Pengangguran Melonjak di Tiongkok, Muncul “Perusahaan Pura-pura Bekerja” di Berbagai Daerah 

  • Gelombang pengangguran terus menyapu berbagai sektor di Tiongkok, jumlah pengangguran meningkat tajam. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan namun tidak ingin keluarga mereka tahu, sehingga mereka berpura-pura pergi bekerja setiap hari.
  • Baru-baru ini, di berbagai wilayah muncul fenomena “perusahaan pura-pura bekerja”, di mana banyak anak muda membayar untuk menyewa tempat kerja hanya agar terlihat sedang bekerja, memicu perbincangan hangat publik.

EtIndonesia. Sejak awal tahun ini, kota-kota seperti Beijing, Shanghai, Hangzhou, Chongqing, Guangdong, Sichuan, Hunan, Shanxi, dan Jiangsu dilaporkan telah memiliki “perusahaan pura-pura bekerja”. 

Beberapa pelaku usaha mengungkapkan bahwa jumlah pengangguran meningkat pesat akhir-akhir ini, dan banyak orang tidak ingin keluarganya tahu mereka sedang menganggur. Maka dari itu, mereka membayar sekitar RMB. 30 per hari untuk duduk di “kantor” dari jam 09.00 pagi hingga 17.00 sore, berpura-pura bekerja. Bahkan, di akhir bulan mereka bisa mendapatkan slip gaji palsu.

Baru-baru ini, seorang netizen perempuan membagikan kisahnya setelah terkena PHK. Ia pergi ke “perusahaan pura-pura bekerja” untuk “bekerja” demi menipu orang tuanya. Ia tiba di “kantor” pukul 09.45, menanyakan harga, dan akhirnya membayar RMB.30 untuk duduk di tempat kerja. Saat membuat kopi di pantry, ia bertemu “CEO” perusahaan, lalu membayar RMB.60 untuk berpura-pura bekerja di ruang direktur.

Setelah sarapan di meja kerjanya, ia mulai mencari lowongan kerja secara online dan bermain ponsel saat istirahat. Ia memperhatikan bahwa rekan-rekan “kerja” lainnya terlihat murung. Ia berpikir, “Sepertinya bukan hanya aku yang tidak punya pekerjaan.”

Pukul 12.15 siang, ia makan siang di mejanya dan melihat salah satu teman ayahnya juga berada di sana “bekerja”. Sekitar pukul 16.00 sore, ia mengambil foto dirinya sedang “bekerja” dan mengirimkan ke ibunya dengan alasan sedang lembur.

Pukul 17.30, banyak “rekan kerja” lain masih “lembur”. Baru sekitar pukul 20.00 malam, mereka mulai “pulang”, dan setengah jam kemudian, ia pun pulang ke rumah.

Seorang influencer mengatakan bahwa maraknya “perusahaan pura-pura bekerja” terjadi karena kondisi ekonomi yang memburuk dan angka pengangguran yang tinggi. Banyak anak muda takut dimarahi atau ditekan oleh orang tua mereka soal pekerjaan dan pernikahan, sehingga memilih untuk berpura-pura bekerja setiap hari.

Selain itu, karena kondisi ekonomi Tiongkok memburuk, tingkat kekosongan ruang kantor komersial meningkat drastis. Banyak investor akhirnya mengubah ruang kantor besar menjadi kantor bersama (co-working space) yang menyewakan meja kerja untuk individu, demi mendapatkan pemasukan.

Seorang wanita pemilik “Perusahaan Pura-pura Bekerja Co., Ltd.” di Chengdu, Sichuan, mengatakan dalam sebuah video:  “Secara tampak luar kami adalah sebuah perusahaan, tapi sebenarnya ini seperti penitipan orang dewasa. Di sini kamu bisa bebas main HP, main komputer, ada WiFi dan AC, jam kerja dari jam 10 pagi sampai 17.00 sore, tidak perlu absen juga.”

Ia menambahkan, bos perusahaan kadang-kadang juga akan berpura-pura memberikan tugas kerja.

 “Tentu saja kamu bisa menolak dengan alasan apa pun, tidak usah takut dipecat. Kamu bahkan bisa merasakan sensasi ‘melempar proposal ke wajah bos’.”

