Home Blog Page 1817

Komunis Tiongkok yang Terbelah, Sengkuni dan Pejabat yang Tak Ikut Andil Di Balik Xi Jinping

0

Lin Yan – The Epochtimes

Analisis Berita

Masih sulit mengatakan apa yang paling mengkhawatirkan bagi pemimpin rejim Komunis Tiongkok, Xi Jinping – apakah perang dagang AS di depan matanya, kabinet yang terbelah, atau seluruh negara terdiri dari pejabat komunis yang korup, mementingkan diri sendiri dan tidak loyal. 

Bahkan pejabat Sengkuni yang merongrongnya. Sebagaimana diketahui, istilah sengkuni adalah salah satu tokoh perwayangan yang sangat ‘istimewa’. Akan tetapi di balik keistimewaan itu dia justru berperanan negatif.

Terbelah dari Puncak pimpinan

Ketika perang dagang telah mengekspos banyak kerentanan dan skandal Komunis tiongkok ke seluruh dunia, di balik tirai tertutup Xi sedang berjuang. 

Tindakan Xi mungkin berakhir menjadi lebih dahsyat daripada tantangan eksternal yakni lingkaran dalam yang langsung berbalik melawannya.

Pengamat Tiongkok telah memperhatikan perubahan besar dalam strategi Xi dan pilihan personil. 

Setelah tujuh tahun kemitraan dengan Wakil Presiden Wang Qishan yang memimpin kampanye anti-korupsi, membuat Xi sangat dihormati. 

Perdana Menteri Li Keqiang fokus memperbaiki ekonomi, Xi mengalihkan perhatiannya pada ahli strategi Wang Huning dan Wakil Perdana Menteri Han Zheng. Kedua orang kepercayaan barunya itu bekerja dan kemungkinan masih melayani, musuh bebuyutan Xi — mantan pemimpin rezim Komunis tiongkok, Jiang Zemin.

Wang Huning dikenal karena merancang kampanye ideologis radikal, teori,  slogan untuk Xi dan para pendahulunya. 

Han Zheng memimpin proyek OBOR yang sekarang terkenal kejam dan garis keras di belakang kerusuhan Hong Kong dan Makau baru-baru ini. 

Semula, Kedua orang ini dipromosikan oleh Jiang Zemin. Mereka dikatakan sebagai anggota kunci dari “Klan Shanghai ” Jiang, sekelompok pemimpin politik nasional yang diperkirakan memiliki kesetiaan terhadap Jiang Zemin, musuh politik Xi.

Sementara keduanya memiliki kepercayaan Xi, perilaku mereka telah membuat kesetiaan mereka dipertanyakan. 

Han Zheng, misalnya, mengkritik usulan perjanjian dagang dengan Amerika Serikat selama pertemuan dengan puluhan pemimpin puncak Komunis tiongkok pada 13 Mei, menurut Wall Street Journal.

Wang Huning pada sisi lain, memungkinkan, jika tidak memerintahkan media corong partai Komunis Tiongkok dalam kendalinya untuk berbicara menentang Xi. 

Pada bulan Juni lalu, Xinhua.net menerbitkan dua artikel menyerang pihak-pihak yang memilih untuk “menyerah” kepada Amerika Serikat dalam perang dagang. 

Artikel-artikel itu bernada agresif, mengancam dan dipenuhi dengan bahasa daerah yang radikal serta penuh kebencian. Bahasa-bahasa semacam ini biasanya digunakan selama Revolusi Kebudayaan Tahun 1970-an.

“Hentikan sekarang,” salah satu artikel memperingatkan mereka yang menganjurkan kolaborasi atau mempertahankan sikap yang lebih moderat. 

“Sebelum Anda melakukan apa pun yang membahayakan keluarga Anda dan menyenangkan musuh Anda.” demikian bunyi artikel itu. 

Orang-orang yang akrab dengan masalah ini percaya bahwa artikel itu menargetkan Xi, Wang Qishan, dan Li Keqiang. Mereka semuanya berharap untuk bekerja menuju resolusi yang mengakhiri perang dagang dengan Amerika Serikat.

Tidak Ada Tindakan di Level Menengah

Komunis Tiongkok memiliki badan pejabat pemerintahan terbesar di dunia. 

Sebagian besar dari mereka berada di tingkat menengah. Mereka inilah yang menafsirkan, mengeksekusi dan meneruskan kebijakan kepemimpinan dari level puncak.

 Xu Zhong, kepala Biro Riset Bank Sentral Tiongkok, pada bulan Februari lalu saat forum ekonomi utama mengatakan, tingkat menengah ini telah menjadi penghalang utama terhadap reformasi dan penyelesaian masalah. 

Sebagian besar dokumen kebijakan disusun oleh pejabat tingkat menengah dari berbagai pejabat fungsional.

Para pejabat ini hampir tidak pernah mencapai kesepakatan karena memahami kesenjangan dan kepentingan yang saling bertentangan. Ini menghasilkan penghapusan kebijakan kontroversial. 

“Konten kontroversial ini adalah reformasi yang kita benar-benar perlukan untuk menyelesaikan masalah penting dan menantang,” kata Xu. 

Dengan demikian, perubahan kebijakan puncak Beijing sering mandek di tingkat menengah.  

Dikarenakan perlindungan para pejabat atas kepentingan mereka sendiri, tetapi dimatangkan dengan dalih menemukan konsensus lintas fungsional. Tentu menjadi masalah, akan tetapi tetap tak ada solusi.

Korupsi di Level Bawah

Korupsi adalah penyakit yang membandel pada sistem pemerintahan komunis mana pun.  Di Tiongkok,  di mana sistem Komunis telah berlaku selama hampir 70 tahun, tingkatan dan parahnya korupsi menurun tajam.

Dalam kampanye anti-geng terbaru, banyak pejabat lokal dinyatakan bersalah berkolaborasi dengan geng.  Jabatan  mereka berkisar dari kepala cabang partai komunis setempat, kepala Komisi Urusan Politik dan Hukum, dan kepala Biro Keamanan Publik.

Suap dalam pemilihan pejabat lokal juga merupakan praktik umum. Ini berarti sejumlah besar pejabat lokal memperoleh posisi mereka secara ilegal. 

Lebih buruk lagi, survei terbaru oleh Akademi Ilmu Sosial Tiongkok menunjukkan, lebih dari 45 persen anggota komite desa adalah mantan pemimpin geng. Tidak mengherankan, pejabat lokal ini sangat fokus untuk mendapatkan kembali investasi mereka dengan kekuatan administratif mereka.

Mereka mungkin terlalu sibuk untuk menganggap serius tim inspeksi dan evaluasi yang dikirim oleh pemerintah pusat. Segera setelah tim mendarat di provinsi atau kota, inspeksi berubah menjadi permainan birokrasi dan formalitas.

Bahkan untuk tim inspeksi yang melakukan pekerjaan dengan serius, prosesnya lebih menghambat daripada membantu pejabat setempat.  Mulai mempersiapkan kedatangan tim penyambut, untuk memastikan mereka membawa kembali laporan positif. Para pejabat lokal ini memiliki sedikit energi untuk benar-benar menyelesaikan sesuatu.

Apa yang ada di balik semua masalah adalah fakta, komunis Tiongkok itu sendiri yang benar-benar menghambat pembangunan dan pengembangan.  Serta apa yang membuat para pejabat tak bergairah untuk melaksanakan tugasnya. 

Dengan hubungan yang lebih langsung dengan orang-orang, para pejabat lokal mengetahui lebih baik dari para pemimpin puncak betapa rapuhnya Komunis Tiongkok. 

Kini, sejumlah pejabat  tidak mau bekerja keras untuk upaya ini. Mereka telah merencanakan pelarian mereka begitu komunis tiongkok berada dalam krisis.Xi Jinping mungkin menyadari situasinya. Dalam pertemuan Februari lalu, Xi memperingatkan kepada Komunis tiongkok akan menghadapi bahaya dari berbagai arah. Xi juga mengatakan negara itu harus bersiap menghadapi kesulitan besar ke depan.

Tetapi para pejabat junior menilainya dengan acuh tak acuh, seolah-olah mereka bukan bagian dari sistem.

Ekonom Cheng Xiaonong percaya bahwa prilaku pejabat lokal seperti itu merupakan ancaman politik besar bagi Komunis tiongkok. Ini dikarenakan langkah-langkah untuk menyelamatkan ekonomi tidak akan dilaksanakan. “Yang lebih penting, perilaku birokrasi seperti itu menandai hilangnya loyalitas para pejabat,” ungkapnya.  (asr)

FOTO : Presiden Tiongkok Xi Jinping menghadiri upacara penandatanganan dengan Presiden Republik Dominika Danilo Medina (tidak digambarkan) di Aula Besar Rakyat pada 2 November 2018 di Beijing, Tiongkok. (Thomas Peter-Pool / Getty Images)

Negara Barat dan Jepang Kecam Komunis Tiongkok di PBB Soal Penahanan Etnis Uighur

Oleh Reuters

Puluhan negara-negara di dunia menyerukan kepada Komunis Tiongkok untuk menghentikan penahanan massal terhadap etnis Uighur di Xinjiang. 

Seruan ini adalah langkah bersama pertamakalinya dalam masalah tersebut di Dewan Hak Asasi Manusia PBB, seperti tercantum dalam surat yang dilihat oleh Reuters.

Sejumlah pakar dan aktivis HAM mengatakan, setidaknya 1 juta Uighur dan Muslim lainnya ditahan di pusat-pusat penahanan di wilayah barat yang terpencil. 

Namun demikian, Komunis Tiongkok menggambarkan sebagai pusat pelatihan. Komunis Tiongkok terus saja berdalih sebagai rangka memberantas ekstremisme.

Surat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam forum presiden, tertanggal 8 Juli, ditandatanganioleh duta besar dari 22 negara di dunia. 

Australia, Kanada, dan Jepang ada di antara mereka, bersama dengan negara-negara Eropa termasuk Inggris, Prancis, Jerman dan Swiss.

Kesepakatan puluhan negara itu tidak memenuhi pernyataan resmi yang dibacakan di Dewan atau resolusi yang diajukan untuk pemungutan suara, seperti yang diingikan oleh para aktivis. 

