EtIndonesia. Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 24 April menyatakan bahwa saat ini pemerintah AS sedang “memberikan tekanan besar” kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin untuk mencapai kesepakatan damai. Trump juga mengungkapkan bahwa kedua belah pihak, baik Rusia maupun Ukraina, sebenarnya menginginkan perdamaian, dan bahwa Putin sudah membuat sejumlah konsesi penting dalam perundingan.
Saat bertemu Perdana Menteri Norwegia, Jonas Gahr Støre di Gedung Putih, Trump menjawab pertanyaan wartawan terkait apakah Ukraina harus menyerahkan sebagian wilayah kepada Rusia demi menghentikan perang. Trump menjawab, hal itu “tergantung pada wilayah mana.”
Menurut laporan, Rusia saat ini menuntut agar Amerika Serikat secara resmi mengakui Krimea sebagai wilayah Rusia, sebagai imbalan atas kesediaannya untuk mencabut klaimnya terhadap lima wilayah lain di Ukraina. Namun, Ukraina sejauh ini menganggap tuntutan tersebut tidak dapat diterima.
Trump menegaskan bahwa Rusia telah merebut Krimea selama masa pemerintahan Presiden Obama.
Trump mengatakan: “Bisakah kalian mengambilnya kembali? Saya rasa itu akan sangat sulit.”
Dia menambahkan: “Namun kami akan berusaha sebaik mungkin. Ukraina sudah kehilangan banyak wilayah. Dan faktanya, Rusia sudah membuat konsesi besar dalam perundingan ini, yakni mereka tidak berusaha menguasai seluruh Ukraina.”
Trump sekali lagi menegaskan keyakinannya bahwa seandainya dia masih menjadi presiden, perang Ukraina tidak akan pernah pecah.
Dia menggambarkan perang ini sebagai sebuah pembantaian di mana ribuan nyawa sia-sia melayang setiap minggu.
“Jika saya menjabat, perang ini tidak akan terjadi,” tegasnya.
Trump juga menegaskan keyakinannya bahwa Rusia serius menginginkan perdamaian: “Saya pikir kita bisa menyelesaikan ini dengan cepat. Saya berharap demikian. Meskipun ada dendam mendalam di antara mereka, kedua pihak ingin mencapai perdamaian.”
Pada 23 April, Trump mengkritik Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, dengan menyatakan bahwa Zelenskyy mungkin membuat pencapaian perdamaian dengan Rusia menjadi lebih sulit. Ini menyusul pernyataan Zelenskyy pada 22 April bahwa Ukraina tidak akan pernah mengakui pencaplokan Krimea oleh Rusia — sebuah sikap yang menurut Trump sudah “tidak relevan,” karena “Ukraina telah kehilangan Krimea bertahun-tahun lalu.”
Trump Mengecam Zelenskyy: “Memperpanjang Perang dan Membahayakan Ukraina”
Pada Kamis pagi (25/4), setelah Rusia melancarkan serangan mematikan baru ke Ukraina, Trump menunjukkan ketidakpuasan dan meminta Putin untuk “menghentikan” serangan tersebut.
Namun, ketika ditanya apakah dia akan mempertimbangkan sanksi tambahan terhadap Rusia jika serangan tidak berhenti, Trump menolak mengungkapkan langkah lebih lanjut, hanya mengatakan: “Saya ingin melihat apakah kita bisa mencapai kesepakatan. Saat ini tidak ada alasan untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi percayalah, akan ada sesuatu yang terjadi.”
Pada hari Rabu, utusan khusus Trump untuk urusan Ukraina mengadakan pertemuan di London dengan pejabat Eropa dan Ukraina guna mendorong upaya perdamaian. Menurut pejabat AS, pertemuan tersebut cukup produktif, meski masih ada perbedaan besar mengenai kerangka dan jadwal penyelesaian konflik yang diajukan oleh AS.
Pejabat Eropa menyatakan bahwa dalam pertemuan di London, Ukraina telah berhasil diyakinkan untuk lebih mendekati posisi yang diinginkan AS, meski tetap ada kekhawatiran bahwa Ukraina mungkin tidak mampu memenuhi harapan tinggi dari Trump.
Menurut pejabat itu, Ukraina bersikeras bahwa gencatan senjata harus diberlakukan terlebih dahulu sebelum melakukan negosiasi yang menyakitkan mengenai pengorbanan wilayah. Sebaliknya, Trump tampaknya meninggalkan opsi gencatan senjata, dan lebih fokus langsung pada tercapainya perjanjian damai final.
Wakil Presiden AS, JD Vance dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio baru-baru ini memperingatkan bahwa jika tidak ada kemajuan nyata, AS mungkin menghentikan upaya perdamaian dalam hitungan hari.
Trump: “Jika Perang Berlanjut 3 Tahun Lagi, Ukraina Akan Hilang”
Trump di media sosial pada 23 April mengkritik keras keputusan Zelensky yang menolak menyerahkan Krimea sebagai bagian dari rencana perdamaian potensial, dengan mengatakan bahwa keputusan itu hanya akan memperpanjang perang dan mengancam kelangsungan hidup Ukraina.
Pada 22 April, Zelenskyy dalam konferensi pers menyatakan bahwa dalam kesepakatan damai apa pun, Ukraina tidak akan menyerahkan satu inci pun wilayahnya kepada Rusia:
“Itu tanah kita, tanah rakyat Ukraina,” tegas Zelenskyy.
Trump menilai, sikap Zelenskyy tersebut sangat provokatif dan hanya akan menghambat penyelesaian perang.
Trump menambahkan bahwa Ukraina sudah dalam kondisi sangat berbahaya, dan bahwa pilihannya sekarang adalah damai atau berperang tiga tahun lagi hingga kehilangan seluruh negara.
“Saya tidak punya hubungan dengan Rusia,” kata Trump. “Tetapi saya punya hubungan yang kuat dengan upaya menyelamatkan sekitar 5.000 tentara Rusia dan Ukraina yang sia-sia meninggal setiap minggu.”
Trump mengkritik Zelenskyy dengan menyebutnya sebagai “orang tanpa kartu yang bisa dimainkan,” dan menyarankan agar Zelenskyy seharusnya mendukung tercapainya kesepakatan damai.
Sementara itu, Wakil Presiden JD Vance pada 23 April juga memperingatkan: “Kami telah mengajukan tawaran yang sangat jelas kepada Rusia dan Ukraina. Kini saatnya mereka menyetujui atau AS akan menarik diri dari upaya ini.”
Menurut Vance, tawaran tersebut mencakup:
- Pembekuan garis perbatasan mendekati kondisi saat ini.
- Kedua belah pihak harus melepaskan beberapa wilayah yang saat ini mereka kuasai. (jhn/yn)