Gencatan Senjata atau Pembagian Wilayah? Trump dan Putin Kembali Berbicara di Balik Konflik Rusia-Ukraina

Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavit pada 17 Maret 2025, mengungkapkan bahwa pembahasan mengenai pembagian wilayah antara Rusia dan Ukraina merupakan agenda penting yang harus dibicarakan antara Amerika Serikat dan Ukraina. 

Menyusul pernyataan tersebut, Presiden Trump dijadwalkan melakukan pembicaraan dengan Presiden Putin pada tanggal 18 guna mendorong tercapainya gencatan senjata. Hal ini disusul oleh upaya mendesak Hungaria agar tidak menghalangi perpanjangan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia.

EtIndonesia. Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Karoline Leavitt, menegaskan bahwa pembagian wilayah menjadi bagian integral dari diskusi antara tim kepresidenan dan Ukraina. Presiden Trump, yang telah menunjukkan kemajuan dalam negosiasi, bertekad mencapai kesepakatan gencatan senjata demi menghentikan pertempuran yang telah berlangsung lama. Sebelumnya, pada 16 Maret 2025 di dalam pesawat kepresidenan Air Force One, Trump menyatakan kepada wartawan pendamping bahwa telah terjadi banyak pembicaraan dengan perwakilan kedua belah pihak—Rusia dan Ukraina.

 “Kita akan melihat apakah kita dapat mengakhiri perang ini. Mungkin kita bisa, mungkin kita tidak bisa, tetapi saya yakin peluang kita sangat besar. Kita akan membahas masalah wilayah dan juga pembagian aset, termasuk pembahasan mengenai pembangkit listrik,” ujarnya.

Pendekatan Multi-Tahap dalam Penyelesaian Konflik

Dalam program “Facing the Nation” pada 16 Maret 2025, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menguraikan bahwa penyelesaian konflik Rusia-Ukraina dirancang dalam dua tahap, yaitu Rencana A dan Rencana B. Rencana A bertujuan untuk segera menghentikan pertempuran, sementara Rencana B mengundang berbagai pihak ke meja perundingan untuk mencari solusi jangka panjang yang mengakomodasi kebutuhan semua pihak. 

Di tengah kondisi perang yang masih berlangsung, langkah tegas untuk mencapai gencatan senjata tetap menjadi prioritas utama, sejalan dengan peringatan Trump yang pernah mengancam penerapan sanksi baru jika Kremlin tidak menyetujui gencatan senjata.

Pandangan Rusia dan Pernyataan dari Prancis

Menanggapi perkembangan tersebut, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Alexander Grushko, pada 17 Maret 2025 menyampaikan kepada media bahwa kesepakatan damai harus memastikan Ukraina tidak bergabung dengan NATO. 

Menurutnya, kehadiran pasukan NATO—baik atas nama Uni Eropa, NATO secara individual, maupun negara lain—akan dianggap sebagai keterlibatan langsung dalam konflik. Sementara itu, Presiden Prancis, Macron, menyatakan bahwa apabila Ukraina menginginkan keanggotaan aliansi militer, Rusia tidak berhak menentukan penerimaan tersebut.

Desakan terhadap Kebijakan Sanksi dan Isu Tawanan Perang

Dalam perkembangan lain, Rubio menghubungi Menteri Luar Negeri Hungaria, Peter Szijjarto, mendesak agar Hungaria tidak mengacaukan kebijakan perpanjangan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia. Keengganan Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orbán, untuk mendukung perpanjangan sanksi akhirnya membuat Hungaria kehilangan hak vetonya.

Sumber intelijen Amerika mengungkapkan bahwa melalui penyadapan komunikasi antara Rusia dan Korea Utara, kedua negara tengah membahas nasib tawanan perang di wilayah Kursk. Kim Jong-un dilaporkan meminta agar tawanan tidak dibawa ke Korea Selatan. 

Informasi ini dinilai memiliki nilai tinggi, mengingat sejak tahun lalu pihak Amerika telah mempertimbangkan untuk mengirim tawanan tersebut ke Amerika demi mendapatkan informasi tentang kondisi militer Korea Utara dan Rusia.

Kementerian Luar Negeri Korea Selatan juga aktif dalam isu ini. Pada 17 Maret 2025, Menteri Luar Negeri Korea, Cho Tae-yul, melakukan pembicaraan telepon dengan Menteri Luar Negeri Ukraina, Sybihа, guna membahas bantuan untuk mencapai gencatan senjata dan isu tawanan perang dari Korea Utara. Cho Tae-yul menegaskan bahwa Korea Selatan bersedia menerima tentara Korea Utara yang ingin menuju negara tersebut, dengan harapan dukungan serupa diberikan oleh pemerintah Ukraina.

Aktivitas Militer dan Taktik Serangan

Di medan pertempuran, situasi semakin dinamis. Markas Besar Taktis Ukraina mengonfirmasi melalui media sosial pada tanggal 16 Maret 2025 bahwa pasukan Ukraina telah sepenuhnya mundur dari wilayah Suja di oblast Kursk, Rusia. 

Presiden Trump kemudian menyatakan pada tanggal 17 bahwa jika bukan karena inisiatifnya, tentara Ukraina sudah tidak berada di wilayah tersebut. Video yang beredar menunjukkan serangan drone Ukraina terhadap sebuah tempat pelatihan militer Rusia di dekat Bilzhansk yang mengakibatkan kebakaran.

Selain itu, Presiden Zelenskyy mengumumkan melalui media sosial bahwa Ukraina telah melakukan uji coba rudal jarak jauh baru, “Long Sea King”. Dengan jangkauan hingga 1.000 km—mencakup ibu kota Rusia, Moskow—rudal ini dilaporkan telah digunakan dalam serangan terhadap fasilitas minyak di wilayah selatan Rusia. 

Menurut laporan “Military News”, senjata tersebut merupakan modifikasi dari rudal jelajah anti-kapal yang sebelumnya hanya memiliki jangkauan sekitar 360 km, namun kini jangkauannya meningkat signifikan dengan bantuan informasi posisi satelit untuk serangan presisi. (kyr)

Sumber : Sound of Hope 

FOKUS DUNIA

NEWS