Home Blog Page 2

Sikap Jepang Terhadap Gempa Bukan Sekadar Klarifikasi: Pemerintah Siapkan Rencana Hadapi Mega-Gempa Nankai

EtIndonesia. Pemerintah Jepang merilis rencana ambisius untuk mengurangi korban jiwa akibat gempa besar Nankai Trough hingga 80% dalam 10 tahun ke depan. Dari simulasi terbaru yang memprediksi maksimal 298.000 korban jiwa, pemerintah menargetkan menekannya secara signifikan. Jumlah bangunan yang diperkirakan akan hancur total—yakni 2,35 juta unit—juga ditargetkan berkurang separuh.

Target ini telah dimasukkan dalam draf revisi Rencana Dasar Penanggulangan Bencana Jepang yang disahkan dalam rapat internal Partai Demokrat Liberal pada Selasa, 10 Juni, dan dijadwalkan disetujui oleh Dewan Penanggulangan Bencana Nasional sebelum Juli.

Menurut laporan Nikkei, rencana baru tersebut mewajibkan pemerintah daerah—khususnya yang berada di zona risiko tsunami tinggi—untuk memperbarui peta risiko tsunami skenario terburuk dalam waktu lima tahun, serta rutin mengadakan latihan evakuasi demi memperkuat kesiapsiagaan warga.

Kemajuan 10 Tahun Lalu Dinilai Masih Kurang

Rencana sebelumnya yang dirilis pada 2014 juga menargetkan penurunan korban hingga 80% dari proyeksi saat itu, yaitu 332.000 jiwa. Namun, setelah satu dekade, hasilnya belum maksimal—jumlah korban hanya turun sekitar 20% menjadi 264.000. Hal ini mengindikasikan bahwa langkah-langkah pencegahan di tingkat daerah belum terlaksana secara efektif, memicu kekhawatiran terhadap efektivitas penanggulangan bencana secara keseluruhan.

Simulasi Terbaru: Skenario Paling Buruk

Simulasi yang dipublikasikan oleh Kantor Kabinet Jepang pada 31 Maret 2024 menggambarkan potensi terburuk jika terjadi mega-gempa dan tsunami di Nankai Trough:

·        Korban jiwa: hingga 298.000 orang

·        Jumlah pengungsi: 12,3 juta orang

·        Kerugian ekonomi: mencapai 270 triliun yen (~1,8 triliun USD)

·        Ini akan menjadi bencana nasional paling parah dalam sejarah modern Jepang.

Pemerintah tengah memperbarui rencana mitigasi berdasarkan data ini dengan menetapkan target-target terukur dan sistem pemantauan ketat untuk memastikan setiap langkah dilaksanakan secara konkret.

Mengapa Gempa Nankai Begitu Diwaspadai?

Gempa Nankai Trough merupakan ancaman geologi utama Jepang. Zona sumber gempa ini membentang sekitar 700 km, dari Teluk Suruga hingga sisi timur Kyushu. Berdasarkan simulasi yang dirilis pada 2012 dan 2014 oleh Dewan Penanggulangan Bencana Pusat, gempa jenis ini berpotensi terjadi setiap 90–150 tahun dan bisa memicu tsunami setinggi puluhan meter—mengancam kota-kota pesisir dengan kerusakan masif.

Para ahli seismologi sepakat: pertanyaannya bukan “apakah” gempa ini akan terjadi, melainkan “kapan”.(jhn/yn)

FBI Selidiki Aliran Uang di Balik Kerusuhan Los Angeles

Pertanyaan muncul apakah ada pengaruh Tiongkok yang turut memicu kekacauan tersebut

EtIndonesia. Direktur FBI Kash Patel mengatakan pihaknya sedang menyelidiki apa yang memicu kerusuhan terhadap penegakan imigrasi di Los Angeles.

“FBI sedang menyelidiki semua dan segala bentuk keterkaitan keuangan yang bertanggung jawab atas kerusuhan ini,” kata Patel kepada The Epoch Times menanggapi meningkatnya kekhawatiran tentang kemungkinan pengaruh Tiongkok di balik kekacauan tersebut.

Salah satu kelompok yang mendukung kerusuhan ini adalah Partai Sosialisme dan Pembebasan (Party for Socialism and Liberation), sebuah partai politik komunis yang terhubung dengan jaringan yang didanai oleh taipan teknologi pro-Beijing, Neville Roy Singham.

Kelompok ini telah mengunggah pembaruan tentang kerusuhan tersebut di platform media sosial X, menggambarkan penangkapan imigran ilegal sebagai “perang yang dilancarkan terhadap komunitas imigran” sambil menuduh Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) telah “menculik tetangga, teman, dan keluarga kami.”

Berkaitan erat dengan Partai Sosialisme dan Pembebasan adalah The People’s Forum, sebuah organisasi yang didanai Singham dan berbasis di Manhattan, New York City, yang telah mendukung agenda rezim penguasa Tiongkok.

Manolo De Los Santos, salah satu direktur eksekutif The People’s Forum dan penduduk New York City, telah memuji kebijakan pandemi COVID-19 Tiongkok. Kelompok ini telah mengadakan acara di Manhattan yang memuji kebangkitan Partai Komunis Tiongkok (PKT) sebagai “pertarungan epik selama beberapa dekade yang tidak hanya mengubah Tiongkok, tetapi juga dunia,” menurut deskripsi yang diunggah di X.

Kedua organisasi tersebut saling berbagi unggahan di X untuk menunjukkan solidaritas dengan para perusuh. Keduanya juga menyerukan lebih banyak protes di wilayah masing-masing.

The People’s Forum, dalam unggahan di X pada 10 Juni sore, meminta masyarakat untuk berkumpul di Foley Square, Manhattan pukul 17.00 untuk “menuntut ICE keluar dari [komunitas] kami.” Sebuah poster yang dilampirkan mencantumkan Partai Sosialisme dan Pembebasan, serta CODEPINK—kelompok aktivis anti-perang yang didirikan bersama oleh istri Singham, Jodie Evans—sebagai pendukung acara tersebut.

Evans memulai kampanye yang disebut “Tiongkok Bukan Musuh Kita” melalui CODEPINK pada tahun 2020. Ia juga merupakan kontributor The China Academy, sebuah platform konten yang bekerja sama dengan media pemerintah Tiongkok dan entitas terkait negara lainnya untuk menyebarkan narasi Beijing. Salah satu anggota kelompoknya sempat mengganggu sidang Komite Khusus DPR tentang PKT pada Februari 2023, dengan mengibarkan spanduk bertuliskan slogan “Tiongkok bukan musuh kita.”

Pada Juli 2023, Singham menghadiri forum propaganda Tiongkok di Shanghai yang bertujuan mempromosikan citra internasional rezim tersebut. Ia duduk di sebelah pembicara Zhou Zhan’an, yang mengajar di Sekolah Marxisme Universitas Fudan—universitas yang berafiliasi dengan negara Tiongkok—dan tampak mencatat di buku bersampul merah, sebagaimana terlihat dalam foto dari universitas tersebut.

The People’s Forum secara terbuka mengomentari sumber pendanaan dan posisi ideologisnya. Mereka juga menyatakan bahwa mereka “tidak memiliki apa pun untuk disembunyikan” dan “bangga” dengan apa yang telah mereka bangun.

“Ya, kami mendukung Palestina. Ya, kami menentang dorongan perang AS terhadap Rusia dan Tiongkok,” tulis kelompok tersebut dalam unggahan Instagram pada Januari 2024.

“Dan ya, untuk yang keseribu kalinya, [The People’s Forum] telah menerima donasi dari teman kami Roy Singham, seorang mantan anggota Black Panther dan sosialis seumur hidup, yang memiliki rekening bank di Goldman Sachs.”

Organisasi nirlaba di New York City ini juga pernah mengundang Sheila Xiao, anggota Partai Sosialisme dan Pembebasan, untuk mempromosikan bukunya yang mengagungkan pergeseran Tiongkok ke arah sosialisme dan mengisi seri kuliah dengan tema serupa. Salah satu pendiri forum tersebut, Claudia De la Cruz, maju sebagai calon presiden dari Partai Sosialisme dan Pembebasan pada pemilu 2024.