Ini dikarenakan adanya kekhawatiran sejumlah pemerintahan akan potensi reaksi politik dan ekonomi dari Komunis Tiongkok.

“Ini adalah tanggapan kolektif pertama terhadap Xinjiang,” kata seorang diplomat Barat kepada Reuters pada 10 Juli.

Utusan lain mengatakan, “Ini langkah formal karena akan diterbitkan sebagai dokumen resmi Dewan. Itu adalah isyarat.”

Surat itu menyuarakan keprihatinan pada laporan penahanan ilegal di “tempat penahanan skala besar. Isi surat juga menyinggung soal pengawasan dan pembatasan yang luas, terutama menargetkan uyghur dan minoritas lainnya di Xinjiang.” 

Seruan ini dengan tajam menyerukan kewajiban Komunis Tiongkok sebagai anggota dari 47 negara anggota forum untuk mempertahankan standar tertinggi.

“Kami menyerukan Tiongkok untuk menegakkan hukum nasional dan kewajiban internasionalnya dan untuk menghormati hak asasi manusia dan kebebasan mendasar, termasuk kebebasan beragama atau berkeyakinan di Xinjiang dan di seluruh Tiongkok,” bunyi surat itu.

“Kami juga menyerukan Tiongkok untuk menahan diri dari penahanan sewenang-wenang dan pembatasan kebebasan bergerak kaum Uighur, dan komunitas Muslim dan minoritas lainnya di Xinjiang,” demikian bunyi surat itu. 

Surat itu mendesak Komunis Tiongkok untuk mengizinkan para ahli independen internasional, termasuk Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet “akses berarti” ke Xinjiang.

Bachelet, Mantan Presiden Chili, telah mendorong Komunis Tiongkok untuk memberikan kepada PBB akses untuk menyelidiki laporan penghilangan dan penahanan sewenang-wenang, khususnya bagi Muslim di Xinjiang. 

Duta Besar Tiongkok untuk PBB di Jenewa mengatakan bulan lalu bahwa berharap dia akan menerima undangannya. 

Seorang juru bicara PBB mengatakan pada saat soal perjalanan itu, termasuk “akses penuh ke Xinjiang,” sedang dibahas. Tidak ada delegasi Barat yang mau mengekspos dirinya sebagai “insiator” melalui pernyataan atau resolusi bersama. 

Seorang diplomat mengatakan, ketika itu Delegasi Komunis Tiongkok  “sangat marah” atas tindakan tersebut dan sedang mempersiapkan surat versi dirinya sendiri.

Pada awal minggu sesi tiga, yang berakhir pada 12 Juli, wakil gubernur Xinjiang menanggapi kecaman internasional terhadap kamp-kamp penahanan yang dikelola negara. Ia membela diri dengan mengatakan sebagi pusat kejuruan yang telah membantu “menyelamatkan” orang-orang dari pengaruh ekstremis.

Namun, di dalam jaringan kamp interniran di kawasan yang dijuluki “pusat pelatihan kejuruan”  itu, Uighur dan tahanan minoritas Muslim lainnya dipaksa untuk menjalani indoktrinasi politik dan mengecam keyakinan mereka. Bahkan mereka diharuskan melafalkan slogan-slogan atau yel-yel patriotik Partai Komunis Tiongkok. 

Mantan tahanan melaporkan, adanya kasus penyiksaan, pengobatan paksa, dan pemerkosaan.

Bersembunyi di balik memerangi “ekstremisme,” rezim Komunis Tiongkok telah meluncurkan tindakan keras yang meluas terhadap Uyghur dan minoritas Muslim lainnya di wilayah tersebut.

Sejumlah anggota parlemen AS memperbarui seruan, agar pemerintah menjatuhkan sanksi kepada pejabat yang mengawasi pelanggaran hak asasi manusia terhadap Uyghur dan minoritas Muslim lainnya di wilayah Xinjiang.

Senator Jim McGovern dan Senator Marco Rubio  pada 5 Juli mengeluarkan pernyataan yang mendesak pemerintah AS untuk “segera menangani apa yang merupakan salah satu situasi hak asasi manusia terburuk di dunia.”Pernyataan itu dikeluarkan pada peringatan 10 tahun tindakan keras polisi terhadap protes di Tiongkok  yang menyebabkan sedikitnya 197 kematian dan lebih dari 1.700 orang cedera.

oleh Stephanie Nebehay dai Reuters dan Reporter Epoch Times Eva Fu berkontribusi pada laporan ini.

Pemimpin Hong Kong Klaim RUU Ekstradisi Sudah Mati, Namun Tetap Ditolak Karena Terus Abaikan Tuntutan Rakyat

Frank Fang dan Iris Tao – The Epochtimes

Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam telah mengumumkan pada konferensi pers pada 9 Juli bahwa RUU ekstradisi yang kontroversial secara efektif “telah mati.”

Akan tetapi, Carrie Lam menolak untuk mencabut RUU itu, meskipun anggota parlemen lokal, kelompok sipil, dan organisasi internasional mengkritik penolakannya terhadap tuntutan demonstran.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah Konfrensi pers Lam, Front Hak Asasi Manusia Sipil atau the Civil Human Rights Front -CHRF- mengatakan mereka akan terus mengadakan protes dan demonstrasi, karena Lam kembali mengabaikan tuntutan rakyat.  

CHRF adalah penyelenggara di balik tiga pawai akbar  yang dihadiri oleh jutaan warga Hongkong beberapa waktu lalu.

Kelompok itu bersikukuh bahwa istilah “mati” tidak memiliki otoritas hukum.  Hanya “penarikan” yang memiliki makna hukum. 

Pemimpin Hong Kong itu dinilai hanya terus memprioritaskan harga dirinya sementara menolak untuk belajar tentang pelajarannya.  

CHRF menambahkan bahwa mereka akan segera mengumumkan rincian protes yang akan datang.

Kelompok hak asasi manusia, Amnesty International menyatakan, Lam “menolak untuk mengakui konsekuensi dari kesalahan fatal” dari RUU ekstradisi yang terus “mengobarkan situasi” di Hong Kong. Seruan ini mendesak Lam untuk secara resmi menarik RUU itu.

Fernando Cheung, seorang anggota parlemen pro-demokrasi Hong Kong yang telah berkolaborasi dengan para pemrotes, mengatakan, tanggapan Lam tidak memadai.

“Dia masih belum mengerti. Jika dia tidak membentuk komisi penyelidikan independen, itu adalah kematian pemerintahannya, bukan hanya RUU. Krisis tidak dapat diselesaikan tanpa beberapa pemimpin bergulir,” kata Cheung kepada Reuters.

Ketua Partai Demokrat Hong Kong, Wu Chi-wai ketika mengadakan konferensi pers setelah Lam menyampaikan pernyataan, mengataka,n bahwa ia “sangat kecewa.”

Menurut Wu Chi-wai, apa yang dikatakan Lam tidak membahas masalah utama. Ia menambahkan, Lam tidak berusaha mendengarkan pendapat orang lain. Lam dinilai hanya berusaha menghilangkan kemungkinan terjadinya badai politik agar menjadi reda.

Politikus Partai pro-demokrasi Hong Kong, Demosistō, juga menyampaikan pernyataan dengan mengatakan bahwa Lam seharusnya mengatakan kata “mundur” untuk menunjukkan kepada orang-orang bahwa ia tidak bermain-main dengan kata-kata. Lam juga harus menyatakan  tidak ada kemungkinan RUU itu bakal dihidupkan kembali.

Ia juga meminta pemerintah kota untuk memantau hak pilih universal sehingga orang dapat langsung memilih anggota Legaslatif dan kepala eksekutif — posisi yang sekarang dipegang oleh Lam.

Saat ini, kepala eksekutif dipilih oleh komite pemilihan yang terdiri dari sebagian besar elit pro-Beijing. Sementara itu, hanya sebagian anggota parlemen di legislatif yang dipilih secara langsung oleh konstituen di wilayah geografis.

Tuntutan Lainnya

Dalam beberapa minggu terakhir, pengunjuk rasa telah merevisi tuntutan mereka untuk memasukkan berlakunya hak pilih universal.

Tuntutan itu sebelumnya memicu protes Gerakan Payung 2014 silam. Ketika itu warga Hongkong menduduki jalan-jalan utama kota selama 79 hari untuk menyerukan reformasi pemilihan.

Di tengah krisis RUU ekstradisi baru-baru ini, banyak yang mengatakan tentang  kurangnya keterwakilan yang benar di parlemen dan pemerintah adalah inti dari permasalahan.

“Bahkan jika RUU ekstradisi ‘mati’ hari ini, mungkin ada hukum kejahatan yang sama besoknya, dan jutaan dari kita akan kembali turun ke jalan, Oleh karena itu, tanpa hak pilih universal yang murni, pemerintah tidak akan pernah menanggapi tuntutan publik atau memikul tanggung jawab semestinya untuk rakyat.” Demikian pernyataan Front Hak Asasi Manusia Sipil  pada 8 Juli.

Mengenai permintaan pemrotes agar yang ditangkap dalam bentrokan baru-baru ini dengan polisi  tidak diadili, Lam mengatakan bahwa “amnesti pada tahap ini  tidak dapat diterima” dan akan melanggar hukum.

Bentrokan paling kejam terjadi pada 12 Juni, ketika polisi menembakkan semprotan merica, gas air mata dan  peluru karet. 

Aksi kepolisan  itu sebagai upaya untuk menyingkirkan pengunjuk rasa yang berkumpul di kompleks markas pemerintahan.

Menurut surat kabar Hong Kong, Apple Daily, antara 12 Juni hingga 8 Juli, setidaknya 67 orang telah ditangkap sehubungan dengan protes RUU ekstradisi.

Lam juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan membentuk komite investigasi independen seperti yang dituntut oleh pengunjuk rasa.

Lam menilai pengawas polisi internal kota atau the Independent Police Complaints Council -IPCC- telah berjanji menggelar investigasi pencarian fakta terkait aksi protes terbaru. Pengawas kepolisan itu juga berjanji menyampaikan laporan dalam waktu enam bulan kepada publik.

Tetapi Front Hak Asasi Manusia Sipil mengatakan akan terus menuntut penyelidikan secara independen. Alasannya, pemerintah Hong Kong dapat menggunakan kekuatan investigasi yang tidak dimiliki pengawas internal kepolisan, termasuk  memanggil saksi.

