Presiden Taiwan Umumkan Langkah Baru untuk Melawan Infiltrasi Partai Komunis Tiongkok

“Dengan tindakannya, Tiongkok sudah menjadi kekuatan asing yang bermusuhan,” kata Presiden Taiwan Lai Ching-te.

EtIndonesia. Presiden Taiwan Lai Ching-te pada 13 Maret berjanji akan mengambil langkah lebih ketat untuk melawan infiltrasi dan aktivitas mata-mata dari rezim komunis Tiongkok.

Berbicara dari kantornya setelah bertemu dengan pejabat senior keamanan, Lai mengatakan bahwa Beijing telah memanfaatkan kebebasan Taiwan untuk mencoba “memecah, menghancurkan, dan merusak [Taiwan] dari dalam.”

Lai menyatakan bahwa Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah menyusup ke media, politik, angkatan bersenjata, dan kepolisian Taiwan sebagai bagian dari kampanyenya.

“Apa yang mereka coba lakukan adalah menanam benih perpecahan di masyarakat kita, membuat kita sibuk dengan konflik internal, dan menyebabkan kita mengabaikan ancaman nyata dari luar,” kata Lai kepada wartawan.

Lai mengatakan Beijing telah secara aktif merancang cara untuk “menyusup dan memata-matai” militer Taiwan.

Pada tahun 2024, sebanyak 64 individu telah dituntut oleh pengadilan Taiwan karena menjadi mata-mata untuk PKT. Dari jumlah tersebut, dua pertiga adalah anggota militer yang masih aktif atau sudah pensiun, menurut laporan Biro Keamanan Nasional di Taipei yang dirilis pada Januari.

Tiongkok Disebut Sebagai ‘Kekuatan Asing yang Bermusuhan’

“Dengan tindakan-tindakannya, Tiongkok sudah memenuhi definisi ‘kekuatan asing yang bermusuhan’ sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Anti-Infiltrasi kita,” kata Lai. “Kami tidak punya pilihan selain mengambil langkah-langkah yang lebih proaktif.”

Sebagai bagian dari 17 langkah kontra-infiltrasi yang diumumkannya dalam konferensi pers, Lai mengungkapkan rencana untuk meninjau kembali legislasi yang bertujuan mengembalikan sistem pengadilan militer bagi personel aktif yang dicurigai membantu musuh. Selain itu, ia berencana memperluas hukum pidana agar setiap “ungkapan kesetiaan kepada musuh” dapat dihukum.

Lai juga mengatakan bahwa pemerintahnya akan melakukan pemeriksaan ketat terhadap kunjungan atau aplikasi residensi warga negara Tiongkok di Taiwan serta akan melakukan “penyesuaian yang diperlukan” terhadap arus uang, manusia, dan teknologi melintasi selat Taiwan.

Selain itu, ia menyatakan bahwa pemerintah akan mengeluarkan peringatan kepada aktor dan penyanyi Taiwan yang tampil di Tiongkok  agar berhati-hati terhadap pernyataan dan tindakan mereka. Ini merupakan respons terhadap kampanye Tiongkok yang dianggap sebagai upaya untuk menekan bintang pop agar membuat pernyataan yang mendukung PKT.

Dihadapkan dengan “ancaman yang semakin serius,” Lai berjanji akan melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa cara hidup demokratis bagi 23 juta penduduk Taiwan tetap terjaga. Namun, ia juga menyerukan kepada masyarakat untuk “tetap waspada dan bertindak.”

“Sejarah menunjukkan bahwa setiap tindakan agresi atau aneksasi oleh rezim otoriter pada akhirnya akan gagal,” kata Lai. “Satu-satunya cara kita dapat menjaga kebebasan dan mengalahkan agresi otoriter adalah melalui solidaritas.”

Aktivitas Mata-Mata yang ‘Merajalela’

Kementerian Pertahanan Taiwan telah mengajukan amandemen terhadap Undang-Undang Pidana Angkatan Bersenjata guna menindak upaya mata-mata PKT yang menargetkan militernya.

Berdasarkan usulan tersebut, tentara Taiwan yang “bersumpah setia kepada musuh” akan menghadapi hukuman hingga tujuh tahun penjara, menurut draf yang dipublikasikan di situs web kementerian pertahanan pada 10 Maret. Hukuman tersebut mencakup segala bentuk ekspresi kesetiaan, baik secara lisan, tertulis, maupun tindakan, yang dapat merugikan militer.

“Kegiatan pengumpulan intelijen dan mata-mata PKT semakin merajalela,” kata kementerian pertahanan dalam pernyataan terpisah. 

“Melalui uang, investasi, perjudian, dan metode lainnya, mereka berusaha menarik dan merekrut anggota militer aktif untuk bersumpah setia kepada musuh… yang telah sangat merusak keamanan nasional.”

Pada Januari, jaksa Taiwan mengumumkan bahwa tujuh mantan personel militer telah didakwa karena diduga mengambil foto dari kedutaan besar de facto Washington di Taipei dan membuat peta dari empat instalasi militer Taiwan untuk PKT.

Salah satu terdakwa diidentifikasi sebagai Chu Hung-i, seorang pensiunan perwira Angkatan Darat yang sering bepergian ke Tiongkok  untuk bisnis setelah pensiun. Menurut pernyataan jaksa distrik di Taiwan pada Januari, selama kunjungannya ke Tiongkok pada 2019, Chu menjalin kontak dengan seorang petugas intelijen militer Tiongkok yang menjanjikan imbalan finansial jika dia berhasil merekrut veteran militer Taiwan yang sudah pensiun.

Dalam beberapa tahun berikutnya, Chu berhasil merekrut enam perwira militer yang sudah pensiun dan mendirikan partai politik bernama Rehabilitation Alliance. Selama kampanye kandidat partai tersebut dalam pemilu parlemen Januari 2024, Chu menerima sekitar $81.000 dari PKT, meskipun tidak ada kandidatnya yang terpilih, menurut jaksa.

Pada 12 Maret, Kementerian Pertahanan juga mengonfirmasi kasus yang melibatkan seorang mantan mayor Angkatan Udara yang mengaku bekerja untuk sebuah lembaga pemikir di AS. Mantan mayor tersebut, bermarga Shih, diduga membujuk seorang pengendali intersepsi udara Angkatan Udara untuk menyerahkan dokumen rahasia dengan imbalan uang. Shih kemudian menyerahkan dokumen tersebut kepada kontaknya di Tiongkok  dengan bayaran sekitar $45.000, di mana sekitar $6.000 diberikan kepada perwira yang masih aktif, bermarga Hsu.

Informasi yang bocor terkait dengan rudal anti-kapal Hsiung Feng III buatan dalam negeri Taiwan dan tanggapan Taiwan terhadap pelanggaran zona identifikasi pertahanan udara oleh Tiongkok kata Kementerian Pertahanan Taiwan.

Reuters dan The Associated Press berkontribusi dalam laporan ini.

FOKUS DUNIA

NEWS