Antonio Graceffo
Pada peringatan 100 tahun Partai Komunis Tiongkok pada tahun 2021, propaganda ditingkatkan, memuji Partai Komunis Tiongkok dan Xi Jinping.
Di Tiongkok yang menjadi makmur dan di mana persaingan di bidang ekonomi sangat ketat, akan mudah bagi orang-orang biasa untuk berpaling dari Partai Komunis Tiongkok yang pernah menjelek-jelekkan kelas orang kaya.
Tetapi melalui upaya propaganda yang berkelanjutan dan sebuah penulisan pesan berulang secara berkala, yang sekarang menunjukkan bahwa menjadi kaya adalah sebuah tindakan patriotisme, Partai Komunis Tiongkok tidak hanya berhasil tetap relevan, bahkan tetap menjadi yang tertinggi. Slogan tahun ini adalah “Selalu ikuti Partai Komunis Tiongkok.”
Pada generasi sebelumnya, anak-anak sekolah di Tiongkok membaca sebuah artikel yang disebut Sosialisme adalah baik dan Kapitalisme buruk. Ini mendorong gagasan bahwa Partai Komunis Tiongkok memelihara rakyatnya sementara Barat membiarkan para warganegaranya menderita menanggung kelaparan, sampai mereka mati.
Orang-orang yang benar-benar percaya akan hal itu, akhirnya merasa iba pada orang-orang Amerika Serikat yang rata-rata enam kali lebih kaya, dibandingkan dengan rakyat Tiongkok. Saat ini, ada kegencaran untuk meyakinkan orang-orang Tiongkok bahwa semua orang-orang Amerika Serikat adalah miskin, tetapi media pemerintah melakukanpekerjaan yang baik untuk memutarbalikkan ketimpangan kekayaan dan masalah tunawisma di Amerika Serikat.
Xi Jinping menyatakan, tugas Departemen Kerja Front Terpadu dan outlet propaganda lainnya adalah untuk menunjukkan keunggulan sistem Tiongkok, melalui kemakmuran. Artikel berbahasa Mandarin secara teratur muncul di media pemerintah mengenai betapa tidak adilnya sistem ekonomi Amerika Serikat dan bagaimana “ketidaksetaraan membunuh.”
Dalam ilmu ekonomi, ukuran ketimpangan kekayaan di dalam suatu negara disebut koefisien Gini. Pada tahun 2016, koefisien Gini Tiongkok adalah 38,6, sedangkan koefisien Gini Amerika Serikat adalah 41,5. Itu berarti ketimpangan kekayaan di Amerika Serikat hanya sedikit lebih tinggi daripada di Tiongkok. Tetapi yang terendah 29 persen penerima upah di Amerika Serikat yang berpenghasilan sedikit lebih banyak dari USD 25.000 per tahun, sementara kelas menengah Tiongkok memperoleh sekitar USD 10.000 per tahun.
Pada saat yang sama, Tiongkok memiliki miliarder yang hampir sama banyaknya dengan Amerika Serikat. Yang lebih memprihatinkan, 600 juta orang Tiongkok masih hidup dengan penghasilan USD 140/bulan. Masalah ketimpangan kekayaan setidaknya sama buruknya, jika tidak lebih buruk, di Tiongkok.
Aparat propaganda Partai Komunis Tiongkok di dalam negeri, mengeksploitasi setiap kesalahan langkah yang diambil negara-negara Barat untuk mengatasi wabah COVID-19, yang mencakup sebagian besar jumlah kematian di Amerika Serikat.
Setiap kesalahan dalam sebuah negara demokrasi, menjadi satu bagian lagi yang dieksploitasi Beijing untuk memajukan kepentingannya. Sentimen ini dianut dalam media pemerintah berbahasa Mandarin, kemudian bergema dalam bahasa Inggris di Global Times untuk seluruh dunia, untuk pembaca di luar Tiongkok.
Media Tiongkok mengeksploitasi pelanggaran Capitol yang terjadi pada tanggal 6 Januari untuk menunjukkan perpecahan di dalam negeri Amerika Serikat. Laporan di dalam negeri Tiongkok, sejauh ini menyebut Amerika Serikat sebagai sebuah negara gagal. Beijing memanfaatkan cerita-cerita negatif mengenai Amerika Serikat sebagai bukti bahwa demokrasi juga tidak ada di Amerika Serikat, atau bahwa demokrasi sedang runtuh. Akibatnya, para warganegara Tiongkok seharusnya senang bahwa mereka hidup di bawah rezim Partai Komunis Tiongkok.
