Home Blog Page 13

Mantan Petugas Keamanan yang Dipukuli dan Ditahan karena Menghadiri Pertemuan Keagamaan Menyerukan Penggulingan PKT

Chen Yu, seorang pria asal Anhui, Tiongkok, mengalami penahanan dan pemukulan oleh polisi Tiongkok karena keyakinannya terhadap agama Kristen. Setelah berhasil tiba di Amerika Serikat — tanah kebebasan — ia mengungkapkan kepada media tentang penderitaan yang dialaminya, dan menyerukan kepada dunia untuk menyadari kejahatan Partai Komunis Tiongkok (PKT)

EtIndonesia. Chen Yu, yang dulunya bekerja sebagai satpam di Tiongkok, menceritakan bahwa selama masa pandemi, ia ditangkap polisi Tiongkok karena mengikuti pertemuan ibadah Kristen, dan ditahan selama lima hari.

 “Mereka mengurung saya di ruang tahanan, menampar saya, dan memukuli saya dengan tongkat polisi. Saya dipukuli selama tiga hari penuh di dalam sana. Kemudian mereka sadar kalau saya terus dipukuli, saya bisa mati. Tapi karena saya tidak mau mengakui apa pun, akhirnya mereka membebaskan saya,” katanya. 

Setelah dibebaskan, tubuh Chen Yu penuh luka dan ia harus berbaring di tempat tidur selama setengah bulan. Setelah itu, ia diwajibkan melapor ke kantor polisi setiap minggu. Selain itu, pemerintah juga membekukan rekening bank miliknya yang berisi lebih dari 50 ribu yuan (sekitar 110 juta rupiah).

Chen Yu berkata:  “Partai Komunis itu adalah tumor bagi umat manusia. Lihat saja sejarah manusia — semua penderitaan abad ke-20 disebabkan oleh komunisme. Kelaparan besar, Lompatan Jauh ke Depan, menewaskan lebih dari 40 juta orang.”

Pada Januari 2023, setelah tiba di Amerika Serikat, Chen Yu menyatakan bahwa di bawah kekuasaan PKT, rakyat Tiongkok tidak memiliki kebebasan beragama. Ia menegaskan bahwa hanya dengan menumbangkan komunisme, rakyat Tiongkok bisa merasakan kebebasan sejati.

Chen Yu menambahkan:  “Mereka mencuci otak anak-anak kita, agar ketika dewasa mereka hidup seperti budak, seperti kita. Kalau komunisme tidak ditumbangkan, rakyat Tiongkok tidak akan pernah bahagia. Jadi, saya harap rakyat Tiongkok bangkit dan menumbangkan Partai Komunis.”

Laporan oleh jurnalis Yang Yang dan Li Zhenqi dari New Tang Dynasty Television di Los Angeles

Departemen Luar Negeri AS: Perusahaan Satelit PKT Bantu Houthi Serang Kapal Perang AS

EtIndonesia. Pada Kamis, 17 April 2025, Departemen Luar Negeri AS menuduh sebuah perusahaan teknologi satelit yang terkait dengan militer PKT secara langsung membantu kelompok bersenjata Houthi dalam menyerang aset militer Amerika Serikat.

Sebelumnya, laporan dari Financial Times menyebut bahwa perusahaan Chang Guang Satellite Technology Co., Ltd. (CGSTL), yang memiliki hubungan erat dengan militer PKT, menyediakan citra satelit kepada kelompok Houthi yang berbasis di Yaman. Kelompok ini diketahui mendapat dukungan dari Iran dan telah menyerang kapal-kapal Amerika dan internasional di Laut Merah.

Pernyataan Resmi dari Departemen Luar Negeri AS

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, dalam konferensi pers  Kamis menyatakan:  “Kami dapat mengonfirmasi bahwa Chang Guang Satellite Technology Co., Ltd. secara langsung mendukung serangan teroris oleh kelompok Houthi yang didukung Iran terhadap aset Amerika.”

Bruce menambahkan bahwa meskipun pemerintah AS telah melakukan pendekatan diplomatik kepada Beijing, perusahaan tersebut tetap membantu Houthi. “Tindakan mereka ini tidak dapat diterima.”

Ia juga mengkritik klaim PKT yang menyatakan sebagai kekuatan damai dunia: “Beijing dan perusahaan-perusahaan Tiongkok secara nyata mendukung rezim seperti Rusia, Korea Utara, Iran, dan para proksinya, dengan dukungan ekonomi dan teknologi penting.”

Tentang Perusahaan Chang Guang

Menurut data resmi, Chang Guang Satellite Technology Co., Ltd. didirikan pada 1 Desember 2014. Ini adalah perusahaan satelit penginderaan jauh komersial pertama di Tiongkok, didanai oleh Pemerintah Provinsi Jilin, Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok, serta investor swasta dan teknisi inti.

Seorang pejabat senior dari Departemen Luar Negeri AS mengatakan kepada Financial Times: “AS telah berulang kali menyampaikan keprihatinan kepada pemerintah PKT secara langsung mengenai peran CGSTL dalam membantu kelompok Houthi.”

Namun, kekhawatiran tersebut diabaikan oleh Beijing.

“Ini adalah bukti lain bahwa klaim damai PKT hanyalah omong kosong,” tambahnya.

Ia mendesak negara-negara mitra untuk menilai PKT berdasarkan tindakannya, bukan kata-katanya.

Kaitan Militer PKT

Menurut James Mulvenon, ahli militer PKT dari Pamir Consulting: “Chang Guang adalah salah satu dari sedikit perusahaan satelit komersial di Tiongkok yang sebenarnya sangat terintegrasi dengan sistem ‘militer-sipil’ PKT dan menyediakan layanan pengawasan global untuk keperluan sipil dan militer.”

Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam program militer-sipil PKT wajib berbagi teknologi dengan militer sesuai perintah pemerintah.

Matthew Bruzzese, pakar pertahanan Tiongkok dari BluePath Labs (yang bekerja sama dengan pemerintah AS), menambahkan bahwa CGSTL memiliki hubungan erat dengan pemerintah, Partai Komunis, dan militer PKT.
Sejak 2020, perusahaan itu jarang menyebutkan hubungan militer mereka secara publik, yang menunjukkan kehati-hatian dalam membahas hal ini secara terbuka.

Dia juga mengungkapkan bahwa CGSTL pernah mendemonstrasikan teknologi mereka kepada pejabat militer tingkat tinggi PKT , termasuk Jenderal Zhang Youxia, salah satu petinggi militer teratas di Tiongkok.

Sanksi dan Tindakan AS

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah AS telah menjatuhkan sanksi terhadap puluhan perusahaan Tiongkok yang diduga memiliki hubungan dengan militer. (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Video: Anjing Berlari Pulang Saat Matahari Terbenam dengan Kejutan Terlucu

EtIndonesia. Becky sedang merekam anjing gembala Jerman-nya yang sangat berbulu berlari pulang saat Matahari terbenam ketika dia melihat sesuatu yang menggemaskan mengikuti dari belakang—seekor bayi rakun!

Video yang mengharukan ini, yang dibagikan ke TikTok, telah ditonton oleh jutaan orang. Dengan Matahari bersinar di belakang mereka, seorang penonton bercanda: “Sejujurnya saya tidak tahu apakah itu anjing, sapi mini, atau anak beruang.”

@beckywallin67

♬ original sound – beckywallin67

Ternyata rakun itu, yang bernama Rocket (ya, seperti dari Guardians of the Galaxy), jatuh dari pohon suatu hari dan dibawa oleh keluarga Becky. Setelah dirawat hingga pulih, Rocket memutuskan untuk bertahan—dan sekarang mengikuti teman anjingnya ke mana pun dia pergi. (yn)

Sumber: sunnyskyz

Ketika Rusia Balik Serang Tiongkok: Persahabatan Ternyata Tak Gratis

EtIndonesia. Dalam episode terbaru dari geopolitik dan ekonomi global, Partai Komunis Tiongkok (PKT) kembali menjadi sorotan. Strategi diplomasi abu-abu yang dijalankannya—berusaha netral di hadapan dunia tetapi tetap mesra dengan Rusia—kini berujung petaka. Pada 18 April, Ukraina secara resmi menjatuhkan sanksi terhadap tiga perusahaan Tiongkok: Beijing Kongtian Xianghui Technology, Ruijin Machinery, dan Zhongfu Shenying Carbon Fiber Sydney Ltd. Tuduhannya: memasok perlengkapan militer ke Rusia.

Di tengah konflik tiga tahun antara Rusia dan Ukraina, PKT terus menjalin hubungan misterius tanpa batas dengan Moskow. Walau begitu, Tiongkok tetap ngotot menampilkan diri sebagai pihak netral dan membantah segala tuduhan keterlibatan. Maka tak heran jika Kementerian Luar Negeri Tiongkok langsung membantah tuduhan Ukraina sebagai tidak berdasar.

Namun, respons Ukraina ini hanyalah “gerimis” dibandingkan gempuran Rusia terhadap perusahaan otomotif Tiongkok. Media Rusia melaporkan penurunan tajam 32% dalam penjualan mobil Tiongkok di Rusia pada kuartal pertama 2025. Bahkan, 213 showroom mobil asal Tiongkok tutup, mewakili 78% dari total showroom yang gulung tikar di negeri itu.