Keterkaitan jaringan-jaringan ini dengan Tiongkok telah menarik perhatian yang semakin besar di Kongres AS.

Pada  April, Ketua Komite Kehakiman Senat AS, Chuck Grassley (R-Iowa), menulis surat kepada Jaksa Agung Pam Bondi dan Kash Patel, mendesak mereka untuk menilai apakah The People’s Forum dan CODEPINK seharusnya mendaftar di bawah Undang-Undang Pendaftaran Agen Asing (FARA) karena dugaan hubungan mereka dengan Beijing.

Anggota Kongres. Anna Paulina Luna (R-Fla.) pada 10 Juni mengatakan bahwa Komite Pengawasan DPR AS, tempat ia menjabat, akan mengeluarkan permintaan dokumen resmi kepada Singham terkait “pendanaan kelompok komunis yang terhubung dengan kerusuhan di LA dan PKT.”

“Jika dia menolak hadir, dia akan dipanggil secara paksa (subpoena), dan jika dia mengabaikannya, dia akan dirujuk ke [Departemen Kehakiman] untuk dituntut,” tulisnya di X dengan huruf kapital semua.

The Epoch Times telah menghubungi Singham, Partai Sosialisme dan Pembebasan, The People’s Forum, dan CODEPINK untuk memberikan komentar.

CODEPINK tidak merespons langsung pertanyaan dari The Epoch Times, tetapi menanggapi unggahan Luna dengan menyatakan bahwa “[Luna] menggunakan posisinya untuk memfitnah organisasi kami dan mengancam hak kami atas kebebasan berbicara.”

Organisasi tersebut mengatakan bahwa mereka akan mengajukan pengaduan etika terhadap Luna.

Luna kemudian menulis di X bahwa para aktivis CODEPINK telah mendatangi kantornya “menuntut permintaan maaf.”

Ketika The Epoch Times menghubungi Luna untuk memberikan komentar, ia merujuk kembali ke unggahannya di X. (asr)

Sumber : Theepochtimes.com

Kekacauan di Dua Benua: Sinyal Perang Dingin Baru dari Beijing dan Washington

EtIndonesia. Dunia kembali dikejutkan oleh serangkaian manuver militer dan gejolak politik yang saling berkaitan antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Di tengah meningkatnya ketegangan global, dua kapal induk Tiongkok, Liaoning dan Shandong, secara bersamaan melakukan demonstrasi kekuatan di Samudera Pasifik. Sementara itu, di Amerika Serikat, kerusuhan massal di Los Angeles berkembang menjadi krisis keamanan nasional terbesar dalam beberapa tahun terakhir.

Dua Armada Kapal Induk Tiongkok Muncul di Pasifik: Sinyal Keras ke Gedung Putih

Dalam beberapa hari terakhir, dunia militer dikejutkan oleh kemunculan dua kapal induk andalan Tiongkok, Liaoning dan Shandong, yang secara serentak melakukan operasi di Samudera Pasifik. Untuk pertama kalinya, Liaoning dilaporkan menembus ke wilayah strategis yang dikenal sebagai “rantai pulau kedua”, sebuah garis imajiner yang menjadi parameter penting bagi pertahanan Amerika dan sekutunya di kawasan Pasifik.

Langkah agresif ini jelas merupakan pesan dari Beijing kepada Washington, khususnya kepada Presiden Donald Trump yang kini tengah bersiap menghadapi situasi luar biasa di dalam negeri. Sejumlah analis sepakat, operasi gabungan dua kapal induk ini tidak bisa dilepaskan dari konteks persaingan strategis dan negosiasi alot antara kedua negara adidaya.

Wawancara Eksklusif Bos Huawei: Pesan Politik di Balik Teknologi

Di saat bersamaan, media resmi milik Partai Komunis Tiongkok (PKT), People’s Daily, pada 10 Juni 2025 mempublikasikan wawancara khusus dengan Ren Zhengfei, pendiri sekaligus bos Huawei yang telah lama absen dari sorotan publik. Dalam pernyataannya, Ren secara terbuka mengakui bahwa teknologi chip Tiongkok memang masih tertinggal satu generasi dari Amerika Serikat. Namun ia menegaskan, Huawei tidak akan gentar dan siap berjuang tanpa dukungan teknologi canggih seperti mesin litografi EUV. “Semakin terbuka sebuah negara, semakin besar kemajuannya,” demikian kutipan utama wawancara tersebut.

Langkah ini, menurut banyak pengamat, merupakan sinyal bahwa Beijing tidak gentar terhadap sanksi dan blokade chip dari Amerika. Pesan tersirat lainnya, jika AS tidak mau berkompromi, Tiongkok juga siap melakukan pembalasan—termasuk menahan ekspor tanah jarang yang menjadi komoditas vital dalam industri teknologi Amerika.

Dinamika Politik Internal PKT: Menuju Titik Balik atau Krisis Baru?

Selain manuver militer dan pesan ekonomi, dinamika politik internal di Tiongkok sendiri juga memanas. People’s Daily pada 10 Juni 2025 secara mencolok tidak memuat pemberitaan tentang Presiden Xi Jinping. Sebaliknya, sorotan diberikan kepada Komite Sentral PKT, Perdana Menteri Li Qiang, dan wawancara eksklusif Ren Zhengfei.

Menurut pengamat independen Wu Zuolai, absennya Xi dalam pemberitaan utama adalah sinyal bahwa suara-suara perubahan mulai terdengar dari dalam sistem. Tidak hanya itu, rumor soal perluasan sidang Politbiro dan kemungkinan perombakan kekuasaan juga kian santer beredar.

Kabar paling menghebohkan datang dari bocoran naskah pidato Jenderal Zhang Youxia, yang diklaim menantang legitimasi kekuasaan Xi Jinping. Zhang mengaku dipaksa tetap aktif oleh Xi, bahkan diancam akan dibunuh jika melawan. Ia juga mengusulkan agar Xi segera mundur dari tiga jabatan kunci secara bersamaan. Meski keaslian naskah ini masih diperdebatkan, keberadaannya sudah cukup untuk menghidupkan harapan dan imajinasi publik tentang kemungkinan perubahan besar di puncak kekuasaan Tiongkok.

Kerusuhan Los Angeles: Latihan Strategis atau Ancaman Nyata?

Sementara itu, Amerika Serikat diguncang oleh kerusuhan massal di Los Angeles yang dipicu oleh protes terhadap kebijakan imigrasi Presiden Trump. Namun, bagi para pengamat militer, penanganan kerusuhan ini telah berkembang menjadi skenario latihan strategis yang sangat serius.

Sebuah mobil terbakar di pusat kota Los Angeles pada 8 Juni 2025. Melina Chan/The Epoch Times

Pakar militer Taiwan, Wu Mingjie, dalam program “Melihat ke Depan” menyebut, cara Trump menghadapi kerusuhan ini lebih dari sekadar upaya menjaga ketertiban umum. Ia menilai, Trump sengaja menjadikan situasi di Los Angeles sebagai simulasi penanggulangan jika suatu saat Tiongkok benar-benar menimbulkan kekacauan di Amerika Serikat. Pengerahan Garda Nasional memang bukan hal baru, tapi keterlibatan Marinir—yang hanya pernah terjadi sekali sebelumnya—adalah sesuatu yang sangat langka dalam sejarah Amerika Serikat.

Bahkan, helikopter Black Hawk dan kendaraan lapis baja telah dikerahkan ke Los Angeles. Meskipun Marinir tidak langsung diterjunkan untuk menghadapi massa, mereka berperan melindungi pejabat penting dan berfungsi sebagai cadangan strategis. Lebih menarik lagi, dibentuk satuan khusus “Task Force 51”—istilah yang biasa digunakan dalam operasi tempur militer Amerika. Komando operasi ini dipimpin oleh seorang letnan jenderal bintang dua, meski identitasnya masih dirahasiakan.

