Gagal Mencapai Titik Temu? Zelenskyy Tolak Usulan AS, Rubio Mundur dari Perundingan
EtIndonesia. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, secara resmi memutuskan untuk mundur dari perundingan perdamaian Ukraina. Hal ini terjadi setelah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, secara tegas menolak salah satu usulan kunci yang diajukan oleh Amerika Serikat.
Menurut laporan The New York Times tertanggal 22 April, keputusan mengejutkan tersebut terjadi di tengah upaya AS untuk memediasi gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina melalui sebuah proposal strategis yang diajukan oleh Presiden Donald Trump. Rubio, yang sebelumnya ikut dalam pembicaraan, memilih untuk melewatkan tahap berikutnya dari perundingan gencatan senjata yang dijadwalkan berlangsung Selasa (22 April).
Meskipun demikian, para perwakilan dari Amerika Serikat, Eropa, dan Ukraina tetap dijadwalkan bertemu pada Rabu (23 April) di London untuk melanjutkan pembahasan mengenai usulan perdamaian. Namun, perkembangan terbaru ini memberikan pukulan ganda bagi prospek gencatan senjata Rusia-Ukraina dan menimbulkan keraguan besar terkait sejauh mana kemajuan yang sebenarnya telah dicapai.
Rubio sebelumnya hadir dalam konferensi internasional mengenai Ukraina yang diadakan di Paris pekan lalu. Namun, dia kemudian memberikan peringatan bahwa Presiden Trump kemungkinan akan mulai mengalihkan fokus ke “prioritas lain.” Dua pejabat dari Eropa yang terlibat dalam perundingan mengungkapkan bahwa selama pertemuan di Paris, para negosiator diberitahu tentang kerangka perjanjian gencatan senjata versi pemerintahan Trump. Usulan itu mencakup syarat-syarat kontroversial, termasuk permintaan agar Ukraina mengakui pencaplokan Krimea oleh Rusia dan mengesampingkan kemungkinan keanggotaan Ukraina dalam NATO.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Zelenskyy pada hari Selasa menegaskan bahwa dirinya tetap terbuka terhadap perundingan damai dengan Rusia, namun hanya setelah gencatan senjata diberlakukan. Dia juga menolak keras untuk mengakui Krimea sebagai bagian sah dari wilayah Rusia.
“Ukraina tidak akan pernah mengakui pencaplokan Krimea secara sah,” ujar Zelenskyy dalam konferensi pers. “Tidak ada yang bisa dinegosiasikan terkait hal ini. Itu bertentangan dengan konstitusi kami.”
Menurut laporan Financial Times, Presiden Rusia, Vladimir Putin telah mengusulkan agar pasukan Rusia menghentikan pergerakan militer mereka dan tetap berada di posisi garis depan saat ini. Namun demikian, gencatan senjata yang nyata masih tampak jauh dari kenyataan, apalagi solusi perdamaian jangka panjang.
Meski situasinya masih sangat rumit, Presiden Trump tetap menyampaikan harapannya agar kesepakatan perdamaian dapat dicapai dalam waktu dekat. Dia bahkan menyatakan harapannya agar perdamaian bisa terjadi dalam pekan ini.
Perundingan penting mengenai kemungkinan solusi konflik Rusia-Ukraina dijadwalkan digelar pada 23 April di London, Inggris.
Gedung Putih menyatakan bahwa utusan khusus Presiden Trump, Steve Witkoff, dijadwalkan akan kembali melakukan perjalanan ke Moskow minggu ini untuk bertemu langsung dengan Presiden Putin.(jhn/yn)
Peringatan 26 Tahun Aksi Damai 25 April – Kegiatan Digelar di Seluruh Dunia
Tahun 2025 ini menandai peringatan 26 tahun aksi damai “25 April 1999” oleh praktisi Falun Gong. Di berbagai belahan dunia, para praktisi Falun Gong mengadakan kegiatan peringatan, menyerukan perhatian dari masyarakat terhadap penganiayaan ilegal oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) terhadap Falun Gong, dan mendesak penghentian penindasan tersebut. Dalam kegiatan di New York, warga Tiongkok menyatakan keluar dari organisasi PKT. Mereka mengatakan bahwa mereka tetap mencintai negara Tiongkok, namun bukan Partai Komunis.
