memperingatkan netizen terkait Hubungan yang terkait antara penayangan film di TV dan urusan diplomatik saat ini.” Chen Chuangchuang, Direktur Independent Federation of Chinese Students and Scholars kepada NTD, mengatakan rezim Komunis Tiongkok selalu mengandalkan film propaganda semacam itu untuk menopang posisinya di hadapan audiensi domestik.

Menurut Chen Chuangchuang, “Komunis Tiongkok hanya menghasut sentimen anti-Amerika sebagai saluran emosional. Hal itu menegaskan citra yang sulit bagi warga Tiongkok untuk melihatnya.” (asr)

Filipina Memantau China Telecom Terkait Spionase dan Ancaman Keamanan Siber

Cathy He – The Epochtimes

Epochtimes.id- Filipina akan memantau operasi China Telecom di negara itu terkait mata-mata dan ancaman keamanan siber lainnya sebagaimana diungkapkan oleh media Jepang, Nikkei Asian Review pada 20 Juni.

Negara itu akan menggunakan platform cybersecurity yang dioperasikan pemerintah untuk mengawasi Mislatel, sebuah operator telekomunikasi baru yang sebagian dimiliki oleh China Telecom milik BUMN Tiongkok, di tengah meningkatnya kekhawatiran keamanan terhadap perusahaan teknologi Komunis Tiongkok di seluruh dunia.

“Kami akan menjadi orang yang memantau mereka,” kata Penjabat Menteri Teknologi Informasi dan Komunikasi Filipina, Elisio Rio kepada Nikkei.

“Mereka harus memastikan bahwa tidak akan menjadi ancaman bagi keamanan nasional kita atau mereka akan kehilangan lisensi mereka,” katanya.

Mislatel akan menerima lisensi operasi pada bulan Juli untuk menjadi operator telekomunikasi ketiga negara itu. Operator itu akan mulai beroperasi tahun depan, menurut outlet tersebut.

China Telecom adalah pemegang saham terbesar perusahaan, yang memiliki saham 40 persen.

Platform, yang disebut Cybersecurity Management System, dikembangkan bersama oleh Verint Systems yang berbasis di Amerika Serikat dan sebuah perusahaan IT Filipina, lapor outlet tersebut.

Platform ini akan memeriksa aktivitas Mislatel terhadap aturan privasi data dan memproses perilaku mencurigakan seperti trafik yang tidak biasa dari alamat IP adress.

Rio kepada Asian Nikkei mengatakan sistem tersebut dapat memantau pelanggaran data yang tidak sah yang masuk dan keluar dari jaringan seluler operator.

Allan Cabanlong, asisten cybersecurity di Departemen Teknologi Informasi dan Komunikasi Filipina mengatakan kepada media bahwa Mislatel akan menjadi yang pertama terhubung ke sistem pemantauan, tetapi pada akhirnya semua perusahaan telekomunikasi akan diminta untuk mendaftar.

China Telecom adalah penyedia telekomunikasi terbesar ketiga di Tiongkok.

Analis keamanan dunia maya telah menyuarakan keprihatinan bahwa perusahaan tersebut dapat digunakan oleh rezim Komunis Tiongkok untuk memata-matai dan mencuri data dari warga asing.

Awal bulan ini, sebagian besar trafik perangkat seluler di Eropa dialihkan melalui sistem yang dikendalikan oleh China Telecom selama dua jam.

Para ahli dari perusahaan teknologi AS, Oracle, menyelidiki insiden ini dan menemukan bahwa perusahaan tersebut “membajak” trafik seluler, sejenis peretasan yang disebut pembajakan Border Gateway Protocol atau BGP.

China Telecom telah mengubah rute trafik Barat pada banyak kesempatan sebelumnya dalam beberapa tahun terakhir. Oktober lalu, para ahli dari US Naval War College, dan Yuval Shavitt dari Universitas Tel Aviv menerbitkan sebuah makalah, menyimpulkan bahwa pembajakan BGP oleh China Telecom adalah disengaja.

Laporan itu mengatakan rezim Komunis Tiongkok mungkin telah beralih dari serangan siber ke metode yang lebih halus untuk mengarahkan kembali trafik luar negeri melalui jaringan perusahaan telekomunikasi, untuk mencuri data dari negara atau perusahaan yang dijadikan target.

Ia mencatat bahwa, melalui metode ini, rezim Komunis Tiongkok dapat mengakses jaringan organisasi target, mengambil data berharga, menambahkan implan berbahaya ke trafik yang tampaknya normal, atau hanya memodifikasi atau merusak data. (asr)

FOTO : Seorang pekerja siluet dengan layar komputer menunjukkan visualisasi langsung phishing online dan panggilan telepon penipuan di seluruh Tiongkok dalam foto file ini. China Telecom tertangkap menggunakan metode mata-mata cyber yang berbeda, yaitu mengalihkan lalu lintas internet. (Foto AP / Ng Han Guan, File)

Joshua Philipp dan Nicole Hao berkontribusi pada laporan ini.

