Home Blog Page 62

Heboh! Prediksi Tarif 79%: Apakah Trump Akan Bikin Tiongkok Terkapar?

EtIndonesia. Dalam perkembangan terbaru sengketa dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, Partai Komunis Tiongkok telah mengumumkan penerapan tarif senilai 34% terhadap produk Amerika. Namun, analis terkemuka dari Citibank menyatakan bahwa langkah tersebut dianggap kurang tepat, mengingat Presiden Trump diprediksi akan menambah tarif hingga mencapai 79%.

Prediksi Tarif Berdasarkan Analisis Citibank

Kepala Strategi Perdagangan Asia di Citibank, Mohammed Apabhai, mengungkapkan bahwa prediksi tarif sebesar 34% merupakan langkah awal yang telah tepat dihitung. Dalam laporan terbarunya, Apabhai menjelaskan bahwa pemerintah Trump kemungkinan akan menaikkan tarif secara bertahap. Dengan menambahkan kenaikan sebesar 25% dari tarif kumulatif yang saat ini mencapai 54%, total tarif yang akan diterapkan terhadap Tiongkok diperkirakan mencapai 79%.

Alasan dan Strategi di Balik Kenaikan Tarif

Menurut laporan tersebut, salah satu alasan utama di balik kemungkinan penambahan tarif lebih lanjut adalah komitmen pemerintah Trump yang telah bersumpah untuk meningkatkan tarif jika negara mitra dagang memberlakukan tarif pembalasan. Langkah ini dilihat sebagai bagian dari upaya mengurangi defisit perdagangan Amerika dengan Tiongkok. Dalam konteks tersebut, Pemerintah AS mungkin menambahkan tarif senilai 107,4 miliar dolar, sehingga total nilai tarif mencapai 339,4 miliar dolar. Meskipun demikian, angka ini masih di bawah nilai ekspor Tiongkok ke Amerika yang mencapai sekitar 400 miliar dolar per tahun.

Tanggapan Pemerintah dan Strategi Perdagangan Amerika

Menteri Keuangan Amerika Serikat, Scott Bessent, mengemukakan pandangan bahwa langkah pembalasan dari pihak Tiongkok kemungkinan tidak akan efektif. Menurut Bessent, perbedaan posisi keuangan—di mana Amerika merupakan negara debitur dan Tiongkok sebagai negara kreditur—akan mengurangi daya tawar Tiongkok dalam konflik tarif ini.

Apabhai dari Citibank menambahkan bahwa strategi terbaik bagi Amerika adalah untuk bersabar dalam “permainan tarif” alih-alih terburu-buru mencapai kesepakatan. Menurutnya, dengan menaikkan tarif secara agresif, Amerika dapat memperoleh posisi tawar yang lebih kuat dalam persaingan dagang global dan menekan lawan-lawannya untuk kembali ke meja perundingan dengan sikap yang lebih kooperatif.

Implikasi Global dan Potensi Tanggapan Internasional

Data yang dihimpun Citibank menunjukkan bahwa langkah pembalasan tarif terhadap Amerika bukanlah solusi yang optimal. Negara-negara lain, termasuk Uni Eropa, juga harus berhati-hati dalam menerapkan tarif pembalasan, karena kemungkinan besar akan menghadapi reaksi keras serupa dari Amerika Serikat. Dalam konteks ini, negosiasi dan dialog diplomatik menjadi kunci untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan bagi semua pihak.

Kesimpulan

Ketegangan dalam hubungan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok semakin meningkat seiring dengan prediksi kenaikan tarif hingga 79% yang diungkap oleh analis Citibank. Dengan latar belakang komitmen pemerintah Trump untuk mengatasi defisit perdagangan melalui peningkatan tarif, dinamika “permainan tarif” ini diharapkan akan terus berlanjut. Para pengamat internasional menekankan pentingnya dialog dan negosiasi dalam menyelesaikan perselisihan, agar tidak terjadi eskalasi yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi global.

“Marah dan Bingung”: Pendukung Yoon Suk-yeol Gelar Protes di Seoul

EtIndonesia. Ribuan pendukung Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol pada  Sabtu (5 April), berkumpul di pusat kota Seoul di tengah hujan, menggelar aksi unjuk rasa menentang keputusan Mahkamah Konstitusi yang sehari sebelumnya memutuskan untuk memakzulkan Yoon.

 “Sebagai warga negara, saya berharap Presiden Yoon Suk-yeol bisa tetap menjabat. Namun jika itu tidak mungkin, saya berharap seseorang dari partai berkuasa (Partai Kekuatan Rakyat) yang akan terpilih menjadi presiden,” kata Kang Ye-eun, seorang pendukung Yoon. 

Para demonstran yang ikut dalam aksi menyatakan bahwa mereka merasa “sangat marah” atas putusan pengadilan, beberapa merasa “bingung”, dan mengatakan bahwa sulit menerima keputusan tersebut.


“Saya sangat marah. Saya merasa negara saya (Korea Selatan) sedang hancur. Saya merasa harus datang ke sini (untuk memprotes),” ujar Lee Hee-bok, pendukung Yoon lainnya.

Keputusan bulat dari pengadilan ini mengakhiri proses pemakzulan yang berlangsung selama 111 hari—menjadi rekor terlama dalam sejarah pemakzulan presiden di Korea Selatan. 

Berdasarkan keputusan tersebut, Korea Selatan kini telah memulai proses pemilu presiden. Sesuai konstitusi, pemilihan presiden baru harus dilaksanakan dalam waktu 60 hari. Untuk sementara, Perdana Menteri Han Duck-soo menjabat sebagai Presiden Pelaksana sampai presiden baru dilantik secara resmi. (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Ke Mana Perginya Semua Orang? Muncul Banyak Desa dan Kota Tak Berpenghuni di Tiongkok

0

Di media sosial Tiongkok beredar banyak video yang menunjukkan banyak daerah berubah menjadi desa dan kota tanpa penghuni. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa populasi Tiongkok mungkin sedang menurun drastis.

EtIndonesia. Bulan lalu, seorang vlogger dari Tiongkok mengunjungi kawasan tak berpenghuni di Kota Zongling, Kabupaten Nayong, Provinsi Guizhou. Dalam video terlihat, rumah sakit, sekolah, hingga kantor polisi masih ada, namun tidak ada seorang pun yang tinggal. Hanya beberapa warga yang masih tinggal di daerah sekitarnya.

Menurut laporan media Tiongkok, dulunya daerah tersebut dihuni oleh lebih dari 10.000 orang. Namun pada tahun 2017, karena aktivitas penambangan yang menyebabkan krisis geologis, pihak berwenang memerintahkan evakuasi total penduduk.

Selain Kota Zongling, di platform Douyin (TikTok versi Tiongkok) juga tersebar banyak video yang memperlihatkan desa-desa di pegunungan Guizhou yang kini tak lagi berpenghuni atau hanya ditinggali oleh segelintir orang. Beberapa desa telah lama terbengkalai, namun ada juga yang baru saja kosong dalam beberapa tahun terakhir, dengan alasan yang belum jelas.