Presiden Trump juga secara terbuka menyebut para pelaku kerusuhan sebagai “preman profesional” hingga “pemberontak”, menegaskan keyakinannya bahwa ada motif subversif dan kemungkinan intervensi asing dalam kekacauan ini.

Isu Keamanan Nasional: Los Angeles Sebagai Medan Uji Strategi

Pada 8 Juni 2025, Trump mengumumkan rencana rapat militer besar di Camp David bersama para jenderal dan laksamana tinggi Angkatan Laut. Semua langkah ini mengisyaratkan bahwa Trump dan lingkaran dalamnya kini menganggap kerusuhan Los Angeles sebagai ancaman nyata bagi keamanan nasional Amerika Serikat.

Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah pejabat tinggi AS telah memperingatkan, jika krisis Taiwan pecah, bukan tidak mungkin Tiongkok akan melancarkan serangan ke daratan Amerika, misalnya dengan drone yang menyerang fasilitas vital. Wu Mingjie menekankan, jika Amerika Serikat mengalami kekacauan domestik, pihak yang paling diuntungkan adalah Beijing, yang bisa memanfaatkan momentum untuk menekan Washington.

Konflik internal Trump dengan tokoh penting seperti Elon Musk juga berpotensi mengancam kestabilan teknologi dan sistem keuangan Amerika jika berlanjut ke titik krusial.

Kerusuhan Massal: Kekacauan, Penjarahan, dan Narasi Propaganda

Kerusuhan di Los Angeles berkembang cepat menjadi kekacauan total. Rekaman video menunjukkan sekelompok pria bertopeng menjarah toko-toko, polisi memburu pelaku dengan sirene meraung dan tembakan peringatan. Apple Store dan toko-toko perhiasan di pusat kota menjadi sasaran penjarahan massal. Keluarga Sheela, yang telah puluhan tahun membuka toko di sana, menjadi korban: lebih dari 100 perampok menerobos masuk dan meluluhlantakkan seluruh toko mereka pada malam 9 Juni 2025.

“Ini gila, menyedihkan, luar biasa buruk,” ungkap putri Sheela kepada media.

Banyak pelaku usaha setempat mengeluhkan bahwa ini bukan sekadar demonstrasi, melainkan penjarahan murni yang melumpuhkan ekonomi warga kecil.

Bahkan narasi yang mencoba membandingkan kerusuhan LA dengan demonstrasi mahasiswa di Tiananmen pada 1989 dibantah keras oleh sejarawan dan pelaku sejarah di Tiongkok. Menurut Wu Renhua, kekerasan di Tiananmen bermula dari aksi tembak tentara kepada warga sipil, bukan dari pemberontakan massa.

Siapa di Balik Kerusuhan? Bukti Keterlibatan Dana dan Organisasi

Fakta-fakta yang terungkap di lapangan menunjukkan bahwa kerusuhan LA didukung oleh organisasi dengan dana besar dan jaringan politik yang kuat. Pada 10 Juni 2025 di Pasadena, lokasi hotel tempat agen ICE menginap bocor ke publik, sehingga ratusan demonstran dapat mendatangi dan mengintimidasi aparat.

Di media sosial, terungkap adanya keterlibatan politisi, termasuk senator dari California yang diduga membocorkan lokasi tersebut. Menurut anggota Kongres Partai Republik, Carl DeMaio, pejabat-pejabat Demokrat California seperti Gubernur Gavin Newsom dan Wali Kota LA Karen Bass disebut membiayai sejumlah organisasi yang mendukung aksi massa.

Lebih dari 3,4 juta dolar AS dilaporkan telah dialirkan ke Koalisi Hak Imigran LA, termasuk untuk membangun hotline yang memungkinkan warga melaporkan posisi petugas ICE. Presiden Trump pun telah memerintahkan Departemen Kehakiman AS melakukan investigasi menyeluruh guna mengungkap siapa saja pihak yang terlibat membiayai dan mengorganisasi kerusuhan ini.

 Analisis Akhir: Menuju Babak Baru Ketegangan Global

Seluruh rangkaian peristiwa—mulai dari unjuk kekuatan dua kapal induk Tiongkok, pesan diplomasi Huawei, dinamika internal Partai Komunis Tiongkok, hingga kerusuhan besar di Los Angeles—semakin menegaskan bahwa Amerika Serikat dan Tiongkok kini berada di ambang babak baru konfrontasi global.

Jika krisis Taiwan atau konflik strategis lain benar-benar meledak, kedua negara sudah saling mengirim sinyal siap bertempur di segala lini: militer, teknologi, ekonomi, bahkan lewat operasi pengaruh dan destabilitasi domestik. (kyr)

Sumber : Sound of Hope 

Rusia dan Korea Utara Perluas Kerja Sama Militer, Siap Produksi Drone Bunuh Diri

EtIndonesia. Menurut laporan Newsweek tanggal 10 Juni, Kepala Intelijen Militer Ukraina (GUR), Letjen Kyrylo Budanov, mengungkapkan bahwa Rusia akan membantu Korea Utara membangun fasilitas produksi di Semenanjung Korea untuk memproduksi drone bunuh diri “Shahed-136” rancangan Iran (dikenal juga sebagai “Witness-136”).

Budanov mengatakan: “Langkah ini jelas akan mengubah keseimbangan militer antara Korea Utara dan Korea Selatan.”

William Alberque, peneliti tamu di Henry L. Stimson Center sekaligus mantan Direktur Pengendalian Senjata NATO, menyatakan kepada Newsweek: “Ini sangat mengkhawatirkan.” 

Dia memperingatkan, kolaborasi drone antara Pyongyang, Moskow, dan Teheran bisa memperlengkapi Korea Utara dengan “ribuan hingga puluhan ribu drone serang siap tempur.” Drone ini telah terbukti efektif di medan perang dan akan menjadi ancaman langsung bagi keamanan Korea Selatan.

Saat ini, Rusia mampu memproduksi sekitar 170 unit drone Shahed-136 per hari. Drone ini dikenal sulit dideteksi karena kecepatannya yang rendah, menyulitkan sistem pertahanan udara Ukraina.

Pada 4 Juni lalu, Kim Jong-un bertemu dengan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Sergei Shoigu di Pyongyang. Kim menjanjikan “dukungan tanpa syarat” terhadap Rusia dalam konflik di Ukraina. Dia juga menyatakan keyakinannya bahwa Rusia akan menang dalam perang yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun.

Media resmi Korea Utara melaporkan bahwa Moskow dan Pyongyang telah sepakat untuk “secara aktif memperluas dan mengembangkan” hubungan bilateral dan memperdalam “kemitraan strategis” mereka.

Pada Juni 2024, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menandatangani perjanjian pertahanan bersama.

Korea Utara tercatat sebagai negara pertama yang mengirim pasukan ke medan tempur Rusia, sekaligus menjadi pemasok utama amunisi dan rudal bagi militer Rusia. Sebagai imbalannya, Pyongyang mendapatkan bantuan ekonomi dan dukungan teknologi senjata dari Moskow, termasuk dalam bidang drone, kapal selam, dan rudal balistik.(jhnyn)

Retakan Menuju Dunia Tak Dikenal: Empat Segitiga Misterius di Dunia

EtIndonesia. Di beberapa sudut bumi, terdapat wilayah geografis yang terkenal karena kejadian-kejadian aneh: orang yang menghilang secara misterius, fenomena tak terjelaskan, dan penampakan yang membingungkan. Tempat-tempat ini seakan menjadi celah antara dunia nyata dan dimensi lain yang belum kita pahami. Begitu seseorang melangkah masuk, mungkin takkan pernah bisa kembali. 

Empat segitiga misterius berikut ini adalah pusat dari teka-teki zaman modern—membentang diam-diam di atas samudra, hutan, dan danau, seolah menunggu waktu untuk kembali menyedot seseorang ke dalam keheningan.