Kelompok itu juga percaya pengawas polisi internal kota tidak sepenuhnya tidak memihak, karena tokoh-tokoh pro-pemerintah mendominasi badan tersebut.

Dalam pernyataannya, Amnesty International juga menyerukan “investigasi yang independen, tidak memihak, efektif, dan tepat” dalam tindakan polisi pada 12 Juni lalu.

Kelompok itu sebelumnya melakukan analisis rekaman dari tempat kejadian, menyimpulkan bahwa penggunaan kekuatan polisi adalah” melanggar hukum. ” (asr)

Bom Mobil Taliban Meledak, Tewaskan 12 Orang di Afghanistan

Epochtimes.id- Pejuang garis keras Taliban menewaskan sedikitnya delapan anggota pasukan keamanan Afghanistan dan empat warga sipil.

Ledakan ini turut melukai lebih dari 50 warga sipil. Ledakan disebabkan oleh bom mobil di Provinsi Ghazni, Afghanistan, Minggu (7/7/2019). Laporan ini dikonfirmasi oleh Reuters kepada pejabat pemerintah dan Taliban.

Taliban mengaku bertanggung jawab meledakkan bom di dekat kompleks Direktorat Keamanan Nasional (NDS) di kota Ghazni selama pada Minggu pagi itu.

“Belasan perwira NDS terbunuh atau terluka,” kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid dalam sebuah pernyataan.

Arif Noori, juru bicara pemerintah provinsi di Ghazni, membenarkan delapan anggota NDS dan empat warga sipil tewas dalam ledakan itu, dengan lebih dari 50 warga sipil terluka.

“Banyak orang yang terluka dilarikan ke rumah sakit,” katanya.

Tidak jelas apakah serangan itu dilakukan oleh seorang pembom bunuh diri.

Ledakan di daerah yang ramai di kota Ghazni adalah insiden terbaru terkait gelombang serangan teror hampir setiap hari oleh Taliban.

Kini militan garis keras ini memegang kendali terhadap sekitar setengah dari wilayah Afghanistan. Kelompok itu terus meningkatkan serangan terhadap pasukan Afghanistan meskipun ada upaya peningkatan menuju perjanjian damai untuk mengakhiri perang selama 18 tahun.

Selama kunjungan 25 Juni ke ibukota Afghanistan, Menlu AS Mike Pompeo mengatakan Washington ingin melihat kesepakatan sebelum 1 September 2019. Pernyataan ini dianggap sebagai tenggat waktu yang ambisius bagi para pengamat. Akan tetapi kemungkinan terkait dengan jadwal Pilpres Afghanistan yang dijadwalkan pada akhir bulan itu.

Hanya beberapa hari kemudian, Taliban mengadakan pembicaraan damai dengan utusan AS Zalmay Khalilzad di Qatar, di mana kelompok ekstremis itu memiliki kantor politik.

Sejauh ini, Taliban telah menolak untuk mengadakan pembicaraan langsung dengan pemerintah Afghanistan.

Sedangkan pembicaraan Afghanistan-ke-Afghanistan yang direncanakan awal tahun ini di Doha terhenti setelah kedua belah pihak tidak menyetujui pihak-pihak yang berpartisipasi.

Pejabat Taliban sebelumnya mengatakan kepada The Associated Press bahwa mereka ingin semua pasukan asing ditarik dalam waktu enam bulan. Sementara itu, Washington telah mendorong jangka waktu yang lebih lama dari satu tahun menjadi 18 bulan.

Dengan pelaporan oleh The Associated Press.

Aksi Protes Besar-besaran Warga Hong Kong Menyebar ke Tiongkok, Kendaraan Lapis Baja Dikerahkan ke Wuhan untuk Menindas Demonstran

Li Wei/ Dai Ming

Sementara aksi protes besar-besaran di Hong Kong digelar, aksi serupa kini telah menyebar ke daratan Tiongkok.  

Sejak Rabu (3/7/2019) malam, pihak berwenang komunis Tiongkok mengerahkan polisi bersenjata lengkap ke jalan-jalan di Wuhan. 

Aparat polisi itu menekan aksi protes massa di Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok. Banyak orang yang dipukul hingga berdarah.

Warga Hubei itu telah berhari-hari secara berturut-turut turun ke jalan memprotes pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga sampah skala besar oleh pemerintah daerah setempat. 

Warga di Wuhan itu, memboikot rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah pemerintah setempat, yang masih berlangsung hingga kini. 

Selama aksi protes, para pengunjuk rasa disambut dengan tindakan represif polisi. 

Pada malam 5 Juli 2019, tampak sejumlah tank militer komunis Tiongkok dikerahkan ke Yangluo, Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok.

Banyak netizen mengunggah video itu ke twitter. Dari video, tampak barisan sejumlah besar polisi bersenjata menuju ke arah gerombolan massa. 

Banyak orang diseret ke samping dan dipukul hingga berlumuran darah. Lebih mengejutkan lagi orang-orang merekam sejumlah tank melaju ke jalan-jalan di Wuhan. Tampaknya pejabat terkait ingin meningkatkan tekanan keras terhadap massa pengunjuk rasa.

Penduduk setempat mengambil gambar Tank melaju di jalan. (Istimewa)

Pada 5 Juli dini hari waktu setempat, ada warga yang merekam sejumlah besar tank Komunis Tiongkok ditempatkan di Yangluo, kota Wuhan. 

 Seperti diberitakan, sejumlah besar penduduk Yangluo turun ke jalan untuk menyelamatkan wilayah tempat tinggal mereka sejak 23 Juni 2019. 

Lebih dari 100 warga setempat berkumpul di Poly Yuanmengcheng, sebuah area perumahan di Wuhan, Tiongkok. Mereka mempertahankan hak mereka dan membagikan selebaran. Polisi yang telah mendapatkan info sebelumnya, menangkap lebih dari 20 orang dan baru dibebaskan pada hari berikutnya.

Pada 28 Juni, aksi protes meningkat. Puluhan ribu demonstran turun ke jalan meneriakkan slogan sambil membawa spanduk bertuliskan “Kembalikan lingkungan hijau kami, menolak polusi sampah” dan sebagainya. 

Ribuan petugas polisi kemudian melakukan pembersihan dengan kekerasan. Polisi tampak sengaja memukul kepala demonstran, tak peduli tua atau muda. Demonstran dipukul secara brutal dengan pentungan hingga berdarah dan dilarikan ke rumah sakit.

Selain itu, polisi juga menangkap orang-orang yang merekam video atau meneriakkan slogan-slogan. Beberapa demonstran lainnya berteriak, bebaskan orang-orang yang ditangkap. Tetapi polisi terus menangkap para pengunjuk rasa.

Saat itu, seluruh Yangluo street lumpuh. Beberapa netizen mengatakan bahwa hak hukum legal rakyat disebut  sebagai kerusuhan oleh pihak berwenang. Banyak wanita dan anak-anak di lokasi kejadian juga dipukuli hingga cedera serius dan bahkan ada yang pingsan.

Pasca aksi unjuk rasa pada hari itu, pemerintah daerah setempat menurunkan lebih banyak polisi dan polisi khusus. Mereka memblokir sinyal jaringan internet, agar kondisi terkait tidak tersebar keluar. Banyak netizen yang memposting ke Weibo, langsung dihapus.

Karena larangan komunis Tiongkok, mustahil bisa temukan informasi yang relevan di jaringan Tiongkok. 

Netizen Tiongkok tak kurang akal. Mereka memosting video langsung ke media sosial seperti Twitter, Facebook dan YouTube dengan cara menembus “tembok api” yakni sistem sensor Tiongkok. Situasi yang terjadi sebenarnya sontak mengejutkan netizen.

Video terkait menunjukkan jalan-jalan di Distrik Xinzhou, Wuhan, disesaki dengan ribuan massa. Para demonstran melakukan aksinya dari pagi hingga malam. Sejumlah besar polisi anti huru hara disiagakan di lokasi. 

Ada juga video yang menunjukkan massa demonstran duduk di depan barikade polisi, mencoba menghentikan langkah polisi bergerak maju. 

Sementara video lain menunjukkan polisi mengayunkan pentungan untuk membubarkan para demonstran.

 Protes terhadap pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah di Wuhan bertepatan dengan gelombang pawai akbar di Hong Kong, yang memprotes ordonansi pelanggar hukum dan menolak ekstradi ke Tiongkok  yang mengguncang Beijing.

Orang-orang Hong Kong hanya ingin demokrasi dan kebebasan. Aksi protes yang telah berlangsung selama hampir sebulan itu telah menjadi fokus perhatian internasional.

Pada saat yang sama, protes terhadap proyek pembangkit listrik tenaga sampah kini menyebar di seluruh pelosok negeri Tiongkok. 

Sejak 19 Juni 2019, puluhan ribu massa di Kota Yunfu, Kabupaten Yunan, Provinsi Guangdong terus berunjuk rasa, menentang pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah di Desa Mintang, kabupaten tersebut.

Proyek pembangkit listrik tenaga sampah yang sudah dua tahun di Kota Xiantao, Provinsi Hubei, baru-baru ini menjadi sasaran boikot besar-besaran masyarakat sebelum diuji coba pemda setempat. 

Serentetan masalah mulai dari Hong Kong sampai Guangdong hingga Hubei sekarang ini telah membuat komunis Tiongkok “sakit kepala”. (Jon/rp/asr)

Ratusan Warga Sipil Meninggal Ketika Rusia Serang Pemberontak di Suriah

0

ETIndonesia — Sedikitnya 544 warga sipil turut terbunuh, dan lebih dari 2.000 orang terluka sejak serangan militer yang dipimpin Rusia terhadap benteng pemberontak terakhir di Suriah barat laut. Serangan dimulai dua bulan lalu, kata kelompok-kelompok hak asasi dan penyelamat pada 6 Juli 2019.

Jet Rusia bergabung dengan tentara Suriah pada 26 April dalam serangan terbesar terhadap bagian-bagian provinsi Idlib yang dikuasai pemberontak dan berdampingan dengan provinsi Hama utara. Dalam eskalasi terbesar dalam perang antara Presiden Suriah Bashar al Assad dan musuh-musuhnya sejak musim panas lalu.

Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SNHR), yang memantau korban dan memberi pengarahan kepada berbagai lembaga PBB, mengatakan ada 544 warga sipil tewas dalam ratusan serangan yang dilakukan oleh jet Rusia dan tentara Suriah. Korban termasuk 130 anak-anak. Sebanyak 2.117 orang lainnya terluka.

“Militer Rusia dan sekutu Suriahnya sengaja menargetkan warga sipil dengan sejumlah fasilitas medis yang dibom,” kata Fadel Abdul Ghany, ketua SNHR, kepada Reuters.

Rusia dan sekutu Suriahnya menyangkal jet-jet mereka mengenai wilayah sipil tanpa pandang bulu dengan amunisi beruntun dan senjata pembakar, yang menurut penduduk di daerah oposisi dimaksudkan untuk melumpuhkan kehidupan sehari-hari.

Moskow mengatakan pasukannya dan tentara Suriah menangkis serangan teror oleh para teroris Al Qaeda yang menurut mereka menghantam penduduk, daerah-daerah yang dikuasai pemerintah, dan menuduh pemberontak merusak perjanjian gencatan senjata yang disepakati tahun lalu antara Turki dan Rusia.

Bulan lalu, Human Rights Watch yang bermarkas di AS mengatakan operasi militer gabungan Rusia-Suriah telah menggunakan munisi tandan dan senjata pembakar dalam serangan itu, bersama dengan senjata peledak besar yang dijatuhkan dari udara dengan efek luas di wilayah-wilayah sipil berpenduduk, berdasarkan laporan oleh para responden pertama dan saksi.

Penduduk dan penyelamat mengatakan operasi militer dua bulan itu telah meninggalkan puluhan desa dan kota menjadi reruntuhan. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, setidaknya 300.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka demi keamanan, pada daerah yang lebih dekat ke perbatasan dengan Turki.

“Seluruh desa dan kota telah dikosongkan,” kata juru bicara Pertahanan Sipil yang berpusat di Idlib, Ahmad al Sheikho.

Dia mengatakan itu adalah operasi militer yang paling merusak terhadap provinsi Idlib sejak sepenuhnya jatuh ke tangan militer oposisi pada pertengahan 2015.

Pada 5 Juli, 15 orang, termasuk anak-anak, tewas di desa Mhambil di provinsi Idlib barat setelah helikopter tentara Suriah menjatuhkan bom barel pada sejumlah warga sipil, kata kelompok pertahanan sipil dan saksi mata.

Kepala 11 organisasi kemanusiaan global utama memperingatkan pada akhir bulan lalu bahwa Idlib berada di ambang bencana, dengan 3 juta jiwa warga sipil terancam, termasuk 1 juta anak-anak.

“Terlalu banyak yang telah mati. Dan bahkan perang memiliki undang-undang,” mereka menyatakan, dalam menanggapi berbagai serangan oleh pasukan pemerintah dan sekutu mereka di rumah sakit, sekolah, dan pasar.

Pada 4 Juli, serangan udara ke rumah sakit Kafr Nabl menjadikannya fasilitas ke-30 yang dibom selama operasi militer. Sehingga ratusan ribu orang tidak memiliki akses medis, menurut kelompok bantuan.

“Membom fasilitas medis ini dan menghancurkan layanan dalam waktu kurang dari dua bulan bukanlah kecelakaan. Mari kita sebut ini apa adanya, kejahatan perang,” Dr. Khaula Sawah, wakil presiden Serikat Perawatan Medis dan Organisasi Bantuan yang berbasis di AS, yang menyediakan bantuan di barat laut, mengatakan dalam sebuah pernyataan. (Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Warga Hong Kong Apresiasi Liputan Epoch Times untuk Aksi Penolakan RUU Ekstradisi

Nicole Hao – The Epochtimes

Aksi Protes yang sedang berlangsung terhadap RUU ekstradisi  kontroversial di Hong Kong adalah gerakan sosial terbesar yang pernah ada di kota itu.

Jika disahkan, RUU itu memungkinkan Komunis Tiongkok untuk mencari ekstradisi dari tersangka kriminal yang diinginkan. Bahkan, banyak yang khawatir bahwa proposal itu akan memungkinkan rezim Komunis Tiongkok untuk menghukum para pengkritiknya atas tuduhan yang dibuat-buat.

Epoch Times Hong Kong telah melaporkan perkembangan terbaru tanpa henti.

“The Epoch Times adalah media terbaik dalam melaporkan tentang RUU ekstradisi dan acara terkait,” kata bankir senior dan profesor universitas Hong Kong, Ng Ming Tak, kepada The Epoch Times Hong Kong dalam wawancara 5 Juli.

“Kalian telah mencurahkan banyak sumber daya dan staf profesional untuk melaporkan berita dari berbagai sudut pandang, termasuk politik, ekonomi, mata pencaharian masyarakat, masyarakat, budaya, dan bahkan agama. Anda menyajikan semua fakta di depan pembaca dan mereka dapat melihat apa yang sebenarnya dan menganalisanya sendiri, ” ujarnya.

Kecenderungan media massa di Hong Kong kini semakin didominasi oleh media pro-Komunis Tiongkok atau pro-kemapanan.

Misalnya, pada tanggal 12 Juni, polisi Hong Kong menembakkan gas air mata dan peluru karet,  untuk membubarkan kerumunan pengunjuk rasa yang berkumpul di kompleks pemerintah. 

Keesokan harinya, halaman depan tiga surat kabar utama pro-Beijing Hong Kong, Wen Wei Po, Ta Kung Pao, dan Hong Kong Commercial Daily, semuanya menyebut pengunjuk rasa damai yang sebagian besar tidak bersenjata sebagai “perusuh yang menyerang Hong Kong.”

The Epoch Times tetap menjadi salah satu dari beberapa media independen di kota Hong Kong.

“Saya percaya bahwa semakin banyak media Hong Kong dikendalikan oleh pasukan pro-Beijing, dan semakin sedikit suara independen yang dapat terdengar,” kata Simon Lau Sai Leung, seorang reporter senior, mengatakan kepada The Epoch Times pada 5 Juli.“Epochtimes adalah media independen yang melaporkan berita dari sudut pandang warga Hongkong, ” kata Simon. 

Baru-baru ini, pada hari peringatan penyerahan Hong Kong dari Inggris ke kedaulatan Tiongkok pada tanggal 1 Juli, secara bersamaan digelar pawai damai yang diikuti oleh sekitar 550.000 peserta. Termasuk aksi massa mengelilingi gedung legislatif serta ratusan pengunjuk rasa mengeruduk gedung parlemen pada sore hari.

Keesokan harinya, halaman depan sebagian besar surat kabar Hong Kong hanya memilih untuk fokus soal menggeruduk Gedung parlemen. Ketika itu, hanya  Epoch Times yang melaporkan di halaman depan untuk demonstrasi damai.

“550.000 warga Hongkong berpawai menentang RUU ekstradisi adalah acara paling penting pada hari itu. Beberapa pemrotes yang masuk ke legislatif mengalihkan perhatian dari seluruh aksi protes. Tetapi saya tahu apa yang harus saya fokuskan,” kata Ng Min Tak.

Tepat waktu dan Tujuan Pelaporan

Sejak warga Hong Kong mulai memprotes RUU ekstradisi, wartawan The Epoch Times Hong Kong telah mencurahkan banyak waktu untuk membahas topik tersebut.

“Pada saat ini, sangat berarti bahwa The Epoch Times ada di Hong Kong,” kata Kwok Kwan, Presiden Epoch Times Hong Kong.

“Wartawan kami telah bekerja sangat keras dan jarang tidur selama beberapa minggu ini. Saat melaporkan tentang polisi membubarkan pengunjuk rasa yang mengeruduk badan legislatif pada 12 Juni, beberapa wartawan kami juga terkena semprotan merica,” tambah Kwok.

The Epoch Times juga menyiarkan secara langsung aksi satu juta pawai akbar pada 9 Juni lalu. Serta aksi hampir dua juta warga Hongkong yang menggelar aksi pada 16 Juni lalu.

Pada 1 Juli,  Epoch Times menyiarkan secara langsung lebih dari 24 jam, dimulai dengan pawai, kemudian pengerudukan. Liputan terdiri sejak saat pengunjuk rasa berulang kali membobol pintu kaca dengan peralatan yang berbeda, sampai mereka masuk dan menyerbu masuk Gedung Parlemen.

Pada pukul 4 pagi itu, ketika pejabat tinggi Hong Kong Carrie Lam mengadakan konferensi pers untuk mengatasi pengepungan, Epoch Times juga menyiarkan secara langsung.

Kantor Epochtimes berbeda di seluruh dunia juga bekerja sama dengan Epochtimes Hong Kong untuk menyediakan liputan yang lebih lengkap tentang masalah ini. Misalnya, wartawan dari berbagai negara mewawancarai pejabat, ekonom, dan komentator lokal mereka untuk menganalisis situasi politik dan dampaknya.

“Setelah jutaan protes warga, Epoch Times mewawancarai banyak pejabat Amerika. Suara keprihatinan dan dukungan mereka mendorong warga Hong kong,” kata Kwok.

Komitemn selama 18 Tahun

Pada tahun 2001, Epoch Times mulai memproduksi koran berbahasa Mandarin. Mulai dari  dua mingguan hingga kertas mingguan, Epoch Times setempat terbit setiap hari pada Januari 2005.

“Kami telah menjaga kota ini selama hampir 20 tahun dengan melaporkan kebenaran dan tidak pernah menyerah,” kata Kwok.

Kwok telah bekerja di industri media selama lebih dari 30 tahun, dimulai sebagai wartawan selama masa British Hong Kong. Setelah menyaksikan begitu banyak perubahan di Hong Kong, ia menyadari betapa pentingnya bagi media untuk meliput perubahan itu dengan jujur.

The Epoch Times terus meliput bagaimana Komunis Tiongkok telah ikut campur dalam urusan Hong Kong sejak penyerahan pada tahun 1997. Selain itu, bagaimana komunis Tiongkok melanggar janjinya untuk menjaga otonomi dan kebebasan Hong Kong di bawah model “satu negara, dua sistem”.