Seorang vlogger menyatakan bahwa banyak desa di Guizhou kehilangan penduduk karena letaknya yang terpencil dan akses transportasi yang sulit. Namun, video di Douyin juga menunjukkan bahwa bahkan di daerah dataran luas seperti di tiga provinsi Timur Laut (Liaoning, Jilin, Heilongjiang), banyak desa dan kota juga kosong tanpa penghuni, menunjukkan adanya penyebab lain.

Pencarian di Douyin menunjukkan bahwa di Provinsi Liaoning terdapat banyak desa kosong.

Pada 7 November tahun lalu, seorang pengguna internet memposting video saat melakukan perjalanan darat melewati sebuah desa kosong di Liaoning. Desa tersebut ditumbuhi rumput liar dan hanya menyisakan reruntuhan bangunan. Tidak diketahui ke mana para penduduk pergi.

Ada pula vlogger yang merekam video dan menyebutkan bahwa Zhaojiatun di Huludao, Liaoning, disebut sebagai “kota kosong terbesar di utara”. Dahulu, kota ini kaya akan sumber daya tambang dan pernah dihuni puluhan ribu orang, bahkan dijuluki “Shanghai kecil di Timur Laut”. Kini, kota itu menjadi kota hantu.

Provinsi Jilin juga memiliki banyak desa kosong. Salah satu video memperlihatkan kota kosong di pegunungan Jilin, dengan puluhan gedung apartemen berdiri megah yang tampak baru dibangun, tetapi hanya dihuni oleh belasan lansia.

Beberapa vlogger Douyin juga menyebutkan, “Heilongjiang punya banyak kota kecil dan desa tanpa penghuni.”

Pada 22 Maret tahun ini, seorang vlogger mengunggah video mempertanyakan, “Di kampung halaman saya, sebuah desa di Kota Hailun, Provinsi Heilongjiang, kenapa semua rumah kosong? Ke mana perginya orang-orang?” Pada 11 Februari, seorang vlogger juga memposting video serupa dari Kota Suihua, Heilongjiang, menyebutkan bahwa desa-desa di sana kosong.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Tiongkok mendorong program “urbanisasi”, memindahkan banyak penduduk desa ke kota. Khususnya di tiga provinsi timur laut yang ekonominya mengalami kemunduran, banyak penduduk pindah ke kota-kota di selatan.

Namun, sejak awal tahun ini, banyak vlogger di berbagai kota Tiongkok juga memperlihatkan bahwa populasi kota pun tampaknya berkurang drastis. Jalanan, pusat perbelanjaan, dan stasiun yang dulunya ramai, kini tampak sepi. Banyak yang bertanya-tanya: “Ke mana semua orang pergi?”, “Apakah benar Tiongkok masih punya 1,4 miliar penduduk?”

Sumber : NTDTV.com 

Yoon Suk-yeol Lengser, Masa Depan Istrinya Kim Keon-hee Terancam

EtIndonesia. Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol resmi diberhentikan dari jabatannya pada 14 Desember 2024 melalui pemakzulan oleh parlemen setelah pemberlakuan darurat militer. 

Pada 4 April 2025 pukul 11 pagi, Mahkamah Konstitusi mengumumkan keputusan yang mendukung pemakzulan tersebut, menjadikan Yoon sebagai presiden kedua dalam sejarah Korea Selatan yang diberhentikan dari jabatannya secara resmi. Dengan pencopotan ini, Yoon tidak lagi memiliki imunitas hukum, sehingga akan menghadapi berbagai penyelidikan pidana. 

Sementara itu, istrinya, Kim Keon-hee, yang telah lama disorot publik, juga menghadapi sejumlah tuduhan hukum. Sejak akhir Oktober tahun lalu, Kim menghilang dari ruang publik dan tidak pernah tampil lagi selama hampir enam bulan. Kini, masa depannya juga diselimuti ketidakpastian.

Yoon Kehilangan Imunitas Hukum, Masa Depan Kim Keon-hee Suram

Setelah kepastian lengser, Yoon Suk-yeol secara otomatis kehilangan perlindungan hukum sebagai presiden. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar terhadap masa depan sang istri, Kim Keon-hee, yang sebelumnya telah menjadi sasaran pemberitaan negatif dari media lokal. Banyak pihak memperkirakan bahwa penyidikan terhadap dirinya akan dipercepat, dan hukuman maksimal yang mungkin dijatuhkan adalah penjara seumur hidup.

Setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan pemakzulan, Yoon segera diberhentikan dan Korea Selatan harus menggelar pemilihan presiden baru dalam waktu 60 hari. Yoon tidak hadir langsung di pengadilan, melainkan menyaksikan pengumuman keputusan melalui siaran langsung di kediaman resminya di Hannam-dong.

Dengan statusnya sebagai mantan presiden yang tidak menyelesaikan masa jabatan hingga tahun 2027, Yoon harus meninggalkan kediaman resmi di Hannam-dong. Kemungkinan besar dia akan kembali ke rumah pribadinya di Seocho-dong yang tercatat atas nama istrinya, Kim Keon-hee. Namun, karena adanya pertimbangan pengamanan, kemungkinan besar dia tetap tinggal sementara di kediaman resminya.

Kasus Korupsi Makin Menyudutkan Kim Keon-hee

Media Korea melaporkan bahwa kejaksaan akan mempercepat penyelidikan terhadap Yoon atas tuduhan pemberontakan dan korupsi, serta menyelidiki kasus suap dan penyalahgunaan kekuasaan yang diduga melibatkan Kim Keon-hee. Kasus yang paling mencuat saat ini adalah skandal “Myung Tae-kyun”, yang menyeret nama seorang pengusaha yang disebut sebagai makelar politik.

Pada akhir tahun lalu, tersebar rekaman percakapan pribadi antara Kim Keon-hee dan Myung Tae-kyun, yang menunjukkan bahwa mereka menerima data hasil survei secara cuma-cuma. Pasangan ini diduga menggunakan data itu untuk memengaruhi penunjukan calon legislatif dalam pemilu sela parlemen pada Juni tahun yang sama.

Selain itu, setelah Yoon menjabat presiden, Kim Keon-hee diduga menerima berbagai hadiah mewah seperti tas bermerek, kosmetik, dan minuman keras impor. Bahkan, pejabat Komisi Etik Nasional yang menyelidiki “kasus tas bermerek” ditemukan meninggal dunia secara mencurigakan, memicu banyak spekulasi publik.

Riwayat dan Kondisi Terkini Kim Keon-hee

Kim Keon-hee adalah lulusan seni rupa Universitas Kyonggi, kemudian melanjutkan studi pascasarjana di Universitas Sookmyung dan meraih gelar doktor dari Universitas Kookmin, serta memiliki gelar EMBA dari Sekolah Bisnis Universitas Seoul. Dikenal karena penampilannya yang menarik, dia sempat dijuluki sebagai “Ibu Negara Tercantik Korea Selatan”. Dia mengenal Yoon Suk-yeol yang 12 tahun lebih tua lewat perantara teman.

