Menjelang Ajal: Ketika Sosok Putih Itu Muncul

EtIndonesia. Di ujung kehidupan, saat napas menipis dan kesadaran melemah, apa yang sebenarnya kita lihat? Apakah itu sekadar ilusi, bayangan samar dari kenangan, atau panggilan dari dunia lain? Sebuah kisah yang dibagikan oleh seorang perempuan bernama Molly memberi kita sebuah pandangan tentang sesuatu yang tak terjelaskan, namun nyata terjadi.

Molly adalah seorang perawat pribadi yang merawat seorang pria tua berusia 91 tahun yang menderita Alzheimer dan kanker otak. Kondisinya memburuk dari hari ke hari. Dokter telah lama memprediksi dia tak akan melewati musim semi, namun waktu terus berlalu dan dia masih bertahan, seolah-olah sedang menunggu sesuatu. Di hari-hari terlemahnya, dia sering memanggil-manggil istrinya yang telah meninggal empat tahun lalu, serta nama anjing kecilnya yang mati tahun sebelumnya. Dia gelisah, ketakutan, menolak untuk memejamkan mata, seakan takut kehilangan momen kedatangan seseorang yang ditunggunya.

Suatu malam, Molly duduk di tepi ranjang menemaninya. Lampu menyala lembut, suasana hening dan tenang. Tiba-tiba, dari sudut matanya, dia melihat sekelebat bayangan putih perlahan melintasi sudut ruangan. Dia mengira itu hanya halusinasi karena kelelahan. Namun satu jam kemudian, dia kembali melihat sosok putih yang lebih kecil berlari cepat melintasi lantai. Kali ini, dia tidak bisa lagi meyakinkan dirinya bahwa itu hanya halusinasi.

Yang lebih mengejutkan, sang pria tua pernah bersikeras mengatakan bahwa istrinya sedang berdiri menggigil di depan pintu. Dia bahkan memarahi perawat lain karena tidak segera membukakan pintu. Baru setelah pintu itu dibuka dan ditutup kembali, dia menjadi tenang dan memejamkan mata. Seolah-olah, pada momen itu, dia benar-benar melihat sesuatu yang tidak bisa dirasakan oleh Molly maupun orang lain.

Molly berkata: “Aku punya firasat bahwa istri dan anjing kecilnya memang ada di seberang sana, menunggu dia menyeberang. Tapi dia takut… dia masih berjuang.”

Kata-kata itu terdengar seperti puisi—puitis, namun juga menggugah rasa ngeri. Jika kematian bukanlah akhir, melainkan permulaan dari perjalanan lain, mungkinkah jiwa-jiwa yang kita cintai benar-benar menunggu kita di ujung jalan itu?

Kisah lain datang dari seorang perempuan yang juga kehilangan anjing kecil berwarna putih karena kecelakaan tragis. Meski duka masih membekas, dia dan suaminya mengaku terus merasakan kehadiran anjing itu—bukan secara fisik, tapi seperti ada sesuatu yang tetap menyertai mereka.

Sang suami menderita berbagai penyakit autoimun yang menggerogoti tubuhnya. Suatu hari, dengan suara tenang, dia berkata: “Kalau aku meninggal nanti, aku akan pergi untuk menenangkan anjing kita.”

Ucapannya terdengar biasa, seperti sesuatu yang sudah dia putuskan jauh-jauh hari.

Malam sebelum dia terkena stroke, sang istri melihat sosok putih di depan pintu, berlari masuk ke rumah seolah bersama dengan anjing mereka yang masih hidup. Tapi dia tahu, itu adalah wujud dari anjing kecil yang sudah tiada. Keesokan harinya, sang suami mengalami pendarahan otak dan meninggal dunia dalam waktu kurang dari dua hari. Sejak saat itu, tidak pernah lagi ada tanda-tanda kehadiran anjing itu. Fenomena-fenomena aneh di rumah pun berhenti sepenuhnya. 

Sang istri berkata: “Seolah-olah dia membawa semuanya pergi bersamanya.”

Sebagian orang mungkin menyebut semua ini sebagai ilusi, efek kimia di otak menjelang kematian. Namun bagi yang mengalaminya, ini terasa seperti sebuah komunikasi jiwa—koneksi yang menembus batas antara hidup dan mati. Yang menarik, penampakan sosok putih ini selalu muncul di antara dua kutub: mereka yang akan pergi, dan mereka yang telah pergi lebih dulu.

Mungkin mereka memang datang kembali. Bukan untuk tinggal, melainkan untuk menjemput dan membawa pulang orang terkasih. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS