EtIndonesia. Sejak Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengumumkan darurat militer, situasi politik Korea Selatan menjadi kacau balau. Para pendukung dan penentang Yoon terus melakukan protes di jalan-jalan untuk menyampaikan pandangan politik mereka. Namun, baru-baru ini muncul spekulasi dari warganet yang mempertanyakan bahwa tindakan keras terhadap pendukung Yoon di jalanan Korea Selatan dilakukan oleh pasukan keamanan yang diduga adalah polisi berseragam dari Tiongkok. Beberapa pihak khawatir situasi Korea Selatan bisa berakhir seperti Hong Kong pada tahun 2019. Meski demikian, klaim ini belum dapat diverifikasi.
Akun X (sebelumnya Twitter) bernama “Israel War Room” dan @zhihui999) / X membagikan video yang menunjukkan bahwa setelah Yoon Suk-yeol ditangkap, semakin banyak pendukungnya yang turun ke jalan untuk memprotes. Mereka justru menghadapi tindakan kekerasan dari “polisi yang tidak mengerti atau tidak bisa berbahasa Korea dan tidak memakai tanda pengenal.”
Kedua akun tersebut juga mengungkapkan bahwa tindakan kekerasan oleh “polisi Korea Selatan” ini sangat mirip dengan tindakan polisi Hong Kong selama gerakan protes anti-ekstradisi pada tahun 2019. Mereka menduga bahwa “polisi Korea Selatan” ini sebenarnya adalah pasukan polisi bersenjata Tiongkok yang menyamar, dan mencurigai adanya hubungan antara keberadaan mereka dengan oposisi pro- Tiongkok, Partai Demokrat Korea Selatan.
“@zhihui999) / X ” dalam cuitannya selanjutnya menyebutkan bahwa Kepala Polisi Nasional Korea Selatan, Yoon Hee-keun, mengunjungi Beijing pada 16 Mei 2024 dan bertemu dengan Wang Xiaohong, Menteri Keamanan Publik dan Anggota Dewan Negara Tiongkok. Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak berjanji untuk memperkuat kerja sama untuk meningkatkan keamanan di kawasan Asia Timur. Wang Xiaohong juga menekankan setelah pertemuan bahwa kerja sama erat antara polisi Korea Selatan dan Tiongkok dapat membantu menangani kejahatan lintas negara serta mempersiapkan diri menghadapi tantangan masa depan.
Akun X “RICHARD FULL” juga membagikan video analisis yang diunggah oleh John Alley, mantan komandan Distrik New York Korps Insinyur Angkatan Darat AS. Dalam video tersebut, Alley mengklaim bahwa sudah ada banyak laporan yang menunjukkan bahwa Tiongkok telah mengangkut personel pasukan khusus ke Korea Selatan untuk membantu pihak oposisi menindas pendukung Yoon Suk-yeol. “RICHARD FULL” menambahkan bahwa pendekatan Tiongkok terhadap Korea Selatan kali ini sangat mirip dengan cara mereka menangani Hong Kong, bahkan seperti versi ulang dari peristiwa di Hong Kong. Dia juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa jika Korea Selatan benar-benar “diambil alih” oleh Tiongkok, rantai pasokan chip global mungkin akan berada di bawah kendali Beijing. Meski begitu, “RICHARD FULL” tidak memberikan bukti konkret untuk mendukung klaimnya.
Beberapa warganet mengungkapkan pandangan yang berlawanan. Mereka menilai bahwa kecil kemungkinan pemerintah Beijing “membantu” oposisi pro- Tiongkok di Korea Selatan untuk menindas pendukung Yoon Suk-yeol.
Salah satu warganet menyatakan bahwa Korea Selatan adalah negara yang memiliki pangkalan militer AS. Jika benar terjadi infiltrasi besar-besaran, Amerika Serikat pasti akan bereaksi. Oleh karena itu, klaim bahwa sejumlah besar polisi khusus Tiongkok dikirim ke Korea Selatan dianggap tidak masuk akal.
Warganet lain menyebut bahwa jika Tiongkok benar-benar ingin “mengirim bantuan”, mereka bisa saja mengirim polisi bersenjata dari etnis Korea yang fasih berbahasa Korea.
“Kekurangan kemampuan berbahasa Korea adalah celah besar yang terlalu mencolok. Tidak mungkin pemerintah Beijing membuat kesalahan sebesar itu,” ujar warganet tersebut.
Kasus Pertama dalam Sejarah Korea Selatan: Yoon Suk-yeol akan Hadir di Sidang Pemakzulan Presiden
Pada sore hari tanggal 20 Januari, Kantor Investigasi Korupsi Pejabat Tinggi (CIO) Korsel mengirim petugas ke Pusat Penahanan Seoul tempat Yoon Suk-yeol ditahan. Mereka berusaha menjemput Yoon untuk penyelidikan. Namun, karena Yoon menolak bekerja sama, upaya tersebut dihentikan sekitar pukul 21: 00 demi melindungi hak asasi manusia. Meski begitu, mereka diperkirakan akan melanjutkan proses penjemputan paksa dan prosedur pidana lainnya.
Yoon Suk-yeol ditangkap pada 15 Januari. Setelah penyelidikan pertama pada hari yang sama, dia terus menolak untuk menghadiri panggilan penyelidikan oleh CIO. Badan ini kemudian mencoba menjemputnya secara paksa untuk melanjutkan investigasi.
Tim pengacara Yoon menyatakan kepada media bahwa petugas CIO memasuki pusat penahanan saat Yoon bertemu dengan tim pengacaranya. Petugas itu diduga berusaha menjemput Yoon secara ilegal.
Salah satu pengacara pembela Yoon, Yoon Kap-geun, mengungkapkan bahwa pada 21 Januari, Yoon akan hadir langsung dalam sidang di Mahkamah Konstitusi terkait kasus pemakzulannya. Jika Yoon benar-benar hadir, dia akan menjadi presiden Korea Selatan pertama yang secara pribadi menghadiri sidang Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya, mantan presiden Korea Selatan, Roh Moo-hyun dan Park Geun-hye, tidak hadir secara pribadi dalam persidangan pemakzulan mereka. (jhn/yn)