Saat Yoon ditahan, Kim Keon-hee dikabarkan mengalami depresi berat, hampir tidak bisa makan dan hanya bergantung pada obat-obatan, serta mengalami penurunan berat badan drastis dan rambut yang memutih.

Penampilan publik terakhir Kim adalah pada 24 Oktober 2024, saat dia dan suaminya menyambut Presiden Polandia, Andrzej Duda. Sejak saat itu, dia menghilang dari pandangan publik, bahkan saat Yoon ditahan karena kasus darurat militer, Kim tidak pernah menjenguk.

Ucapan Kontroversial: “Kenapa Tidak Gunakan Senjata?”

Pada Maret lalu, media Korea mengutip laporan kepolisian yang menyebut bahwa setelah Yoon ditangkap pada 15 Januari oleh Badan Penyelidikan Korupsi Pejabat Tinggi (CIO), Kim Keon-hee marah kepada petugas keamanan presiden dan berkata:“Kalian bawa senjata buat apa kalau tidak bisa menghentikan penangkapan suami saya?”

Lebih mengejutkan lagi, Kim diduga pernah berkata: “Kalau bisa, saya ingin menembak mati Lee Jae-myung (Ketua Partai Demokrat Korea),” dan bahkan: “Saya juga ingin mati saja.”

Petugas keamanan yang mendengar pernyataan tersebut langsung melaporkannya kepada atasan.

Namun, Kantor Kepresidenan langsung membantah kabar tersebut dan menyatakan bahwa informasi itu sepenuhnya tidak benar dan hanya rumor yang dilebih-lebihkan oleh pihak-pihak tertentu untuk tujuan politik.

Penyelidikan Independen: Presiden Tak Bisa Menolak

Sebelumnya, berbagai upaya untuk menyelidiki Kim Keon-hee selalu ditolak oleh Yoon ataupun pejabat pengganti seperti Han Duck-soo dan Choi Sang-mok. Namun, pada 20 Maret tahun ini, parlemen yang dikuasai oposisi berhasil meloloskan undang-undang yang menunjuk penasihat khusus tetap untuk menyelidiki kasus mantan ibu negara. Berdasarkan hukum Korea Selatan, presiden tidak bisa menolak penyelidikan jenis ini, berbeda dengan penyelidikan khusus biasa.

 “Kasus Tas Mewah” dan Tuduhan Manipulasi Saham

Menurut laporan The Hankyoreh dan Yonhap News Agency pada 14 Agustus tahun lalu, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul menyatakan bahwa Kim Keon-hee tidak melanggar Undang-Undang Anti-Korupsi karena menerima tas bermerek dari pendeta asal Korea yang menetap di AS, Choi Jae-young, pada September 2022. Jaksa menilai pemberian itu tidak berkaitan dengan jabatan presiden Yoon, sehingga tidak perlu dilaporkan.

Namun demikian, pada 9 Agustus, Yoon tetap meminta maaf kepada rakyat Korea saat menggelar konferensi pers dua tahun masa jabatannya di Istana Kepresidenan Yongsan. 

Dia berkata: “Saya mohon maaf karena cara istri saya menangani masalah ini membuat rakyat merasa cemas.”

Mengenai penyelidikan yang tengah berlangsung, Yoon menolak memberikan komentar lebih lanjut karena khawatir dianggap mempengaruhi proses hukum.

Yoon: “Tuntutan Khusus terhadap Istri Saya adalah Serangan Politik”

Meskipun tekanan dari oposisi agar diberlakukan “UU Penyelidik Khusus Kim Keon-hee” terus meningkat, Yoon tetap menolak dengan tegas. 

DIa berkata: “Penyelidikan khusus hanya diperlukan jika terdapat celah dalam penyelidikan biasa. Pemerintahan sebelumnya telah menyelidiki saya selama dua setengah tahun. Sekarang, jika ada upaya mengulangnya, itu adalah serangan politik yang bertentangan dengan esensi hukum khusus.”

Meski Komisi Etik Nasional pada Juni tahun lalu menutup kasus tas bermerek karena tidak ditemukan pelanggaran, kejaksaan tetap memanggil Kim Keon-hee untuk diperiksa terkait dugaan manipulasi saham dan suap.

“Skandal Tas Dior” dan Tuduhan Politik

Sebuah rekaman tersembunyi yang beredar pada tahun 2023 memperlihatkan Kim Keon-hee menerima tas Dior senilai 2.200 dolar AS, yang kemudian dikenal luas sebagai “Skandal Tas Dior”. Pada Februari tahun lalu, Yoon untuk pertama kalinya menanggapi skandal ini dengan menyebutnya sebagai “konspirasi politik”. (jhn/yn)

Trump Naikkan Tarif Bea Masuk Barang dari Sejumlah Negara Asia Tenggara, Analis: Sasarannya Adalah Tiongkok

EtIndonesia. Presiden Amerika Serikat Donald Trump baru-baru ini mengumumkan kebijakan tarif imbal balik (reciprocal tariffs) yang mencakup sejumlah negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Menurut para analis, target utama dari kebijakan ini adalah ekspor Tiongkok yang dialihkan ke luar negeri untuk menghindari tarif tinggi.

Trump mengumumkan tarif balasan ini dengan rincian: tambahan tarif sebesar 34% terhadap produk Tiongkok, serta tarif yang lebih tinggi terhadap negara-negara lain, seperti Kamboja 49%, Laos 48%, Vietnam 46%, dan Sri Lanka 44%.

Menurut laporan dari Central News Agency (CNA), tujuan sebenarnya dari kebijakan ini adalah untuk menyasar Tiongkok, karena negara tersebut memiliki hubungan dagang yang sangat erat dengan negara-negara yang disebutkan di atas.

Kedutaan Besar Partai Komunis Tiongkok di Kamboja sebelumnya menyatakan bahwa hampir setengah dari investasi asing di Kamboja tahun lalu berasal dari Tiongkok.

Siwage Dharma Negara, peneliti senior dari ISEAS–Yusof Ishak Institute, mengatakan bahwa target sesungguhnya dari kebijakan Trump adalah produk Tiongkok yang masuk ke pasar Amerika melalui negara ketiga.

Sementara itu, Li Linxiang, profesor ekonomi dari Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong yang khusus meneliti perdagangan internasional, mengatakan bahwa Amerika menggunakan defisit perdagangan besar dengan negara-negara tersebut sebagai pembenaran untuk menaikkan tarif. Hal ini menunjukkan adanya alih investasi dari Tiongkok ke negara-negara tersebut.