Untuk pelaporan semacam itu, The Epoch Times telah menerima ancaman dan gangguan dari organisasi pro-Komunis Tiongkok setempat.

“Kami hampir tidak dapat menemukan percetakan yang berani mencetak kertas kami. Karyawan kami diikuti oleh mata-mata Komunis Tiongkok, dan keamanan pribadi mereka diancam. Klien kami juga diancam oleh otoritas Komunis Tiongkok. Pemilik tempat konferensi yang telah kami pesan membatalkan kontrak kami setelah ditekan oleh rezim Komunis Tiongkok,” kata Kwok.Pada malam 28 Februari 2006 silam, empat pria masuk ke percetakan Epoch Times Hong Kong dan menghancurkan printer yang baru dibeli bernilai lebih dari satu juta dolar Hong Kong. 

Pada 30 Mei 2013, mesin cetak Epoch Times Hong Kong kembali mengalami penyerangan. Sampai sekarang, polisi Hong Kong belum menemukan para tersangka.

Laporan 2006 tentang kebebasan pers oleh Reporters Without Borders mencatat insiden ketika karyawan Epoch Times Hong Kong menerima kiriman paket bom.

Pujian Warga Hongkong

Sebelumnya sudah banyak warga Hongkong terkemuka memuji komitmen The Epoch Times untuk menyajikan laporan yang jujur.

“Sangat sulit untuk menemukan outlet media yang memiliki hati nurani dan telah cukup berani untuk melaporkan kebenaran selama bertahun-tahun di Hong Kong,” kata mantan anggota parlemen Lam Wing Yin dalam wawancara Desember 2015.

Apresiasi serupa disampaikan oleh mantan Kardinal Hongkong. “Anda adalah model bagi warga Hongkong yang masih ingin memiliki pendapat independen,” kata mantan Kardinal Hong Kong Joseph Zen Ze-kiun dalam wawancara Maret 2016 lalu.

Liputan The Epoch Times melampaui urusan lokal

The Epoch Times memiliki koneksi dengan banyak orang dalam tingkat senior di daratan Tiongkok. Ini telah melaporkan beberapa kejadian lebih awal dari outlet media lainnya. Misalnya, pencopotan Wang Lijun dan Bo Xilai, kemudian pencopotan Xu Caihou. ”   

Untuk diketahui Xu Caihou adalah mantan wakil ketua Komisi Militer Pusat Tiongkok, agen Partai tertinggi Komunis Tiongkok yang bertanggung jawab atas militer.

Joseph Cheng Yu-shek, profesor ilmu politik di City University of Hong Kong, pernah menggambarkan The Epoch Times sebagai : “The Epoch Times menganut semangat kejujuran.” 

(asr)

Amerika Berusaha Akhiri Perselisihan Trans-Atlantik yang Libatkan Airbus

0

ETIndonesia – Pemerintahan Donald Trump meningkatkan tekanan pada Uni Eropa. Tekanan AS muncul sebagai upaya mengakhiri perjuangan guna menghentikan subsidi panjang Uni-Eropa yang melibatkan pembuat pesawat terbesar di dunia, Airbus.

Perwakilan Dagang AS (USTR) minggu lalu mengusulkan potensi tarif tambahan untuk barang-barang dari UE hingga sebesar 4 miliar dolar AS. Rencana tarif Amerika ini sebagai tanggapan atas subsidi blok Eropa untuk pabrikan pesawat terbang Eropa, Airbus. Angka ini lebih tinggi dari daftar pendahuluan yang diumumkan oleh USTR pada bulan April 2019 lalu.

Para kritikus berpendapat bahwa langkah itu akan meningkatkan ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan UE. Namun, tarif terhadap subsidi pesawat UE telah lama tertunda dan sejalan dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menurut USTR.

Amerika Serikat telah lama berargumen bahwa UE, terutama Prancis, Jerman, Spanyol, dan Inggris, membantu Airbus yang disubsidi secara tidak adil. Subsidi itu menempatkan Boeing pada posisi yang tidak menguntungkan dalam persaingan.

Perselisihan itu terjadi pada tahun 1985, ketika Amerika Serikat mulai meningkatkan kekhawatiran tentang subsidi yang diberikan kepada Airbus. Pada Juli 1992, Amerika Serikat dan Eropa mencapai kesepakatan yang membatasi bantuan pemerintah untuk pengembangan program pesawat baru hingga 33 persen dari total biaya pengembangan proyek.

Namun, Washington kemudian mengklaim bahwa UE tidak memenuhi perjanjian bilateral tersebut, dan mengajukan kasus tersebut ke WTO pada 2004. WTO menyimpulkan pada 2011 bahwa Eropa memberikan Airbus hingga 18 miliar dolar AS dalam bentuk subsidi dari 1968 hingga 2006.

WTO menemukan bahwa apa yang disebut subsidi ‘bantuan peluncuran’, khususnya, menyebabkan Boeing kehilangan penjualan lebih dari 300 pesawat secara global, menurut USTR. ‘Bantuan peluncuran’ adalah subsidi terbesar dan paling berdampak, yang memungkinkan Airbus mendapatkan pinjaman bersubsidi tinggi untuk pengembangan produk baru.

Uni Eropa melakukan penyesuaian terhadap subsidi pesawat setelah keputusan WTO. Namun, WTO memutuskan tahun lalu bahwa ada pelanggaran tambahan, yang telah menyebabkan Amerika Serikat menyiapkan tindakan balasan.

“Kasus ini telah dalam proses pengadilan selama 14 tahun, dan sudah saatnya untuk bertindak. Pemerintah (AS) sedang bersiap untuk merespons, segera ketika WTO mengeluarkan temuannya tentang nilai tindakan balasan AS,” tulis Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthizer dalam sebuah pernyataan pada 8 April 2019.

Amerika Serikat mengklaim kehilangan 11 miliar dolar AS setiap tahun karena subsidi UE untuk Airbus, menurut perkiraan USTR. Namun, jumlah ini tunduk pada putusan dari WTO, yang diperkirakan akan keluar dalam beberapa bulan ke depan.

Menurut Boeing, karena subsidi, Airbus telah menguasai 50 persen pasar pesawat komersial besar.

“Tidak ada lagi banding yang tersisa bagi UE untuk dikejar,” tulis perusahaan itu di situs webnya. “Sekarang mulai proses bagi Amerika Serikat untuk memaksakan miliaran dolar dalam sanksi yang disetujui WTO, yang seharusnya diberlakukan tahun ini.”

USTR merilis pada April, daftar awal barang UE yang akan dikenakan kenaikan tarif. Daftar awal memiliki lebih dari 300 produk, termasuk pesawat komersial besar, sepeda motor, produk susu, dan anggur. Dan minggu lalu, badan itu menambahkan 89 barang lagi, termasuk zaitun, keju Italia, dan wiski Scotch, ke dalam daftar produk yang akan dikenai tarif, setelah putusan WTO dikeluarkan.

Dalam perselisihan selama 14 tahun, UE juga menuduh Amerika Serikat secara ilegal memberi subsidi kepada Boeing. Uni Eropa membawa kasus kontra terhadap Amerika Serikat di WTO, mengklaim bahwa Boeing menerima 23 miliar dolar AS dalam subsidi tidak langsung melalui NASA dan kontrak Departemen Pertahanan untuk proyek-proyek penelitian dan pengembangan. UE sekaligus menggugat keringanan pajak federal, negara bagian dan lokal, dan dukungan pemerintah untuk infrastruktur yang diterima oleh Boeing.

Menurut analis Citi, sulit untuk membandingkan subsidi untuk menentukan siapa yang menyediakan lebih banyak.

“Uni Eropa memberikan pinjaman, yang dimaksudkan untuk dibayar kembali, sedangkan Amerika Serikat memberikan bentuk subsidi lain. Dan karenanya, jumlah nominal tidak dapat dibandingkan untuk menentukan pihak mana yang memberi lebih banyak dan berapa banyak yang ‘liar’,” sebuah laporan Citi menyatakan.

“Kami berharap bahwa jika Amerika Serikat meneruskan tarif ini, UE akan mengenakan tarif tandingan,” tulis para analis, seraya menambahkan bahwa Airbus mungkin akhirnya menjual lebih sedikit pesawat ke Amerika Serikat sebagai hasil dari perang tarif terbaru. (EMEL AKAN/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

PM Petahana Yunani Dikalahkan Partai Konservatif

0

ETIndonesia — Partai Oposisi beraliran konservatif Yunani kembali berkuasa dengan kemenangan besar dalam pemilihan umum pada hari Minggu (7/7/2019) waktu setempat. Perdana Menteri terpilih Kyriakos Mitsotakis mengatakan kini memiliki mandat yang jelas untuk perubahan. Dia menjanjikan lebih banyak investasi dan memotong pajak.

Kemenangan itu muncul didorong oleh kelelahan dengan bertahun-tahun pengetatan keuangan yang diberlakukan anggota Uni Eropa itu. Serta dikombinasikan dengan pengangguran yang tinggi, setelah negara itu hampir keluar dari zona euro pada puncak kesulitan keuangannya pada 2015.

Partai Demokrasi Baru yang beraliran Konservatif memimpin 39,6 persen suara berdasarkan 73 persen suara yang telah dihitung. Versus 31,6 persen untuk partai Perdana Menteri beraliran sayap kiri, Alexis Tsipras ‘Syriza, kata kementerian dalam negeri ketika merilis data resmi hasil pemilu.

Exit Pool, atau jajak pendapat berdasarkan pengakuan dari pemilih yang keluar dari TPS, menunjukkan Demokrasi Baru menang antara 155 hingga 167 kursi pada parlemen yang beranggotakan 300 kursi. Mereka mengambil keuntungan dari sistem pemilihan yang memberikan kursi bonus kepada pemenang pemilu.

Mitsotakis mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi, bahwa hasil pemilu memberinya mandat yang kuat dan jelas untuk mengubah Yunani.

“Saya berkomitmen untuk pajak yang lebih sedikit, banyak investasi, untuk pekerjaan yang baik dan baru, dan pertumbuhan yang akan membawa gaji yang lebih baik dan pensiun yang lebih tinggi dalam keadaan efisien,” kata Mitsotakis.