Langkah Rusia mencakup penerapan pajak barang mewah, peningkatan biaya impor kendaraan, hingga larangan dan penarikan kembali kendaraan dengan alasan keamanan. Pangsa pasar mobil Tiongkok di Rusia yang sempat mencapai 68% pada akhir 2024, kini anjlok menjadi 49,6% per Maret 2025. Merek Geely menjadi korban paling parah dengan penjualan turun 67% di Maret dan 56% sepanjang kuartal pertama.

Padahal, saat pabrikan Barat mundur akibat perang Rusia-Ukraina, produsen mobil Tiongkok seperti Chery dan Great Wall membanjiri pasar Rusia, sempat membuat ekspor mobil Tiongkok ke Rusia meningkat 5 kali lipat pada 2023 hingga menembus 950.000 unit.

Namun dominasi itu justru menimbulkan kecurigaan Kremlin. Rusia kemudian melancarkan serangkaian kebijakan proteksionis, menekan kendaraan impor Tiongkok dengan berbagai cara, termasuk menyebut mobil Tiongkok sebagai “barang mewah” dan mengenakan pajak khusus.

Dari pengalaman ini, terlihat bahwa bahkan hubungan dekat pun punya batas. Rusia tak mau jadi “tong sampah” tempat Tiongkok membuang kelebihan produksi. Penetapan mobil Tiongkok sebagai barang mewah juga dinilai sebagai sindiran halus terhadap kualitas dan persepsi produk Tiongkok.

Wall Street Hampir Tersandung IPO Tiongkok

Kisah “hampir tergelincir” lainnya datang dari Wall Street. Dua raksasa keuangan, JPMorgan Chase dan Bank of America, tengah mengatur IPO besar untuk CATL (Contemporary Amperex Technology Ltd.)—pemasok baterai kendaraan listrik Tiongkok—di bursa saham Hong Kong. Ini disebut sebagai IPO terbesar di Hong Kong dalam empat tahun terakhir.

Namun tepat sebelum transaksi terjadi, Ketua Komite Khusus Tiongkok di DPR AS, John Moolenaar, mengirim surat peringatan. Dia menuntut kedua bank itu keluar dari kesepakatan karena CATL disebut terafiliasi dengan militer Tiongkok dan terkait pelanggaran HAM di Xinjiang. Jika diteruskan, keterlibatan mereka dianggap mendukung genosida dan mengancam keamanan nasional.

Meski tekanan tersebut belum berdampak langsung secara hukum—karena IPO berlangsung di Hong Kong—peringatan Kongres ini menjadi penanda seriusnya tren pemisahan finansial AS-Tiongkok.

Delisting Saham Tiongkok di AS: Sekadar Ancaman atau Kenyataan?

Situasi ini memperkuat kekhawatiran bahwa saham-saham Tiongkok (China Concept Stocks) akan didepak dari bursa AS. Menteri Keuangan AS pada 9 April menyatakan tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi, dan pada 10 April media AS melaporkan bahwa ketua SEC yang baru akan mempertimbangkan skenario ini secara serius.

Isu ini bukan hal baru. Tiga tahun lalu, saham Tiongkok terancam delisting karena masalah transparansi audit. Banyak perusahaan Tiongkok lalu menggelar dual-listing di Hong Kong sebagai langkah antisipasi. Kini, kekhawatiran itu kembali mencuat, bahkan lebih besar.

Terlebih, sejak awal 2000-an, perusahaan Tiongkok memanfaatkan gelombang globalisasi untuk masuk ke bursa AS dan menarik modal dari dana pensiun warga AS. Menurut Robert Robinson, mantan penasihat ekonomi Presiden Reagan, hingga 2019 PKT mungkin telah meraup sekitar 3 triliun dolar dari pasar modal AS.

Salah satu kasus mencolok adalah Luckin Coffee, yang terdaftar di Nasdaq pada 2019 tapi hanya dalam waktu satu tahun terlibat skandal keuangan besar. Bank-bank besar seperti Credit Suisse, Goldman Sachs, dan Morgan Stanley disebut telah meraup jutaan dolar dari IPO ini.

Perang Teknologi dan Strategi Trump

Di akhir laporan, akun independen Zerohedge menyoroti kunjungan Goldman Sachs ke 19 perusahaan teknologi Tiongkok dalam waktu empat hari. Mereka mencakup sektor strategis seperti AI, semikonduktor, mobil terbang, fotonika, satelit, hingga kendaraan otonom.

Goldman menyimpulkan bahwa Tiongkok mengendalikan sebagian besar rantai pasok penting, dari bahan mentah hingga produksi, dalam sektor-sektor vital yang menyangkut pertahanan dan keamanan AS. Maka disimpulkan: Amerika harus memulangkan manufaktur dan rantai pasok strategis kembali ke tanah air.

Hal ini sejatinya sejalan dengan misi kebijakan Trump, yaitu mengembalikan dominasi manufaktur untuk memastikan supremasi teknologi AS di masa depan. Industrialisasi dan penguasaan teknologi adalah dua kaki penopang kekuatan nasional AS.

Pertanyaannya kini: apakah Wall Street bisa terus bersikap netral dan “bermain dua kaki” dalam tren pemisahan yang kian jelas ini? Apakah AS akan menutup mata demi keuntungan finansial, atau benar-benar memilih jalur tegas?

Zelenskyy Pertama Kali Tuduh Tiongkok Beri Dukungan Militer dan Produksi Senjata di Wilayah Rusia

EtIndonesia. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy untuk pertama kalinya secara terbuka menuduh Tiongkok terlibat dalam pemberian bantuan militer kepada Rusia, termasuk penyediaan senjata dan bahan peledak. Dalam konferensi pers yang digelar di Kyiv, Zelenskyy menyatakan bahwa pemerintah Ukraina telah mengantongi intelijen yang menunjukkan bahwa Tiongkok memproduksi senjata di wilayah Rusia, dan berjanji akan mengungkap lebih banyak detail dalam waktu dekat.

Tiongkok Dituduh Terlibat Langsung dalam Perang Rusia-Ukraina

Perang antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung lebih dari tiga tahun. Selama ini, Tiongkok menjalin hubungan ekonomi erat dengan Rusia namun berusaha menjaga citra netral dalam konflik tersebut. Namun, tuduhan Zelenskyy menandai pergeseran besar: Tiongkok dituduh secara langsung memasok senjata ke Rusia, yang berarti telah melenceng jauh dari klaim netralitasnya.

Zelenskyy mengatakan bahwa Ukraina telah memperoleh informasi intelijen yang menunjukkan Tiongkok memasok senjata ke Rusia, secara khusus menyebut “artileri”, meskipun dia tidak merinci apakah yang dimaksud adalah peluru artileri, sistem senjata, atau keduanya. Dia juga menambahkan bahwa Tiongkok diduga terlibat dalam produksi senjata di dalam wilayah Rusia, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Pernyataan ini disampaikan pada malam hari waktu Beijing. Hingga kini, Pemerintah Tiongkok belum memberikan tanggapan resmi, dan Reuters juga belum mendapatkan respons dari pihak berwenang Tiongkok atas permintaan komentar. Sebelumnya, Tiongkok secara konsisten membantah keterlibatannya dalam konflik Rusia-Ukraina.

Hubungan antara Ukraina dan Tiongkok mulai memanas setelah Ukraina menangkap dua warga negara Tiongkok yang bertempur di pihak Rusia pada bulan ini.

Reuters: Perwira Militer Tiongkok Hadir di Garis Belakang Rusia

Menurut laporan Reuters, dua pejabat intelijen AS dan satu mantan pejabat intelijen Barat mengungkap bahwa lebih dari 100 warga Tiongkok yang kini bertempur di Ukraina untuk pihak Rusia adalah tentara bayaran dan tidak memiliki hubungan langsung dengan Pemerintah Tiongkok.

Namun, menurut sumber intelijen tersebut, terdapat perwira militer Tiongkok yang secara resmi diizinkan oleh Beijing untuk berada di belakang garis depan Rusia, dengan tujuan mempelajari taktik dan pengalaman militer dari konflik ini.

Sebelumnya, militer Ukraina mengumumkan telah menangkap seorang tentara Tiongkok yang bertempur bersama pasukan Rusia di Ukraina Timur. Pada tanggal 9 April, Zelenskyy menyatakan bahwa sekitar 155 warga negara Tiongkok berada di wilayah Ukraina membantu Rusia, dan salah satu tahanan bahkan mengaku belum pernah memegang senjata sebelum dikirim ke medan perang.

Berdasarkan laporan dari Kyiv Independent yang merujuk pada dokumen intelijen Ukraina dan hasil interogasi awal dari dinas keamanan, diketahui bahwa hingga awal April 2025, sedikitnya 163 warga Tiongkok telah bergabung dengan militer Rusia. Beberapa dokumen bahkan memuat foto dan data paspor dari 13 orang di antaranya.

Zelenskyy menambahkan: “Kami sedang mengumpulkan intelijen tambahan, dan kami percaya jumlahnya bisa lebih banyak. Kami juga sedang menyelidiki apakah perekrutan mereka dilakukan atas instruksi langsung dari Beijing.”

UE Memberi Sanksi Kepada Entitas dan Individu Tiongkok untuk Pertama Kalinya

Pada 16 Desember 2024, Uni Eropa mengumumkan putaran ke-15 sanksi terhadap Rusia, yang untuk pertama kalinya mencakup entitas dan individu asal Tiongkok.