Soal PPDB 2019, Berikut Tanggapan Ombudsman RI

Epochtimes.id- Sehubungan telah dimulainya pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk SMP dan SMA tahun 2019, terdapat beberapa Laporan Masyarakat yang masuk ke Ombudsman RI baik di perwakilan maupun di pusat.

Anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedy mengatakan berdasarkan laporan dari masyarakat, terdapat dua masalah utama.

Pertama, Berkenaan dengan ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap penerapan sistem zonasi. 

Kedua, Kesalahpahaman masyarakat tentang pendaftaran PPDB sehingga di beberapa tempat atau sekolah, sebagian masyarakat harus mengantri dan bahkan hingga bermalam di suatu sekolah.

Atas insiden ini, Ombudsman RI mengungkapkan, Pengaturan PPDB tahun ini melalui Permendikbud No. 51 Tahun 2018 telah mengalami perbaikan. Dibandingkan tahun sebelumnya Permendikbud tentang PPDB selalu terbit sebulan sebelum pelaksanaan PPDB sehingga menyulitkan daerah atau Pemprov dan Pemkab/Pemkot untuk menyesuaikan dengan aturan baru.

Menurut Suaedy, tahun ini Permendikbud itu sudah terbit setidaknya 6 bulan sebelum pelaksanaan PPDB. Sehingga dalam rentang waktu 6 bulan, semestinya sudah dilakukan persiapan sejak awal.

“Seharusnya waktu 6 bulan dapat digunakan untuk persiapan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pelaksanaan PPDB dan perbedaannya dengan tahun-tahun sebelumnya sehingga tidak menimbulkan keributan yang mendadak,” papar Ahmad Suaedy dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/6/2019).

Suaedy menerangkan, masalah sistem zonasi juga telah menampung aspirasi kondisi daerah-daerah tertentu karena tidak meratanya jumlah sekolah di berbagai daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan penyesuaian sejauh tidak menyimpang dari tujuan utama zonasi, yaitu pemerataan pendidikan dan penghapusan sistem favoritisme.

Meski demikian, Ombudsman RI mencatat ada beberapa kelemahan dalam penerapan zonasi, antara lain :

a.   Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di daerah kurang gencar dalam mensosialisasikan Permendikbud yang baru sehingga masih menimbulkan kesalahpahaman di tengah-tengah masyarakat.

b.   Kemendikbud juga kurang berkoordinasi dengan Kemendagri dalam penerapan sistem Zonasi sehingga beberapa kepala daerah masih melakukan modifikasi sistem zonasi yang menyimpang dari tujuan utama sistem tersebut.

c.   Kemendikbud seharusnya tegas dalam menegakkan aturan tentang sistem zonasi tetapi juga komunikatif dengan masyarakat dan Kementrian Dalam Negeri serta Pemerintahan Daerah sehingga tujuan yang baik dalam penerapan zonasi tersebut akan dipahami oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah.      

Selain itu, Suaedy menilai adanya antrian yang menimbulkan kekisruhan, hal itu lebih disebabkan karena kesalahpahaman masyarakat bahwa seolah-seolah siapa yang paling duluan membawa berkas ke sekolah akan diterima.

Oleh karena itu, Suaedy menyatakan Ombudsman RI menyesalkan terjadinya kesalahpahaman tersebut. Dia menambahkan, pendaftaran sekolah seharusnya telah dilakukan dengan sistem daring/on line yang telah diatur sesuai dengan zonasinya. Sehingga, berkas calon siswa dibawa ke sekolah dalam rangka verifikasi data, bukan untuk pendaftaran siapa yang paling duluan.

“Kemendikbud dan Dinas Pendidikan daerah provinsi & kab/kota serta sekolah di semua daerah hendaknya lebih gencar memberi penjelasan kepada masyarakat mengenai PPDB,” ungkapnya.

Soal sekolah favorit, Suaedy mengatakan mentalitas masyarakat dalam favoritisme sekolah masih kuat sehingga pemerintah secara keseluruhan khususnya Kemendikbud dan Kemendagri agar bekerjasama lebih koordinatif untuk memberikan pengertian kepada masyarakat.

Suaedy menjelaskan, mentalitas favoritisme itu terutama disebabkan karena kurangnya persebaran dan pemerataan fasilitas dan mutu sekolah di seluruh pelosok Indonesia sehingga sebagian masyarakat mengkhawatirkan akan mutu pendidikan bagi putra-putrinya.

Meski demikian, Suaedy berkata bahwa Ombudsman RI mendukung sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan. Namun pemerintah perlu segera merealisasikan pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan yang lebih kongkrit di seluruh Indonesia.

