“Tidak mungkin Indonesia setuju pangkalan militer Rusia, tapi sangat mungkin mereka izinkan pesawat Rusia menggunakan fasilitasnya,” kata Michael Shoebridge
Alfred Bui – The Epoch Times
Para menteri dari Partai Buruh Australia disarankan agar tidak terlalu cepat menepis kekhawatiran tentang kemungkinan keberadaan pesawat militer Rusia di wilayah Pasifik, menurut seorang analis pertahanan.
Pada pertengahan April, publikasi intelijen dan pertahanan ternama Janes melaporkan bahwa Rusia telah menghubungi pemerintah Indonesia untuk meminta izin menempatkan pesawat jarak jauh di Pangkalan Udara Manuhua, sekitar 1.300 kilometer di utara Darwin, Australia.
Pangkalan TNI Angkatan Udara Manuhua adalah Pangkalan Udara Militer tipe A yang di bawah kendali Komando Operasi Angkatan Udara III bermarkas di Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua.
Laporan ini mendorong pemerintah Australia untuk segera menghubungi pihak Indonesia mengingat kedekatan fasilitas tersebut dengan wilayah Australia.
Pada 15 April, Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Pertahanan Australia Richard Marles mengatakan telah berbicara dengan Menteri Pertahanan Indonesia, Sjafrie Sjamsoeddin, yang membantah keberadaan pesawat Rusia di sana.
“Ia [Sjafrie] mengatakan kepada saya dengan sangat jelas bahwa laporan tentang kemungkinan operasi pesawat Rusia dari Indonesia tidak benar,” kata Marles kepada wartawan.
Namun, Marles tidak menjawab apakah Rusia memang telah mengajukan permintaan tersebut.
Sementara itu, Perdana Menteri Anthony Albanese menyatakan penolakannya terhadap keberadaan militer Rusia di kawasan tersebut.
“Kami berdiri bersama Ukraina. Kami menganggap Vladimir Putin sebagai pemimpin otoriter yang telah melanggar hukum internasional dan menyerang kedaulatan Ukraina,” ujarnya.
Albanese juga menyebut hubungan Australia-Indonesia saat ini berada pada level “paling baik sepanjang sejarah.”
Pemimpin oposisi, Peter Dutton, yang pertama kali menyuarakan kekhawatiran tersebut, juga menyatakan Australia tidak menyambut kehadiran Putin di kawasan itu dan mendesak pemerintah Buruh untuk memberikan penjelasan.
Analis : Pemerintah Tidak Melihat Gambar Besar
Michael Shoebridge, pendiri dan direktur Strategic Analysis Australia, menyatakan fokus pada isu pangkalan militer justru mengabaikan gambaran lebih besar tentang berkembangnya hubungan Indonesia-Rusia.
“Pernyataan Menteri Pertahanan Marles yang begitu tegas menyembunyikan masalah utama. Dan informasi yang ia sampaikan hanya berdasarkan panggilan telepon terburu-buru setelah pemerintah mengetahui hal ini dari media,” kata Shoebridge, mantan pejabat senior dua badan intelijen Australia.
“Penolakan kerasnya justru membuat kita semakin melihat masalah besar yang tidak ia tangani. Seperti kata Shakespeare: ‘Methinks he doth protest too much.’”
Ia menambahkan, laporan dari Janes layak dianggap serius karena kredibilitasnya tinggi.
Presiden Prabowo Subianto, telah berupaya memperkuat hubungan Jakarta-Moskow sejak terpilih tahun 2024.
“Tidak mungkin Indonesia menyetujui pangkalan Rusia, tapi sangat mungkin mereka izinkan pesawat Rusia menggunakan fasilitas tertentu, terutama jika ada manfaat pelatihan bersama,” ujarnya.
“Militer Indonesia sudah punya sistem militer Rusia seperti jet tempur Sukhoi, dan latar belakang Prabowo di militer Indonesia menunjukkan ia menyukai hal itu dan ingin menambahnya.”
Shoebridge menambahkan bahwa kerja sama militer tidak memerlukan “pangkalan” permanen.
“2.500 marinir AS yang berada secara bergilir di Darwin tidak punya pangkalan tetap di sana, begitu pula pesawat tempur dan pembom AS yang menggunakan RAAF Darwin dan RAAF Tindal.”