Total 84 entitas dan individu masuk dalam daftar sanksi baru tersebut (terdiri dari 30 entitas dan 54 individu), termasuk 7 dari Tiongkok.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menyatakan:

“Kami telah menyetujui paket sanksi ke-15 terhadap Rusia. Sanksi ini menargetkan ‘armada bayangan’ dan pejabat Korea Utara, serta untuk pertama kalinya, perusahaan-perusahaan Tiongkok yang memproduksi drone untuk Moskow juga ikut dikenai sanksi. Pesannya jelas: Anda tidak bisa mendukung perang di Eropa tanpa konsekuensi.

UE menuduh Rusia menggunakan “armada bayangan” untuk menghindari pembatasan harga minyak dan sanksi perdagangan lainnya.

Dalam sanksi terbaru ini, entitas dan individu yang ditambahkan ke dalam daftar disebut telah membantu Rusia dalam memproduksi komponen pesawat, drone, mesin, produk elektronik, dan komponen teknologi tinggi militer lainnya.

Dari tujuh entitas dan individu asal Tiongkok yang dikenai sanksi:

  • 1 orang dan 2 perusahaan diduga membantu Rusia menghindari sanksi dengan memfasilitasi transaksi terlarang
  • 4 perusahaan lainnya dituduh memasok komponen sensitif seperti suku cadang drone dan mikroelektronik kepada perusahaan militer Rusia

David O’Sullivan, pejabat khusus Uni Eropa untuk sanksi, dan pejabat Ukraina menyebut bahwa Tiongkok adalah jalur utama bagi Rusia untuk memperoleh teknologi asing.Komisi Eropa menegaskan bahwa entitas dan individu tersebut harus bertanggung jawab atas tindakan yang merusak integritas wilayah, kedaulatan, dan kemerdekaan Ukraina. (jhn/yn)

Perang Tarif Trump Picu Gelombang PHK Serta Kebangkrutan Perusahaan di Tiongkok

0

EtIndonesia. Perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok semakin memanas, dan sektor perdagangan luar negeri Tiongkok menghadapi tekanan besar. Perusahaan-perusahaan importir produk elektronik sibuk menaikkan harga dan menimbun stok, sementara perusahaan eksportir mengalami penurunan pesanan yang tajam dan penumpukan barang, sehingga terpaksa menghentikan produksi atau mengurangi jam kerja. Industri tekstil bahkan sudah mulai mengalami gelombang kebangkrutan.

Analis menyatakan bahwa perdagangan bilateral AS-Tiongkok hampir terputus, dan produk-produk seperti tekstil yang mudah diproduksi di luar Tiongkok akan kolaps. Perang tarif ini dipastikan melukai ekonomi Tiongkok secara serius.

Perusahaan Tekstil Tiongkok Ambruk Akibat Perang Tarif

Dengan terus meningkatnya ketegangan dalam perang tarif AS-Tiongkok, industri ekspor Tiongkok menghadapi tantangan belum pernah terjadi sebelumnya: pesanan luar negeri menurun tajam, stok menumpuk, dan banyak perusahaan dalam kondisi bertahan hidup. Video yang beredar luas di internet menunjukkan industri tekstil terdampak paling parah, dan terjadi gelombang kebangkrutan.

Pada 17 April, seorang manajer perusahaan tekstil di Tiongkok bernama Mr Wang (nama samaran) mengatakan kepada Epoch Times bahwa pesanan pabriknya telah berkurang setengah. Sebelumnya, pabrik bisa memproduksi 80 ton per hari, kini hanya 30–40 ton.

Ia mengatakan, konsumsi Amerika Serikat mencakup sepertiga konsumsi global, sehingga sektor pakaian, sepatu, bahan kimia, barang rumah tangga, dan mainan sangat terdampak. “Dulu kami produksi penuh, sekarang kerja sehari, libur sehari. Masih bisa bertahan sebentar, persediaan masih cukup untuk setengah bulan,” katanya.

Ia juga mengungkapkan bahwa tidak ada subsidi pemerintah: “Banyak perusahaan sudah berhenti produksi. Beberapa menjual barang dengan harga lebih murah hanya agar uang bisa diputar kembali. Semua barang menumpuk di gudang juga tidak ada gunanya. Tapi perusahaan tetap harus untung, tidak bisa terus-menerus rugi.”

Perusahaannya yang dulunya punya dua pabrik, kini digabung menjadi satu. Pabrik yang tidak terpakai disewakan ke lebih dari sepuluh usaha kecil untuk mendapat pemasukan. “Kami masih belum PHK, semua orang masih bertahan. Tapi kalau tak ada keuntungan, cepat atau lambat akan bubar,” kata Wang.

Kolumnis Epoch Times, Wang He, mengatakan bahwa biaya tenaga kerja di Tiongkok telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dan industri padat karya seperti tekstil telah banyak berpindah ke Asia Tenggara. Perang tarif Trump seperti menginjak gas tiba-tiba:

“Perdagangan bilateral AS-Tiongkok hampir terhenti. Produk yang mudah digantikan seperti pakaian, sepatu, tas, pasti kolaps. Tidak bisa lagi diproduksi di Tiongkok.”

Musim Dingin Ekspor Tiongkok: Perusahaan di Zhejiang dan Guangdong Berhenti Produksi

Provinsi-provinsi utama ekspor di Tiongkok menghadapi tantangan besar. Pesanan luar negeri menurun drastis, stok menumpuk, dan banyak perusahaan memutuskan berhenti produksi setelah libur Hari Buruh atau mengurangi jam kerja.

Beredar surat pemberitahuan libur:

  • Sebuah perusahaan pakaian berpengalaman di Jiangsu menghentikan produksi dari pertengahan April hingga akhir Juni.
  • Sebuah produsen peralatan elektronik di Dongguan juga menghentikan produksi selama satu bulan karena pesanan dihentikan.

Radio Free Asia menemukan puluhan perusahaan lain di Zhejiang dan Guangdong mengeluarkan pemberitahuan serupa.

Chen Xiang, mantan manajer pabrik di Zhejiang, Jiangsu, dan Guangdong, mengatakan bahwa provinsi Zhejiang sangat bergantung pada ekspor, yang menyumbang 70% dari PDB pada 2024. Walau lebih dari 85% perusahaan ekspor juga menjual di pasar dalam negeri, namun penurunan pesanan dan lemahnya konsumsi membuat strategi “sirkulasi ganda” tidak efektif.

“Saya sudah lebih dari 10 tahun di industri manufaktur, dan sangat paham hubungan antara populasi dan produksi. Kondisi ekonomi saat ini belum pernah terjadi dalam puluhan tahun.”

Pedagang Shenzhen Huaqiangbei Naikkan Harga dan Timbun Barang

Sementara banyak pabrik berhenti produksi, pasar elektronik terbesar di Tiongkok, Huaqiangbei di Shenzhen, ramai dengan kabar penimbunan dan kenaikan harga. Beberapa pedagang bahkan berhenti memberikan penawaran harga.

Pada 10 April, sebagai balasan, Tiongkok menaikkan tarif terhadap AS hingga 84%, termasuk tarif impor chip “Tape Out” (prototipe desain akhir) menjadi 125%. Pada hari pertama kenaikan tarif, para pedagang chip di Huaqiangbei menghentikan penjualan dan menunggu harga naik.

Pada 14 April, pasar Huaqiangbei tampak sepi. Banyak toko CPU dan GPU menutup usaha sementara dan menahan stok.

“Semua masih menunggu. Khawatir harga akan melonjak atau anjlok,” kata salah satu pemilik toko.

Harga produk seperti CPU, GPU, dan media penyimpanan mulai naik. Harga komputer bisa naik ratusan hingga ribuan yuan tergantung komponennya.

Para pedagang khawatir kebijakan tarif bisa berubah sewaktu-waktu, membuat beban biaya impor bertambah. Akibatnya, impor hampir terhenti, dan banyak memilih untuk menahan stok sambil melihat situasi.

Analis: Kebijakan Beijing Bisa Timbulkan Luka Dalam Ekonomi

Analis Taiwan, Huang Shih-tsung, mengatakan: “Nilai ekspor Tiongkok ke AS mencapai lebih dari 500 miliar dolar AS per tahun. Jika semua ini hilang, itu jelas pukulan berat bagi ekonomi Tiongkok.”

Ia menambahkan bahwa pemerintah Tiongkok mungkin akan “memaksakan diri” untuk bertahan, karena tidak memiliki tekanan pemilu seperti AS, dan bisa menyembunyikan angka pengangguran.

“Kalau benar-benar tidak tahan lagi, baru mereka akan berbalik arah. Tapi cara ini jelas menyakiti ekonominya sendiri.”

Menurutnya, jika Tiongkok menolak ikut sistem internasional yang dipimpin AS, maka akan semakin terisolasi.

“AS bisa fokus menangani Tiongkok setelah menyatukan sekutunya, dan tekanannya terhadap Beijing akan jauh lebih besar.” (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Perang Tarif Hantam Keras Tiongkok — Gelombang Kebangkrutan di Kalangan UMKM

0

EtIndonesia. Sejak awal April, perang tarif antara Tiongkok dan Amerika Serikat telah menghantam keras sektor usaha kecil dan menengah (UKM) di Tiongkok. Saat ini, banyak pabrik dan pelaku e-commerce lintas negara yang telah bangkrut, atau terpaksa bertahan hidup dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemotongan gaji.

Pada 16 April, Gedung Putih Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan terbaru: Mengingat tindakan balasan dari pihak Tiongkok, barang-barang impor dari Tiongkok bisa dikenai tarif hingga 245%. Kebijakan ini kembali mengguncang pasar global.

