EpochTimesId – Jumlah perahu nelayan Korea Utara yang ‘mengapung’ dan merapat ke pantai Jepang sejak bulan November terus meningkat. Karena situasi di Semenanjung Korea saat ini semakin tegang gara-gara uji coba senjata nuklir rezim Kim Jong-un.
Situasi ini menambah kekhawatiran pemerintah Jepang, bahwa perahu itu mungkin digunakan untuk mengangkut para mata-mata Korea Utara. Media Jepang menyebut perahu-perahu itu sebagai Ghost Ship atau ‘perahu hantu’. Perahu-perahu itu memang ada yang kelihatannya sudah tidak terpakai alias rusak.
Namun, ada juga perahu kayu dengan nelayan Korea Utara yang masih hidup. Sementara sebagian perahu kayu yang terdampar berisi kerangka manusia yang diduga jenasah para nelayan Korut.
Dari data yang dihimpun oleh Dinas Penjaga Pantai Jepang, perahu ‘hantu’ yang merapat ke pantai atau terapung-apung di perairan Laut Jepang dari awal tahun hingga 4 Desember 2017 tercatat sebanyak 64 buah. Di antara perahu-perahu itu ditemukan 42 orang diduga warga Korea Utara yang masih hidup dan 18 kerangka manusia.
Polisi Penjaga Pantai Jepang mengatakan bahwa, perahu ‘hantu’ yang merapat di pantai Jepang hanya pada bulan November tahun ini saja sudah mencapai 28 buah. Bahkan satu di antara perahu kayu yang panjangnya mencapai 14 meter itu mengapung sampai ke pulau bagian utara Jepang dengan membawa 10 orang. Padahal, bulan November tahun lalu jumlahnya hanya 4 buah, dan bulan Desember sebanyak 13 buah.
Reuters melaporkan bahwa karena lonjakan jumlah perahu ‘hantu’ itu, mendorong para petugas Penjaga Pantai Jepang untuk meningkatkan patroli. Dari pemantauan mereka diketahui ada beberapa perahu yang hanyut di perairan Laut Jepang itu menggunakan atribut militer Korea Utara. Bahkan ada beberapa perahu yang sudah ditambatkan di pesisir.
Untuk meredakan rasa khawatir terhadap perahu ‘hantu’ membawa mata-mata, analis Korea Utara mengatakan bahwa banyaknya perahu yang hanyut ke perairan Jepang balakangan ini mungkin disebabkan karena adanya peningkatan kapasitas penangkapan ikan oleh nelayan karena merosotnya kondisi ekonomi Korea Utara.
Tetapi kekhawatiran rakyat Jepang tetap ada. Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshihide Suga pekan ini mengatakan bahwa pemerintah sangat sadar bahwa perahu-perahu ‘hantu’ itu telah menimbulkan kegelisahan bagi masyarakat setempat.
“Pihak kepolisian bersama penjaga pantai sedang berupaya keras untuk mengklarifikasi situasi. Begitu kita memiliki fakta, kita akan merespon dengan tegas,” ujar Yoshihide Suga.
Ketegangan di Semenanjung Korea kini semakin meningkat. Salah satu pemicunya adalah Korea Utara terus melakukan uji coba senjata nuklir dan mengeluarkan pernyataan yang bersifat ancaman untuk menghancurkan musuh mereka.
Dengan adanya perahu yang menggunakan atribut bertuliskan ‘Tentara Republik Rakyat Demokratik Korea, Divisi 854’ diantara perahu hantu, kekhawatiran pihak Jepang jadi kian bertambah.
Sehari sebelum perahu tersebut ditahan, pihak Jepang menemukan 8 jenasah terdampar di pantai. Selain itu, jaket pelampung bertuliskan huruf Korea juga ditemukan di dalam ruang lambung perahu.
Pejabat berwenang Jepang menolak memberikan komentar atas penemuan itu.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un sendiri justru memanfaatkan kondisi tersebut sebagai isu provokatif.
“Perahu nelayan bagaikan kapal perang dan ikan tak bedanya peluru,” koarnya.
Nikkei News melaporkan bahwa lingkungan perikanan Korea Utara memburuk dari tahun ke tahun. Pemerintah Korea Selatan mengatakan bahwa akibat sanksi Dewan Keamanan (DK) PBB, ekspor batubara dan senjata api menurun drastis.
pemerintah Korea Utara telah menjual sejumlah besar hak penangkapan ikan kepada Tiongkok untuk mendapatkan devisa. Akhirnya, jumlah ikan yang bisa ditangkap berkurang, sehingga nelayan Korea Utara semakin menderita.
Kim Jong-un melalui media ‘Rodong Sinmun’ edisi elektronik menghimbau rakyatnya, “Perahu penangkap ikan adalah kapal perang untuk membela bangsa dan negara, ikan itu setara dengan peluru atau mesiu yang diberikan kepada rakyat dan tentara”.
Mereka meminta kesediaan nelayan untuk bergabung dalam ‘Pertempuran penting’ di musim dingin ini dengan menerima kondisi yang dihadapi, menerima seadanya jumlah ikan yang bisa ditangkap.
Pihak berwenang Korea Utara tanpa ambil pusing dengan kelengkapan peralatan menangkap ikan para nelayan, memaksa mereka untuk menangkap lebih banyak ikan selama musim dingin, bahkan diminta ke perairan yang lebih dalam.
Guru Besar Universitas Jepang, Ken Kotani mengatakan, ia pribadi tidak menganggap perahu yang beratribut militer itu adalah perahu yang digunakan untuk kegiatan mata-mata Korea Utara. Walau pihak Jepang sedang mengusut hal ini.
“Kasusnya sudah diserahkan kepada kepolisian Jepang untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.
Profesor perguruan tinggi lainnya, Satoru Miyamato menduga, akibat pemerintah Korea Utara terdesak dalam usaha menambah pendapatan negara, akan makin banyak nelayan Korea Utara harus berlayar ke laut lepas untuk menangkap ikan dengan perahu yang tidak memadai.
DK PBB juga memasukkan hasil tangkapan ikan Korea Utara sebagai komoditas yang diembargo. Beberapa ahli mengatakan bahwa pihak berwenang Korea Utara memaksa nelayan melaut di musim dingin, selain untuk menambah kekurangan pangan, juga untuk kepentingan penyelundupan demi imbalan devisa.(ET/Xia Yu/Sinatra/waa)