Segitiga Michigan – Retakan Bayangan di Tengah Danau

Tersembunyi di tengah Danau Michigan, terdapat sebuah wilayah air misterius yang dikenal sebagai Segitiga Michigan. Meskipun bukan laut tropis, kawasan ini kerap memunculkan kejadian menyerupai kutukan Segitiga Bermuda—kapal dan pesawat menghilang tanpa jejak, menyisakan misteri yang tak pernah terpecahkan.

Kasus pertama yang menarik perhatian publik adalah “Insiden Kapten Donner” pada 28 April 1937. Saat itu, Kapten George R. Donner dari kapal OM McFarland pergi ke kabinnya untuk beristirahat setelah lelah menjalankan pelayaran. Namun, ketika kapal hampir mencapai tujuan, awak kapal tidak bisa menemukan sang kapten. Seluruh kapal telah diperiksa, tapi dia lenyap begitu saja—seolah ditelan oleh danau.

Yang lebih mengerikan adalah insiden “Penerbangan 2501” pada 23 Juni 1950. Pilot berpengalaman Robert C. Lind menerbangkan pesawat berisi 58 penumpang dari New York menuju Minneapolis. Namun, saat melintasi Danau Michigan, dia meminta izin untuk menurunkan ketinggian penerbangan—dan seketika lenyap dari radar. Tak ada yang tahu di mana pesawat itu jatuh, dan tak satu pun jasad atau serpihan ditemukan. Malam itu, pesawat tersebut, beserta jiwa-jiwa di dalamnya, menguap ke dalam kabut pekat di tengah danau.

Segitiga Naga – Wilayah Terlarang di Samudra Pasifik

Dikenal juga sebagai Laut Setan atau Segitiga Formosa, wilayah Segitiga Naga terletak di tenggara Jepang dan memiliki reputasi seaneh Segitiga Bermuda. Di sini, medan magnet menjadi kacau, cahaya-cahaya misterius tampak muncul tiba-tiba, dan objek tak dikenal terlihat di permukaan laut—seolah hukum alam berhenti berlaku di tempat ini.

Pada tahun 1952, pemerintah Jepang mengirim kapal riset Kaio Maru No. 5 untuk menyelidiki misteri kawasan tersebut. Namun, kapal beserta 31 awaknya menghilang tanpa jejak. Tidak ada sinyal darurat, tidak ada serpihan kapal—yang tersisa hanyalah lautan yang tenang dan laporan resmi yang hampa. Banyak orang percaya bahwa kekuatan kuno melindungi kawasan ini, menolak kehadiran manusia yang mencoba menembus batasnya.

Segitiga Bennington – Jejak yang Hilang di Tengah Hutan

Terletak di barat daya Vermont, Amerika Serikat, Segitiga Bennington berbeda dari segitiga misterius lainnya. Tidak berada di laut, tidak pula di udara—melainkan tersembunyi di balik hutan lebat dan pegunungan. Dari tahun 1945 hingga 1950, lima kasus hilangnya orang secara misterius membuat tempat ini dikenal luas.

Tahun 1945, seorang pemandu berusia 75 tahun bernama Middie Rivers memimpin kelompok pemburu. Dia berjalan di depan dan kemudian hilang begitu saja. Hanya ditemukan selongsong peluru di dekat sungai. Tahun berikutnya, mahasiswi 18 tahun, Paula Welden, menghilang saat hiking sendirian—tak satu pun petunjuk ditemukan. Pada 1949, seorang veteran bernama James Tedford hilang secara misterius di atas bus; barang-barangnya masih ada di kursi, tapi dia lenyap.

Yang paling menyeramkan adalah kasus Frida Langer. Pada 28 Oktober 1950, dia hilang saat berjalan bersama keluarganya. Enam bulan kemudian, jasadnya ditemukan di lokasi yang telah berkali-kali disisir oleh tim pencari. Tubuhnya dalam kondisi rusak parah. Sampai hari ini, penyebab kematiannya tak pernah bisa dipastikan. Hutan ini seolah memiliki kehendak sendiri—memilih siapa yang akan ditelan, dan kapan dikembalikan dalam diam.

Segitiga Bridgewater – Wilayah Penuh Fenomena Aneh

Terletak di tenggara negara bagian Massachusetts, Segitiga Bridgewater mencakup area sekitar 200 mil persegi dan dikenal sebagai “zona padat fenomena supernatural.” Banyak orang menyebutnya sebagai “retakan di permukaan bumi”.

Sejak tahun 1970-an, penduduk setempat melaporkan penampakan makhluk besar seperti kera di rawa-rawa, burung raksasa seperti pterosaurus yang terbang rendah, dan bahkan anjing bermata merah yang disebut pernah menyerang dua ekor kuda hingga mati mengenaskan. Beberapa menghubungkannya dengan ritual pemujaan setan, namun tak ada penjelasan pasti atas fenomena ini.

Yang paling membingungkan adalah serangkaian penampakan UFO. Dari bola api misterius yang terlihat sejak tahun 1760, hingga penampakan pesawat segitiga bercahaya merah-putih oleh seorang polisi pada tahun 1994. Bahkan pernah terlihat sebuah “lentera raksasa” menggantung di langit selama 40 menit di malam Halloween. Semua kejadian ini memberi kesan bahwa ada entitas dari dimensi lain yang sedang mengamati dunia kita—dan sesekali menampakkan diri melalui celah di wilayah segitiga ini.

Siapa yang Dipanggil oleh Segitiga Misterius Ini?

Empat segitiga. Empat wilayah berbeda. Namun satu kesamaan: semuanya adalah tempat yang tidak bisa dijelaskan dengan logika biasa. Entah itu penerbangan yang menghilang di atas danau, laut yang menelan kapal tanpa sisa, hutan yang menyembunyikan korbannya dalam diam, atau langit yang memperlihatkan kehadiran tak dikenal—wilayah-wilayah ini menantang batas pemahaman kita tentang realitas.

Jika suatu hari perjalananmu membawamu melintasi salah satu dari segitiga misterius ini, waspadalah. Perhatikan suara, cahaya, jejak langkah, bahkan waktu itu sendiri. Sebab bisa jadi, kau sedang menapaki batas antara dunia yang kita kenal… dan dunia yang belum pernah kita pahami. Jangan sampai kau melangkah ke dalam celah yang tak bisa lagi kau tinggalkan.(jhn/yn)

Kepala Intelijen AS Peringatkan: Dunia Berada di Ambang “Perang Nuklir”

EtIndonesia. Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat, Tulsi Gabbard, pada  Selasa (10 Juni) memposting sebuah video di media sosial yang memperingatkan bahwa dunia sedang berada di ambang kehancuran akibat perang nuklir, dan mengecam para “pedagang perang” yang memicu ketegangan di antara negara-negara besar pemilik senjata nuklir.

Dalam video berdurasi sekitar tiga menit tersebut, Gabbard menceritakan pengalamannya mengunjungi Hiroshima, Jepang, baru-baru ini. Ia menggambarkan dampak serangan nuklir oleh militer AS pada tahun 1945, dan memperlihatkan cuplikan sejarah tentang para korban.

Gabbard mengatakan dalam video itu: “Hari ini, kita berada lebih dekat dari sebelumnya ke tepi kehancuran nuklir. Para elit politik, para pedagang perang, dengan gegabah memprovokasi ketakutan dan ketegangan antar negara-negara besar bersenjata nuklir.”

Ia menekankan bahwa kekuatan senjata nuklir saat ini jauh melebihi bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima pada 1945 — satu saja dapat membunuh jutaan orang dalam hitungan menit.

Tulsi Gabbard, calon Direktur Intelijen Nasional (DNI), memberikan kesaksian di hadapan Komite Intelijen Senat di Capitol Hill, Washington, pada 30 Januari 2025. Madalina Vasiliu/The Epoch Times

Gabbard juga menuduh bahwa sebagian orang berkuasa merasa aman karena mereka bisa berlindung di bunker nuklir, sehingga mereka tidak peduli terhadap akibat dari perang nuklir bagi masyarakat luas.