Seorang pengusaha swasta yang menyebut dirinya dengan nama samaran Wang Peng menjelaskan bahwa ekonomi Tiongkok sangat bergantung pada investasi, konsumsi, dan ekspor. Saat ini, masyarakat dan pemerintah sudah tidak memiliki dana untuk investasi atau konsumsi. Jika sektor ekspor juga runtuh, dampaknya akan sangat besar.

 “Ekspor sangat bergantung pada perusahaan swasta. Jika tarif terlalu tinggi, banyak perusahaan swasta tidak mampu bertahan. Ini baru permulaan. Banyak negara akan memilih berpihak — mayoritas lebih memilih bernegosiasi dengan Amerika ketimbang melawannya,” kata Wang Peng, pengusaha swasta di Guangdong.

Seorang pengusaha e-commerce di Yiwu yang menggunakan nama samaran Lin Chen mengungkapkan bahwa setelah Amerika mencabut pembebasan tarif paket kecil (T86), e-commerce lintas negara dari Tiongkok praktis tidak lagi memiliki ruang untuk hidup.

Lin Chen mengatakan:  “Amerika sudah menutup jalur hijau. T86 sudah tidak ada lagi. Praktis kami tidak bisa lagi berbisnis dengan Amerika. Tarif sekarang sampai 245%, menakutkan bukan? Begitu tarif naik di atas 50%, mau 100 atau 200 sudah tidak ada bedanya. Penjualan tokoku juga anjlok drastis, turun sekitar 50-60%.”

Lin Chen menambahkan bahwa perubahan peraturan di platform e-commerce telah memukul banyak usaha kecil dan menengah. Gudangnya kini penuh dengan barang retur, sehingga ia memutuskan untuk mundur dari platform e-commerce lintas negara Temu milik Pinduoduo, demi meminimalkan kerugian.

Lin Chen melanjutkan:  “E-commerce sekarang sudah mati sebagian besar. Tidak ada platform yang menguntungkan. Aturannya rumit, denda tinggi, dan akhirnya para penjual kecil menengah harus tersingkir. Banyak pabrik sekarang libur, gaji dipotong, dan ada PHK. Tapi di Yiwu masih ada penjual besar yang kirim puluhan ribu paket per hari — tapi yang dijual ya sampah, stok lama, barang sisa.”

Wang Peng juga menyebut bahwa ribuan pengusaha UMKM seperti dirinya adalah nasabah bank pedesaan di Henan dan Anhui, yang simpanannya dibekukan secara ilegal selama lebih dari tiga tahun. Mereka kini mengalami kesulitan hidup yang sangat berat, dan dengan adanya perang tarif ini, keadaan menjadi semakin buruk. Ia pun menyerukan perhatian dari dunia luar.

Wang Peng berkata:  “Bagi kami, para pemilik usaha kecil dan nasabah bank desa di Henan dan Anhui, ini adalah bencana di atas bencana. Simpanan kami dibekukan, dan sekarang, produk yang kami buat — mau dijual ke siapa? Kami benar-benar tidak bisa bertahan hidup lagi.” (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Menlu AS Memperingatkan! Jika Tak Ada Kemajuan dalam Perjanjian Damai, AS akan Tinggalkan Peran Sebagai Mediator Konflik Rusia-Ukraina

EtIndonesia. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, menyatakan bahwa Washington dapat segera menghentikan upaya mediasi dalam konflik Rusia-Ukraina jika dinilai bahwa perjanjian damai antara kedua negara “tidak realistis” untuk dicapai.

Pernyataan tersebut disampaikan Rubio usai pertemuan dengan pejabat Eropa dan Ukraina di Paris. Dia menegaskan bahwa Pemerintah AS kini sedang mengevaluasi apakah peluang untuk mencapai kesepakatan damai masih memungkinkan dalam waktu dekat.

Menurut laporan AFP, Rubio yang berbicara kepada wartawan di Bandara Le Bourget, pinggiran Kota Paris, mengatakan: “Kami harus mengetahui dalam beberapa hari ke depan apakah hal ini mungkin tercapai dalam jangka pendek. Jika tidak, saya kira kami akan memilih untuk melangkah maju dan meninggalkan mediasi ini.”

Media Politico juga melaporkan bahwa Rubio memberikan sinyal tegas: jika proses negosiasi tetap mengalami kebuntuan, maka Amerika Serikat mungkin akan menghentikan peran aktifnya dalam negosiasi gencatan senjata di Ukraina dalam beberapa hari mendatang.

Rubio menjelaskan lebih lanjut: “Kami tidak akan terus mencoba selama berminggu-minggu, apalagi berbulan-bulan. Jadi kita harus cepat mengambil keputusan—saya maksudkan dalam hitungan hari—untuk melihat apakah kesepakatan ini bisa tercapai dalam beberapa minggu ke depan.”

Dia juga menambahkan bahwa jika kesepakatan itu memungkinkan, maka AS akan tetap terlibat. Namun jika sebaliknya, Washington akan mengalihkan fokus pada agenda prioritas lainnya. (jhn/yn)

Lima Tanda Perang Panas AS-Tiongkok, Elon Musk Bantu Trump Bangun “Kubah Emas”?

Ragam berita kali ini adalah : 

  • SpaceX memimpin tender sistem pertahanan rudal “Kubah Emas” yang diprakarsai Trump
  • Para ahli: Lima tanda bahwa AS dan Tiongkok mungkin sedang menuju perang panas
  • Ukraina izinkan tawanan perang asal Tiongkok berbicara di depan media
  • Perang dagang memanas, investor khawatir saham Tiongkok akan delisting
  • 19 warga Taiwan dicabut kewarganegaraannya karena memiliki identitas Tiongkok; 30 lainnya sedang diselidiki

SpaceX Memimpin Tender Sistem Pertahanan Rudal “Kubah Emas” Trump

Pertama, kita lihat perkembangan terbaru dari proyek sistem pertahanan rudal ambisius Presiden Trump yang diberi nama “Kubah Emas”.

Elon Musk, miliarder dan pendiri SpaceX, memimpin konsorsium bersama perusahaan perangkat lunak Palantir dan produsen drone Anduril dalam tender sistem pertahanan rudal “Kubah Emas”. Tim ini diunggulkan untuk mendapatkan kontrak konstruksi inti dari sistem ini.

Menurut Reuters, ketiga perusahaan ini baru-baru ini telah bertemu dengan pejabat pemerintah Trump dan Pentagon untuk mempresentasikan rencana mereka.

SpaceX mengusulkan peluncuran 400 hingga 1000 satelit untuk membentuk jaringan luar angkasa yang mendeteksi dan melacak lintasan rudal global. Selain itu, mereka akan meluncurkan 200 satelit bersenjata rudal atau laser untuk menghancurkan rudal musuh yang terdeteksi.

Namun, SpaceX menyatakan tidak akan terlibat langsung dalam persenjataan satelit. Mereka juga menawarkan model layanan berlangganan, di mana pemerintah hanya membayar untuk penggunaan teknologi tersebut, bukan memilikinya secara langsung.

Pada 27 Januari, Trump menandatangani perintah eksekutif yang memerintahkan Menteri Pertahanan Pete Hegseth untuk merancang sistem seperti “Iron Dome” milik Israel, guna melindungi AS dari ancaman rudal asing.

Lebih dari 180 perusahaan tertarik untuk berpartisipasi dalam proyek “Kubah Emas”, termasuk startup seperti Epirus. Kontraktor tradisional seperti Northrop Grumman dan Boeing juga diperkirakan akan memainkan peran penting.

Perkiraan awal SpaceX untuk membangun jaringan satelit deteksi ini berkisar antara 6 hingga 10 miliar dolar AS. Dengan armada roket Falcon 9 dan ratusan satelit mata-mata yang sudah dimiliki, SpaceX memiliki keunggulan kompetitif dalam tender ini.

Jika konsorsium SpaceX memenangkan kontrak, ini akan menjadi pencapaian terbesar Silicon Valley dalam industri pertahanan nasional, sekaligus pukulan besar bagi kontraktor pertahanan tradisional.

Diperkirakan total biaya proyek “Kubah Emas” bisa mencapai ratusan miliar dolar, dan fase awalnya kemungkinan mulai beroperasi pada tahun 2026.

Ahli AS: Lima Tanda AS-Tiongkok Mungkin Menuju Perang Panas

Seorang ahli AS menulis bahwa ada lima tanda mengkhawatirkan bahwa konflik AS-Tiongkok mungkin tidak berhenti pada perang dagang.

James Stavridis, mantan Panglima Tertinggi NATO dan pensiunan laksamana Angkatan Laut AS, dalam kolom opini Bloomberg pada 17 April memperingatkan bahwa konflik ini mungkin berkembang menjadi perang panas. Berikut lima tanda yang ia sebutkan:

  1. Serangan Siber:
    Tiongkok semakin meningkatkan kemampuan serangan sibernya, menargetkan infrastruktur penting AS. Serangan paling terkenal dikenal sebagai “Volt Typhoon”. Menurut Wall Street Journal, targetnya adalah pelabuhan, perusahaan air, dan bandara di AS.
  2. Ancaman terhadap Taiwan:
    Tahun 2024, pelanggaran zona identifikasi pertahanan udara Taiwan oleh PKT meningkat lebih dari 3.000 kali, dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Frekuensi ini dianggap sebagai indikator penting niat militer Beijing.
  3. Ekspansi di Laut Tiongkok Selatan:
    PKT telah membangun tujuh pulau buatan untuk memperkuat kehadiran militernya. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mempererat kerja sama militer dengan AS dan membuka pangkalan militer di dekat Tiongkok. Ini meningkatkan risiko konflik langsung.
  4. Pembangunan Angkatan Laut:
    PKT  membangun 20-30 kapal perang setiap tahun dan kini memiliki lebih dari 360 kapal, melampaui AS. Targetnya adalah memiliki lebih dari 400 kapal. Kecepatan ini menunjukkan persiapan perang yang serius.
  5. Perang Ekonomi:
    Perang tarif semakin panas. Trump menaikkan tarif impor dari Tiongkok, sementara Beijing membalas dengan membatasi ekspor logam tanah jarang dan mineral penting. Ini mengingatkan pada Jepang pra-Perang Dunia II yang menyerang Pearl Harbor akibat blokade sumber daya.