EtIndonesia. 26 tahun lalu, pada 25 April 1999, lebih dari 10.000 praktisi Falun Gong secara spontan berkumpul di dekat Kantor Pengaduan Negara di Zhongnanhai, Beijing, untuk menyampaikan permintaan pembebasan rekan mereka yang ditangkap secara tidak adil di Tianjin.
Aksi damai para praktisi Falun Gong di bawah sistem otoriter partai komunis Tiongkok tidak hanya mendapat pujian dari aparat keamanan yang berjaga, tapi juga apresiasi tinggi dari masyarakat internasional. Namun, oleh pemimpin PKT saat itu, Jiang Zemin, aksi tersebut dipelintir menjadi “pengepungan Zhongnanhai” dan dijadikan alasan untuk memulai penganiayaan.

Sejak saat itu, setiap tahun di tanggal yang sama, praktisi Falun Gong di seluruh dunia mengadakan kegiatan peringatan, dengan tujuan yang konsisten: menuntut kebebasan berkeyakinan, menyerukan penghentian penganiayaan, dan pembebasan mereka yang ditahan secara ilegal.
Falun Gong adalah sebuah disiplin spiritual dengan latihan meditasi yang didasarkan pada prinsip Sejati-Baik-Sabar. Sekitar 70 juta hingga 100 juta orang telah menekuni latihan ini di Tiongkok pada tahun 1999. Rejim Tiongkok, yang melihat popularitasnya di kalangan masyarakat sebagai ancaman, meluncurkan kampanye sistematis untuk melenyapkan Falun Gong, memenjarakan, mengirim ke kamp kerja paksa, dan fasilitas psikiatri siapa pun di Tiongkok yang menolak untuk melepaskan latihan ini. Praktisi Falun Gong juga menghadapi ancaman pengambilan organ paksa yang disetujui negara.


Pada 19 April, praktisi Falun Gong di Inggris mengadakan kegiatan peringatan di pusat kota London, didukung oleh banyak pejabat dan anggota parlemen yang mengirimkan surat dukungan.


Hari yang sama, di Auckland, Selandia Baru, juga digelar kegiatan serupa oleh sebagian praktisi.



Le Kai’an, aktivis pro-demokrasi Tiongkok: “Saya berharap masyarakat dunia sadar, jangan mendukung Partai Komunis Tiongkok, kalau tidak, akhirnya justru akan menjadi korban.”
Pada 20 April sore, praktisi Falun Gong di Jepang mengadakan pawai dan unjuk rasa di depan Stasiun Sakuragicho, Yokohama. Beberapa pejabat turut hadir menyatakan dukungan.


Fumitaka Nihei, anggota dewan distrik Tokyo dari Partai Demokrat Rakyat Jepang: “Ini pertama kalinya saya ikut pawai Falun Gong. Saya tahu bahwa tanggal 25 April adalah hari yang sangat berarti dan penting bagi para praktisi. Menyampaikan isu pelanggaran kebebasan melalui pawai seperti ini agar lebih banyak warga Jepang mengetahuinya sangatlah penting, maka saya ikut hari ini.”
Hiroshi Nakatsugawa, mantan anggota parlemen Jepang: “Justru karena keteguhan para praktisi Falun Gong, kebenaran mulai diketahui masyarakat Jepang. Dengan keteguhan dan penyampaian kebenaran secara jujur, pada akhirnya kebenaran akan menang.”
Di belahan dunia lain, di Flushing, New York juga menggelar aksi serupa. Seorang anggota Kongres AS memuji upaya para praktisi yang selama bertahun-tahun mengungkap kejahatan PKT dan menyerukan penghentian penganiayaan.



Dalam kegiatan itu, 29 warga Tionghoa secara terbuka menyatakan keluar dari organisasi PKT — jumlah terbanyak dalam sejarah peringatan ini. Mereka tak gentar menghadapi tekanan dan ancaman dari PKT, dan memilih berpihak pada keadilan.
Wang Zhe, karyawan perusahaan telekomunikasi milik negara: “Industri kami penuh dengan korupsi dan penyalahgunaan jabatan, itu sudah sangat umum. Termasuk penindasan terhadap para aktivis, pengacara, dan jurnalis – semua itu terus berlangsung. Banyak orang belum sadar bahwa PKT adalah organisasi kriminal. Melalui tindakan ini, kami menyatakan sikap kami kepada orang-orang di sekitar.”
