Kepala Pemerintahan Hamas Tewas, Gelombang Evakuasi dari Lebanon

Pada  Kamis (3/10/2024), Israel mengumumkan bahwa pemimpin tertinggi Hamas  tewas dalam serangan militer tiga bulan lalu. Sementara itu, seiring meningkatnya konflik antara Israel dan Hizbullah, banyak negara mulai mengevakuasi warga negara mereka dari Lebanon

Yi Jing dari New Tang Dynasty TV

Tentara Pertahanan Israel (IDF) pada Kamis mengumumkan bahwa tokoh tingkat tertinggi dari Biro Politik Hamas, Rawhi Mushtaha, tewas dalam serangan udara tiga bulan lalu.

Menurut IDF, Mushtaha bertanggung jawab atas kontrol sipil pemerintahan Hamas, serta terlibat dalam kegiatan terorisme terhadap Israel. Dia adalah salah satu tangan kanan pemimpin Hamas saat ini, Yahya Sinwar. Mereka bersama-sama membangun mekanisme keamanan keseluruhan Hamas.

Israel klaim Rawhi Mushtaha tewas

Laporan militer menyatakan bahwa pada hari serangan, Mushtaha sedang bersembunyi di sebuah pangkalan bawah tanah yang dijaga ketat dan dilengkapi perlengkapan di bagian utara Gaza. Dua anggota senior Hamas lainnya juga tewas dalam serangan itu.

Pada  Juli tahun ini, pemimpin tertinggi Hamas saat itu, Ismail Haniyeh, juga tewas dalam serangan di Iran.

Pada  Kamis, Israel meningkatkan serangan terhadap kelompok militan Hizbullah. Ledakan terdengar di pusat kota Beirut dan pinggiran selatan, di mana markas Hizbullah di Dahiyeh dihancurkan.

Pada saat yang sama, fasilitas Hizbullah di bagian selatan Lebanon mengalami beberapa serangan udara. Gedung balai kota di Bint Jbeil menjadi target utama. Tentara Israel mengonfirmasi bahwa 15 anggota militan Hizbullah tewas di tempat.

Pada hari yang sama, IDF terus mendesak penduduk lebih dari 20 kota di selatan untuk segera mengungsi ke tempat yang aman. Diperkirakan bahwa pasukan darat Israel sedang merencanakan operasi lebih lanjut untuk melemahkan Hizbullah.

Dengan meningkatnya konflik antara Israel dan Hizbullah, banyak pemerintah negara-negara mulai membantu evakuasi warganya dari Lebanon.

Pada  Kamis, lebih dari 400 warga Spanyol dievakuasi dari Lebanon dengan bantuan Kementerian Pertahanan. Amerika Serikat, Italia, Inggris, Kanada, Australia, Prancis, Jepang, Rusia, Yunani, dan negara lainnya juga membantu evakuasi warganya secepat mungkin.

Pemerintah Jerman termasuk yang pertama kali melakukan penerbangan evakuasi bagi warganya minggu ini, menerbangkan 111 orang dari Beirut ke Berlin pada 30 September. Kementerian Luar Negeri Jerman mengumumkan penerbangan kedua pada 2 Oktober, membawa 130 “warga negara Jerman yang sangat rentan” keluar dari negara itu.

Kementerian Luar Negeri Inggris menyewa penerbangan dari Lebanon untuk warganya pada 2 Oktober. Kemenlu Inggris mengatakan bahwa mereka akan menyewa penerbangan tambahan dari negara tersebut dalam beberapa hari mendatang.

Pemerintah Australia juga mengorganisir penerbangan evakuasi pada 30 September dan 1 Oktober.

Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengumumkan penerbangan evakuasi tambahan dari Australia akan meninggalkan Lebanon pada 3 Oktober. Wong mengatakan bahwa pemerintah Australia telah memesan 500 kursi untuk dua penerbangan tambahan dari Lebanon ke Siprus, yang akan berangkat pada 5 Oktober.

Sementara itu, Bulgaria mengevakuasi 89 orang dari Lebanon pada 30 September. Penjabat Perdana Menteri Bulgaria Dimitar Glavchev mengatakan bahwa 61 warga Bulgaria meminta untuk dievakuasi pada perjalanan kedua pada 1 Oktober.

Minggu ini, Menteri Luar Negeri Spanyol, José Manuel Albares, mendesak sekitar 1.000 warga sipil Spanyol yang saat ini berada di Lebanon untuk meninggalkan negara itu.

Menteri Pertahanan Spanyol Margarita Robles pada 3 Oktober mengumumkan bahwa pemerintahnya telah mengirimkan dua pesawat militer untuk mengevakuasi 350 warga negara Spanyol dari Lebanon. Kedua pesawat tersebut telah kembali ke Spanyol dengan para penumpangnya.

Ketika sebagian besar penerbangan dari Beirut dibatalkan, banyak orang memilih untuk meninggalkan Lebanon melalui jalur laut. Pada  Kamis, ratusan orang tiba di Turkiye menggunakan kapal feri.

“Ini bukan bagian dari rencana hidup. Kami tidak berencana pergi, meninggalkan rumah, meninggalkan negara, tetapi ke mana lagi kami bisa pergi?,” kata seorang warga Lebanon yang tinggal di Ghana, Sami Al-Kin.

Pemerintah Siprus telah sepenuhnya mengaktifkan mekanisme yang memungkinkan warga negara asing yang dievakuasi dari Timur Tengah untuk melewati pulau itu dengan aman. (hui)