Stavridis memperingatkan bahwa jika kelima indikator ini berubah dari “kuning” menjadi “merah”, krisis global bisa terjadi. Sejarah menunjukkan bahwa perang besar sering dipicu oleh insiden kecil, seperti Perang Dunia I yang dimulai dari sebuah peluru di Balkan. Ia menyerukan kewaspadaan tinggi.

Sementara itu, artikel opini dari Epoch Times menyatakan bahwa dengan memburuknya ekonomi domestik dan meningkatnya ketidakpuasan publik, Partai Komunis Tiongkok (PKT) mungkin memilih melancarkan perang di Selat Taiwan untuk mengalihkan perhatian dan meredam tekanan internal.

[Tahanan Perang Asal Tiongkok Dihadapkan ke Media – Apa Pesan yang Ingin Disampaikan Ukraina?]

Pemerintah Ukraina pekan lalu mengumumkan identitas dua orang tawanan perang asal Tiongkok dan menggelar konferensi pers, di mana keduanya secara langsung menjelaskan bagaimana mereka bergabung dengan militer Rusia. CNN menilai bahwa menempatkan tawanan perang di hadapan media dan kamera hampir pasti melanggar hukum kemanusiaan internasional. Namun, Ukraina tampaknya menganggap bahwa menampilkan tawanan perang asal Tiongkok membawa makna yang lebih besar.

Partai Komunis Tiongkok (PKT) selama ini menyatakan bersikap netral dalam perang Rusia-Ukraina. Meskipun demikian, sebagai jalur kehidupan penting bagi diplomasi dan ekonomi Moskow, setiap gerakan Tiongkok diawasi ketat oleh Ukraina dan komunitas internasional.

Kedua tawanan tersebut menegaskan bahwa mereka bertindak atas nama pribadi. Mereka mengaku termotivasi oleh video-video rekrutmen yang beredar di platform video pendek Tiongkok, Douyin (versi Tiongkok dari TikTok). Salah satu dari mereka mengatakan bahwa video-video tersebut sangat menggugah di Tiongkok, karena masyarakat di sana sangat memuja kekuatan militer, namun kesempatan untuk benar-benar ikut bertempur dan memperoleh pengalaman nyata sangatlah langka.

Walaupun Ukraina sebelumnya juga pernah menggelar konferensi pers dengan tawanan perang dari Nepal dan beberapa negara Afrika, namun memperlihatkan tawanan asal Tiongkok secara langsung di depan kamera tetap merupakan tindakan yang tidak lazim. CNN menilai bahwa waktu pelaksanaan konferensi pers ini sangat penting.

Saat ini, Ukraina tengah berusaha keras untuk menarik perhatian dan dukungan dari Presiden AS Donald Trump. Mengingat pemerintahan Trump menganggap PKT sebagai musuh utama AS dan terus menaikkan tarif impor terhadap Tiongkok, maka dari sudut pandang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, setiap indikasi bahwa PKT mendukung Rusia, baik dari sisi diplomatik maupun ekonomi, patut diperbesar pengaruhnya.

Namun, target komunikasi dari tindakan Zelensky ini mungkin bukan hanya Amerika Serikat.

Di tengah tekanan tarif dari Trump, Tiongkok sedang gencar mencari dukungan dari Eropa. Ukraina khawatir bahwa Uni Eropa akhir-akhir ini mulai menunjukkan sinyal positif terhadap Tiongkok. Jika dapat dibuktikan bahwa PKT secara langsung terlibat dalam agresi Rusia, maka Uni Eropa tidak akan bisa terus bersikap lunak terhadap PKT.

[Perang Dagang Memanas, Investor Khawatir Saham Perusahaan Tiongkok Terancam Delisting di AS]

Di tengah memuncaknya perang dagang antara AS dan Tiongkok, Menteri Keuangan AS, Bessent, pada 9 April menyatakan bahwa ia tidak menutup kemungkinan untuk menghapus perusahaan Tiongkok dari bursa saham Amerika Serikat. Pernyataan ini memicu kekhawatiran di kalangan investor tentang potensi risiko di masa mendatang.

Pada 21 Februari, Presiden Trump menandatangani memorandum kebijakan investasi “America First”, yang menginstruksikan Komite Investasi Asing di Amerika Serikat (CFIUS) untuk memperluas pembatasan terhadap investasi Tiongkok di sektor strategis seperti teknologi dan energi. Memorandum ini juga melarang perusahaan, lembaga penelitian, dan dana pensiun AS untuk menanamkan modal pada teknologi yang berkaitan dengan Tiongkok, guna mencegah aliran teknologi dan modal ke luar negeri.

Memorandum tersebut memerintahkan agar semua perusahaan yang tunduk pada Undang-Undang Akuntabilitas Perusahaan Asing dievaluasi apakah mereka mematuhi standar audit keuangan Amerika Serikat.

PKT telah menghalangi perusahaan Tiongkok untuk menyerahkan laporan keuangan mereka kepada otoritas pengawas AS. Pada masa jabatan pertama Trump tahun 2020, AS meloloskan Undang-Undang Akuntabilitas Perusahaan Asing, yang mewajibkan semua perusahaan asing yang terdaftar di bursa saham AS untuk mematuhi standar audit AS. 

Perusahaan yang tidak bisa atau tidak mau patuh harus keluar dari bursa AS. Saat itu, beberapa perusahaan Tiongkok seperti Didi Chuxing dan PetroChina memilih delisting dan beralih ke bursa Hong Kong.

Selain alasan audit keuangan, pemerintah AS juga dapat memaksa perusahaan Tiongkok keluar dari pasar saham atas dasar “keamanan nasional” melalui perintah presiden. Ini bukan hal baru: pada tahun 2021, mantan Presiden Joe Biden memerintahkan penangguhan perdagangan dan delisting untuk tiga perusahaan milik negara Tiongkok—China Telecom, China Unicom, dan China Mobile—karena dugaan hubungan dengan militer PKT.

Menurut laporan yang dirilis oleh HSBC pada 14 April, saat ini terdapat sekitar 280 perusahaan Tiongkok yang terdaftar di bursa saham AS, dengan total kapitalisasi pasar sekitar 880 miliar dolar AS. Dari jumlah itu, ada 20 perusahaan dengan nilai pasar lebih dari 10 miliar dolar yang hanya terdaftar di AS, termasuk Pinduoduo, Full Truck Alliance, dan Vipshop—perusahaan-perusahaan ini sangat rentan terhadap risiko delisting.

Jika rumor delisting terus berkembang, kita mungkin akan menyaksikan gelombang listing ulang di Hong Kong. Namun, valuasi perusahaan yang berpindah ke Hong Kong kemungkinan besar akan turun, terutama untuk sektor teknologi, dan likuiditas pasar saham Hong Kong juga lebih rendah dibandingkan bursa saham AS.

[19 Warga Taiwan Kehilangan Status Kependudukan karena Memiliki Identitas Tiongkok, 30 Orang Diselidiki karena Sering Bolak-balik ke Tiongkok]

Direktur Jenderal Urusan Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Taiwan, Chen Yung-Chih, dalam konferensi pers pada 17 April mengatakan bahwa pemerintah telah memulai penyelidikan menyeluruh terkait isu status kewarganegaraan Tiongkok dari pasangan warga negara Tiongkok dan warga Taiwan, serta pernyataan-pernyataan mengenai “penyatuan paksa Taiwan dengan kekuatan militer.”

Menteri Dalam Negeri Liu Shih-Fang mengumumkan bahwa sebanyak 19 warga Taiwan telah dicabut status kependudukannya karena terbukti memiliki KTP Tiongkok, yang bertentangan dengan ketentuan kewarganegaraan dan kependudukan Taiwan saat ini. Selain itu, 3 orang pasangan Tiongkok kehilangan izin tinggal di Taiwan karena menyuarakan dukungan terhadap penyatuan paksa Taiwan oleh militer PKT.

Sekitar 30 orang yang sering keluar-masuk ke Tiongkok juga sedang dalam proses penyelidikan, dan sebagian dari mereka sudah dicabut status kependudukannya di Taiwan.

Selain itu, sejumlah penduduk asal Tiongkok yang telah menetap di Taiwan baru-baru ini menerima pemberitahuan untuk melengkapi dokumen bukti kehilangan kewarganegaraan asal. Jika tidak, mereka akan menghadapi risiko pencabutan status kependudukan.