Xiao Yiwu, salah satu dari 29 orang yang mundur dari PKT: “Arti dari tindakan ini adalah bahwa kami tetap orang Tiongkok, tapi kami mencintai negara ini, bukan partai politiknya. Negara layak dicintai, tapi PKT adalah partai yang jahat. Saya keluar dari Tiongkok lebih awal, jadi saya melihat sendiri bagaimana di luar negeri orang bisa berbicara, protes, bahkan pawai – asalkan seizin pemerintah kota. Tapi di Tiongkok, bahkan kegiatan budaya pun dikontrol oleh PKT. Bahkan angkat kertas kosong pun dilarang. Segala pembatasan kebebasan membuat saya merasa sangat tidak bebas.”
An Qiang, anggota Partai Demokrat Tiongkok dan tamu dalam kegiatan ini, menyampaikan bahwa PKT memblokir informasi dengan tembok api internet dan melakukan indoktrinasi dengan kebohongan, merusak budaya tradisional Tiongkok.
“Sejak kecil kita diajari bahwa Tiongkok punya sejarah 5.000 tahun yang penuh kebajikan dan sopan santun. Tapi kenyataan di lapangan sangat berbeda. Saya rasa semuanya adalah ulah PKT, termasuk tragedi 4 Juni 1989 dan penganiayaan terhadap Falun Gong. Setelah saya tinggal di luar negeri dan mengenal praktisi Falun Gong, saya menyadari bahwa mereka semua orang baik,” ujarnya.
Huang Guocheng, seorang insinyur desain struktur mekanik otomotif asal Guangxi, Tiongkok, sebelumnya memiliki pandangan negatif terhadap Falun Gong akibat propaganda PKT. Namun setelah datang ke AS dan menyaksikan sendiri sifat damai dan tulus para praktisi, ia memutuskan keluar dari PKT.
Huang Guocheng: “Setelah mengenal Falun Gong dan ikut kegiatan hari ini, serta mendengar kesaksian langsung, saya menyadari bahwa propaganda PKT itu jahat.” (Hui)
Sumber : NTDTV.com
Elon Musk: Pembatasan Ekspor Tanah Jarang oleh Tiongkok Berdampak pada Produksi Robot Tesla
EtIndonesia. Di tengah memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, Beijing memberlakukan kebijakan pembatasan ekspor logam tanah jarang (rare earth). Kebijakan ini mulai berdampak pada perusahaan teknologi tinggi Amerika, termasuk Tesla. CEO Tesla, Elon Musk, mengungkapkan bahwa pembatasan tersebut telah memengaruhi proses produksi robot humanoid Optimus milik perusahaannya.
Langkah Balasan Tiongkok terhadap Tarif AS
Menurut laporan Reuters, pada bulan April, Tiongkok menerapkan kontrol ekspor terhadap sejumlah komoditas tanah jarang. Langkah ini dinilai sebagai bentuk respons terhadap peningkatan tarif impor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Tanah jarang merupakan komponen penting dalam produksi senjata, perangkat elektronik, hingga berbagai produk konsumen, termasuk kendaraan listrik dan robotika.
Musk: “Ini Bukan untuk Senjata, Tapi untuk Robot”
Dalam panggilan konferensi keuangan Tesla pada hari Selasa, 22 April, Elon Musk menyatakan bahwa pembatasan Tiongkok terhadap ekspor magnet tanah jarang telah mengganggu jalur produksi robot humanoid Tesla, Optimus.
“Tiongkok ingin mendapat jaminan bahwa tanah jarang tersebut tidak digunakan untuk keperluan militer. Jelas bukan, karena bahan ini akan digunakan untuk robot humanoid,” tegas Musk.
“Ini bukan senjata,” tambahnya.
Tesla Upayakan Izin Ekspor dari Beijing
Musk juga mengungkapkan bahwa Tesla saat ini tengah bekerja sama dengan otoritas di Beijing untuk mengamankan izin ekspor magnet tanah jarang. Para analis mencatat bahwa kontrol ekspor kali ini tidak hanya menyasar mineral mentah, tetapi juga mencakup produk akhir seperti magnet dan komponen lain yang sulit digantikan.
Saat ini, seluruh eksportir yang ingin mengirimkan tanah jarang dari Tiongkok harus mengajukan izin kepada Kementerian Perdagangan Tiongkok. Proses ini dinilai kurang transparan dan bisa memakan waktu enam hingga tujuh minggu, bahkan berbulan-bulan.