Li juga mengatakan bahwa AS sudah menyadari strategi ini, dan karena itu Trump menggunakan tarif sebagai alat untuk menekan negara-negara tersebut agar menghentikan arus investasi dari Tiongkok. (Hui)

Sumber : NTDTV.com

Trump Murka! Ancam “Menindak Keras” Putin: Jika Rusia Halangi Gencatan Senjata, Akan Dikenai Tarif Impor Tingkat Dua

EtIndonesia. Presiden AS, Donald Trump dengan tegas menyatakan bahwa jika Rusia dan Ukraina tidak bisa mencapai kesepakatan damai, dia akan memberlakukan tarif impor tingkat dua yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap ekspor minyak Rusia, dengan besaran hingga 50%. Dia juga mengkritik pernyataan Presiden Rusia, Vladimir Putin yang mempertanyakan legitimasi Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, dan memperingatkan bahwa semua negara yang membeli minyak Rusia tidak akan diizinkan berdagang di Amerika Serikat.

Trump Siap Bertindak Tegas Jika Perang Tak Berakhir

Dalam wawancara eksklusif dengan pembawa acara Kristen Welker dari NBC pada tanggal 30 Desember 2024, Trump menegaskan bahwa jika perang Rusia–Ukraina terus berlanjut, dan dirinya kembali menjabat, ia akan mengenakan tarif sebesar 25% hingga 50% terhadap seluruh produk, termasuk minyak, yang dijual oleh negara-negara yang membeli dari Rusia dan menjual di pasar Amerika.

“Kalau kamu membeli minyak dari Rusia, maka kamu tidak bisa berdagang di Amerika Serikat,” ujar Trump.

Dia juga menegaskan bahwa jika tidak ada kesepakatan gencatan senjata, maka kebijakan tarif tersebut akan mulai berlaku dalam waktu satu bulan setelah dia menjabat.

Marah Tapi Masih Punya Hubungan Baik dengan Putin

Trump mengaku bahwa meskipun hubungannya dengan Putin cukup baik, dia merasa marah dengan komentar Putin yang baru-baru ini mempertanyakan legitimasi Presiden Zelenskyy.

“Kalau dia (Putin) melakukan hal yang benar, kemarahan saya akan segera reda,” kata Trump, menunjukkan bahwa dia masih membuka ruang diplomasi.

Putin Usulkan “Pemerintahan Sementara” di Ukraina, Ditolak PBB

Pada 28 Maret lalu, Putin mengusulkan agar PBB membentuk pemerintahan sementara di Ukraina untuk mengadakan pemilu baru dan menyusun perjanjian damai yang diakui secara global—sebuah usulan yang secara tidak langsung bertujuan untuk menyingkirkan Zelenskyy dari kekuasaan.

Namun, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres secara tegas menolak proposal Putin, dan menyatakan bahwa Ukraina sudah memiliki pemerintahan yang sah, sehingga tidak ada alasan untuk membuat pemerintahan sementara ataupun menggelar pemilu ulang.

Juru bicara kantor kepresidenan Ukraina juga mengecam usulan Rusia tersebut sebagai upaya menghancurkan jalan damai melalui perang, dan menegaskan bahwa pemerintahan Ukraina hanya dapat diputuskan oleh rakyat Ukraina melalui konstitusi.

Pernyataan Putin Diubah oleh Juru Bicaranya

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kemudian mencoba meredakan ketegangan dengan mengatakan bahwa gagasan tentang “pemerintahan sementara” hanya merupakan sebuah hipotesis yang diajukan presiden, dan terlalu dini untuk membicarakan detailnya.

Trump Prioritaskan Perdamaian Rusia–Ukraina setelah Menjabat

Diplomasi yang memanas ini semakin menunjukkan bahwa Trump akan menjadikan perdamaian Rusia–Ukraina sebagai salah satu prioritas utamanya setelah kembali ke Gedung Putih. Namun, perbedaan pandangan antara Putin, Zelenskyy, dan PBB menandakan bahwa jalan menuju perdamaian masih panjang dan penuh rintangan. (jhn/yn)

Korban Tewas Gempa Myanmar Menjadi 3.354 Orang, Diperkirakan 80% Bangunan di Kota Sagaing Rusak

Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,7 yang mengguncang wilayah tengah Myanmar pada 28 Maret  meratakan banyak bangunan dan merusak infrastruktur penting. Media pemerintah melaporkan bahwa hingga kini, bencana ini telah menyebabkan 3.354 orang tewas, 4.508 orang luka-luka, dan 220 orang masih dinyatakan hilang. Pejabat dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB kembali menyerukan bantuan internasional untuk Myanmar.

EtIndonesia.  Sudah lebih dari seminggu sejak gempa terjadi, namun banyak warga masih kehilangan tempat tinggal. Sebagian besar dari mereka terpaksa tidur di jalan karena rumahnya hancur atau takut bangunannya akan runtuh kapan saja.

PBB memperkirakan bahwa lebih dari 3 juta orang terdampak oleh bencana ini, memperparah krisis yang sudah melanda Myanmar akibat perang sipil selama empat tahun terakhir.

Tom Fletcher, kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, pada 5 April mengunjungi para korban di kota Mandalay (juga dikenal sebagai Wachet), kota terbesar kedua di Myanmar yang terletak dekat pusat gempa dan mengalami kerusakan parah.

Dalam postingannya di platform X, Fletcher menulis, “Tingkat kerusakan sungguh mengejutkan. Dunia harus bersatu untuk mendukung rakyat Myanmar.”

Di Kota Sagaing, pusat gempa, diperkirakan 80% bangunan rusak. Wartawan AFP melaporkan pemandangan kota yang porak poranda, dengan ratusan penyintas yang kelelahan dan kelaparan berdesakan untuk menerima bantuan.

Pemimpin Militer Myanmar Dikritik Karena Hadiri KTT Mewah di Tengah Krisis

Pada 4 April, Min Aung Hlaing, pemimpin junta militer Myanmar, justru melakukan kunjungan luar negeri untuk menghadiri KTT BIMSTEC di Bangkok. Ia menginap di Hotel Shangri-La yang tarifnya mencapai 400 dolar AS per malam, dan menghadiri jamuan makan malam mewah bersama para pemimpin negara anggota BIMSTEC (Inisiatif Kerja Sama Teknis dan Ekonomi Multi-Sektor Teluk Benggala).

Di tengah krisis yang masih berlangsung di dalam negeri, undangan terhadap Min Aung Hlaing memicu kritik keras. Para demonstran menggantung spanduk di sebuah jembatan di Bangkok bertuliskan, “Kami tidak menyambut pembunuh Min Aung Hlaing.”

Pengamat menilai bahwa kehadiran Min Aung Hlaing di KTT BIMSTEC bisa memberinya pengakuan diplomatik lebih lanjut dan membuka peluang lebih besar untuk menjalin hubungan dengan negara seperti India atau Thailand. BIMSTEC sendiri dipimpin oleh India dan beranggotakan Myanmar, India, Thailand, Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, dan Bhutan.

Angshuman Choudhury, analis yang berbasis di Singapura, mengatakan bahwa junta militer Myanmar mungkin akan memanfaatkan krisis gempa ini untuk memperkuat posisi mereka di medan perang.

 “Gempa ini akan menyulitkan pasukan pemberontak untuk beroperasi dan kehilangan dukungan dari masyarakat lokal,” ujarnya.