Kerja Sama Indonesia-Rusia yang Terus Bertumbuh
Pada Juli 2024, Prabowo sebagai presiden terpilih saat itu mengunjungi Rusia dan bertemu Presiden Vladimir Putin.
Dalam pertemuan itu, Prabowo menyebut Rusia sebagai “sahabat besar” Indonesia dan menyatakan bahwa pemerintahannya ingin memperkuat kerja sama di bidang pertahanan, energi, dan pendidikan.
Sebelumnya, Prabowo juga mengunjungi Tiongkok untuk menegaskan “persahabatan” kedua negara.
Setelah resmi menjabat pada Oktober 2024, Indonesia menggelar latihan gabungan angkatan laut dengan Rusia di Laut Jawa beberapa minggu kemudian.
Terbaru, Kepala Dewan Keamanan Rusia, Jenderal Sergei Shoigu, mengunjungi Indonesia pada Februari 2025 dan bertemu Prabowo serta Menteri Pertahanannya untuk membahas keamanan.
“Terlihat jelas bahwa Prabowo bergerak cepat dan aktif memperdalam kerja sama militer dengan Rusia, dan Putin pun menyambut dengan semangat yang sama,” kata Shoebridge.
“Tentu, Putin punya prioritas besar dalam perang Ukraina, tapi ia tetap konsisten memperluas aktivitas militer Rusia di kawasan kita.”
Shoebridge menambahkan bahwa meskipun Marles menyebut perjanjian pertahanan dengan Prabowo pada Agustus tahun lalu sebagai langkah bersejarah dalam hubungan Australia-Indonesia, kenyataannya Indonesia dan Rusia justru semakin erat, tanpa merasa perlu memberitahu Australia.
“Baik PM Albanese maupun Peter Dutton sudah bilang Rusia tidak disambut di kawasan kita, tapi kenyataannya, Rusia sangat disambut di Jakarta.”
Rusia dan Tiongkok juga menjalin kemitraan “tanpa batas” yang saling mendukung ambisi militer masing-masing.
Ukraina baru-baru ini menjatuhkan sanksi terhadap tiga perusahaan Tiongkok karena memasok senjata ke militer Rusia. Partai Komunis Tiongkok telah lama mendukung Rusia secara diam-diam melalui pasokan dan perdagangan.
Duta Besar Rusia Tanggapi Keras Australia
Dalam surat kepada redaktur utama Jakarta Post, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov, tidak mengonfirmasi apakah Moskow memang berupaya menempatkan pesawat militer di Indonesia.
Namun, ia menegaskan bahwa apa yang terjadi di Pangkalan Udara Manuhua “tidak ada hubungannya dengan Australia.”
“Sulit membayangkan rakyat Australia biasa merasa terganggu atas apa yang terjadi 1.300 kilometer dari wilayah mereka, tentang urusan antar negara berdaulat yang tidak menyangkut Australia,” tulisnya.
Tolchenov juga menyatakan bahwa justru pengerahan militer dari “negara non-kawasan” ke Australia yang bisa mengganggu stabilitas kawasan.
“Yang mengkhawatirkan justru rencana pengerahan misil jarak menengah AS ke Australia dan akuisisi kapal selam bertenaga nuklir oleh Angkatan Laut Australia melalui kemitraan AUKUS,” tulisnya.
Ia menekankan bahwa kerja sama militer adalah bagian penting dari hubungan Rusia-Indonesia dan bukan ancaman bagi negara mana pun.
Namun, Shoebridge memperingatkan bahwa situasi ini mengingatkan pada perjanjian keamanan antara Kepulauan Solomon dan Tiongkok yang sebelumnya tidak diketahui oleh Australia.
“Saat pertama kali diketahui dari laporan media dan bukan dari pemerintah kita sendiri, semua perhatian justru tertuju pada bantahan dan isu ‘apakah akan ada pangkalan militer Tiongkok di sana?’” katanya.
“Tapi kita melewatkan intinya—perjanjian itu tetap ditandatangani dan kerja sama terus meningkat. Kemungkinan militer Tiongkok hadir di Solomon itu nyata, jika tren ini berlanjut.”