Tsipras mengakui kekalahan dan mengatakan bahwa dia sudah menelepon Mitsotakis untuk memberi selamat kepada kompetitornya.

“Warga telah membuat pilihan mereka. Kami sepenuhnya menghormati pemilihan umum,” kata Tsipras dalam sebuah pidato dari pusat Athena.

Tsipras mengatakan dia menghormati kehendak rakyat Yunani.

Perdana Menteri Yunani yang juga pemimpin partai sayap kiri, Syriza Alexis Tsipras menyambut seorang pendukung setelah menyampaikan pidato di Zappeion Hall, setelah pemilihan umum di Athena, Yunani, pada 7 Juli 2019. (Foto : Alkis Konstantinidis/Reuters/The Epoch Times)

“Hari ini, dengan kepala tegak, kami menerima vonis rakyat. Untuk membawa Yunani ke tempat sekarang ini, kami harus mengambil keputusan yang sulit (dengan) biaya politik yang besar,” katanya kepada wartawan.

Tsipras mengambil alih kekuasaan dari kelompok konservatif pada 2015, karena Yunani berada di puncak krisis keuangan yang telah menghancurkan negara itu sejak 2010. Awalnya, dia bersumpah untuk menentang penghematan yang lebih dalam. Namun, Dia dipaksa menandatangani bailout lain beberapa bulan setelah pemilihannya, sebuah keputusan yang membuat pemilih meninggalkannya.

Penyerahan kekuasaan akan berlangsung pada hari Senin (8/7/2019) waktu setempat, setelah Mitsotakis bersumpah sebagai Perdana Menteri baru.

Jajak pendapat hari Minggu adalah pemilihan nasional pertama sejak negara mengabaikan pengawasan ketat oleh mitra Eropa yang meminjamkan miliaran Yunani dalam tiga dana talangan.

Mitsotakis, 51, memegang kemudi ‘Demokrasi Baru’ sejak 2016. Meskipun Dia dianggap sebagai liberal, partainya juga melindungi anggota dengan pandangan sayap kanan yang lebih banyak.

Golden Dawn, pengkritik partai sayap kanan ekstrem yang dituduh memiliki simpati neo-Nazi, kehilangan pijakan yang signifikan dengan hasil awal yang menunjukkan kemungkinan tidak mencapai ambang 3 persen di parlemen.

“Alasan dasar (untuk hasil pemilu) adalah ekonomi,” kata analis Theodore Couloumbis. “Dalam 4,5 tahun terakhir orang tidak melihat peningkatan, sebaliknya ada pemotongan gaji dan pensiun,” katanya.

Fokus politik Yunani sekarang beralih ke pilihan Mitsotakis untuk kementerian ekonomi utama, seperti menteri keuangan, menteri energi, dan juga menteri pembangunan, dan urusan luar negeri. Dia sangat tertutup pada pilihan atau rencana menterinya dalam kampanye.

Mitsotakis akan mewarisi ekonomi yang tumbuh pada tingkat yang moderat, pada laju tahunan 1,3 persen pada kuartal pertama, dan keuangan publik yang mungkin gagal memenuhi target yang disepakati dengan pemberi pinjaman resmi.

Bank of Greece memproyeksikan bahwa target surplus primer 3,5 persen dari PDB yang tidak termasuk pengeluaran untuk pembayaran utang kemungkinan besar akan terlewatkan tahun ini dan hanya mencapai 2,9 persen dari output ekonomi.

Dengan Yunani yang masih tertantang oleh utangnya, sikap kebijakan fiskal pemerintah baru akan diawasi dengan ketat.

Ujian sesungguhnya bagi pemerintah baru adalah penyusunan anggaran tahun depan, dengan Mitsotakis diharapkan untuk menguraikan garis besar dalam kebijakan ekonomi tradisional di Thessaloniki pada bulan September 2019.

“Saya ingin pemerintah yang akan dipilih untuk melakukan yang terbaik untuk orang-orang, yang lapar,” kata pensiunan Christos Mpekos, 69. “Untuk memberikan pekerjaan kepada kaum muda sehingga mereka tidak pergi (ke luar negeri).”

Tsipras mengatakan bahwa para pemilih untuk Mitsotakis akan pergi ke lembaga politik, yang memaksa Yunani ke ujung jurang di tempat pertama.

Namun, Dia juga telah dikritik habis-habisan karena salah urus, dalam mengelola krisis dan karena menjadi perantara kesepakatan yang sangat tidak populer untuk mengakhiri perselisihan terkait nama bagi negara tetangga mereka, Makedonia Utara.

Yunani menyelesaikan program penyesuaian ekonomi terakhir pada 2018 tetapi tetap di bawah pengawasan dari pemberi pinjaman untuk memastikan tidak ada penurunan fiskal di masa depan. Sementara pertumbuhan ekonomi telah kembali, pengangguran Yunani sebesar 18 persen adalah yang tertinggi di zona euro.

Demokrasi Baru telah berjanji untuk berinvestasi dalam menciptakan lapangan kerja yang dibayar dengan manfaat yang layak. Dia juga berjanji untuk bersikap keras terhadap kejahatan di beberapa lingkungan Athena di mana ada gerakan anti kemapanan yang kuat.

Di sebuah kawasan tersebut, para aktivis menyerbu sebuah tempat pemungutan suara dan kabur dengan membawa sebuah kotak suara. (Reuters dan The Associated Press/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Supertanker Minyak Iran Terkait Suriah Ditahan Otoritas Gibraltar Inggris

0

ETIndonesia — Otoritas di Gibraltar mengatakan mereka mencegat dan menahan kapal super-tanker milik Iran pada Kamis, 4 Juli 2019. Kapal itu diyakini melanggar sanksi Uni Eropa dengan membawa pengiriman minyak mentah milik Teheran ke Suriah, yang sedang dilanda perang.

Seorang pejabat senior Spanyol mengatakan operasi itu diminta oleh Amerika Serikat. Kantor berita IRNA yang dikelola pemerintah Iran menyebut insiden itu adalah ‘penyitaan ilegal sebuah kapal tanker minyak Iran’.

“Aparat Pelabuhan Gibraltar dan lembaga penegak hukum, dibantu oleh Royal Marines Inggris, naik ke Grace 1 pada Kamis pagi pekan lalu,” kata pihak berwenang di wilayah-seberang, milik Inggris, di ujung wilayah Spanyol itu, dalam sebuah pernyataan.

Dia menambahkan bahwa kapal itu diyakini sedang menuju ke Kilang Baniya di Suriah. Sebuah fasilitas milik pemerintah di bawah kendali Presiden Suriah Bashar Assad dan tunduk pada Rezim Sanksi Suriah yang diterapkan oleh Uni Eropa.

Uni Eropa dan beberapa negara lainnya telah menjatuhkan sanksi pada pemerintah Assad atas tudingan ‘penumpasan-berkelanjutan’ terhadap warga sipil. Mereka saat ini menargetkan embargo ekonomi terhadap 270 orang dan 70 entitas.

Menteri luar negeri sementara Spanyol, Josep Borrell, mengatakan kapal tanker raksasa itu dihentikan oleh otoritas Inggris setelah adanya permintaan dari Amerika Serikat.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi mengatakan dalam sebuah tweet bahwa Duta Besar Inggris Rob Macaire dipanggil atas ‘intersepsi ilegal’ atas kapal itu. Mousavi kemudian menyebut penyitaan kapal itu ‘aneh dan merusak’.

“Ini dapat menyebabkan peningkatan ketegangan di wilayah ini,” katanya dalam wawancara telepon langsung di televisi pemerintah, pekan lalu.

Penasihat keamanan nasional AS, John Bolton berkicau di Twitter, bahwa penyitaan kapal itu adalah ‘berita bagus’.

“Amerika & sekutu kita akan terus mencegah rezim di Teheran & Damaskus mengambil untung dari perdagangan ilegal ini,” tambah Bolton.

Di Madrid, Borrell mengatakan kepada wartawan bahwa Spanyol sedang menilai implikasi operasi karena penahanan terjadi di perairan yang dianggap spanyol adalah miliknya.

Inggris menegaskan Gibraltar adalah bagian dari Britania Raya. Akan tetapi, Spanyol berpendapat bahwa itu bukan milik Inggris, dan operasi kapal tanker itu berisiko menyinggung Spanyol.

“Kami melihat bagaimana ini (operasi) mempengaruhi kedaulatan kami,” kata Borrell, yang dinominasikan awal minggu ini untuk menjadi kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa.

Otoritas Gibraltar tidak mengkonfirmasi asal dari muatan kapal. Namun, Lloyd’s List, sebuah publikasi yang berspesialisasi dalam urusan maritim, melaporkan bahwa kapal raksasa berbendera Panama itu sarat dengan minyak Iran.

“Menurut data di AS, kapal tersebut dimiliki oleh Grace Tankers Ltd. yang berbasis di Singapura. Kapal itu kemungkinan membawa lebih dari 2 juta barel minyak mentah Iran, kata perusahaan data Refinitv. Data pelacakan menunjukkan bahwa kapal tanker melakukan perjalanan lambat di sekitar ujung selatan Afrika sebelum mencapai Mediterania,” tulis majalah itu.

Sebuah kapal Marinir Kerajaan Inggris berlayar menuju kapal tanker-super Grace 1 di wilayah Inggris Gibraltar, pada 4 Juli 2019. (Foto : Marcos Moreno/AP/The Epoch Times)

Penahanan kapal tanker itu terjadi pada waktu yang sangat sensitif, ketika ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran meningkat karena diakhirinya kesepakatan nuklir 2015 secara sepihak oleh AS.

Dalam beberapa hari terakhir, Iran telah melampaui batas kesepakatan yang dimasukkan dalam persediaan uranium yang ‘diperkaya-rendah’ dan berencana untuk terus meningkatkan pengayaan uraniumnya. Sementara itu, tanker minyak di dekat Selat Hormuz telah menjadi sasaran serangan misterius ketika pemberontak yang didukung Iran di Yaman meluncurkan drone yang sarat bom ke Arab Saudi.

Amerika Serikat telah mengerahkan ribuan tentara tambahan, kapal induk, pesawat bomber B-52, dan pesawat tempur F-22 ke wilayah tersebut. Kebijakan yang menimbulkan kekhawatiran akan salah perhitungan yang memicu konflik yang lebih luas. Bulan lalu Iran menembak jatuh pesawat pengintai AS, yang semakin menambah ketakutan akan potensi perang.

