EtIndonesia. 19 November 2024 menandai seribu hari sejak invasi Rusia ke Ukraina, sebuah periode yang dipenuhi dengan penderitaan dan keteguhan hati rakyat Ukraina.
Pada dini hari 19 November 2024, Angkatan Bersenjata Ukraina mengumumkan penggunaan Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat (ATACMS) buatan Amerika Serikat untuk menyerang wilayah Rusia. Serangan ini menargetkan gudang amunisi di Pusat Logistik ke-1046 Kementerian Pertahanan Rusia di Oblast Bryansk, sekitar 120 kilometer dari perbatasan Ukraina. Sumber Ukraina melaporkan terjadinya hingga 12 ledakan berturut-turut dengan kobaran api yang besar di lokasi tersebut.
Pihak Rusia awalnya enggan mengakui serangan ini. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menyebut informasi tersebut sebagai rumor media dan menegaskan belum ada konfirmasi resmi mengenai izin Amerika Serikat kepada Ukraina untuk menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia. Namun, tak lama setelah pernyataannya, militer Rusia mengonfirmasi bahwa fasilitas militer di Oblast Bryansk diserang oleh enam rudal, dengan lima di antaranya berhasil ditembak jatuh. Satu rudal berhasil mencapai fasilitas tersebut, menyebabkan kebakaran namun tanpa korban jiwa atau kerusakan signifikan.
Ancaman Nuklir Meningkat
Pada hari yang sama, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dekrit baru terkait penggunaan senjata nuklir, memperketat kebijakan nuklir negara tersebut. Dekrit berjudul “Dasar-Dasar Kebijakan Negara Federasi Rusia tentang Pencegahan Nuklir”, ini memperluas definisi ancaman yang dapat memicu penggunaan senjata nuklir oleh Rusia. Salah satu poin krusial adalah kemungkinan penggunaan senjata nuklir jika negara nuklir membantu negara non-nuklir menyerang Rusia dan mengancam eksistensinya.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran internasional, mengingat eskalasi ketegangan antara kedua negara. Meskipun demikian, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy tampaknya tidak gentar dengan ancaman tersebut. Dia mengumumkan rencana produksi sekitar 30.000 drone jarak jauh dan 3.000 rudal jelajah buatan dalam negeri pada tahun depan, sebagai bagian dari strategi pertahanan Ukraina.
Perkembangan di Medan Perang
Zelenskyy juga melakukan kunjungan ke daerah-daerah garis depan yang paling aktif, termasuk Pokrovsk di wilayah Donetsk dan Kupyansk di timur. Di sana, ia meninjau kesiapan pertahanan Ukraina menghadapi musim dingin dan memastikan dukungan bagi pasukan di garis depan. Militer Ukraina terus menerima dan mengerahkan peralatan canggih dari negara-negara Barat, termasuk kendaraan tempur infanteri M2 Bradley buatan AS yang mendapat pujian dari prajurit di lapangan.
Di sisi lain, militer Rusia dilaporkan menggunakan jenis bom udara baru di garis depan Kupyansk. Bom tersebut merupakan bom pembakar berdaya ledak tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam manusia akibat gelombang tekanan yang dihasilkannya.
Tegangan Diplomatik dan Internasional
Perang Rusia-Ukraina juga mempengaruhi dinamika internasional. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, secara terbuka menyatakan ketidakpuasannya terhadap kebijakan pemerintahan Amerika Serikat terkait konflik di Timur Tengah. Netanyahu mengkritik sikap AS yang menentang operasi militer Israel di Gaza dan respons terhadap serangan dari kelompok militan.
Sementara itu, tuduhan terhadap Tiongkok yang diduga memasok drone militer kepada Rusia semakin menguat. Pemerintah federal Jerman menyatakan memiliki informasi intelijen mengenai pabrik di Tiongkok yang memproduksi drone untuk digunakan Rusia dalam perang di Ukraina. Drone tersebut, dikenal sebagai “Geran-2”, diduga dikembangkan oleh perusahaan Tiongkok, Wuhan Skysys Technology Co., Ltd., dan dirakit di Rusia dengan komponen yang diimpor melalui Tiongkok.
Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, menegaskan bahwa agresi Rusia terhadap Ukraina merupakan serangan terhadap kebebasan Eropa, dan bahwa Tiongkok akan menghadapi konsekuensi jika terbukti memasok senjata kepada Rusia.
Kesimpulan
Situasi antara Ukraina dan Rusia terus memanas, dengan eskalasi militer dan diplomatik yang mengkhawatirkan. Penggunaan rudal taktis oleh Ukraina dan perubahan doktrin nuklir Rusia menandai fase baru dalam konflik ini. Komunitas internasional memantau dengan cermat perkembangan ini, sementara upaya diplomasi dan dialog terus diusahakan untuk mencegah terjadinya krisis yang lebih besar.