Optimus dan Ketergantungan pada Tanah Jarang
Sebelumnya, Elon Musk pernah menyatakan bahwa Tesla menargetkan produksi ribuan unit robot humanoid “Optimus” tahun ini. Menurut laporan dari Securities Times, material magnet permanen NdFeB (Neodymium-Iron-Boron) berkinerja tinggi adalah komponen utama motor servo dalam robot. Data publik menyebutkan bahwa satu robot humanoid bisa menggunakan lebih dari 40 motor servo, dan setiap motor membutuhkan sekitar 50 hingga 100 gram material NdFeB.
Untuk satu unit robot Optimus, dibutuhkan sekitar 3,5 kilogram NdFeB berkualitas tinggi—yang sebagian besar saat ini diproduksi di Tiongkok.
Langkah Regulasi dari Pemerintah Tiongkok
Pada awal April, Kementerian Perdagangan Tiongkok dan Administrasi Umum Bea Cukai secara bersama-sama mengeluarkan pengumuman mengenai pembatasan ekspor pada sejumlah unsur tanah jarang kelas menengah hingga berat, termasuk: samarium, gadolinium, terbium, dysprosium, lutetium, scandium, dan yttrium.
Lebih lanjut, material NdFeB yang mengandung terbium dan dysprosium juga termasuk dalam daftar kontrol ekspor tersebut.
Kebijakan ini menambah satu lagi lapisan tantangan dalam hubungan perdagangan antara Washington dan Beijing. Di sisi lain, ini juga menggarisbawahi ketergantungan industri teknologi tinggi global terhadap pasokan tanah jarang dari Tiongkok—yang memproduksi lebih dari 70% dari total pasokan global. (jhn/yn)
Prabowo Luncurkan Program Gerakan Indonesia Menanam di Banyuasin, Sumatera Selatan
EtIndonesia. Presiden Prabowo Subianto secara resmi meluncurkan program Gerakan Indonesia Menanam (Gerina), sebuah gerakan kolaboratif untuk membangkitkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam menanam, menumbuhkan, dan memanen tanaman pangan.
Acara peluncuran yang digelar di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, pada Rabu, 23 April 2025, turut dihadiri oleh sejumlah petani.
Dikutip dari siaran pers BPMI Setpres, kegiatan dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Alquran. Setelah itu, Presiden beserta tamu undangan disuguhi penayangan video “Road Map to Gerina” yang menampilkan rencana besar penanaman tanaman pangan guna mendukung komitmen Indonesia menuju swasembada pangan.
Dalam sambutannya, Presiden Prabowo menekankan bahwa tidak ada negara yang bisa hidup tanpa adanya pangan. Untuk itu, Presiden mengapresiasi partisipasi aktif berbagai pihak turut mewujudkan dan memastikan ketahanan pangan nasional terpenuhi, salah satunya inisiasi dari Ustaz Adi Hidayat pada Gerina.
“Apa yang dirintis oleh Ustaz Adi Hidayat dan tokoh-tokoh seperti Setiawan Ichlas, kawan saya lama ini beliau, ini membahagiakan. Jadi inovasi, improvisasi, riset, teknologi ini yang akan membawa Indonesia menjadi negara yang berhasil. Apa yang dirintis di sini menjadi contoh dan saya percaya banyak seperti ini yang mungkin perlu kita beri kesempatan untuk berkembang dan tumbuh,” kata Presiden.
Sementara itu dalam kesempatan terpisah, Ustaz Adi Hidayat menyampaikan perlu adanya kolaborasi sejumlah pihak untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Menurutnya, perlu ada kebersamaan yang menyatu antara pemerintah dengan rakyat untuk membangun kesadaran bahwa ketahanan pangan itu bagian yang penting untuk stabilitas negeri.
“Oleh karena itu, ketika pemerintah sudah memiliki programnya, sudah memiliki rancang bangun dan visinya, maka dari rakyat mempersamai sehingga terjadi akselerasi dan membangun kesadaran,” ucap Ustaz Adi Hidayat.
Melalui program Gerina ini, dua program penanaman tanaman pangan yang telah dikembangkan dan diperkenalkan kepada Presiden Prabowo. Ada Si Opung atau solusi olah padi terapung yang memanfaatkan kolam air untuk menanam padi.
“Jadi yang tidak punya tanaman darat, dia punya kolam atau dia ingin bikin di samping rumahnya, itu bisa dirakitkan dengan biaya yang jangkau, kemudian bisa diolah dan bisa panen,” lanjutnya.