Di Chongqing, juga telah muncul “perusahaan pura-pura bekerja”. Seorang pemilik mengatakan dalam sebuah video:  “Bagi warga Chongqing yang ingin pura-pura kerja, kami sudah siapkan tempatnya. Tampak luar seperti perusahaan resmi, tapi sebenarnya tempat ini hanya disediakan untuk mengisi masa menganggur kalian.”

Ia menjelaskan bahwa angka pengangguran di Chongqing sedang tinggi, dan banyak orang tidak berani memberi tahu keluarga mereka bahwa mereka kehilangan pekerjaan. Maka dari itu, ia membuka tempat bagi orang-orang untuk menyewa meja kerja dan berpura-pura bekerja. Bahkan, mereka yang ingin berpura-pura menjadi bos pun bisa menyewa ruang direktur atau CEO dengan tarif khusus.

Perusahaan sejenis juga muncul di Guangdong. Seorang influencer mengatakan:
“Teman saya di Dongguan Songshanhu membuka perusahaan bernama ‘Perusahaan Tidak Bekerja’. Saat ini, tempat kerjanya sudah penuh, seperti kantor kita ini, semua meja kerja sudah terisi penuh.”

Ia menambahkan:  “Di Perusahaan Tidak Bekerja, kamu bisa memarahi bos, tidak bekerja, tidur, membaca novel, menonton video, dan melakukan apa pun yang kamu mau. Cukup bayar RMB.30 sehari untuk dapat satu meja kerja. Bisa mulai kerja jam 10 pagi, pulang jam 5 sore, atau bahkan jam 3 sore. Inilah Perusahaan Tidak Bekerja. Siapa sangka perusahaan seperti ini bisa benar-benar ada?”

Situs pendaftaran perusahaan di Tiongkok menunjukkan bahwa di kota-kota seperti Beijing, Shanghai, Changsha (Hunan), Taiyuan (Shanxi), dan Hangzhou (Jiangsu) telah terdaftar beberapa perusahaan sejenis “perusahaan pura-pura bekerja”.

Sebuah video menunjukkan bahwa di Gedung Era Baru di Distrik Jing’an, Shanghai, hanya dengan RMB.9,9 saja seseorang sudah bisa mendapatkan meja kerja bersama untuk berpura-pura bekerja.

Fenomena “perusahaan pura-pura bekerja” di berbagai wilayah Tiongkok memicu banyak perbincangan di kalangan netizen. Beberapa komentar warganet:

  • “Bukankah ini mirip warnet? Tapi ini lebih bagus, bisa main game bareng sambil duduk kayak di kantor.”
  • “Menurutku ini ide bagus, RMB.9,9 sehari lebih murah dari biaya listrik dan internet di rumah.”
  • “Menipu ayah dan ibu: ‘Aku lagi kerja, kok.’”
  • “Menganggur bukan masalah, yuk pura-pura kerja bareng di Perusahaan Pura-pura Bekerja!”
  • “Terlalu lama di rumah, jadi kangen suasana kantor… sehari pura-pura kerja biar berasa ‘ngantor’ lagi. Ternyata banyak juga yang senasib.”

Seorang influencer menyimpulkan dengan nada getir:  “Benar-benar tidak terduga. Dulu hal-hal aneh terjadi tiap tahun, tapi tahun ini benar-benar luar biasa. Generasi kami—yang lahir tahun 80-an dan 90-an—sudah melewati SARS, makan minyak got, minum susu formula Sanlu, dan divaksin Sinovac. Setelah lulus kuliah, sistem penempatan kerja dihapus. Saat ingin menikah, diminta punya rumah dan mobil. Setelah susah payah mengumpulkan uang muka rumah, harga properti justru melonjak. Baru selesai renovasi dan pindah, harga rumah malah anjlok. Sekarang harga rumah dipotong setengah, dan kami malah terkena PHK massal yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

Ia menambahkan, “Sekarang semuanya berbalik. Dulu bos yang bayar gaji kita. Sekarang kalau saya cerita, orang bisa salah paham. Karena sekarang malah saya yang bayar ke bos untuk bisa kerja. Apa lagi yang tidak mungkin terjadi?” (Hui)

Laporan oleh jurnalis Luo Tingting – NTDTV.com

FOKUS DUNIA

NEWS