Menteri Intelijen Iran mengatakan pada hari Kamis bahwa setiap negosiasi dengan Amerika Serikat harus disetujui oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dan akan membutuhkan pencabutan sanksi AS. Khamenei sampai sekarang mengesampingkan pembicaraan dengan AS, mengatakan bahwa Washington tidak dapat dipercaya.

Pada hari Kamis, kantor berita resmi IRNA mengutip Menteri Informasi Mahmoud Alavi mengatakan jika pemimpin tertinggi mengizinkan, negosiasi antara Iran dan Amerika Serikat akan diadakan. Namun dia menambahkan, bahwa Teheran tidak akan bernegosiasi di bawah tekanan.

Tidak ada reaksi langsung terhadap penahanan kapal tanker itu dari Suriah, yang telah menderita kelangkaan bahan bakar akibat perang saudara dan sanksi Barat yang telah melumpuhkan industri minyak negara itu. Padahal industri bahan bakar pernah menjadi sumber dari 20 persen pendapatan pemerintah.

Iran, yang telah memberikan dukungan militer yang penting kepada Assad, memperpanjang batas kredit $ 3 miliar untuk pasokan minyak mulai tahun 2013. Akan tetapi, bantuan Iran berkurang ketika Washington memulihkan kebijakan sanksi keras. Pada bulan November, Departemen Keuangan AS menambahkan jaringan perusahaan Rusia dan Iran ke dalam daftar hitam pengiriman minyak ke Suriah dan memperingatkan adanya ‘risiko signifikan’ bagi mereka yang melanggar sanksi.

Fabian Picardo, Kepala Menteri Gibraltar, yang di masa lalu telah menjadi pelabuhan transit untuk pengiriman energi untuk pembeli yang tidak dikenal, mengatakan sudah memberi tahu UE tentang perkembangan penahanan.

Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Inggris menyambut ‘tindakan tegas’ oleh pihak berwenang di Gibraltar. (THE ASSOCIATED PRESS/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

HP, Dell, Microsoft dan Nintendo Ingin Kabur dari Tiongkok

0

Nikkei Asian Review/Reuters

Epochtimes.id- Sejumlah perusahaan teknologi besar yang berbasis di AS berencana untuk menggeser produksinya secara besar-besaran dari Tiongkok. Relokasi ini didorong oleh perang perdagangan yang pahit antara Washington dan Beijing.

Laporan ini dikonfirmasi oleh Media Jepang, Nikkei Asian Review pada Rabu 3 Juli lalu mengutip sumber-sumber terkait.

Nikkei melaporkan produsen komputer HP Inc dan Dell Technologies berencana untuk merelokasi hingga 30 persen dari produksi notebook mereka dari Tiongkok, menurut sumber itu kepada Nikkei.

HP dan Dell adalah pembuat komputer pribadi No. 1 dan No. 3 di dunia yang bersama-sama menguasai sekitar 40% dari pasar global.

Sedangkan Microsoft Corp, Alphabet Inc, Amazon.com Inc, Sony Corp, dan Nintendo Co Ltd, juga sedang mempertimbangkan untuk memindahkan beberapa konsol game dan pembuatan speaker pintar mereka ke luar negeri.

Microsoft, Google, Amazon, Sony dan Nintendo juga berencana untuk memindahkan beberapa konsol game dan pembuatan speaker pintar mereka ke luar negeri, kata beberapa sumber kepada Nikkei Asian Review.

Pembuat PC terkemuka lainnya seperti Lenovo Group, Acer dan Asustek Computer juga mengevaluasi rencana untuk memindahkan produksi mereka, menurut orang yang akrab dengan masalah tersebut.

Keputusan oleh beberapa merek komputer dan konsol game terbesar di dunia untuk mengalihkan produksi mereka – terutama produk yang ditujukan untuk Amerika Serikat – mengikuti tinjauan manufaktur oleh perusahaan teknologi lainnya. Apple sedang menjajaki implikasi biaya pergerakkan hingga 30% dari produksi smartphone-nya dalam laporan Nikkei bulan lalu.

Adapun produsen server, produksen networking, dan beberapa komponen elektronik utama sedang bergeser dari Tiongkok, sering atas permintaan pelanggan Amerika Serikat. Langkah itu akan menjadi pukulan bagi ekspor elektronik Tiongkok, yang telah mendukung pertumbuhan selama beberapa dekade di negara itu.

Laporan menyebutkan, total impor dan ekspor Tiongkok di segmen elektronik melonjak 136 kali menjadi $ 1,35 triliun pada 2017 dari hanya lebih dari $ 10 miliar pada tahun 1991, menurut penyedia data Tiongkok, QianZhan.

Namun, banyak perusahaan teknologi telah terpukul oleh konflik perdagangan. Mereka terkena imbasnya dengan tarif senilai $ 250 miliar ke AS.  Produsen server pusat data utama – Quanta Computer, Foxconn Technology dan Inventec – semuanya telah memindahkan beberapa produksi dari Tiongkok ke Taiwan, Meksiko dan Republik Ceko. Relokasi ini bertujuan  menghindari ancaman tarif tambahan. Selain itu, meredakan kekhawatiran pelanggan atas klaim potensi risiko keamanan oleh Amerika Serikat.

“Setelah tarif barang Tiongkok mulai berlaku pada 24 September, kami mulai memproduksi dan mengirimkan server di luar Tiongkok mulai Oktober,” kata seorang eksekutif produsen server Taiwan kepada Nikkei.

Langkah ini memicu kekhawatiran atas kehilangan pekerjaan di Tiongkok dan pertumbuhan ekonomi di negara itu.  

HP dan Dell, yang bersama-sama mengirimkan sekitar 70 juta notebook secara global tahun lalu. Sebagian besar perusahaan ini membuat komputer  di Chongqing dan Kunshan, dua kelompok produksi laptop terbesar di dunia.

Notebook, pengiriman global yang melebihi 160 juta unit, adalah gadget elektronik konsumen terbesar kedua di dunia berdasarkan volume setelah 1,4 miliar unit smartphone.

Tetapi Chongqing, yang pernah memproduksi satu dari setiap tiga laptop di dunia, kehilangan kejayaannya dengan produsen global. Seorang pejabat pemerintah setempat kepada Nikkei mengatakan bahwa HP telah menurunkan perkiraan produksinya pada Tahun 2019 . Kini hanya kurang dari 10 juta laptop, kira-kira setengah dari produksinya dua tahun lalu.

“Biaya produksi Tiongkok yang meningkat telah menyebabkan penurunan pesanan global,” kata pejabat itu.

HP telah menyusun rencana untuk memindahkan sekitar 20% hingga 30% produksi di luar Tiongkok, dua sumber yang mengetahui masalah ini mengatakan kepada Nikkei.

Perusahaan itu sedang mencari untuk secara bertahap membangun rantai pasokan baru di Thailand atau Taiwan. Pergeseran produksi bisa dimulai pada awal kuartal Juli-September tetapi masih dapat berubah, kata seorang sumber.

Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping melakukan gencatan senjata pada KTT G-20 akhir pekan lalu di Jepang. 

Pertemuan itu membuka jalan untuk memulai kembali pembicaraan perdagangan setelah berbulan-bulan menemui jalan buntu.

Namun, perusahaan-perusahaan besar itu tidak mungkin mengubah rencana mereka. Ini terkait memindahkan sebagian produksi mereka dari Tiongkok.  Dikarenakan mereka menghadapi biaya operasional yang lebih tinggi di Tiongkok.

Pada bulan Juni, Apple Inc meminta pemasok utama untuk menilai implikasi biaya dari memindahkan 15 persen hingga 30 persen dari kapasitas produksi mereka dari Tiongkok  ke Asia Tenggara.

Hal demikian, bersamaan ketika mereka bersiap untuk merestrukturisasi rantai pasokan seperti diungkapkan Nikkei bulan lalu. (asr)

Gempa 7,1 di Ternate, Peringatan Dini Tsunami di Sulut dan Maluku Utara

Epochtimes.id- Peringatan dini tsunami dikeluarkan oleh  Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)  setelah terjadi guncangan gempa M 7,1 di Barat Daya Ternate, Minggu (7/7/2019) pukul 22:08:39 WIB dengan kedalaman 10 KM.

BMKG mengeluarkan Peringatan dini tsunami ini diterbitkan untuk wilayah Sulawesi Utara dan Maluku Utara.

Daerah yang berpotensi tsunami berdasarkan pemodelan:

[Kota/ kabupaten – Status peringatan]

• Kota Bitung (Sulut) – Siaga

• Halmahera (Malut) – Waspada

• Kota Ternate (Malut) – Waspada

• kota-Tidore (Malut) – Waspada

• Minahasa bagian selatan (Sulut) – Waspada

• Minahasa-utara bagian selatan (Sulut) – Waspada

• Minahasa-selatan bagian selatan (Sulut) – Waspada

• Bolaangmongondow bagian selatan (Sulut) – Waspada 

(asr)

Amnesty International Indonesia Sayangkan Terminologi “Perusuh” Terhadap Semua Orang Tewas Aksi 21-22 Mei

0

Epochtimes.id. Terkait penjelasan Polri mengenai 9 korban tewas, Amnesty Indonesia menyayangkan sikap kepolisian yang masih lebih menekankan status mereka sebagai perusuh ketimbang membuka sejelas-jelasnya misteri dibalik tertembaknya mereka.

“Terminologi sapu rata bahwa semua dari 9 orang korban jiwa adalah “perusuh” cenderung menyederhanakan masalah,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam siaran persnya, Minggu (7/7/2019).

Menurut Usman, Polri perlu memberikan penjelasan yang rinci disertai bukti bahwa mereka semua ikut terlibat dalam melakukan kekerasan melawan aparat dan mengancam jiwa petugas atau merusak properti publik.

Usman menambahkan, beberapa di antara korban tewas yang kasusnya diangkat oleh media massa dan juga diinvestigasi oleh tim Amnesty Indonesia menunjukan bahwa mereka ada di kerumunan massa yang tidak semuanya melakukan kekerasan.