Program kedua dinamakan Si Cepot yakni solusi cepat panen via pot yang telah dilakukan riset untuk menanam tanaman sawah. Tidak hanya itu, media pot juga dapat dimanfaatkan untuk menanam bahan pangan lainnya seperti cabai dan kentang.
“Dari tanaman sawah, kita riset dengan pot. Potnya kemudian kita riset bentuknya, gramasinya, volumenya. Dan kalau kita bisa susun satu keluarga, bisa simulasi 5 orang, kebutuhan makannya x sekian, itu dengan tanam pot itu 3x musim, dia bisa sampai nabung 100-300 ribu dibandingkan beli secara biasa,” jelas Ustaz Adi Hidayat.
Pada kesempatan tersebut, Presiden juga melakukan peninjauan langsung ke area riset metode penanaman yang menampilkan berbagai teknik tanam modern. Agenda ditutup dengan kunjungan Presiden ke pameran mitra tanam Program Gerina yang memamerkan kontribusi dan inovasi mereka dalam mendukung keberhasilan gerakan ini. Dengan semangat kolektif dan gotong royong, Program Gerina diharapkan dapat menciptakan dampak jangka panjang bagi ketahanan pangan nasional. (BPMI Setpres)
Prediksi Nikola Tesla Tahun 1898 tentang Kehancuran Kapal Perang Menjadi Kenyataan
Nikola Tesla meramalkan peperangan angkatan laut dengan kendali jarak jauh pada tahun 1898, dan drone torpedo Katran Ukraina mengubah kapal perang menjadi relik masa lalu
Stephen Xia dan Sean Tseng
Lebih dari seabad yang lalu, Nikola Tesla mengusulkan sebuah penemuan yang menurutnya dapat “menghapuskan perang” seperti yang kita kenal, demikian judul utama New York Herald dalam artikel tertanggal 8 November 1898. Surat kabar itu melaporkan bahwa Tesla adalah seorang “pesulap sains yang hebat” mengklaim persenjataan dengan kendali jarak jauh dapat menetralkan bahkan kekuatan angkatan laut terkuat sekalipun.
Tesla membayangkan seorang operator tunggal menggunakan listrik untuk mengarahkan kapal, balon udara, atau kendaraan darat dari pantai, termasuk kapal-kapal berisi torpedo yang siap menyerang kapal musuh di atas maupun di bawah permukaan air.
“Perang tidak akan mungkin terjadi lagi,” katanya, “ketika seluruh dunia tahu besok bahwa bangsa yang paling lemah pun dapat segera mempersenjatai diri dengan senjata yang akan membuat pantainya aman dan pelabuhannya tak tertembus,” menurut artikel tersebut.
Sistemnya mengandalkan kendali nirkabel garis pandang, sebuah keterbatasan pada zamannya. Tesla tidak mungkin membayangkan komunikasi satelit, sensor, dan sistem navigasi saat ini. Peralatan modern ini memungkinkan pengoperasian platform tanpa awak yang presisi dan mendunia, melampaui kemungkinan di zaman Tesla.
Maju cepat ke masa kini, kapal permukaan tanpa awak (USV) Ukraina mewujudkan visi Tesla di tengah perang dengan Rusia. Yang terdepan adalah Katran, yang diumumkan oleh Wakil Perdana Menteri Ukraina Mykhailo Fedorov, kepala program drone, pada 25 Maret.
Dijuluki juga “Hiu,” USV canggih ini dirancang untuk serangan dan pengintaian. Ia dapat menempuh jarak lebih dari 900 mil dengan kecepatan hingga 80 mil per jam—sangat dahsyat di Laut Hitam, medan pertempuran maritim bagi Ukraina dan Rusia.
Kecerdasan buatan (AI) bawaan memungkinkannya beroperasi dalam kondisi senyap radio, yang penting di area yang penuh dengan gelombang elektronik. Sementara itu, penanggulangan elektronik (electronic countermeasures) miliknya dapat menetralkan drone anti-USV Rusia.
Katran menambah kemampuan armada USV Ukraina yang sudah ada.
Dengan setidaknya 15 jenis yang berbeda, mulai dari drone jet ski dasar hingga platform serangan canggih seperti Magura V5 dan Sea Baby, armada drone Ukraina telah merusak Armada Laut Hitam Rusia, pelabuhan militer, dan Jembatan Krimea.