Kisah Mengharukan Para Korban

Salah satu penyintas, Tin Maung Htwe, seorang guru, berhasil selamat setelah lima hari terperangkap di bawah reruntuhan hotel di Sagaing. Ia bertahan hidup hanya dengan dua hal: pelajaran hidup yang ia ajarkan di kelas dan urin sendiri.

Pada 3 April, terlihat antrean panjang warga di Sagaing yang berusaha mendapatkan bantuan pangan setelah gempa menghancurkan rumah mereka. (Hui)

Sumber : NTDTV.com

Trump Guncang Taiwan dengan Tarif 32% – Lai Ching-te Tanggapi Tegas, Partai KMT Terjerat Badai Hoaks

EtIndonesia. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump kembali menggemparkan dunia pada 4 April dengan mengumumkan kebijakan “tarif timbal balik” terhadap berbagai negara. Yang paling menyita perhatian: Taiwan dikenai tarif setinggi 32%, sebuah angka mengejutkan yang segera menjadi sorotan global.

Pemerintah Taiwan segera menggelar respons darurat. Berbekal serangkaian simulasi kebijakan dan skenario “sand table” yang telah disiapkan sebelumnya, jajaran tinggi negara langsung menggelar rapat tengah malam, membahas langkah-langkah konkret untuk menghadapi tarif yang di luar perkiraan ini.

Lai Ching-te dan Pemerintah Taiwan Bereaksi Cepat

Presiden Lai Ching-te bersama Perdana Menteri Cho Jung-tai sehari sebelumnya, pada 3 April, telah lebih dulu menyampaikan pernyataan kepada publik melalui media sosial, menegaskan posisi tegas Taiwan dalam menghadapi perubahan kebijakan perdagangan dari AS.

Namun di tengah upaya pemerintah yang sigap ini, muncul gelombang rumor liar di media sosial. Sebagian pengguna menyebarkan kabar bohong yang menyebut bahwa “Presiden Lai meninggalkan komentar menantang di akun X milik Trump.”

Lebih ironis, juru bicara Partai Kuomintang (KMT) malah memanfaatkan situasi ini untuk menyindir Lai, dengan mengatakan bahwa “satu-satunya cara Lai bernegosiasi adalah menjadi netizen di media sosial.”

Tanggapan Tegas dari Politikus dan Istana Kepresidenan

Anggota Dewan Kota Taipei, Lin Liang-jun, mengecam keras tindakan oposisi, menyebut KMT “benar-benar tidak punya etika politik.” Dia menegaskan bahwa sangat wajar bagi presiden menyuarakan posisi Taiwan lewat akun resminya, dan menyayangkan saat negara menghadapi tantangan besar, KMT malah sibuk menyebar hoaks dan mencibir tanpa kontribusi nyata.

Juru Bicara Istana Kepresidenan, Kuo Ya-hui, pun segera mengeluarkan klarifikasi resmi, menyatakan: “Presiden Lai tidak pernah meninggalkan komentar atau membalas unggahan siapa pun di media sosial. Mohon masyarakat jangan mudah percaya kabar palsu!”

Pernyataan Tegas Presiden Lai di Media Sosial

Dalam pernyataannya di Facebook dan platform X (dulu Twitter), Presiden Lai Ching-te mengeluarkan respons keras terhadap kebijakan tarif Trump. Dia menyatakan bahwa tarif 32% yang diberlakukan AS terhadap Taiwan “melampaui ekspektasi banyak negara”, dan menegaskan bahwa Taiwan akan berdiri bersama industri dalam negeri dan melakukan negosiasi serius dengan pihak AS.

Dalam unggahannya di X, Lai dengan tegas menyampaikan: “Surplus perdagangan Taiwan terhadap AS disebabkan oleh dinamika kebijakan dan bukan karena praktik perdagangan yang tidak adil.”

Dia menyerukan kerja sama erat dengan AS, dengan landasan keadilan dan saling menguntungkan, guna memperkuat kemakmuran bersama. Nada bicara yang tegas namun diplomatis ini menunjukkan sikap pantang mundur dari pihak Taiwan.

Isu Hoaks Jadi Sorotan, Kubu Oposisi Dikecam

Namun rumor seputar “komentar langsung Lai di akun X Trump” terus menyebar. **Juru bicara Istana Kepresidenan Kuo Ya-hui kembali menegaskan bahwa rumor tersebut **“sepenuhnya tidak berdasar dan murni rekayasa.”

Sementara itu, juru bicara Partai KMT justru memperkeruh suasana, mengejek Lai dengan komentar sinis: “Tak bisa menemukan jalur diplomasi, akhirnya hanya bisa jadi netizen di X.”

Lin Liang-jun pun merespons dengan keras: “Pertama, presiden hanya menyampaikan pendapat melalui akun resmi miliknya. Kedua, membela kepentingan Taiwan adalah tugas seorang pemimpin, apa salahnya dengan itu?”

Dia menyesalkan bahwa di tengah krisis perdagangan yang serius, oposisi bukannya bersatu dan memberi solusi, malah mempermainkan isu dan menyebarkan kebohongan. Dia bertanya tajam: “Di mana jiwa kepemimpinan kalian?”

Ajakan Bersatu dan Fokus pada Negosiasi

Lin menyerukan agar seluruh spektrum politik di Taiwan, baik pemerintah maupun oposisi, menghentikan perpecahan dan bersatu menghadapi dampak serius dari kebijakan tarif 32% ini. Dia menekankan pentingnya melanjutkan negosiasi intensif dengan Pemerintah AS.

Istana Kepresidenan juga menegaskan bahwa fokus pemerintah adalah mendukung industri, menjaga stabilitas ekonomi, dan melindungi kesejahteraan rakyat. Pemerintah akan bergandengan tangan dengan pelaku industri dan terus melobi AS secara aktif.

Di tengah krisis perdagangan global ini, Taiwan sangat membutuhkan konsensus dan solidaritas nasional. 

Kuo Ya-hui pun menyampaikan seruan terakhir: “Kami berharap semua pihak menyampaikan informasi yang benar dan bersama-sama menghadapi badai ekonomi ini.” (jhn/yn)

Tarif Baru Trump Picu Amarah Tiongkok: Taiwan Dicantumkan Sebagai “Negara”, Picu Gejolak Besar

EtIndonesia. Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka mengumumkan kebijakan tarif baru di Taman Mawar Gedung Putih, sambil memegang papan grafik yang merinci besaran tarif impor yang dikenakan AS terhadap berbagai negara. Namun, media internasional segera menyoroti satu detail sensitif: Taiwan secara terpisah dicantumkan sebagai sebuah “negara” dalam daftar tersebut.

Pada sore hari tanggal 2 waktu Timur AS, Trump tampil percaya diri saat mengumumkan putaran baru tarif perdagangan. Dalam pernyataannya, dia menegaskan bahwa AS akan mengenakan tarif kepada negara-negara lain sebesar setengah dari tarif yang negara tersebut kenakan terhadap AS, sebagai langkah balasan yang disebutnya “adil dan sepadan”.