Televisi yang dikendalikan negara mencakup pelaporan media Amerika Serikat sebagai bagian kampanye propaganda domestik. Media Tiongkok secara teratur memberitahukan kepada para warganegara Tiongkok bahwa laporan media Amerika Serikat mendukung narasi resmi Partai Komunis Tiongkok.
Sebuah cerita berbahasa Mandarin di portal berita Sina memiliki sebuah judul diterjemahkan sebagai “Amerika Serikat sedang mengalami keruntuhan besar.” Cerita tersebut didukung oleh sebuah referensi ke sebuah cerita Washington Post, yang judulnya berbahasa Mandarin diterjemahkan menjadi Sebuah Kecelakaan Besar di Amerika Serikat.
Beijing juga menggunakan berita Amerika Serikat ini untuk menetapkan Tiongkok, sebagai ahli yang dapat membantu negara-negara lain, atau sebagai korban chauvinisme Barat, atau pahlawan/penyelamat dunia. Tiongkok digambarkan sebagai ahli dalam cerita-cerita mengenai peran heroik yang diambil Partai Komunis Tiongkok dalam mengendalikan Coronavirus, memuji para responden dan perawat pertama Tiongkok, atau menyuarakan bantuan Tiongkok ke Italia di bagian awal pandemi.
Bukan hanya sebagian besar negara tidak bersyukur ke Tiongkok, tetapi banyak yang ingin meminta Partai Komunis Tiongkok bertanggung jawab atas kesalahan penanganan dan berbohong mengenai COVID-19, serta hilangnya beberapa pelapor pelanggaran Tiongkok.
Di lain waktu, media pemerintah dapat menggambarkan Tiongkok sebagai korban yang malang. Sebuah cerita di Huangqiu mengklaim bahwa agen-agen FBI mengakui bahwa mereka melakukan konspirasi untuk memberatkan profesor Tiongkok dengan sebuah tuduhan palsu.
Artikel itu mengacu pada Anming Hu, seorang asisten profesor teknik di Universitas Tennessee, Knoxville (UTK), yang ditangkap tahun lalu karena diduga berbohong mengenai hubungannya dengan sebuah universitas Tiongkok Sambil menerima dana dari NASA. Pada akhirnya, seorang hakim federal menyatakan sebuah pembatalan sidang setelah juri gagal mencapai sebuah putusan.
Tetapi, dalam banyak kasus lain, Partai Komunis Tiongkok terbukti menggunakan akademisi sebagai mata-mata. Dr. Charles Lieber, ketua Departemen Kimia dan Biologi Kimia Universitas Harvard, ditangkap oleh FBI karena gagal untuk mengungkapkan hubungannya dengan Partai Komunis Tiongkok.
Dr. Charles Lieber menerima pembayaran sebesar USD 50,000 per bulan, serta USD 1,5 juta, dari Beijing untuk perannya sebagai seorang “ilmuwan strategis” di Universitas Teknologi Wuhan dan untuk partisipasinya dalam “Rencana Seribu Talenta” Tiongkok.
Akademisii lain yang ditangkap karena melakukan kegiatan mata-mata untuk Partai Komunis Tiongkok atau gagal mengungkapkan koneksi-koneksi mereka dengan Beijing meliputi: Yanqing Ye, seorang letnan di Tentara Pembebasan Rakyat, yang sedang belajar di Fakultas Fisika, Kimia dan Teknik Biomedis Universitas Boston; dan Zaosong Zheng, yang melakukan penelitian kanker di Pusat Medis Diakon Beth Israel di Boston. Zaosong Zheng ditangkap saat berupaya menyelundupkan botol bahan organik yang dicurinya dari laboratorium tersebut, kembali ke Tiongkok.
Media pemerintah mewakili Partai Komunis Tiongkok sebagai pahlawan atau korban, dalam hal tertentu tergantung pada gambar mana yang paling sesuai dengan kebutuhan mendesak rezim Tiongkok.