Katran membangun ancaman itu, berfungsi ganda sebagai drone kamikaze dan kapal serbu multi-peran.
Katran membawa persenjataan yang mengesankan: senapan mesin, rudal permukaan-ke-udara, dan torpedo, yang memungkinkannya menyerang target di darat, udara, dan bawah air. Kekuatan tembak semacam ini menimbulkan tantangan serius bagi pertahanan konvensional, seperti helikopter dan meriam angkatan laut jarak dekat, yang digunakan Rusia untuk menetralkan USV.
Desember lalu, sebuah USV Ukraina yang dipersenjatai dengan rudal anti-pesawat menembak jatuh sebuah helikopter Rusia—bukti keserbagunaannya.
Selain itu, pasokan torpedo canggih baru-baru ini dari Swedia—kemungkinan Torpedo 47 atau torpedo ringan Saab (SLWT)—dapat lebih memperluas jangkauan serangan USV, memungkinkan serangan terhadap kapal perang lebih dari 12 mil jauhnya.
Otonomi berbasis AI dan perangkat peperangan elektronik Katran jauh melampaui kendali jarak jauh sederhana Tesla. Ia dapat menyelesaikan misi dengan pengawasan manusia minimal, bereaksi terhadap ancaman secara waktu nyata—sebuah evolusi yang hanya bisa dibayangkan oleh Tesla.
Munculnya USV menandai perubahan seismik dalam strategi angkatan laut, menantang keberadaan kapal perang besar berawak. Keberhasilan Ukraina dengan drone berbiaya rendah dan lincah dalam merusak dominasi angkatan laut Rusia menunjukkan bahwa masa kejayaan kapal perang dan kapal induk besar mungkin akan segera berakhir.
Dengan kemampuan mengumpulkan intelijen dan meluncurkan serangan presisi secara otonom, Katran telah melampaui konsep Tesla tahun 1898, menggemakan nubuatnya bahwa senjata canggih dapat menyamakan kedudukan bagi negara mana pun, terlepas dari ukurannya.
Dengan senjata yang lebih kuat, jangkauan yang lebih jauh, dan AI yang lebih pintar di masa depan, platform berawak yang mahal—seperti kapal perang, pesawat terbang, dan tank—berisiko menjadi usang. Katran dan penerusnya dapat membuat, dalam kata-kata Tesla, “kapal perang terkuat” menjadi “besi tua” di hadapan inovasi.
Filipina Longgarkan Pembatasan Perjalanan bagi Pejabat Pemerintahannya yang Mengunjungi Taiwan
Taiwan menyambut baik keputusan Manila, dengan mengatakan bahwa hal ini akan memperdalam hubungan bilateral antara kedua pihak.
EtIndonesia. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. melonggarkan pembatasan perjalanan yang telah berlaku selama puluhan tahun, membuka pintu bagi sebagian pejabat pemerintah dari negaranya untuk mengunjungi Taiwan, serta mengizinkan kunjungan dari pejabat Taiwan ke Filipina.
Perintah Marcos ini, yang dikenal sebagai Surat Edaran No. 82, ditandatangani oleh Sekretaris Eksekutif Lucas Bersamin pada 15 April. Edaran tersebut, yang dipublikasikan pada 21 April, menyatakan bahwa perubahan ini dilakukan untuk “semakin memaksimalkan peluang pengembangan dan perluasan bidang-bidang investasi prioritas Filipina.”
Meskipun Filipina dan Taiwan bukan sekutu diplomatik, kedua pihak tetap menjalin hubungan tidak resmi melalui Kantor Ekonomi dan Kebudayaan Manila (MECO) di Taipei dan Kantor Ekonomi dan Kebudayaan Taipei (TECO) di Manila. Dalam beberapa tahun terakhir, kedua pemerintahan menghadapi tekanan militer yang semakin intensif dari rezim komunis Tiongkok.
Edaran tersebut mengurangi pembatasan perjalanan yang diberlakukan berdasarkan Perintah Eksekutif No. 313, yang dikeluarkan oleh Presiden Filipina Corazon Aquino pada tahun 1987.
Perintah tahun 1987 itu melarang seluruh pejabat pemerintah Filipina melakukan perjalanan resmi ke Taiwan, menerima pejabat Taiwan, atau melakukan aktivitas resmi apa pun yang berkaitan dengan Taiwan tanpa persetujuan dari Departemen Luar Negeri. Perintah itu juga menyatakan pengakuan diplomatik Manila terhadap Tiongkok dan bahwa “Taiwan adalah bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Tiongkok.”
Di bawah perintah Marcos, larangan perjalanan kini hanya berlaku bagi Presiden, Wakil Presiden, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan Nasional Filipina.
Pejabat pemerintah Filipina lainnya diizinkan melakukan perjalanan ke Taiwan untuk tujuan “ekonomi, perdagangan, dan investasi,” menurut edaran tersebut, tetapi mereka diwajibkan menggunakan “paspor biasa tanpa menggunakan gelar resmi mereka.”
Sebelum keberangkatan, mereka harus memberitahukan kepada MECO tujuan perjalanan mereka, dan setelah kembali, mereka diwajibkan menyerahkan laporan perjalanan kepada MECO dan Departemen Luar Negeri Filipina (DFA), sebagaimana tercantum dalam edaran.
Pejabat dan lembaga pemerintah Filipina juga dapat menjamu delegasi dari Taiwan untuk tujuan “ekonomi, perdagangan, dan investasi,” menurut edaran tersebut. Para pejabat dan lembaga ini harus memberitahukan MECO paling lambat lima hari sebelum kedatangan delegasi dan menyerahkan laporan pasca-kunjungan kepada MECO dan DFA.
“Tidak ada perjanjian, nota kesepahaman, pertukaran nota, atau dokumen serupa yang boleh disepakati dengan organisasi atau lembaga Taiwan mana pun tanpa persetujuan dari DFA,” bunyi edaran tersebut.
Menteri Luar Negeri Taiwan, Lin Chia-lung, menyambut baik keputusan Manila untuk melonggarkan pembatasan perjalanan, menurut pernyataan resmi. Lin mengatakan bahwa perubahan ini mendukung upaya diplomasi Taiwan dalam memperdalam kerja sama substantif dengan Filipina.
Kementerian menyatakan bahwa Taiwan adalah pasar ekspor terbesar kedelapan bagi Filipina, mitra dagang terbesar kesembilan, dan sumber impor terbesar kesepuluh.
“Taiwan akan terus bekerja sama dengan Filipina dan sekutu demokratis lainnya untuk berkontribusi pada kemakmuran, perdamaian, dan stabilitas kawasan,” ujar kementerian tersebut.
Pada 21 April, MECO mengeluarkan pernyataan bahwa pelonggaran pembatasan perjalanan “akan mengurangi hambatan dan meningkatkan transparansi yang akan menarik lebih banyak investasi Taiwan, sekaligus mendukung prioritas bersama seperti rantai pasokan yang tangguh, inovasi, dan pembangunan berkelanjutan.”
“Tahun ini menandai ulang tahun ke-50 hubungan Filipina-Taiwan, dan sudah sepantasnya kita membuka jalan untuk hubungan yang lebih kuat dan lebih dinamis dengan Taiwan yang akan menguntungkan semua pihak, sekaligus memastikan pendekatan inklusif yang melindungi ruang kebijakan untuk kepentingan publik yang sah,” tambah MECO.
Pada Januari 2024, Tiongkok bereaksi dengan marah setelah Marcos menyampaikan ucapan selamat kepada pemenang pemilu presiden Taiwan melalui platform media sosial X.
“Atas nama rakyat Filipina, saya mengucapkan selamat kepada Presiden-terpilih Lai Ching-te atas terpilihnya sebagai Presiden Taiwan berikutnya,” tulis Marcos kala itu. “Kami menantikan kerja sama erat, memperkuat kepentingan bersama, mendorong perdamaian, dan memastikan kesejahteraan bagi rakyat kita di masa mendatang.”
Sebagai tanggapan, Kementerian Luar Negeri Tiongkok menuduh Marcos “secara terang-terangan” mencampuri urusan dalam negeri mereka dan memanggil Duta Besar Filipina untuk Tiongkok, Jaime FlorCruz, “untuk menyampaikan keberatan serius.”
“Kami menyarankan Presiden Marcos untuk membaca lebih banyak agar dapat memahami secara benar persoalan Taiwan dan mengambil kesimpulan yang tepat,” kata kementerian tersebut.
Tiongkok menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan tidak mengakui legitimasi pemerintahan demokratis Taiwan. Padahal, Taiwan pada kenyataannya adalah negara berdaulat secara de facto dengan militer, konstitusi, dan mata uangnya sendiri.
Sumber : Theepochtimes.com