Namun, yang memicu kontroversi besar adalah ketika papan tarif yang ditunjukkan Trump menunjukkan Taiwan secara eksplisit terdaftar sebagai sebuah “negara”, terpisah dari Tiongkok. Langkah ini dipandang sangat mungkin memicu kemarahan Beijing, dan berpotensi menyalakan kembali ketegangan diplomatik antara kedua negara adidaya tersebut.

Menurut analisis dari The Wall Street Journal, Tiongkok saat ini bukan hanya merasa tertekan akibat dikenakannya tarif tinggi hingga 34%, tetapi juga karena Trump menempatkan Tiongkok sebagai “pelaku buruk utama” dalam pernyataannya, sehingga semakin memperuncing ketegangan. Namun yang paling menyulut kemarahan Beijing adalah fakta bahwa dalam kategori “Country (Negara)”, Taiwan dan Tiongkok tercantum secara sejajar sebagai dua entitas yang berbeda, secara implisit mengindikasikan bahwa Trump menganggap Taiwan sebagai negara yang terpisah dari Tiongkok.

Respons Keras dari Beijing: “Taiwan Adalah Taiwan-nya Tiongkok”

Meski pemerintah Tiongkok belum mengeluarkan pernyataan resmi menyeluruh, namun Duta Besar Tiongkok untuk AS, Xie Feng, segera memberikan reaksi tajam di platform X (dulu Twitter). 

Dalam cuitannya, Feng mengatakan: “Taiwan adalah Taiwan-nya Tiongkok. Kami akan mengejar reunifikasi damai dengan semangat dan usaha terbaik, tetapi kami tidak akan mentoleransi sedikit pun ruang bagi kekuatan ‘kemerdekaan Taiwan’ untuk berkembang.”

Pernyataan ini mencerminkan kemarahan mendalam dari pihak Tiongkok, terutama terhadap pelabelan Taiwan sebagai “negara”, yang dianggap sebagai pelanggaran prinsip “Satu Tiongkok”.

Dampak Strategis: Ketegangan AS–Tiongkok Bisa Memuncak

Kebijakan tarif yang diumumkan Trump kali ini bukan sekadar persoalan ekonomi, namun juga mengandung muatan politik dan diplomatik yang sangat sensitif. Menampilkan Taiwan sebagai “negara” bukan hanya melanggar norma diplomatik yang dijaga selama puluhan tahun, tetapi juga secara langsung menantang klaim kedaulatan Tiongkok.

Dengan situasi Taiwan yang sejak lama menjadi titik sensitif dalam hubungan AS–Tiongkok, insiden ini bisa menjadi pemicu baru yang mendorong hubungan bilateral menuju ketegangan baru. Apalagi dalam konteks kampanye pemilu, Trump tampaknya kembali menggunakan retorika keras terhadap Tiongkok sebagai alat politik, yang dapat memperkeruh situasi lebih jauh. (jhn/yn)

Menlu AS : AS Tak Akan Lagi Menanggung 60% Bantuan Kemanusiaan Global, Tiongkok dan India Harus Ambil Bagian

EtIndonesia. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio baru-baru ini menyampaikan bahwa AS tidak akan lagi menanggung beban utama dalam penyediaan bantuan kemanusiaan global, dan mendesak negara-negara kaya lainnya untuk turut ambil bagian, terutama menyusul bencana gempa bumi yang melanda sebagian wilayah Myanmar.

Dalam laporan yang disampaikan oleh Reuters, Rubio saat berbicara kepada wartawan di Brussels menyatakan.

“Kami bukan pemerintah dunia. Kami akan memberikan bantuan kemanusiaan sebagaimana negara lain melakukannya. Kami akan melakukan yang terbaik. Tapi kami juga memiliki kebutuhan lain yang harus kami seimbangkan,” katanya.

Rubio menekankan bahwa harapan agar Amerika Serikat menanggung 60% hingga 70% dari total bantuan kemanusiaan dunia merupakan sesuatu yang tidak adil, mengingat ada banyak negara lain yang juga memiliki kekayaan dan sumber daya cukup untuk berkontribusi lebih besar.

AS Bukan Satu-satunya Penyelamat Dunia

Rubio mengatakan bahwa meskipun Amerika adalah salah satu negara terkaya di dunia, tetapi sumber daya yang dimilikinya bukannya tak terbatas, terutama dengan beban utang nasional yang besar serta banyaknya prioritas domestik lainnya yang perlu ditangani. 

Dalam pernyataannya, ia menegaskan: “Kami memang negara kaya, tapi bukan berarti kami memiliki sumber daya yang tidak terbatas. Kami menghadapi utang negara yang sangat besar. Kami juga punya banyak prioritas penting lainnya. Sudah saatnya semua ini ditinjau kembali. Kami akan tetap hadir dan berkontribusi, namun kami juga punya hal lain yang perlu kami tangani.”

Tiongkok dan India Diminta Ambil Tanggung Jawab Global

Rubio secara khusus menyebut Tiongkok dan India sebagai contoh negara-negara yang juga kaya dan mampu, dan sudah saatnya turut memikul tanggung jawab global dalam hal bantuan kemanusiaan.

Tiongkok adalah negara yang sangat kaya. India juga merupakan negara kaya. Ada banyak negara lain di dunia ini yang juga mampu. Setiap negara seharusnya memberikan kontribusi sesuai kapasitas masing-masing,” tegasnya.Pernyataan Rubio ini muncul di tengah meningkatnya kebutuhan bantuan internasional menyusul sejumlah bencana alam yang melanda kawasan Asia, termasuk Myanmar. Dia ingin menegaskan bahwa tanggung jawab untuk membantu sesama tidak bisa hanya dibebankan kepada satu negara saja, tidak peduli seberapa besar kekuatan ekonominya.(jhn/yn)

Hilang Secara Misterius: Satu Pesawat Boeing 727 dan Seluruh Penumpangnya Lenyap Tanpa Jejak

EtIndonesia. Pada 11 September 1990, sebuah pesawat Boeing 727 yang seharusnya kembali ke Peru tiba-tiba menyimpang ratusan kilometer dari jalur penerbangan, dan pesan terakhir dari awak di dalam pesawat adalah sinyal darurat permintaan bantuan. Setelah itu, tak ada lagi kabar. Pesawat itu menghilang secara misterius, dan seluruh orang yang ada di dalamnya lenyap tanpa jejak.

Pesawat Berumur 21 Tahun yang Akan Dikembalikan

Pesawat yang terlibat dalam insiden ini adalah Boeing 727-247 yang telah beroperasi selama 21 tahun, pertama kali terbang pada tahun 1969. Saat peristiwa terjadi, masa sewa pesawat ini telah berakhir dan pesawat dijadwalkan untuk dikembalikan ke Peru dari Malta. Di dalamnya terdapat 6 orang awak, serta beberapa pegawai maskapai beserta keluarga mereka, yang semuanya merupakan warga negara Peru.

Pesawat ini dijadwalkan singgah di beberapa lokasi: London (Inggris), Bandara Malpensa Milan (Italia), Bandara Keflavik di Islandia, Bandara Gander di Newfoundland (Kanada), Bandara Internasional Miami (AS), dan tujuan akhirnya Bandara Internasional Lima, Peru.