Ketika rezim berselisih dengan sebuah negara asing, propaganda dirancang untuk mengubah opini publik terhadap negara tersebut. Pada tahun 2019, Tiongkok memberi sanksi kepada Norwegia, karena menganugerahkan Hadiah Nobel untuk aktivis pro-demokrasi Liu Xiaobo. Demikian pula, propaganda Partai Komunis Tiongkok mengobarkan kemarahan para warganegara Tiongkok di Australia, karena menyerukan sebuah penyelidikan independen terhadap asal-usul COVID-19.
Tahun lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying menulis di Twitter bahwa jika Amerika Serikat sangat peduli dengan transparansi dan menemukan asal-usul COVID-19 yang sebenarnya, kemudian Amerika Serikat harus membuka laboratorium pertahanan hayati miliknya, di Fort Detrick di Maryland, untuk inspektur-inspektur internasional.
Tweet ini segera diambil oleh media negara, menjadi dasar untuk laporan yang diterbitkan dalam bahasa Inggris, Spanyol, Arab, dan bahasa-bahasa lainnya. China Global Television Network yang dikelola negara menjalankan versi story, mengikuti dekrit Xi Jinping, bahwa media pemerintah harus mempromosikan “propaganda positif” untuk pedoman opini publik “yang benar”.
Partai Komunis Tiongkok memiliki kendali penuh atas semua media berita dan penyensoran total terhadap media sosial, sementara Partai Komunis Tiongkok dapat menyimpan informasi yang tidak diinginkan dengan Tembok Api Besar.
Orang-orang di Tiongkok Daratan hanya dapat melihat apa yang diinginkan Partai Komunis Tiongkok untuk orang-orang di Tiongkok Daratan melihat.
Rata-rata warganegara Tiongkok tidak tahu bahwa di Xinjiang, jutaan Muslim Uyghur sedang dianiaya, disiksa, ditahan, atau menjadi sasaran kerja paksa dan panen organ.
Para warganegara Tiongkok juga tidak tahu yang orang-orang Tibet tidak terhitung jumlahnya, dibunuh atau jutaan orang dirampas kebebasan agama dan bahasa kebebasan.
Para warganegara Tiongkok tidak menyadari genosida kebudayaan yang dilakukan di Tibet, Turkestan Timur (Xinjiang), dan Mongolia Selatan (Mongolia Dalam).
Namun demikian, para warganegara Tiongkok menyadari kematian George Floyd dan kerusuhan berikutnya yang melanda Amerika Serikat.
Sementara Partai Komunis Tiongkok melancarkan genosida terhadap penduduk Muslimnya sendiri, Global Times, corong Partai Komunis Tiongkok, memuat cerita mengenai penganiayaan Amerika Serikat terhadap Muslim-Amerika.
Global Times bertindak lebih jauh dengan menyerukan Amerika Serikat sebagai sebuah negara pemukim genosida kolonial dan ekspansionis. Para pembaca Tiongkok yang sama tidak akan menyadari bahwa Turkestan Timur dan Tibe,t adalah merdeka sampai dicaplok secara paksa melalui sebuah invasi militer Partai Komunis Tiongkok.
Banyak ahli melihat propaganda sebagai mekanisme kendali Beijing yang paling kuat. Departemen propaganda Partai Komunis Tiongkok mempekerjakan jutaan orang, memiliki anggaran-anggaran yang luar biasa, dan teknologi canggih dalam penyelesaiannya.
Mesin propaganda rezim Tiongkok beroperasi dengan keyakinan bahwa propaganda adalah tidak berbohong atau menipu, melainkan, sebuah komponen luhur yang diperlukan untuk membangun dan memelihara negara Tiongkok. (Vv)
Antonio Graceffo, Ph.D., menghabiskan lebih dari 20 tahun di Asia. Dia adalah lulusan dari Shanghai University of Sport dan memegang Tiongkok-MBA dari Shanghai Jiaotong University. Antonio bekerja sebagai profesor ekonomi dan analis ekonomi Tiongkok, menulis untuk berbagai media internasional. Beberapa bukunya tentang Tiongkok termasuk “Beyond the Belt and Road: China’s Global Economic Expansion” dan “A Short Course on the Chinese Economy”
Baca Sebelumnya :
Propaganda Tiongkok di Dalam Negeri dan Luar Negeri: Keterlibatan Aktor-Aktor Amerika Serikat