Ia mengajak masyarakat untuk bersuara menentang ancaman perang nuklir dan membangun dunia di mana orang tidak perlu hidup dalam ketakutan akan kehancuran nuklir.

Latar Belakang Tulsi Gabbard

Gabbard dulunya adalah anggota Kongres dari Partai Demokrat, dan pernah mencalonkan diri sebagai kandidat presiden dari partai tersebut. Namun, setelah merasa kecewa dengan Partai Demokrat, ia berpindah haluan dan pada tahun 2024 mendukung calon presiden saat itu, Donald Trump.

Selama ini, Gabbard dikenal sebagai kritikus keras kebijakan perang, dan telah lama memperingatkan tentang risiko perang nuklir. Saat mencalonkan diri pada pemilu 2019, ia sudah mengatakan bahwa dunia “sedang berada di ambang perang nuklir”.

Pada tahun 2023, dalam unggahan di platform X (dulu Twitter), Gabbard menyatakan:

“Para pedagang perang berusaha menyeret kita ke Perang Dunia Ketiga, yang hanya akan berakhir dengan satu cara: kehancuran nuklir, serta penderitaan dan kematian orang-orang yang kita cintai.”

Ia juga secara blak-blakan mengkritik: “Zelensky, Biden, NATO, Kongres, dan para neokonservatif di media — semuanya gila. Dan jika kita secara pasif membiarkan mereka menggiring kita seperti domba ke jurang kehancuran nuklir ini, maka kita juga gila.” (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Kerusuhan Los Angeles Tidak Sederhana, Trump: Ada Perusuh Dibayar untuk Beraksi

EtIndonesia. Kerusuhan di Los Angeles telah memasuki hari kelima. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Selasa (10 Juni), secara terbuka menyampaikan kepada media bahwa apabila terbukti ada tindakan pemberontakan di jalanan Los Angeles, ia akan mengaktifkan Undang-Undang Pemberontakan (Insurrection Act) dan mengerahkan militer untuk menenangkan situasi. Ia juga secara tegas menyatakan bahwa banyak demonstran dibayar untuk menghasut massa. Saat ini, ratusan Marinir AS yang diperbantukan oleh Presiden Trump telah mulai tiba di Los Angeles secara bertahap.

Hal yang patut diperhatikan adalah, beredar sebuah video di media sosial yang memperlihatkan demonstran mengenakan bendera palu arit milik Partai Komunis, yang menimbulkan dugaan bahwa kekuatan di balik demonstrasi ini tidaklah sederhana. Menanggapi hal ini, FBI menjawab kepada Epoch Times bahwa mereka sedang menyelidiki sumber pendanaan di balik kerusuhan di Los Angeles.

Presiden AS, Donald Trump: “Jika ada tindakan pemberontakan, saya pasti akan mengaktifkan Undang-Undang Pemberontakan.”

 “Mereka (para demonstran) melemparkan bongkahan semen dari atas jembatan ke mobil polisi dan ke arah petugas kami.”

 “Mereka adalah pemberontak bayaran, pembuat onar yang dibayar. Mereka menerima uang untuk ini.”

Pada Senin (9 Juni), Presiden Trump mengerahkan 700 personel Marinir AS yang langsung berangkat menuju Los Angeles pada malam hari. Ia juga menyatakan bahwa Garda Nasional akan tetap ditempatkan hingga situasi benar-benar aman.

Trump: “Lihat saja beberapa malam terakhir ini, kerusuhan mulai berkurang. Karena mereka menghadapi perlawanan yang kuat. Orang-orang jahat ini benar-benar kelewatan.”

“Mereka adalah provokator,” lanjutnya.

Pada Selasa pagi, Trump juga menulis di platform media sosial Truth Social bahwa jika ia tidak mengirim pasukan, Los Angeles “sudah rata dengan tanah oleh perusuh.”

Reporter NTD: “Pada Selasa pagi, pusat kota Los Angeles terlihat lebih tenang dibandingkan beberapa hari sebelumnya. Wartawan hanya melihat sejumlah kecil demonstran serta para pekerja yang sedang membersihkan grafiti di dinding yang ditinggalkan oleh para demonstran.”

Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, juga menyampaikan dalam sidang dengar pendapat di Kongres pada Selasa bahwa Departemen Pertahanan merencanakan masa tanggap selama 60 hari untuk memastikan agar kekerasan terhadap polisi, demonstrasi anarkis, perusakan, dan penjarahan tidak terulang kembali.

Menteri Pertahanan AS, Hegseth: “Kami meyakini bahwa ICE (Badan Imigrasi dan Bea Cukai) harus diizinkan menjalankan tugasnya dengan aman. Kami juga telah mengerahkan Garda Nasional dan Marinir untuk melindungi mereka dalam menjalankan misi. Karena kami harus bisa menegakkan hukum imigrasi di negara ini.”

Di hari yang sama, Komandan Korps Marinir, Jenderal Eric Smith, juga menyatakan bahwa ia “tidak khawatir” jika Marinir harus menggunakan kekuatan mematikan terhadap warga sipil AS.

Rekaman video yang beredar di internet menunjukkan bahwa dalam kerusuhan tersebut terlihat demonstran yang mengenakan bendera berlambang Partai Komunis. Warganet ramai-ramai menyoroti bahwa ini adalah kerusuhan yang terorganisir dan direncanakan, dan menyebut bahwa insiden ini adalah “bagian dari metode revolusi kekerasan ala Partai Komunis.”

Warga Los Angeles, Charlie Fladis: “(Penjarahan dan kejahatan) yang terjadi saat ini adalah salah, karena ini sedang menghancurkan kota ini.”

Reporter NTD: “Jaksa Agung AS, Pam Bondy, pada Senin dalam acara Fox News menyatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang Hobbs, otoritas federal berwenang menangkap pelaku perampokan, pelempar bom molotov, serta pelaku kriminal lainnya. Ia juga memperingatkan bahwa pelaku penjarahan toko dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 20 tahun. Adapun demonstran yang meludahi petugas federal juga akan diproses secara hukum.” (Hui)

Laporan dari jurnalis NTD, Zhang Boyuan dan Wang Ziyi dari Los Angeles, AS

Jumlah Penderita Penyakit Lyme di Kanada Terus Meningkat, Sejumlah Selebriti Ternama Pernah Terinfeksi

Selama 10 tahun terakhir, jumlah kasus penyakit Lyme yang ditularkan oleh kutu (tick) di Kanada  meningkat lebih dari sepuluh kali lipat. Dengan datangnya musim puncak aktivitas kutu pada pergantian musim semi ke musim panas, masyarakat yang gemar beraktivitas di luar ruangan diimbau untuk melakukan langkah pencegahan agar terhindar dari gigitan kutu.

EtIndonesia. Seiring datangnya musim panas, Badan Kesehatan Masyarakat Kanada (Public Health Agency of Canada/PHA) baru-baru ini mengeluarkan peringatan bahwa penyakit Lyme dan penyakit lain yang ditularkan oleh kutu tengah menyebar dengan cepat, dengan jumlah kasus infeksi meningkat secara drastis.

Saat pemantauan kasus dimulai pada tahun 2009, hanya terdapat 144 kasus. Namun, menurut data awal tahun 2024, jumlah kasus telah melebihi 5.000 kasus.

Beberapa selebriti terkenal Kanada juga pernah membagikan pengalaman mereka dalam melawan penyakit Lyme.

Penyanyi dan penulis lagu Avril Lavigne didiagnosis menderita penyakit Lyme pada tahun 2013, yang menyebabkan kariernya terhenti selama lima tahun. Ia pernah mengatakan bahwa saat sakit, ia merasa tidak bisa bernapas dan makan, bahkan harus berbaring di tempat tidur selama lima bulan. Sementara itu, pada tahun 2020, penyanyi Justin Bieber juga terinfeksi penyakit Lyme, yang berdampak besar pada kesehatannya secara keseluruhan, termasuk kondisi kulit dan fungsi otaknya.