Sinyal Terakhir: Akan Mendarat Darurat di Atlantik

Dua pemberhentian pertama berjalan lancar tanpa insiden. Setelah mengisi bahan bakar di Bandara Keflavik, Islandia, pesawat lepas landas pada pukul 13:16 waktu setempat. Namun, mereka tidak pernah tiba di Kanada sesuai jadwal.

Sekitar 30 menit setelah waktu kedatangan yang seharusnya, dua pesawat komersial, American Airlines Penerbangan 35 dan Pan Am Penerbangan 851, menerima transmisi dari pesawat Boeing 727 yang mengaku mengalami kekurangan bahan bakar. Mereka menyebut sedang berada di ketinggian 3.000 meter, dan berencana melakukan pendaratan darurat di Samudra Atlantik.

Kedua pesawat yang menerima sinyal segera melaporkannya ke otoritas lalu lintas udara, namun pesan itu menjadi komunikasi terakhir dari pesawat Boeing 727-247 tersebut.

Lokasi Terakhir: 400 Km Tenggara St. John’s, Newfoundland

Hasil penyelidikan menunjukkan posisi terakhir pesawat berada di 400 kilometer tenggara Kota St. John’s di Provinsi Newfoundland, Kanada—lokasi yang sangat jauh menyimpang dari rute yang seharusnya.

Setelah hilang kontak selama beberapa jam, Angkatan Bersenjata Kanada meluncurkan operasi pencarian besar-besaran dengan mengerahkan:

  • 3 helikopter CH-113 Labrador
  • 3 pesawat pengintai CP-140 Aurora
  • 2 kapal Penjaga Pantai Kanada
  • 2 kapal patroli perikanan
  • 2 kapal perusak Angkatan Laut Kanada

Tim SAR bergerak menuju posisi terakhir sinyal pesawat. Bahkan sebuah satelit berhasil menangkap sinyal lemah dari pesawat setelah hilang kontak.

Cuaca Cerah, Tapi Pesawat Hilang Tanpa Jejak

Saat kejadian, cuaca sangat cerah dan permukaan laut tenang, sehingga pihak penyelamat menduga pesawat berhasil melakukan pendaratan darurat di laut dan dapat bertahan mengapung selama beberapa jam. Pesawat itu dilengkapi dengan jaket pelampung, perahu karet darurat, dan perlengkapan keselamatan lainnya. Harapan untuk menemukan korban selamat awalnya cukup tinggi.

Namun, meski dikerahkan tenaga dan sumber daya besar-besaran, tidak ditemukan satu pun jejak pesawat, bahkan puing-puing pun tidak ada. Pesawat dan semua orang di dalamnya menghilang begitu saja, tanpa meninggalkan bekas sedikit pun.

Jumlah Penumpang yang Hilang Sempat Diperbarui

Awalnya, jumlah orang yang dinyatakan hilang adalah 18 orang, namun pejabat Fawcett kemudian merevisi angka tersebut menjadi 15, menyebut bahwa 3 orang telah turun dari pesawat saat transit di Islandia.

Dewan Keselamatan Transportasi Kanada menyimpulkan bahwa pesawat kemungkinan besar jatuh ke laut dan mengklasifikasikan kejadian ini sebagai insiden kehilangan jiwa secara menyeluruh.Meskipun beberapa penyelidikan tambahan sempat dilakukan, kesimpulan akhir hanya menyalahkan kesalahan pilot, sementara nasib para penumpang tetap menjadi misteri hingga hari ini. (jhn/yn)

Elon Musk Peringatkan Eropa: “Bisa Terjadi Pembantaian Massal”

EtIndonesia. Seiring memburuknya hubungan antara Amerika Serikat dan Eropa setelah kembalinya pemerintahan Trump, pernyataan miliarder AS dan kepala Kantor Efisiensi Pemerintah (DOGE), Elon Musk, kembali memicu kontroversi. Dalam sebuah acara partai sayap kanan di Italia, Musk menyampaikan peringatan keras bahwa Eropa sedang menghadapi ancaman terorisme yang semakin serius, dan jika otoritas tidak segera menanganinya secara serius, maka “pembantaian besar-besaran” bisa terjadi di masa depan. Ucapan tersebut segera memicu perdebatan hangat dan kekhawatiran di kalangan masyarakat Eropa.

Kebakaran di Dealer Tesla di Roma, Diduga Aksi Teror

Menurut laporan media asing, sebuah dealer Tesla milik Musk di pinggiran Kota Roma, Italia, baru-baru ini mengalami kebakaran hebat. Sedikitnya 17 unit mobil hangus terbakar. Dugaan awal menyebut kemungkinan adanya unsur sabotase atau pembakaran disengaja. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut. Saat ini, polisi setempat telah memulai penyelidikan lebih lanjut.

Sejumlah analis mengaitkan kejadian ini dengan aksi protes anti-Tesla yang akhir-akhir ini semakin memanas. Elon Musk, yang kini memegang peran penting dalam pemerintahan Trump dengan mendorong pemangkasan besar-besaran anggaran federal dan keterlibatannya dalam kebijakan pemerintah, telah memancing kemarahan sebagian masyarakat, baik di AS maupun di Eropa.

Aksi Anti-Tesla Menyebar ke Eropa

Beberapa negara Eropa telah menyaksikan aksi boikot terhadap Tesla. Para demonstran melakukan perusakan terhadap mobil-mobil Tesla, menyemprotkan grafiti dan slogan yang mengecam Musk dan Trump. Musk bahkan menyebut aksi-aksi ini sebagai “tindakan terorisme” yang mengancam keamanan publik dan kebebasan berusaha.

Peringatan Musk dalam Forum Partai Sayap Kanan Italia

Pada 5 April, Elon Musk hadir secara virtual dalam Kongres Partai League—sebuah partai sayap kanan di Italia. Dalam pidatonya, dia menyoroti peningkatan frekuensi serangan terhadap warga sipil di berbagai penjuru Eropa serta memburuknya kondisi keamanan sosial, termasuk di Italia sendiri.

“Jika tidak segera diberlakukan langkah-langkah keamanan yang lebih tegas, Eropa bisa menghadapi pembantaian massal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ini bukan sekadar menakut-nakuti, tapi sebuah tren yang sedang berkembang dan membahayakan,” tegas Musk dalam pidatonya.

Respons dan Kekhawatiran di Eropa

Pernyataan keras Musk tersebut segera dikutip secara luas oleh media-media besar di Eropa. Meskipun beberapa kalangan menganggap ucapannya terlalu dramatis, banyak komentar publik yang menilai bahwa peringatan tersebut mencerminkan kekhawatiran yang semakin dalam terhadap kebijakan imigrasi, infiltrasi kelompok ekstremis, dan penurunan rasa aman di masyarakat Eropa.