Pejabat Direktur Jenderal Imigrasi Lin Hung-En menjelaskan bahwa Dewan Urusan Daratan (Mainland Affairs Council) telah mengeluarkan pengumuman bahwa terdapat enam kondisi yang memungkinkan penggantian dokumen dengan pernyataan tertulis dan tiga metode perpanjangan masa kelonggaran. Mulai 21 April, seluruh kantor layanan Imigrasi di Taiwan akan menerima permohonan kelengkapan dokumen tersebut.

Menurut statistik dari Badan Imigrasi Taiwan, saat ini terdapat sekitar 12.000 penduduk asal Tiongkok yang tinggal di Taiwan, dan sekitar 5.000 orang di antaranya diperkirakan dapat memanfaatkan mekanisme pernyataan atau perpanjangan dokumen tersebut.

Liu Shih-Fang juga menanggapi kekhawatiran masyarakat tentang apakah ada anggota militer, pegawai negeri, atau guru negeri yang memiliki dokumen atau kewarganegaraan Tiongkok. Ia mengatakan bahwa proses penyelidikan sedang berjalan dan telah mencapai 99%. Hasil awal menunjukkan bahwa tidak ada pegawai aktif dari kalangan militer, PNS, atau pengajar negeri yang memegang kewarganegaraan atau dokumen Tiongkok.

Lebih lanjut, semua pegawai negeri baru juga wajib menandatangani pernyataan tertulis bahwa mereka tidak memiliki kewarganegaraan Tiongkok.

Sebelumnya, tiga pasangan warga Tiongkok yang juga merupakan influencer media sosial—Liu Zhenya , Zhang Yan, dan Zhao Chan—telah dicabut izin tinggalnya di Taiwan karena menyuarakan dukungan terhadap “penyatuan paksa Taiwan” melalui media sosial. (hui)

Sumber : NTDTV.com

Muncul Banyak Desa dan Kota Tak Berpenghuni di Tiongkok — Ke Mana Perginya Orang-Orang?

0

EtIndonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak wilayah di Tiongkok mengalami fenomena kota dan desa yang tidak lagi dihuni. Netizen bertanya-tanya, kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan Shenzhen sepi, kawasan Jiangsu, Zhejiang, Shanghai pun sepi, bahkan pedesaan juga kosong — ke mana semua orang pergi?

 “Satu kota kecil ini, punya rumah sakit, sekolah, bank, kantor polisi, semua ada, tapi semuanya terbengkalai,” kata seorang streamer di Tiongkok. 

Baru-baru ini, seorang blogger dari Tiongkok mengunjungi Kota Zongling, Kabupaten Nayong, Provinsi Guizhou, dan mendapati tempat itu benar-benar sepi seperti kota mati.

Dilaporkan bahwa pada tahun 2017, karena bencana geologi, penduduk dipindahkan, yang membuat kota tersebut menjadi kota terbengkalai.

Provinsi Guizhou sendiri masih memiliki banyak desa kosong, beberapa bahkan ditinggalkan secara tiba-tiba dalam beberapa tahun terakhir tanpa alasan yang jelas.

Bukan hanya Guizhou, provinsi seperti Jiangxi, Guangxi, Guangzhou, Fujian, Anhui, Hubei, dan Hunan juga dilaporkan memiliki banyak kota dan desa kosong atau hanya dihuni beberapa orang saja.

 “Desa yang begitu besar hanya dihuni dua atau tiga orang tua yang masih bertahan, jumlah anjing liar di desa ini bahkan lebih banyak dari jumlah orang. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Ke mana perginya ribuan penduduk desa?” kata seorang streamer wanita. 

Pada  5 April, seorang streamer wanita mengunggah video yang memperlihatkan desa terbesar tak berpenghuni di Fujian. Rumah-rumah berjajar rapat, namun para penduduknya entah ke mana.

Banyak streamer lainnya juga melaporkan melalui video bahwa di dataran Tiga Provinsi Timur Laut pun banyak kota dan desa yang sudah tak berpenghuni.


“Alasan mengapa dataran Timur Laut kosong itu ada tiga. Pertama, tingkat kelahiran yang terus menurun. Kedua, perpindahan besar-besaran penduduk ke selatan. Ketiga, kematian massal warga usia lanjut. Semua ini menyebabkan munculnya desa dan kota kecil yang kosong,” kata Komentator politik yang tinggal di AS, Xing Tianxing. 

Xing Tianxing juga mengatakan bahwa ekonomi di wilayah timur laut sudah runtuh sejak 30 tahun yang lalu, dan banyak desa di daerah pegunungan maupun pedesaan telah lama kosong.

“Aku sendiri berasal dari Timur Laut, jadi aku tahu alasannya. Karena ekonominya memang sudah benar-benar mati. Anak-anak muda semua pindah, bahkan membawa orang tua mereka ke tempat lain,” ujarnya. 

“Akar permasalahannya adalah keruntuhan ekonomi dan kesulitan hidup rakyat, jadi mereka pergi jauh untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Ditambah lagi dengan bencana alam dan kematian, itu semua menyebabkan situasi sekarang. Sekarang seluruh Tiongkok menghadapi masalah yang sama seperti di Timur Laut,” tambahnya. 

Banyak blogger juga mengunggah video yang menunjukkan bahwa populasi di kota-kota besar dan kecil di Tiongkok menurun drastis. Banyak pusat perbelanjaan, tempat ramai, dan stasiun yang dulu penuh sesak, kini tampak sepi. Para netizen pun bertanya-tanya: “Ke mana semua orang pergi?”

“Sekarang situasi pekerjaan di dalam negeri sangat parah, aku kira banyak orang memilih untuk kabur ke luar negeri. Ada juga satu hal, selama masa pandemi, banyak orang yang meninggal, karena penyebaran virus sangat parah. Rumah kremasi tidak bisa mengimbangi jumlah jenazah. Kalau jumlah kematian itu benar-benar diumumkan, pasti akan sangat mengejutkan!,’ Penulis kolom di “Beijing Spring”, Chen Shuhan.

Pada Januari 2023, pendiri Falun Gong, Li Hongzhi, pernah memperingatkan bahwa selama lebih dari tiga tahun, Partai Komunis Tiongkok telah menyembunyikan situasi pandemi. Ia mengatakan bahwa pandemi telah menyebabkan kematian 400 juta jiwa di Tiongkok, dan ketika gelombang pandemi ini berakhir, jumlah korban bisa mencapai 500 juta jiwa. (Hui)

Laporan oleh jurnalis Li Yun dan Qiu Yue dari New Tang Dynasty Television

Pengawasan Global dan Bangkitnya Kecerdasan Buatan: Perang Mental Sedang Terjadi

EtIndonesia. Novel distopia “1984” karya penulis Inggris, George Orwell menggambarkan dunia yang berada di bawah bayang-bayang kekuasaan otoriter dan sistem pengawasan yang mengekang. Dalam cerita tersebut, dunia diliputi oleh perang permanen, di mana pengawasan negara mencapai seluruh aspek kehidupan warganya.

Baru-baru ini, Pastor Tom Hughes membahas novel tersebut dalam sebuah program siaran, menyatakan bahwa meskipun buku itu merupakan fiksi dari masa lalu, namun saat ini tampaknya berfungsi seperti cermin bagi realitas modern. Dia menegaskan bahwa Orwell bukanlah seorang nabi, bahkan seorang ateis, namun apa yang ditulisnya kini terlihat sangat relevan.

Berdasarkan nubuat-nubuat dalam kitab suci yang dia kaji, Tom menyandingkan bangkitnya sistem totalitarian modern dan kecocokannya dengan isi novel Orwell untuk menggambarkan situasi dunia saat ini.

1. Pengawasan Global

Dalam novelnya, Orwell membayangkan perangkat bernama telescreen—alat dua arah yang dapat melihat dan mendengar segala hal di rumah-rumah warga. Namun, kenyataan saat ini telah melampaui imajinasi tersebut.

Tom menjelaskan bahwa ponsel pintar, kamera kendaraan, perangkat rumah tangga pintar, dan peralatan kerja kini tersebar di seluruh lingkungan hidup manusia. Berbeda dari imajinasi Orwell yang masih terbatas, kamera dan mikrofon di perangkat masa kini hampir selalu aktif, diam-diam mengumpulkan data dalam jumlah luar biasa besar.

Dunia kini telah saling terhubung dan setiap informasi pribadi bisa tersebar dengan kecepatan cahaya.

2. Kecerdasan Buatan (AI)

Dulu, kecerdasan buatan hanya muncul dalam cerita fiksi sebagai penyebab kehancuran dunia. Saat itu, AI hanyalah konsep teoritis. Tapi kini, AI sudah menjadi bagian nyata dalam kehidupan manusia dan berkembang sangat pesat.

Dalam konteks sistem otoriter, AI bahkan bisa berperan sebagai hakim dan algojo. Jika sistem AI menganggap seseorang berperilaku “jahat”, maka aparat bisa segera dikerahkan—atau bahkan AI itu sendiri yang akan menegakkan hukum.

Tom bertanya secara retoris: “Bayangkan jika pada masa Uni Soviet, para penguasa memiliki mesin pembaca pikiran untuk mengendalikan negara. Betapa senangnya mereka saat itu?”

Kini, meskipun Uni Soviet telah runtuh, beberapa negara besar masih menjalankan pola kontrol total yang serupa. Ironisnya, ketika korban ketidakadilan muncul, tidak ada satu pun gambar atau rekaman yang diperlihatkan ke publik.