Bagi Usman, terlepas keterlibatan mereka yang tewas di tengah aksi massa 21-22 Mei, mereka adalah korban dari kematian yang tidak sah atau unlawful death yang mensyaratkan adanya kewajiban negara untuk mengusut tuntas kasusnya.

Negara harus mengusutnya mulai dari mencari pelaku dengan mencari bukti yang valid untuk bisa dibawa ke muka hukum hingga memberikan reparasi bagi korbannya.

“Kami juga menyerukan kepada pemerintah untuk memberikan reparasi bagi keluarga korban tewas, khususnya yang memiliki tanggungan anggota keluarga yang lain,” ujar Usman.

Beberapa waktu lalu, Komnas HAM menerima perwakilan Tim Pembela Gerakan Kedaulatan Rakyat (TPGKR) yang melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Komnas HAM Menteng Jakarta Pusat, pada Jumat (28/6/2019).

Melansir dari situs Komnas HAM, para pendemo ini sesungguhnya menanyakan kepada Komnas HAM perihal laporan/ aduan yang sempat mereka sampaikan beberapa waktu lalu dan hasil penyelidikan Komnas HAM terkait peristiwa kerusuhan 21-22 Mei lalu.

Aksi damai kali ini juga mendatangkan beberapa keluarga korban dan juga saksi tragedi 21-22 Mei. Bahkan salah seorang keluarga korban menyampaikan beberapa fakta, seperti kekerasan fisik yang menimpa korban ketika peristiwa 21-22 Mei berlangsung.

Para pengadu ini diterima langsung oleh Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Mohammad Choirul Anam yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Tim 21-22 Mei.

Anam pada saat itu menyatakan bahwa Komnas HAM hingga saat ini masih dalam proses penyelidikan hingga kurang lebih dua bulan ke depan.

Tim bentukan Komnas HAM ini bersifat independen dan ditujukan untuk melakukan pencarian dan pendalaman fakta.

Lebih lanjut, Anam menyampaikan bahwa hingga saat ini Tim Pencari Fakta 21-23 Mei masih menyelidiki semaksimal mungkin seluruh bukti-bukti terkait peristiwa tersebut, termasuk memverifikasi 50 lebih bukti video yang telah diserahkan kepada Komnas HAM. (asr)

Gagal Ungkap Kasus Novel Baswedan, Tiga Alasan yang Meragukan Tim Bentukan Kapolri

0

Epochtimes.id- Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyatakan Tim Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk oleh Kapolri Tito Karnavian untuk menyelesaikan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan dinilai gagal.

Sebab hingga batas waktu yang telah ditentukan yakni enam bulan pasca resmi didirikan, tim tersebut tidak dapat mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab atas cacatnya mata kiri penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.

Hal demikian diungkapkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (7/7/2019).

Pada tanggal 8 Januari 2019 Kapolri Tito Karnavian membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) untuk mengungkap kasus penyerangan yang dialami oleh Novel Baswedan.

Tim tersebut dibentuk berdasarkan Surat Keputusan nomor: Sgas/ 3/I/HUK.6.6/2019 yang beranggotakan 65 orang dan didominasi dari unsur Kepolisian yang tenggat waktu kerjanya yaitu pada tanggal 7 Juli 2019 atau sekitar enam bulan.

“Sejak pertama kali dibentuk, masyarakat pesimis atas kinerja tim tersebut,” demikian keterangan  Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang terdiri KontraS, ICW, LBH Jakarta, YLBHI, Amnesty Internasional dan Change.org.

Alasannya, Pertama, jika dilihat komposisi anggotanya, 53 orang diantaranya berasal dari unsur Polri. Selain itu, saat pertama kali kasus ini mencuat diduga ada keterlibatan polisi atas serangan terhadap Novel sehingga patut diduga akan rawan konflik kepentingan.

Oleh karenanya yang digaungkan oleh masyarakat pada saat itu yakni pembentukan Tim Independen yang bertanggung jawab kepada Presiden Joko Widodo. Sayangnya, Presiden seolah-olah melepaskan tanggung jawabnya sebagai panglima tertinggi.

“Padahal salah satu janji politiknya dalam isu pemberantasan korupsi yaitu ingin memperkuat KPK,” ungkapnya Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.  

Kedua, proses pemeriksaan yang dilakukan oleh tim tersebut sangatlah lambat dan terkesan hanyalah formalitas belaka. Hal tersebut dapat terlihat ketika Tim tersebut mengajukan pertanyaan yang repetitif kepada Novel Baswedan pada 20 Juni 2019 lalu.

Selain itu, hasil plesir Tim ke Kota Malang untuk melakukan penyelidikan pun tidak disampaikan ke publik. Ini mengindikasikan bahwa keseriusan tim tersebut patut dipertanyakan akuntabilitasnya.

Sebab sejak tim dibentuk tidak permah ada satu informasi pun yang disampaikan ke publik mengenai calon tersangka yang diduga melakukan penyerangan. Dalam konteks waktu penyelesaian, Kepolisian dapat menangkap pelaku kasus pembunuhan di Pulomas dalam jangka waktu 19 jam pasca penyekapan korban.

Sedangkan untuk kasus Novel waktu penyelesaiannya lebih dari dua tahun. Hal ini diduga karena adanya keterlibatan elit atas penyerangan Novel.

Alasan Ketiga, tidak adanya transparansi penanganan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Jika membandingkan dengan kasus pembunuhan Mirna (tahun 2016) yang menggunakan racun, Kepolisian menyampaikan prosesnya mulai dari tindakan autopsi hingga proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan kasus Novel.

Seharusnya Kepolisian menangani setiap kasus secara proporsional dan setara agar tercipta keadilan. Karena intimidasi terhadap aktivis antikorupsi bukan hanya kali ini saja. Berdasarkan catatan ICW terdapat 91 kasus yang memakan 115 korban dari tahun 1996-2019. Kasus terakhir menimpa dua komisioner KPK yang diteror menggunakan bom.

Sayangnya negara tidak hadir dalam upaya melindungi warganya untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi. Padahal Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Oleh sebab itu, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendesak agar:

1. Presiden segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta independen agar menunjukkan keberpihakannya pada pemberantasan korupsi.

2. Tim Satuan Tugas harus menyampaikan laporannya kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.

(asr)

Foto : Novel Baswedan (Istimewa)

Amnesty International Indonesia Serukan Usut Penyiksaan Sejumlah Orang Saat Aksi 21-22 Mei

0

Epochtimes.id- Amnesty International Indonesia menyatakan mengapresiasi tindakan responsif yang diambil oleh Polri dengan menjatuhkan sanksi disiplin berupa penahanan selama 21 hari bagi 10 anggota Brimob yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga di Kampung Bali, Tanah Abang  beberapa waktu lalu.

Amnesty International Indonesia juga menyerukan Polri melakukan proses penindakan terhadap anggota Brimob yang melakukan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya di beberapa titik lainnya di Jakarta pada 21-23 Mei 2019.

“Hukuman disiplin merupakan tindakan yang wajib dilakukan oleh Polri untuk menindak anggotanya yang melakukan pelanggaran. Kami mengapresiasi langkah tersebut,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam siaran persnya, Minggu (7/7/2019).

Namun demikian, dugaan pelanggaran yang diangkat oleh Amnesty International adalah pelanggaran HAM yang serius, yakni penyiksaan atau perlakuan buruk lainnya. Selain itu, kata Usman, perlu diselesaikan melalui mekanisme disiplin internal dan sanksi administratif, juga perlu diajukan ke peradilan umum yang berlaku sama bagi semua warga negara.

Menurut Usman, langkah ini penting agar Polri memperlihatkan kepada masyarakat bahwa setiap warga negara setara kedudukannya di muka hukum,.

“Organisasi kami sebelumnya mencatat dan mengkonfirmasi setidaknya terjadi lima tindakan penganiayaan terpisah oleh Brimob di area smart parking di Kampung Bali tersebut,” tambah Usman.

Usman menambahkan, apa yang baru saja diumumkan oleh Polri adalah penindakan terhadap satu dari 5 kejadian penganiayaan di sekitar lokasi tersebut. Polri masih perlu melanjutkan langkah awal yang positif ini dengan menyelesaikan kasus penganiayaan lainnya.

“Inilah pekerjaan rumah Polri ke depan yang sangat penting untuk peningkatan citra Polri di masyarakat sebagai penegak hukum yang professional dengan menindak anggotanya yang melakukan pelanggaran,” tambah Usman.

Terlebih lagi selain di area smart parking, masih ada tiga lokasi kejadian penganiayaan oleh Brimob lainnya. Amnesty International mencatat dan konfirmasi masing-masing di depan Fave Hotel di Kampung Bali, di dekat perempatan di dekat halte ATR/BPN di Jalan H Agus Salim dan di area dekat lampu merah perempatan Jalan Sabang dan Jl. Wahid Hasyim, Jakarta Pusat.

Amnesty International telah lama menyoroti lemahnya mekanisme akuntabilitas terhadap dugaan penyiksaan/perlakuan buruk lainnya. Selain pelakunya harus dibawa ke muka hukum, korbannya juga harus diberikan reparasi (pemulihan hak).

Penjelasan Polri bahwa kejadian di area smart parking di Kampung Bali merupakan aksi “spontanitas” yang dipicu serangan panah beracun kepada komandan kompi harus diimbangi dengan pemeriksaan atas kejadian penyiksaan yang tidak hanya terjadi di Kampung Bali tapi juga di beberapa lokasi lainnya di Jakarta pada waktu yang berbeda-beda.

Menurut Usman, jika itu adalah aksi spontanitas maka mungkin hanya akan terjadi di area smart parking. Tapi temuan Amnesty International menunjukkan bahwa di tempat lainnya di waktu yang berbeda juga terjadi aksi penganiayaan oleh anggota Brimob.

Bagi Usman, tugas Polri adalah memastikan pertanggungjawaban yang memadai sehingga menghilangkan kultur kekerasan pada aparat dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap Polri.

“Dengan mengusut tuntas dan menghukum anggotanya yang melakukan kekerasan saat 21-23 Mei maka seluruh lapisan masyarakat akan mengapresiasi keseriusan kepolisian dalam melakukan pembenahan secara profesional,” kata Usman. (asr)