Faktanya, karena perubahan iklim, hewan kecil seperti tikus meluaskan wilayah aktivitasnya, dan menjadi perantara penyebaran kutu. Saat ini, wilayah berisiko penyakit Lyme di Kanada terus bertambah. PHA telah menetapkan ribuan kode pos di lebih dari 1.100 kota, termasuk Pulau Vancouver dan wilayah Greater Toronto, sebagai zona berisiko penyakit Lyme.

Penyakit Lyme disebabkan oleh gigitan kutu liar yang telah terinfeksi (dikenal juga sebagai wall louse atau kutu rusa). Setelah digigit, seseorang bisa mengalami gejala seperti demam, kelelahan, pembengkakan kelenjar getah bening, dan ruam kulit. Jika tidak segera diobati, penyakit ini bisa berkembang menjadi sakit kepala berat, radang sendi, nyeri otot dan tulang, kehilangan ingatan, bahkan lumpuh pada wajah (Bell’s palsy).

Para ahli menjelaskan bahwa karena gejala awalnya mirip flu biasa, penyakit Lyme sering salah didiagnosis. Namun, ciri khas penyakit ini adalah munculnya ruam berbentuk mata banteng (bull’s-eye rash).

Para ahli mengingatkan bahwa cara terbaik untuk mencegah penyakit Lyme adalah melindungi diri dari gigitan kutu. Saat beraktivitas di luar ruangan, disarankan untuk mengenakan pakaian berlengan panjang berwarna terang, menyelipkan celana ke dalam kaus kaki, serta menggunakan obat anti-serangga untuk perlindungan tambahan. (Hui/asr)

Laporan jurnalis NTD, Guo Yuexi, dari Amerika Serikat

Pertemuan AS-Tiongkok di London “Terlihat Mereda”, Tapi Pertarungan Sebenarnya Baru Dimulai


EtIndonesia.
Setelah berakhirnya perundingan perdagangan AS-Tiongkok di London, Inggris, pada 10 Juni, kedua delegasi menyatakan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan prinsipil atas kerangka perdagangan, sebagai upaya menciptakan titik balik dari konflik ekonomi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Namun, jika ditelaah lebih dalam, kesepakatan “kerangka struktural” ini sejatinya belum memuat rincian nyata, perbedaan besar masih belum terselesaikan, dan lebih menyerupai konsesi simbolik daripada terobosan substansial—terutama dalam isu pelepasan ekspor logam tanah jarang dan pelonggaran blokade teknologi, yang menunjukkan adanya pertarungan strategis antara kedua negara.

Kesepakatan Perdagangan Memasuki Tahap Akhir: Trump Menyatakan Hanya Tinggal Persetujuan Pemimpin

Presiden AS, Donald Trump, pada 11 Juni, menyatakan bahwa kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok sudah selesai, hanya tinggal menunggu persetujuan terakhir dari kedua pemimpin negara. Dia menegaskan bahwa Tiongkok akan menyediakan seluruh kebutuhan logam tanah jarang bagi AS. Trump juga mengklaim bahwa AS akan mempertahankan tarif sebesar 55%, sementara Tiongkok hanya mendapatkan tarif sebesar 10%.

Trump menyebutkan bahwa AS juga akan memenuhi poin-poin tertentu yang disepakati bersama, termasuk memperbolehkan pelajar Tiongkok untuk tetap menempuh pendidikan di universitas-universitas AS.

Pertemuan London: Pertukaran Permukaan, Pertarungan Nyata

Pertemuan maraton yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok, He Lifeng, digelar di Lancaster House, London, pada 9–10 Juni. Fokus utama pertemuan ini adalah tiga hal: ekspor logam tanah jarang, pelonggaran kontrol ekspor teknologi AS ke Tiongkok, serta tindak lanjut implementasi Perjanjian Jenewa sebelumnya.

Kedua pihak mengklaim telah sepakat untuk melonggarkan ekspor logam tanah jarang dan mencabut sebagian pembatasan ekspor AS, namun rincian tentang produk yang dicakup, jangkauan, dan cara pelaksanaan masih belum jelas. Lutnick menyebutkan bahwa kesepakatan ini dimaksudkan untuk melengkapi isi Perjanjian Jenewa yang dibuat pada bulan Mei, dan laporan telah diajukan ke Trump untuk persetujuan. Pihak Tiongkok juga akan melaporkan hasilnya kepada Presiden Xi Jinping.

Namun, sejumlah pengamat mencatat bahwa meski pernyataan kedua pihak terdengar positif, tidak ada satu pun daftar produk atau langkah pencabutan larangan yang dirinci secara konkret. Kantor berita resmi Xinhua menyebut pertemuan ini “profesional, rasional, mendalam, dan jujur,” namun istilah “jujur” sendiri sering kali menjadi kode diplomatik dari pihak Beijing untuk menandai perbedaan tajam yang belum terselesaikan.

Kendati pejabat dari kedua negara menekankan telah terbentuknya “kerangka kesepakatan,” namun ketidakjelasan dan ketidakpastian tetap membayangi. Perwakilan Dagang AS, Greer, mengatakan bahwa isi kesepakatan saat ini berfokus pada logam tanah jarang dan tarif, namun keputusan memperpanjang penangguhan tarif 90 hari yang disepakati di Jenewa masih menunggu evaluasi Presiden Trump.

Langkah Taktis, Bukan Solusi Permanen

Banyak analis menilai bahwa pertemuan ini lebih ditujukan untuk menenangkan pasar secara sementara, bukan menyelesaikan konflik secara mendalam. Seperti disampaikan oleh penasihat geopolitik Triolo: “Tiongkok telah mencicipi keuntungan dari isu logam tanah jarang dan tidak akan menyerah begitu saja.” 

Kecuali AS bersedia mencabut lebih banyak pembatasan ekspor teknologi tinggi, Tiongkok kemungkinan besar akan terus menggunakan logam tanah jarang sebagai alat tawar-menawar.

Strategi Tiongkok: Tukar Logam Tanah Jarang dengan Teknologi?

Beijing tampaknya mencoba menggunakan pembukaan ekspor logam tanah jarang sebagai alat untuk menukar kelonggaran AS di bidang teknologi seperti alat desain semikonduktor, komponen pesawat, hingga bahan nuklir. Menurut informasi yang beredar, AS sedang mempertimbangkan pencabutan sebagian pembatasan ekspor untuk chip AI kelas bawah dan beberapa bahan kimia, namun chip AI canggih seperti Nvidia H20 masih akan tetap diblokir.

Namun, apakah strategi “melonggarkan yang kecil untuk melobi yang besar” ini akan berhasil, masih belum bisa dipastikan. Di dalam negeri AS sendiri, kekhawatiran terhadap kemajuan teknologi Tiongkok masih tinggi. Ditambah lagi, perbedaan pandangan antara lembaga intelijen, parlemen konservatif, dan Departemen Perdagangan soal pencabutan kontrol ekspor berpotensi membuat Trump menghadapi tekanan politik internal jika ia membuat kompromi terlalu dini.

Logam Tanah Jarang: Simbol Kompromi Ekonomi Tiongkok

Dalam perundingan ini, pelonggaran ekspor logam tanah jarang oleh pihak Tiongkok dipandang sebagai bentuk kompromi ekonomi terhadap AS. Tiongkok sangat menyadari peran strategis logam tanah jarang dalam industri teknologi modern. Dengan melepas sebagian kendali ekspor, Beijing ingin menunjukkan niat bekerja sama dan sedikit meredakan kekhawatiran negara-negara Barat terhadap tekanan ekonominya—sekaligus menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk negosiasi lanjutan.

Blokade Teknologi: Arena Pertarungan yang Sesungguhnya

Berbanding terbalik dengan pelonggaran logam tanah jarang, sikap AS terhadap blokade teknologi tetap keras. Tidak ada indikasi bahwa pembatasan atas ekspor teknologi tinggi, larangan entitas, maupun daftar hitam teknologi akan dilonggarkan. Ini menunjukkan bahwa dominasi teknologi tetap dianggap sebagai bagian dari strategi keamanan nasional dan kekuatan ekonomi AS.