3. Perang Pemikiran dan Pengkhianatan dalam Lembaga Keagamaan

Dalam novel Orwell, pemerintah mengontrol pikiran rakyat melalui perubahan bahasa. Hal ini menurut Tom, kini terdengar sangat akrab. Karena bahasa sangat memengaruhi cara berpikir, dan salah satu cara paling efektif untuk mengubah pemikiran manusia adalah dengan memodifikasi pola bahasa.

Tom mengutip kitab suci yang memperingatkan: “Manusia menyebut yang jahat itu baik, dan yang baik itu jahat.”

Menurutnya, hal seperti ini bahkan terjadi dalam institusi keagamaan. Beberapa gereja telah menolak terang Tuhan dan justru memeluk kegelapan. Mereka membenarkan dosa-dosa dunia, membiarkan generasi muda dibentuk oleh sistem jahat dunia ini, bahkan mengejek kebenaran sejati.

Tom menyebut kondisi ini bukan hanya kejatuhan budaya, tetapi kemerosotan spiritual. Fenomena ini kini berlangsung baik di Timur maupun di Barat. Budaya kacau secara perlahan mengikis nilai-nilai dasar, dan apa yang disebut sebagai “kemajuan” atau “keterbukaan” ternyata hanyalah nilai-nilai kosong tanpa moralitas.

Cahaya Harapan di Tengah Kegelapan

Meski situasi saat ini tampak mengkhawatirkan, seolah-olah kegelapan menyelimuti dunia, Tom Hughes mengingatkan bahwa manusia tidak boleh menyerah dalam ketakutan atau diam dalam ketidakberdayaan.

Dia berkata: “Kita tidak sendirian. Dunia ini mungkin semakin menyerupai novel fiksi karya George Orwell, tetapi kerajaan yang sejati akan datang. Kita berada di dunia ini bukan secara kebetulan, melainkan memiliki misi.”Tom menyerukan agar orang-orang berjalan dalam kebenaran, kedamaian, dan sukacita. Dia menegaskan bahwa walau zaman semakin gelap, jangan biarkan itu menghentikan langkah kita. Apa pun bentuk kejahatan yang datang, manusia memiliki potensi untuk menjadi penakluk, pembawa terang di tengah kegelapan. (jhn/yn)

Manusia Mungkin Adalah Peradaban Terakhir di Alam Semesta


EtIndonesia. Analisis dari penelitian berbasis big data menyimpulkan bahwa manusia kemungkinan besar merupakan “peradaban terakhir” di alam semesta. Hal ini karena diperkirakan peradaban generasi pertama sudah muncul sekitar 8 miliar tahun yang lalu.

Menurut para peneliti, jika berbicara khusus mengenai Galaksi Bima Sakti, mereka percaya bahwa area paling ideal untuk kemunculan kehidupan bukanlah di wilayah tepi galaksi, melainkan sekitar 1.300 tahun cahaya dari pusat galaksi. Wilayah ini dipandang sebagai “surga kehidupan” sesungguhnya, tempat di mana kehidupan mungkin telah berkembang pesat sejak lebih dari 8 miliar tahun yang lalu.

Kita adalah Peradaban dari Pinggiran

Sebagai perbandingan, jarak antara Bumi dan pusat galaksi adalah sekitar 25.000 tahun cahaya. Artinya, manusia berada sekitar 12.000 tahun cahaya jauhnya dari zona ideal tersebut, menjadikan kita sebagai peradaban pinggiran, yang terlambat hadir dalam sejarah galaksi dan tidak sempat bergabung dengan peradaban generasi awal.

Berdasarkan simulasi dan perhitungan model evolusi galaksi, para peneliti menduga bahwa berbagai peradaban besar yang sempat tumbuh subur di Bima Sakti sejak 8 miliar tahun silam kini telah punah. Bahkan, ketika tata surya baru terbentuk, masa keemasan peradaban-peradaban itu sudah berlangsung. Dan pada saat manusia akhirnya muncul di Bumi, jejak mereka telah lama lenyap dari sejarah galaksi.

Mengapa Kita Tak Menemukan Jejak Mereka?

Temuan ini menunjukkan bahwa peradaban-peradaban yang mampu menerima sinyal dari umat manusia, atau bahkan mengunjungi Bumi, bisa saja telah punah jauh sebelum kemunculan manusia.

Para peneliti menekankan bahwa peradaban lain yang masih tersisa di galaksi kemungkinan juga baru muncul seperti halnya manusia, sehingga masih tergolong peradaban muda yang belum mampu menguraikan sinyal komunikasi atau melakukan perjalanan antarbintang untuk merespons kehadiran kita.

Mengapa Peradaban Awal Musnah?

Apa yang menyebabkan peradaban canggih tersebut mengalami kehancuran diri secara massal? Para ilmuwan menyebutkan bahwa beragam faktor bisa menjadi penyebab, mulai dari:

  • Perang nuklir skala besar
  • Perubahan iklim ekstrem
  • Bencana kosmik, seperti ledakan supernova di sekitar mereka
  • Tabrakan dengan objek luar angkasa besar
  • Atau bahkan perang antarperadaban, yang akhirnya membuat semuanya hancur dan tidak ada yang menang

Meskipun hipotesis ini masih memerlukan penelitian lanjutan, namun dia menawarkan penjelasan yang kuat mengapa kita belum menemukan makhluk cerdas lainnya di luar angkasa—hipotesis ini juga dikenal sebagai bagian dari “Paradoks Fermi”.

Peringatan bagi Manusia

Lebih dari sekadar teori kosmologis, gagasan ini juga menjadi peringatan serius bagi umat manusia. Saat ini, manusia masih terus merusak lingkungan Bumi, mendorong planet ini ke ambang kehancuran ekologi.

Jika kita tidak belajar dari kemungkinan kegagalan peradaban-peradaban sebelum kita, maka manusia pun bisa mengalami nasib serupa: musnah oleh ulahnya sendiri. (jhn/yn)

Hamas Menyerah! Ajukan Usulan Akhiri Perang, Siap Serahkan Seluruh Sandera

EtIndonesia. Pemimpin cabang Hamas di Gaza, Khalil Al-Hayya, baru-baru ini menyatakan bahwa organisasinya berharap dapat mencapai kesepakatan menyeluruh untuk mengakhiri perang di Gaza. Dalam usulan tersebut, Hamas bersedia menyerahkan semua sandera Israel sebagai imbalan atas pembebasan warga Palestina yang dipenjara di Israel. Namun, mereka menolak kesepakatan gencatan senjata sementara yang diajukan oleh Israel.

Menurut laporan Reuters, dalam pidato yang disiarkan di televisi, Al-Hayya mengatakan bahwa Hamas siap segera melakukan “perundingan paket lengkap” yang mencakup pembebasan seluruh sandera yang tersisa, sebagai imbalan atas penghentian perang di Gaza, pembebasan warga Palestina dari penjara-penjara Israel, serta dimulainya proses rekonstruksi Gaza.

Al-Hayya menegaskan: “Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya memanfaatkan sebagian isi kesepakatan sebagai kedok untuk agenda politik mereka. Mereka terus menjalankan perang genosida dan kelaparan, bahkan dengan mengorbankan semua tahanan (sandera). Kami tidak akan ikut ambil bagian dalam kebijakan seperti itu.”

Menanggapi pernyataan tersebut, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, James Hewitt, menyatakan: “Pernyataan Hamas menunjukkan bahwa mereka tidak peduli terhadap perdamaian, mereka hanya peduli untuk melanjutkan kekerasan. Syarat dari pemerintahan Trump tetap tidak berubah: bebaskan para sandera, atau bersiap menghadapi neraka.”

Sumber dari pihak Palestina dan Mesir mengungkapkan bahwa dalam putaran pembicaraan terbaru yang digelar pada Senin (14/4) di Kairo untuk membahas pemulihan gencatan senjata dan pembebasan sandera Israel, belum tercapai terobosan yang signifikan.

Dalam perundingan tersebut, Israel mengusulkan gencatan senjata selama 45 hari di Gaza sebagai syarat awal untuk pembebasan sandera dan kemungkinan dimulainya negosiasi tidak langsung guna mengakhiri konflik. Namun, salah satu syarat yang diajukan oleh Israel—yakni pelucutan senjata Hamas—telah ditolak mentah-mentah. Al-Hayya menyebut syarat yang diajukan Israel sebagai “tidak realistis” dan “mustahil untuk dipenuhi”. (jhn/yn)

Beli Ginjal di Kenya Seharga Rp 3,4 Miliar – Media Jerman Bongkar Rantai Perdagangan Organ Antar Benua

EtIndonesia. Media-media terkemuka Jerman baru-baru ini mengungkap skandal perdagangan organ internasional, di mana pasien Jerman dilaporkan pergi ke Kenya untuk menjalani transplantasi ginjal ilegal dengan biaya mencapai 200.000 euro. Para pendonor ginjal berasal dari kalangan muda yang miskin, terutama dari kawasan Kaukasus dan Kenya, membentuk jaringan perdagangan organ yang membentang antara Eropa dan Afrika.

Dalam investigasi gabungan selama beberapa bulan oleh Der Spiegel, saluran TV ZDF, dan Deutsche Welle, terungkap bahwa rumah sakit swasta Mediheal di Kota Eldoret, Kenya barat, menjadi tujuan utama pasien dari Jerman dan negara kaya lainnya untuk transplantasi ginjal.

Transplantasi Ginjal Ditawarkan secara Terbuka

Contoh kasus ditampilkan melalui Sabine Kugler, seorang perempuan Jerman berusia 57 tahun. Setelah ginjal hasil transplantasi sebelumnya melemah setelah hampir 30 tahun, dia kembali menjalani cuci darah dan akhirnya mencari alternatif medis di luar negeri.

