Mengejutkan! Putin Setujui Gencatan Senjata 30 Hari, Tapi Syarat Damai Tersembunyi Bikin Geger!

EtIndonesia. Dalam pernyataan terbarunya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkapkan dukungan terhadap usulan gencatan senjata selama 30 hari. Namun, ia menegaskan bahwa jeda pertempuran tersebut harus dijadikan langkah awal menuju perdamaian yang berkelanjutan, bukan sekadar penghentian konflik sementara.

Dukungan Awal dan Syarat Perdamaian

Dalam inspeksi di Kursk, Putin menyatakan, “Kami setuju dengan proposal gencatan senjata, namun hal itu seharusnya mengarah pada perdamaian yang langgeng dan menghilangkan akar penyebab krisis ini.” 

Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan bahwa Rusia menuntut kesepakatan yang komprehensif dan menyeluruh untuk mengakhiri konflik. Meski terdengar positif, beberapa pihak menganggap bahwa langkah tersebut masih jauh dari kesepakatan yang nyata.

Reaksi dari Presiden Trump dan Ukraina

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menilai pernyataan Putin sebagai langkah positif namun belum cukup komprehensif. “Jika pihak Rusia setuju, itu akan menyelesaikan 80% jalan untuk mengakhiri perang ini. Jika Rusia memilih untuk melanjutkan perang, sanksi terhadap Rusia bisa sangat merusak,” ujar Trump. Ia pun mengungkapkan keinginannya untuk segera mengadakan pertemuan langsung dengan Putin guna membahas detail kesepakatan lebih lanjut.

Sementara itu, pemerintah Ukraina juga menyambut baik kemungkinan jeda 30 hari tersebut. Namun, pihak Ukraina mengungkapkan bahwa masih banyak aspek penting yang harus dirundingkan, terutama mengenai mekanisme pengawasan gencatan senjata sepanjang garis depan yang membentang hingga 2000 kilometer.

 “Rusia secara teori mendukung rencana ini, namun masih banyak detail yang harus dibahas sebelum kesepakatan tercapai,” kata perwakilan Ukraina yang tidak ingin disebutkan namanya.

Taktik Politik dan Pertarungan Narasi

Kepala pemerintahan Ukraina, Presiden Volodymyr Zelenskyy, menyatakan bahwa sikap Putin mencerminkan taktik untuk menghindari penolakan langsung terhadap kesepakatan. Menurut Zelenskyy, “Putin sebenarnya sedang bersiap untuk menolak kesepakatan gencatan senjata. Dia takut secara langsung mengatakan kepada Presiden Trump bahwa dia ingin melanjutkan perang ini.” 

Zelenskyy menegaskan bahwa Rusia akan terus menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan posisi dalam konflik, sedangkan Ukraina bertekad bekerja sama dengan mitra Amerika, Eropa, dan komunitas internasional untuk menekan Rusia menuju perdamaian.

Negosiasi dan Tuntutan Diplomatik

Dalam negosiasi yang berlangsung di Arab Saudi, Ukraina telah mengkomunikasikan “batas merah” mereka kepada pihak Amerika mengenai penyelesaian damai. Hal ini disertai sinyal tegas bahwa Ukraina tidak akan mengalah pada tekanan untuk bergabung dengan NATO sebagai syarat damai. 

Di sisi lain, laporan Associated Press mengungkapkan bahwa Kremlin menekankan pentingnya kesepakatan menyeluruh untuk mengakhiri konflik, sementara mereka memilih untuk menyampaikan pandangan Rusia setelah mendapatkan rincian lebih lanjut dari pembicaraan antara Amerika dan Ukraina.

Penasihat luar negeri utama Putin, Yuri Ushakov, juga menegaskan bahwa usulan gencatan senjata dari pemerintahan Trump hanyalah untuk memberikan waktu jeda bagi pasukan Ukraina, tanpa memberikan solusi substansial bagi konflik yang sedang berlangsung. Saat ini, utusan khusus Trump, Steve Witkoff, telah tiba di Moskow untuk melanjutkan negosiasi yang diyakini menjadi kunci bagi tercapainya perdamaian jangka panjang.

Implikasi Ekonomi dan Strategi Militer

Selain isu gencatan senjata, ketegangan geopolitik juga terasa di sektor energi dan pertahanan. Presiden Biden sempat mengeluarkan perintah pengecualian yang membebaskan bank energi Rusia dari sanksi guna menjaga kestabilan pasokan energi ke Eropa. Namun, pengecualian tersebut berakhir pada 12 Maret 2025 dan Presiden Trump kemudian menolak permintaan Uni Eropa untuk memperpanjangnya. Langkah ini dipandang sebagai upaya untuk mengurangi aliran dana yang dapat digunakan untuk “mesin perang” Putin.

Di medan pertahanan, pertemuan antara Putin dan Presiden Belarus, Alexander Lukashenko di Moskow menyinggung kemungkinan kesepakatan energi antara Rusia dan Amerika, yang jika tercapai, diharapkan dapat mengembalikan pasokan gas alam Rusia ke Eropa dengan harga terjangkau. 

Sementara itu, pernyataan dari beberapa pejabat AS menyoroti perlunya peningkatan produksi senjata untuk menandingi kekuatan militer Rusia dan Tiongkok, sekaligus menyinggung isu kekurangan personel dan kondisi barak militer di Jerman yang semakin memprihatinkan.

Prospek Masa Depan

Secara keseluruhan, pernyataan Putin dan respons para pemimpin dunia menggambarkan dinamika politik dan militer yang kompleks. Meskipun ada isyarat positif terkait gencatan senjata selama 30 hari, masih terdapat banyak pertanyaan mengenai niat sebenarnya dari Rusia dan kemampuan para pihak untuk mencapai perdamaian yang langgeng. D

engan adanya negosiasi lanjutan, baik di Moskow maupun melalui saluran diplomatik lainnya, dunia kini menantikan perkembangan lebih lanjut yang akan menentukan arah masa depan konflik. (kyr)

FOKUS DUNIA

NEWS