Meski mungkin ada kesepakatan kecil di beberapa bidang, AS tidak akan begitu saja melepas upayanya menahan laju kebangkitan teknologi Tiongkok. Bidang seperti semikonduktor, kecerdasan buatan, dan komputasi kuantum dianggap sebagai poros pengaruh global AS ke depan. Maka dari itu, pertarungan di bidang teknologi dipastikan akan terus menjadi tema sentral dalam hubungan AS-Tiongkok ke depan.

Pasar Global: Tetap Waspada dan Menunggu

Reaksi pasar terhadap hasil pertemuan di London terbilang datar. Meskipun pernyataan resmi terdengar optimistis, kontrak berjangka S&P 500 nyaris tidak bereaksi, dan nilai tukar yuan maupun dolar Australia hanya menunjukkan fluktuasi ringan. Para analis berpendapat bahwa “iblis ada di dalam detail,” dan konsensus kerangka saat ini belum cukup kuat untuk mengubah arah.

Seorang analis dari National Australia Bank menyatakan: “Ini baru sekadar pernyataan politik tanpa kekuatan hukum. Tantangan nyata adalah membangun arsitektur ekonomi baru yang stabil.” 

Strategis dari UBS pun mengingatkan bahwa pemulihan hubungan dagang global bisa saja hanya bersifat sementara, terutama dengan ketegangan yang masih tinggi dalam rantai pasok semikonduktor dan industri AI.

Kesepakatan Kerangka: Sekadar Penyangga, Bukan Solusi

Apa yang disebut “kerangka kesepakatan” dalam pertemuan London ini lebih menyerupai zona penyangga untuk meredakan ketegangan sementara, alih-alih menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya. Ini memberi kedua pihak ruang dialog, menghindari eskalasi konflik, namun tidak menyelesaikan krisis kepercayaan strategis maupun perbedaan ideologis yang mendalam. Kesepakatan ini mungkin mengatur prinsip-prinsip umum atau isu-isu kecil, tapi persoalan besar seperti defisit perdagangan, hak asasi manusia, dan perebutan dominasi geopolitik tetap menjadi batu sandungan utama.

Penutup: Sebuah Benturan yang Baru Dimulai

Secara keseluruhan, hasil pertemuan di London menggambarkan betapa kompleks dan rapuhnya hubungan AS-Tiongkok saat ini. Kedua belah pihak tampaknya ingin menghindari konflik langsung dan menunjukkan fleksibilitas diplomatik, namun perbedaan fundamental dalam kepentingan strategis dan ideologi menjadikan terobosan besar masih jauh dari harapan.

Pelepasan ekspor logam tanah jarang dan kelanjutan blokade teknologi mencerminkan pertukaran simbolik di permukaan, namun di baliknya berlangsung pertarungan geopolitik dua kekuatan besar. Masa depan hubungan AS-Tiongkok akan terus berayun antara kerja sama dan persaingan, dialog dan konfrontasi—dan penuh ketidakpastian.

Konflik yang Ditunda, Bukan Diselesaikan

Pertemuan London memang menunjukkan niat untuk menurunkan suhu ketegangan, namun kunci sebenarnya terletak pada apakah Trump dan Xi Jinping akan menyetujui kesepakatan samar ini dalam waktu dekat, dan apakah mereka bersedia berkompromi atas kepentingan nasional masing-masing.

Perang dagang AS-Tiongkok bisa jadi tengah “berhenti sementara” di atas kertas, tapi perdamaian sejati masih membutuhkan lebih banyak negosiasi, dan mungkin, lebih banyak konfrontasi. (jhn/yn)

Kemajuan Besar dalam Negosiasi Gencatan Senjata Israel-Hamas, Iran Klaim Curi Informasi Nuklir Israel

EtIndonesia. Perdana Menteri Israel pada  Selasa (10 Juni) mengumumkan bahwa negosiasi gencatan senjata dengan Hamas telah mencapai kemajuan yang signifikan. Sementara itu, Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyatakan bahwa klaim Iran yang mengaku memperoleh informasi rahasia terkait program nuklir Israel diduga berkaitan dengan Pusat Penelitian Nuklir Soreq di Israel.

“(Negosiasi gencatan senjata) telah mencapai kemajuan yang berarti. Saya rasa masih terlalu dini untuk merayakannya, tapi dalam beberapa jam terakhir kami terus berupaya keras, dan saya berharap kami bisa mencapai kemajuan,” ujar Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. 

Perjanjian gencatan senjata baru tersebut diharapkan akan memungkinkan pembebasan sebagian sandera yang masih ditahan di Gaza. Saat ini, masih ada 55 orang sandera yang ditahan oleh Hamas.

Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa aktivis iklim radikal seperti Greta Thunberg dan lainnya telah dideportasi secara damai dari wilayah Israel.

Menteri Luar Negeri Israel, Katz: “Ini hanyalah aksi yang konyol. Sebuah pertunjukan propaganda belaka. Bagaimanapun, kami berencana mengirimkan bantuan kemanusiaan yang tersisa di kapal ke Gaza.”

Koalisi “Freedom Flotilla” mengonfirmasi bahwa Greta Thunberg bersama dua aktivis lainnya dan seorang jurnalis telah dideportasi.

Sementara itu, delapan penumpang lainnya di kapal “Maddeline”, yang menolak dideportasi, saat ini masih ditahan, menunggu proses hukum dari otoritas Israel.

Pada hari yang sama, Inggris mengumumkan sanksi terhadap dua menteri Israel, yaitu Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.

Katz: “Kami akan mengadakan rapat kabinet khusus pada awal pekan depan untuk memberikan tanggapan atas keputusan yang tidak dapat diterima ini.”

Katz juga mengkonfirmasi bahwa pada pagi hari yang sama, militer Israel menyerang target milisi Houthi Yaman di Pelabuhan Hodeidah. Ia menuduh milisi Houthi menyalahgunakan pelabuhan sipil untuk kegiatan terorisme.

Sehari sebelumnya, Kepala IAEA Rafael Grossi menyatakan bahwa klaim Iran yang mengaku telah memperoleh informasi rahasia tentang program nuklir Israel kemungkinan besar berkaitan dengan fasilitas penelitian nuklir Soreq.

“Kami telah melihat beberapa laporan media. Kami belum menerima komunikasi resmi apapun. Namun, tampaknya ini merujuk pada Soreq—sebuah fasilitas penelitian—dan kami akan menyelidikinya,” ujar Rafael Grossi, Kepala IAEA. 

Israel adalah salah satu dari tiga negara yang menandatangani Perjanjian Pengamanan Proyek Tertentu dengan IAEA. Perjanjian ini menyatakan bahwa bahan nuklir dan fasilitas yang tercakup tidak boleh digunakan untuk pembuatan senjata nuklir.

Menteri Intelijen Iran pada  Minggu (8 Juni) mengklaim bahwa Teheran baru-baru ini berhasil mengamankan informasi penting terkait program nuklir Israel, meskipun tidak memberikan bukti apa pun untuk mendukung klaim tersebut. (Hui)

Laporan gabungan oleh jurnalis NTD, Zhao Fenghua

Rusia Luncurkan Serangan Drone Terbesar, Uni Eropa Umumkan Sanksi Putaran ke-18

Pada  Senin (9/6/2025) hingga Selasa (10/6/2025) dini hari, Rusia melancarkan serangan drone terbesar sejak pecahnya perang Rusia–Ukraina lebih dari tiga tahun lalu, dengan menyerang berbagai wilayah di Ukraina. Pada hari yang sama, Uni Eropa mengumumkan putaran ke-18 sanksi terhadap Rusia.

EtIndonesia. Pada  10 Juni dini hari, kota Kyiv, Odesa, dan banyak wilayah lain di Ukraina mengalami serangan besar-besaran dari Rusia.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyatakan bahwa Rusia menggunakan rudal balistik dan setidaknya 479 unit drone dalam serangan tersebut, menjadikannya salah satu serangan terbesar selama perang. Serangan ini menyebabkan sedikitnya 3 orang tewas dan 12 lainnya luka-luka.

