Pemimpin Baru Hizbullah Tantang Israel: Apakah Naim Qassem Akan Bertahan di Tengah Ancaman? 

EtIndonesia. Pada 29 Oktober  Hizbullah resmi mengumumkan pengangkatan Naim Qassem, seorang tokoh berusia 71 tahun, sebagai Sekretaris Jenderal baru, menggantikan Hassan Nasrallah. Langkah ini menandai perubahan signifikan dalam kepemimpinan kelompok tersebut di tengah meningkatnya ketegangan dengan Israel. 

Selama beberapa bulan terakhir, para pemimpin Hizbullah dan Hamas menjadi sasaran intensif serangan Israel, sehingga banyak spekulasi berkembang bahwa proses pengangkatan pemimpin baru akan dilakukan secara rahasia. Namun, kali ini, Hizbullah justru secara terbuka menyatakan penunjukan Qassem sebagai pemimpin baru mereka.

Naim Qassem telah menjabat sebagai wakil pemimpin Hizbullah sejak 1991 dan memiliki pengalaman luas dalam organisasi tersebut. Setelah kematian pemimpin Hizbullah sebelumnya, Abbas al-Musawi, pada 1992, Qassem tetap menjadi wakil, mendukung Nasrallah yang mengambil alih posisi pemimpin tertinggi. Selama ini, Qassem kerap berperan sebagai juru bicara publik Hizbullah. 

Pada 8 Oktober 2024, dalam sebuah video pernyataannya, Qassem menegaskan bahwa konflik dengan Israel adalah “perang untuk menentukan siapa yang lebih dahulu berduka,” dan menyatakan bahwa Hizbullah tidak akan menyerah lebih dulu. Meskipun menghadapi serangan sengit, dia memastikan bahwa kemampuan Hizbullah tetap solid dan akan terus mendukung Palestina dalam perlawanan mereka terhadap Israel.

Pengumuman ini mendapat respons cepat dari Israel. Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, merilis foto Qassem dengan keterangan yang menyindir bahwa “penunjukan sementara ini tidak akan berlangsung lama.” Kabarnya, Qassem kini berada di Iran dan menunda kepulangan ke Lebanon demi alasan keamanan.

Israel Melarang Operasional UNRWA di Wilayahnya

Di hari yang sama, parlemen Israel mengesahkan undang-undang yang melarang Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) beroperasi di wilayah Israel. UNRWA, yang telah memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina selama lebih dari 70 tahun, kini menghadapi pemotongan dana besar-besaran dan tuntutan pembubaran setelah Israel menuduh beberapa staf UNRWA terlibat dalam serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

Pemerintah Israel telah lama mengecam UNRWA, menuduhnya memperburuk masalah pengungsi Palestina dan menggunakan buku ajar yang mereka anggap menanamkan kebencian terhadap Israel di sekolah-sekolah di bawah pengelolaan UNRWA. Selain itu, Israel juga menuduh badan ini mempekerjakan anggota Hamas, termasuk agen militer Hamas, terutama di Gaza.

Ketegangan di Dewan Keamanan PBB Menyusul Serangan Israel dan Iran

Pada 26 Oktober 2024, Dewan Keamanan PBB menjadi ajang perdebatan sengit antara Israel dan Iran setelah serangan Israel terhadap sasaran militer Iran. Pertemuan ini diadakan atas permintaan Iran, di mana Duta Besar Iran untuk PBB, Amir Saeed Iravani, menyebut serangan Israel sebagai aksi agresi yang tidak pernah ditindak tegas. Iravani menegaskan bahwa Iran memiliki hak untuk membalas serangan udara tersebut.

Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, merespons dengan menyatakan bahwa tindakan Israel adalah bentuk pembelaan diri menyusul serangan misil yang diduga diluncurkan Iran pada 1 Oktober 2024. Ia juga mendesak adanya sanksi tegas terhadap Iran untuk mencegah pengembangan senjata nuklir negara tersebut.

Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menegaskan bahwa setiap serangan lebih lanjut dari Iran terhadap Israel atau warga AS akan membawa konsekuensi serius. Namun, ia juga menekankan keinginan Amerika Serikat untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dalam konflik yang sudah memanas ini.