Dia dihubungkan dengan sebuah perusahaan bernama Medlead. Seorang pria bernama Alexander menghubunginya lewat WhatsApp, menawarkan paket lengkap termasuk penerbangan, akomodasi, dan proses operasi. Bahkan disediakan opsi “garansi”, yaitu ginjal kedua jika transplantasi pertama gagal.

Kugler sempat khawatir akan aspek legalnya, namun diyakinkan bahwa biaya dibayarkan ke rumah sakit, bukan kepada pendonor langsung, sehingga menurut pihak Medlead tidak akan melanggar hukum Jerman. Dia akhirnya menjalani operasi tersebut di Kenya dan hanya sempat bertemu sebentar dengan pendonor — seorang pria muda dari kawasan Kaukasus.
 

Kugler mengaku kepada Der Spiegel: “Saya tahu ini keputusan yang egois, tapi saat itu saya tidak punya pilihan lain.”

Perbedaan Tajam Antara Harga Pasien dan Pendonor

Investigasi menyebut bahwa kebanyakan pendonor berasal dari Kenya dan wilayah Kaukasus seperti Azerbaijan, serta dari negara-negara bekas Uni Soviet lainnya.

Para penjual ginjal hanya dibayar sekitar 2.000 hingga 5.000 euro (sekitar Rp74 juta hingga Rp185 juta), sementara pasien dari Eropa membayar hingga 200.000 euro (sekitar Rp 3,4 miliar), mencerminkan kesenjangan harga yang sangat mencolok.

Modus Operandi yang Terbuka dan Terorganisir

Berbeda dari bayangan perdagangan gelap, layanan transplantasi ini dilakukan secara terbuka.
Medlead mengelola situs web berbahasa Jerman yang mengiklankan transplantasi ginjal dalam 4-6 minggu dan langsung mengarahkan calon pasien ke obrolan WhatsApp dengan agen anonim.

Alamat perusahaan yang dicantumkan di Polandia ternyata, setelah ditelusuri, hanyalah lokasi konstruksi yang telah dibongkar.

Medlead juga aktif mempromosikan layanan ini melalui media sosial, menampilkan testimoni pasien dalam video yang menggembar-gemborkan kebebasan dari cuci darah dan “kehidupan baru”. Namun hampir tak ada yang menyebut risiko operasi ataupun biaya sebenarnya. Beberapa menyatakan bahwa donor “memberikan secara sukarela”, namun keterangan ini sulit diverifikasi.

Reaksi Pemerintah Kenya dan Kecurigaan Intervensi Politik

Setelah laporan media Jerman dipublikasikan, Menteri Kesehatan Kenya, Aden Duale menyatakan kepada media lokal bahwa dia “terkejut dan menyesal” atas temuan tersebut. Dia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentoleransi perdagangan organ, dan Mediheal Hospital kemungkinan akan ditutup.

Namun, masalah ini sebenarnya telah menjadi perhatian sejak 2023, ketika International Society of Nephrology (ISN) dan The Transplantation Society (TTS) mengirim surat peringatan kepada Pemerintah Kenya, menyebut Mediheal diduga kuat terlibat dalam perdagangan organ terorganisir.

Surat tersebut dikeluarkan oleh lembaga pemantau Deklarasi Istanbul (DICG) dan mendesak Kenya untuk menangani kasus transplantasi ilegal yang semakin marak.

Temuan Mengkhawatirkan dari Pemeriksaan Resmi

Pemerintah Kenya kemudian mengirim tim ahli ke Mediheal pada Desember 2023. Mereka diberi akses ke catatan medis dan menemukan berbagai kejanggalan:

  • Pasien asing membayar tunai dalam jumlah besar
  • Pendonor didominasi pria muda dari Kaukasus
  • Nomor kontak yang sama muncul berulang di berbagai catatan
  • Beberapa donor didaftarkan sebagai “kerabat dekat” dari penerima, namun dengan perbedaan mencolok dalam kewarganegaraan dan penampilan, mengindikasikan kemungkinan pemalsuan hubungan keluarga

Meski laporan menyebut “indikasi kuat keterlibatan dalam perdagangan organ”, pemerintah tetap menyatakan “kurangnya bukti kuat” untuk mengambil tindakan hukum lebih lanjut.

Dugaan Perlindungan Politik

Diketahui bahwa pendiri Mediheal, dr. Swarup Ranjan Mishra, adalah mantan anggota parlemen Kenya, dan pada 2024 bahkan ditunjuk oleh Presiden Kenya sebagai kepala lembaga penelitian vaksin nasional.

Kedekatannya dengan lingkaran kekuasaan memicu kekhawatiran bahwa penyelidikan mungkin telah dipolitisasi atau dihambat.

Ketua DICG, Thomas Muller, menyatakan: “Kenya kini menjadi salah satu hotspot terburuk di dunia dalam hal perdagangan organ. Negara ini memiliki fasilitas medis yang canggih, tetapi kemiskinan dan korupsi struktural menciptakan ekosistem ideal bagi pasar gelap.”

Dia menambahkan bahwa banyak tenaga medis yang tulus di Kenya, namun mereka “sering kali tak berdaya menghadapi struktur kejahatan yang sistemik”.

 “Kapitalisme Ginjal” dan Hilangnya Etika Medis

Komentar dari Der Spiegel menyebut bahwa ketika organ tubuh diperlakukan sebagai komoditas, pasar akan digerakkan oleh keputusasaan kedua belah pihak:

  • Pasien rela membayar mahal demi bertahan hidup
  • Perantara dan dokter meraup untung besar dari kesenjangan layanan medis global

Sementara etika dan martabat manusia menjadi korban utama. (Jhn/yn)

Seorang Tunawisma yang Memenangkan Rp 16 Miliar dari Tiket Lotre Mendapat Perlakuan yang Sangat Baik dari Pemilik Toko Tempat Dia Membeli Tiket Tersebut

EtIndonesia. Pria yang dimaksud membeli kartu gosok Lotere California dari sebuah toko bernama Sandy’s Deli-Liquor di San Luis Obispo dan tidak membuang waktu untuk melihat apakah dia telah memenangkan uang tunai.

Setelah menggosok tiket lotrenya — sebuah Red 777 Scratcher — dia mendapati bahwa dia telah memenangkan jumlah yang sangat besar. Awalnya, tunawisma itu mengira dia telah mengantongi 100.000 dolar, tetapi Wilson Samaan, pemilik toko, mengatakan kepadanya bahwa sebenarnya uang itu adalah 1.000.000 dikar.

Rupanya, pria yang memenangkan uang tunai itu adalah pelanggan setia Wilson, dan telah sering mengunjungi tokonya selama lebih dari satu dekade. Karena hubungannya yang baik dengan Wilson, Wilson terkadang meminta pria tunasima itu untuk mengawasi bagian depan toko jika dia perlu bekerja di bagian belakang.

Mengenang momen ketika pria itu, yang namanya belum dirilis, menggaruk kartu tersebut, Wilson berbagi dengan KSBY: “Dia datang ke toko, menggaruknya dan berkata, ‘Ya Tuhan. Apakah itu nyata? Wilson, bisakah kamu datang dan melihatnya?’

“Saya berkata, ‘Coba saya lihat,’ jadi saya mengambil tiket dari tangannya dan pergi ke mesin di sana. Dia berkata, ‘Wah, saya bukan gelandangan lagi!’ Saya berkata, ‘Wah, kamu menang besar.’ Dia berkata, ‘100.000 dolar’ dan saya berkata, ‘Tidak, bro. Itu 1 juta dolar (sekitar Rp 16 miliar).’ Selamat saudara,’ jadi, dan kami saling memberi tos.”

Namun Wilson melakukan lebih dari sekadar mengonfirmasi tiket kemenangannya; dia melanjutkan dengan mengantar pelanggannya ke kantor Lotere California di Fresno pada hari-hari berikutnya sehingga dia tidak perlu mengirim tiket pemenangnya yang bernilai satu juta dolar melalui pos.

“Saya mengantarnya ke Fresno, saya rasa keesokan harinya, atau Rabu, karena dia seperti, ‘Apakah saya ingin mengirimkannya melalui pos?’ Dan saya katakan kepadanya, ‘Itu tiket senilai satu juta dolar. Tidak, saya akan mengantar Anda,'” kata Wilson.

Pria itu menyebut uang itu sebagai ‘pengubah hidup’ dan berharap dapat membayar uang muka untuk membeli rumah, membeli mobil, lalu berinvestasi atau menabung sisanya.

Mungkin perlu waktu sebelum pria itu mendapatkan uangnya, seperti yang dijelaskan oleh Carolyn Becker, juru bicara Lotere Negara Bagian CA.

“Dengan tiket senilai satu juta dolar seperti ini, orang yang menang dapat mengharapkan proses pemeriksaan yang sangat teliti,” katanya. “Seperti yang dapat Anda bayangkan, kami memberikan banyak hadiah uang di lotere CA, dan kami senang melakukannya, tetapi kami ingin memastikan bahwa kami memberikannya kepada orang yang tepat.”

Proses ini dapat memakan waktu lama, seperti beberapa minggu atau beberapa bulan dan melibatkan wawancara dengan pemenang, memeriksa apakah orang tersebut berutang uang kepada negara, dan faktor-faktor lainnya. (yn)

Sumber: unilad