“Pemerintah pusat secara keseluruhan juga perlu bekerjasama lebih koordinatif dengan pemerintah daerah dalam usaha pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan tersebut,” pungkasnya. (asr)

Donald Trump Peringatkan Ancaman ‘Sosialisme Radikal’ pada Kampanye Deklarasi Capres

0

ETIndonesia – Donald Trump secara resmi memastikan akan kembali bertarung dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 2020 pada 18 Juni 2019 waktu setempat. Dalam kampanye deklarasi, Trump mengatakan kepada kerumunan pendukungnya yang bersemangat di Florida, bahwa pilihan dalam pilpres mendatang adalah pertarungan antara sosialisme radikal yang dianut oleh Demokrat dan agenda Trump tentang kebebasan dan impian Amerika.

Presiden petahana mengklaim ekonomi yang sedang ‘booming’ dan memperingatkan bahwa pemungutan suara untuk setiap Demokrat akan menghapus kemajuan yang dibuat sejak 2017.

“Lebih dari 120 (orang) Demokrat di Kongres juga telah mendaftar untuk mendukung pengambilalihan perawatan kesehatan oleh pemerintah sosialis Bernie Sanders,” kata Trump. “Mereka ingin mengakhiri Medicare seperti yang kita tahu dan menghentikan asuransi kesehatan swasta dari 180 juta orang Amerika yang menyukai asuransi kesehatan mereka.”

“Amerika tidak akan pernah menjadi negara sosialis, selamanya,” tambah presiden. “Partai Republik tidak percaya pada sosialisme, kami percaya pada kebebasan, dan begitu juga Anda.”

Wakil Presiden Mike Pence dan anggota senior kampanye Trump sebelumnya juga menggambarkan pemilu 2020 sebagai pilihan antara sosialisme dan kebebasan. Dengan pengecualian Sanders (I-Vt.) Dan Beto O’Rourke, kandidat terkemuka Demokrat berusaha menjauhkan diri dari label sosialis.

Namun mereka terus mendukung kebijakan khas sosialis seperti Medicare for All dan Green New Deal. Sepasang kandidat Demokrat, keduanya yang memberikan suara di bawah 1 persen, dicemooh setelah mengecam sosialisme pada konferensi Demokrat baru-baru ini.

“Tidak peduli label apa yang mereka gunakan, suara untuk Demokrat pada 2020 adalah suara untuk kebangkitan sosialisme radikal dan penghancuran impian Amerika,” kata Trump.

“Mereka akan menutup kebebasan berbicara Anda, menggunakan kekuatan hukum untuk menghukum lawan mereka, yang mereka coba lakukan sekarang juga; mereka akan selalu berusaha melindungi diri mereka sendiri. Mereka akan melepaskan hak konstitusional warga Amerika sambil membanjiri negara kita dengan imigran gelap dengan harapan akan memperluas basis politik mereka, dan mereka akan mendapatkan suara di suatu tempat di masa depan.”

Jauh sebelum mengeluarkan daftar panjang pencapaian, Trump mencurahkan sebagian besar pidato untuk menggarisbawahi bagaimana pemerintahannya bekerja di bawah tekanan kuat dari penyelidikan penasihat khusus Robert Mueller. Dia menilai bahwa penyelidikan itu adalah hasil dari pemerintahannya mengambil pendirian politik di Washington, yang dia sebut ‘rawa’.

“Dan itulah mengapa rawa itu melawan balik dengan kejam dan sadis. Selama dua setengah tahun terakhir, kami telah dikepung, dan dengan laporan Muller, kami menang, dan, sekarang, mereka menginginkan penyelesaian.”

“Gerakan patriotik kami telah diserang sejak hari pertama. Kami mencapai lebih dari apa yang dimiliki presiden lain dalam dua setengah tahun pertama masa kepresidenan dan dalam keadaan yang tidak ada presiden yang harus berurusan dengan sebelumnya, karena kami melakukannya di tengah-tengah ‘perburuan penyihir’ yang besar dan ilegal, hal-hal yang tidak ada yang bisa mencapai, bahkan tidak dekat.”

Mueller mengakhiri penyelidikannya pada bulan Maret, menemukan bahwa bukti yang ada tidak cukup untuk membuktikan bahwa Trump berkolusi dengan Rusia. Setelah laporan Mueller dipublikasikan, Demokrat di Kongres meningkatkan penyelidikan mereka ke Trump, serta keluarganya, transaksi bisnis masa lalu, rekanan, dan staf Gedung Putih dan mantan staf Gedung Putih.

“Kami melalui ‘perburuan penyihir’ terbesar dalam sejarah politik. Satu-satunya kolusi dilakukan oleh Demokrat, media berita palsu dan operasinya, dan orang-orang yang mendanai berkas palsu: Hillary Clinton yang serong dan DNC [Komite Nasional Demokratik]. Itu semua adalah upaya ilegal untuk membalikkan hasil pemilu, memata-matai kampanye kami, yang merupakan apa yang mereka lakukan, dan menumbangkan demokrasi kita.”(IVAN PENTCHOUKOV/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M