Kesimpulan

Pernyataan Elon Musk yang kontroversial kembali menyoroti ketegangan antara kebijakan keamanan, imigrasi, dan terorisme di Eropa. Dengan latar belakang hubungan AS–Eropa yang semakin renggang, serta peran politik Musk yang makin sentral di pemerintahan Trump, peringatan ini menambah lapisan baru dalam diskursus geopolitik yang sedang berkembang pesat di benua biru.(jhn/yn)

Pangkalan Angkatan Laut Ream Kamboja Dibuka, Australia Berencana Mengambill Alih Kembali Pelabuhan Darwin

Pelabuhan militer Ream di Kamboja resmi diaktifkan, Sabtu 6 April.  Karena pelabuhan ini dibangun dengan bantuan dana dari Partai Komunis Tiongkok (PKT) hal ini menimbulkan kekhawatiran dari dunia luar. Sebagai respons terhadap ekspansi militer Beijing di luar negeri, Amerika Serikat dan sekutunya juga mengambil langkah-langkah strategis. Pemerintah Australia berencana membeli kembali pelabuhan penting di utara, yakni Pelabuhan Darwin, mengambil alih dari perusahaan milik Tiongkok.

EtIndonesia. Pada  Sabtu, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet menghadiri upacara peresmian Pangkalan Angkatan Laut Ream yang dibangun dengan bantuan dana dari Beijing. Sumber dana awal pembangunan pangkalan ini bahkan sebagian berasal dari Amerika Serikat.

PKT merupakan investor dan mitra politik terbesar Kamboja, dan dalam beberapa tahun terakhir dengan cepat memperluas kekuatan angkatan lautnya. Beijing juga mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Tiongkok Selatan sebagai miliknya, yang mengancam negara-negara tetangganya.

Pelabuhan Ream yang baru selesai ini menghadap Teluk Thailand dan mulai dibangun pada tahun 2022. Teluk Thailand berbatasan langsung dengan Laut Tiongkok  Selatan. Amerika Serikat semakin khawatir pelabuhan ini dapat menjadi pangkalan strategis penting bagi angkatan laut PKT di kawasan tersebut.

Pada tahun 2019, The Wall Street Journal pernah melaporkan bahwa para pejabat AS melihat rancangan kesepakatan yang mengizinkan Beijing menggunakan pangkalan ini selama 30 tahun, serta diperbolehkan menempatkan personel militer, menyimpan senjata, dan berlabuhnya kapal perang.

Pemerintah Kamboja membantah adanya perjanjian seperti itu, dan menyangkal memberikan hak istimewa kepada Beijing atas penggunaan pangkalan tersebut. Juru bicara militer menyatakan bahwa kapal perang Jepang akan menjadi kapal pertama yang berlabuh di pangkalan tersebut setelah diresmikan.

Melihat ekspansi pangkalan militer Beijing di luar negeri yang semakin cepat dan nyata, Amerika Serikat dan sekutu seperti Australia semakin waspada.

Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, pada Jumat mengumumkan bahwa jika Partai Buruh memenangkan pemilu, pemerintah akan mengambil alih kembali Pelabuhan Darwin yang saat ini disewa oleh perusahaan Tiongkok dan mengembalikannya ke tangan rakyat Australia.

Pemerintah Wilayah Utara Australia pada tahun 2015 menyewakan Pelabuhan Darwin selama 99 tahun kepada perusahaan Tiongkok Landbridge Group, yang sejak itu terus memicu kontroversi terkait keamanan nasional.

Pelabuhan ini merupakan aset strategis di garis pantai utara Australia dan menjadi lokasi rotasi pasukan Marinir AS, serta menjadi pangkalan angkatan laut dan udara Australia. (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Perang Tarif Berat, Trump Dorong Rakyat Amerika Serikat untuk “Tetap Bertahan”

EtIndonesia. Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Sabtu (5 April) mengatakan kepada rakyat Amerika bahwa kebijakan tarif besar-besaran yang baru saja diluncurkan merupakan sebuah revolusi ekonomi. Ia mendorong rakyat untuk “tetap bertahan”, meskipun tidak mudah, namun hasil akhirnya akan menjadi bersejarah, dan “Amerika akan menjadi hebat kembali.”

Dalam unggahan di platform media sosial miliknya, “Truth Social,” Trump menyatakan, “Tiongkok mengalami dampak yang jauh lebih besar dibandingkan Amerika, bahkan jauh melebihi kita. Mereka dan banyak negara lain telah memperlakukan kita dengan sangat buruk. Kita dulu adalah ‘tiang cambukan’ yang bodoh dan tak berdaya, tetapi hal itu tidak akan terjadi lagi.”

Di akhir unggahannya, Trump menyemangati rakyat Amerika untuk tidak menyerah. “Ini adalah sebuah revolusi ekonomi, dan kita pasti akan menang. Tetaplah bertahan, ini memang tidak akan mudah, tetapi hasil akhirnya akan menjadi momen bersejarah. Kita akan membuat Amerika kuat kembali!!!”

Kebijakan tarif yang diumumkan Trump pada Rabu (2 April)  mengguncang pasar keuangan global. Sebagai tanggapan, Partai Komunis Tiongkok (PKT) mulai memberlakukan tarif baru terhadap seluruh barang impor dari Amerika Serikat, menimbulkan kekhawatiran bahwa perang dagang global akan berkepanjangan. Dalam dua hari, pasar saham AS anjlok lebih dari 10%, dan indeks Nasdaq Composite masuk ke dalam wilayah pasar bearish.

Namun, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada  Jumat (4 April) di pertemuan Menteri Luar Negeri NATO di Brussels menyatakan bahwa mengatakan ekonomi sedang runtuh adalah tidak tepat. Menurutnya, pasar sedang bereaksi terhadap “perubahan besar dalam tatanan global.”


“Namun pada akhirnya, selama pasar tahu aturan yang akan berlaku, selama aturan itu ditetapkan dan bisa diterapkan secara konsisten, pasar akan menyesuaikan. Perusahaan-perusahaan di seluruh dunia, termasuk yang terlibat dalam perdagangan dan bisnis global, hanya butuh mengetahui apa aturannya. Begitu mereka tahu, mereka akan menyesuaikan diri,” kata Rubio. 

Kebijakan tarif 10% yang dikenakan oleh pemerintahan Trump terhadap hampir seluruh barang impor mulai berlaku pada Sabtu. Namun, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS mengonfirmasi adanya masa tenggang 51 hari bagi barang-barang yang dikirim sebelum Sabtu waktu bagian timur AS. Tarif balasan yang lebih tinggi, antara 11% hingga 50%, dijadwalkan mulai berlaku pada  Rabu mendatang (9 April).

Informasi terbaru menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan mulai merespons tarif ini dengan cepat. Perusahaan otomotif India, Tata Motors (TAMO.NS), pada Sabtu (5 April) menyatakan akan menghentikan ekspor mobil buatan Inggris dari merek Jaguar Land Rover (JLR) ke Amerika Serikat selama sebulan. Tarif impor sebesar 25% terhadap mobil dan truk ringan telah mulai berlaku sejak 3 April. (Hui)

Laporan oleh Li Qingyi dan Jiang Diya, NTD News