Pada  Selasa, Zelenskyy juga secara resmi menanggapi nota perdamaian yang diajukan Rusia pekan lalu. Ia menegaskan bahwa tuntutan seperti penyerahan wilayah adalah bentuk ultimatum untuk menyerah, dan ia menolak untuk menerimanya.

Pada hari yang sama, Uni Eropa mengumumkan sanksi putaran ke-18 terhadap Rusia, yang mencakup pembatasan tambahan di sektor energi, sistem pembayaran perbankan, minyak, dan lainnya. Sanksi tersebut juga menyasar 22 perusahaan dari negara seperti Tiongkok dan Belarus, karena diduga membantu Moskow menghindari sanksi internasional.

“Jelas bahwa Rusia tidak menginginkan perdamaian. Tidak ada tanda-tanda bahwa Rusia siap untuk berdamai. Sebaliknya, Rusia justru sedang meningkatkan agresinya di Ukraina,” kata Kaja Kallas, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa. 

Pada hari yang sama, dinas intelijen Ukraina mengeluarkan peringatan bahwa Rusia kemungkinan akan membantu Korea Utara memproduksi drone serang, untuk membantu menghancurkan sistem pertahanan udara Korea Selatan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, pada Senin (9 Juni) di London menegaskan bahwa bahkan jika perang Rusia–Ukraina berakhir, ancaman dari rezim otoriter seperti Tiongkok tidak akan berhenti. Ia menyatakan bahwa pada KTT NATO di Den Haag, salah satu prioritas utama adalah meningkatkan kemampuan pertahanan udara dan rudal sebesar 400%, serta menggandakan logistik, pasokan, transportasi, dan dukungan medis.

“Kita telah menyaksikan langsung bagaimana Rusia menciptakan teror dari udara di Ukraina. Oleh karena itu, kita akan memperkuat sistem pertahanan wilayah udara kita,” ujar Mark Rutte. (Hui/asr)

Laporan oleh Yu Liang untuk NTD

Akhirnya Ketahuan! Bukti Keterlibatan Militer Tiongkok dalam Perang Ukraina Terungkap

EtIndonesia. Sejak invasi Rusia ke Ukraina, negara-negara Barat yang dipimpin AS dan Eropa terus memberikan bantuan militer ke Ukraina. Sebaliknya, Rusia menjalin kerja sama semakin erat dengan Tiongkok, Korea Utara, dan Iran, demi mempertahankan kapasitas tempurnya.

Laporan terbaru mengungkap, Rusia tak hanya menerima bantuan militer dari Tiongkok dan Korea Utara, tapi juga mengandalkan jalur produksi negara ketiga untuk memperkuat industri senjatanya. Hubungan trilateral Rusia–Tiongkok–Korea Utara yang makin erat ini semakin mengkhawatirkan negara-negara Barat.

Tiongkok Pasok Ribuan Drone Pengebom ke Rusia

Akun X “Peter Zhou” mengabarkan bahwa unit pasukan khusus “Nomad” dari Garda Nasional Rusia telah menerima sistem pertahanan laser anti-drone “Perisai Shennong” buatan Tiongkok, yang kini telah dikerahkan ke garis depan Ukraina untuk menetralisir serangan drone Ukraina.

Sementara itu, akun X “Israel War” mengklaim Ukraina kini memiliki bukti kuat bahwa Tiongkok memasok 5.000 unit sistem dan suku cadang drone pengebom besar ke Rusia setiap bulan. Drone ini dilengkapi chip buatan Tiongkok yang memungkinkan mereka mengidentifikasi target bangunan secara otomatis—tanpa kontrol manual—dan dipakai Rusia untuk menyerang infrastruktur sipil Ukraina.

NATO Kecam Keras Peran Tiongkok

Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, mengkritik keras keterlibatan Tiongkok dalam mendukung industri militer Rusia. Dia menyebut dukungan tersebut membuat kapasitas produksi militer Rusia meningkat tajam:

·        6.000 tank per tahun

·        12.000 kendaraan lapis baja

·        800 rudal Iskander jarak menengah

·        60.000 drone FPV berat

Rutte menegaskan: “Semua itu hanya mungkin karena bantuan dari Tiongkok.”

Korea Utara Juga Terlibat Aktif

Akun X “Special Kherson Cat” melaporkan bahwa Korea Utara turut aktif mengirim senjata ke Rusia, termasuk mortir kaliber 60mm dan 140mm. Senjata-senjata ini tengah diuji dan diperkirakan akan segera digunakan di garis depan Ukraina.

Kepala intelijen militer Ukraina, Kyrylo Budanov, juga memperingatkan bahwa Korea Utara kemungkinan sudah terlibat dalam produksi drone Rusia. Menurut unggahan akun “NOELREPORTS”, Korea Utara diduga ikut merakit versi tiruan drone Shahed (Iran) dan Harpy (Israel), di bawah arahan Rusia. Tujuannya: memperkuat industri senjata Korea Utara, sekaligus menciptakan ancaman militer baru bagi Korea Selatan dan Jepang.(jhn/yn)

Siapa yang Menggerakkan Kerusuhan Los Angeles? Diduga Ada Bayang-Bayang PKT di Balik Layar

EtIndonesia. Kerusuhan melanda Los Angeles, California, Amerika Serikat. Organisasi yang diduga terlibat dalam kerusuhan tersebut baru-baru ini mulai terungkap oleh media Amerika. Berikut laporan dari jurnalis NTD Li Jiayin.

“Saat saya melihat para pelaku kekerasan itu, saya menyadari bahwa mereka bukanlah kelompok demonstran yang kita lihat di siang hari,” ujar Kepala Kepolisian Los Angeles, Jim McDonnell. 

Dalam konferensi pers baru-baru ini, Kepala Polisi Los Angeles menegaskan bahwa pelaku kerusuhan mengenakan topi dan masker, tampak seperti provokator kekerasan profesional.

“Mereka sering menggunakan metode yang sama atau mirip, dari satu lokasi kerusuhan ke lokasi lain. Dan mereka saling terhubung,” ujarnya. 

Pernyataan ini diperkuat oleh Joshua Philipp, jurnalis investigasi senior dari media The Epoch Times versi bahasa Inggris, yang berada langsung di lokasi.

Joshua Philipp: “Mereka mengarahkan para demonstran untuk pergi ke tempat-tempat tertentu. Mereka menyuruh mereka ke lokasi mobil yang terbakar. Jadi jelas mereka memiliki mekanisme koordinasi.”

Media AS dalam penyelidikannya menemukan bahwa dua organisasi tampaknya berperan dalam mendorong terjadinya kerusuhan:

  1. Aliansi Hak Imigran Kemanusiaan
    Organisasi ini pernah menerima puluhan juta dolar dana dari pemerintah negara bagian California. Dalam peristiwa ini, mereka mengecam tindakan ICE (Imigrasi dan Bea Cukai AS) yang menangkap imigran ilegal, serta mengorganisir demonstrasi. Namun, mereka membantah terlibat dalam aksi kekerasan.
  2. Partai Sosialisme dan Pembebasan
    Organisasi ini bertanggung jawab atas pencetakan spanduk dan poster aksi. Mereka pernah terlibat dalam protes anti-Israel dan menganut paham Marxisme. Mereka juga dilaporkan menerima dana dari pasangan miliarder Singham, yang diketahui memiliki hubungan erat dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT) serta menyokong berbagai organisasi propaganda luar negeri milik PKT dengan dana dalam jumlah besar.

Di lokasi kerusuhan, terlihat pula sejumlah orang membawa bendera bertanda “arit dan palu”, lambang komunisme, berkeliling di antara kerumunan.

Selain itu, organisasi kekerasan Antifa yang sudah dikenal buruk reputasinya juga diduga telah masuk ke Los Angeles. Seorang jurnalis lapangan dari CNN mengamati bahwa para demonstran saat ini bukan lagi orang-orang yang memulai protes awal.

NTD akan terus memantau perkembangan dan dalang di balik kerusuhan Los Angeles ini. (hui/asr)