EtIndonesia. Jelang perundingan damai yang sangat dinanti di Istanbul, Turki, antara Ukraina dan Rusia, konflik kedua negara justru mencapai titik eskalasi baru yang menggegerkan dunia. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengonfirmasi bahwa delegasi negaranya telah menerima undangan Rusia untuk bernegosiasi di Turki. Namun, di saat yang sama, Ukraina melancarkan serangan drone paling dahsyat sepanjang sejarah perang modern ke jantung pertahanan udara Rusia—menghancurkan lebih dari 40 pesawat bomber strategis milik Kremlin, termasuk sejumlah pesawat berkemampuan nuklir.
“Operasi Jaring Laba-laba”: Serangan Drone Paling Spektakuler
Serangan yang dijuluki “Operasi Jaring Laba-laba” ini sudah dipersiapkan dengan sangat matang selama lebih dari 18 bulan oleh militer Ukraina dan jaringan intelijen rahasianya. Sumber-sumber independen serta akun pro-Rusia di media sosial mengonfirmasi, serangan ini tidak hanya menyasar pangkalan udara di sekitar zona perang Donbas, tetapi juga menghantam fasilitas strategis jauh di kedalaman Rusia—termasuk di wilayah Siberia yang selama ini dianggap “kebal” dari serangan langsung.
Berdasarkan laporan yang beredar, “Operasi Jaring Laba-laba” menggunakan taktik infiltrasi canggih: puluhan drone quadcopter kecil diselundupkan ke wilayah Rusia dengan cara dimasukkan ke dalam kontainer kargo biasa. Kontainer ini kemudian diangkut truk logistik sipil ke dekat pangkalan udara militer—tanpa sepengetahuan sopir. Pada waktu yang sudah ditentukan, penutup kontainer dibuka secara remote, dan kawanan drone itu langsung terbang serempak ke sasaran.
Detik-Detik Serangan: Rekaman Dramatis dari Medan
Video-video yang beredar di platform X (dulu Twitter) dan Telegram memperlihatkan momen dramatis ketika drone-drone Ukraina keluar dari kontainer, disambut tembakan membabi buta oleh tentara Rusia yang panik. Beberapa drone berhasil ditembak jatuh, namun sebagian besar menembus pertahanan dan menghantam pesawat di landasan, hanggar, bahkan fasilitas bahan bakar.
Salah satu rekaman memperlihatkan ledakan dahsyat yang menghancurkan pesawat di bandara militer, dengan api membumbung tinggi. Terdengar teriakan dan kepanikan dari tentara Rusia, menandakan betapa tak terduga dan mematikan serangan ini. Media-media pro-Kremlin mengakui bahwa sistem pertahanan udara mereka kecolongan akibat taktik kamuflase dan waktu serangan yang presisi.
Kerugian Strategis: Bomber Nuklir Rusia Lumpuh
Data awal yang dihimpun dari berbagai sumber memperkirakan sedikitnya 40 unit pesawat bomber jarak jauh milik Rusia hancur atau mengalami kerusakan berat. Di antara pesawat yang terkena serangan terdapat model Tu-22M3 dan Tu-95M—dua tipe pesawat pembom strategis yang menjadi tulang punggung armada udara Rusia, khususnya dalam misi serangan jarak jauh dan membawa senjata nuklir.
Pakar militer menegaskan bahwa kedua tipe bomber tersebut tidak lagi diproduksi massal di Rusia, sehingga setiap kerusakan atau kehancuran sangat sulit digantikan dalam waktu singkat.
“Ini adalah salah satu kerugian terbesar bagi kekuatan udara strategis Rusia sejak Perang Dunia II,” ujar seorang analis pertahanan dari Ukraina.
Pihak Ukraina sendiri merayakan keberhasilan ini sebagai tonggak sejarah baru dalam perang teknologi drone.
Menurut pejabat senior militer Ukraina yang enggan disebutkan namanya mengatakan: “Serangan ini membuktikan, tidak ada tempat yang benar-benar aman bagi mesin-mesin perang Rusia, bahkan di wilayah terdalam mereka sendiri.”
Respons Rusia: Minimalisasi Kerugian, Penangkapan Pelaku
Hingga hari perundingan di Istanbul, pihak Pemerintah Rusia memilih merespons serangan ini dengan narasi yang cenderung meremehkan. Kementerian Pertahanan Rusia menyebut kebakaran dan ledakan di pangkalan udara sudah berhasil dipadamkan, serta tidak ada korban jiwa dari kalangan militer maupun sipil. Selain itu, disebutkan beberapa pelaku “sabotase” telah berhasil ditangkap.
Namun, sejumlah analis menilai respons Rusia kali ini sangat hati-hati dan defensif. Banyak yang percaya, Kremlin berupaya keras menutupi besarnya kerugian guna menjaga moral pasukan dan citra militer di mata publik Rusia maupun dunia internasional.
Imbas Terhadap Negosiasi Damai
Serangan besar-besaran ini terjadi hanya beberapa hari sebelum negosiasi damai di Istanbul, sehingga menimbulkan tanda tanya besar terkait suasana dan hasil perundingan. Sementara pihak Ukraina menunjukkan kekuatan dan inovasi militernya, Rusia dihadapkan pada tekanan psikologis dan kerugian strategis yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Beberapa pengamat memprediksi, keberhasilan operasi drone Ukraina akan menjadi “kartu tawar” dalam negosiasi, menambah tekanan kepada Rusia untuk bersikap lebih realistis dalam agenda damai.
Penutup
Operasi spektakuler ini kembali menegaskan perubahan besar dalam strategi perang modern, di mana teknologi drone dan kecerdasan buatan telah menggeser peta kekuatan militer global. Dunia kini menunggu kelanjutan drama diplomasi di Istanbul, yang akan menjadi panggung penentu bagi masa depan perang Rusia-Ukraina.