Home Blog Page 37

Penembakan di Jalan Sibuk, Dua Staf Wali Kota Meksiko Tewas di Tempat

EtIndonesia. Dua orang staf Wali Kota Meksiko tewas ditembak pada Selasa (20 Mei) di salah satu jalan tersibuk saat jam sibuk pagi hari. Kejaksaan Meksiko pada  21 Mei menyatakan bahwa setidaknya empat orang terlibat dalam kasus ini dan pelaku utama diyakini memiliki pengalaman melakukan kejahatan sebelumnya. Penyidik saat ini sedang menyelidiki motif serangan tersebut.

Serangan terjadi pada pukul 07.00 pagi waktu setempat (sekitar pukul 14.00 GMT) di Avenida Tlalpan, sebuah jalan utama yang menghubungkan pusat Kota Meksiko dengan wilayah selatan. Jalan ini merupakan salah satu jalur tersibuk di ibu kota pada pagi hari.

Korban: Sekretaris Pribadi dan Penasihat Wali Kota

Dua korban tewas adalah Ximena Guzman, sekretaris pribadi dari Wali Kota Clara Brugada, dan Jose “Pepe” Muñoz, penasihat sang wali kota.

Menurut informasi awal, Guzman sedang mengemudi di jalan raya yang padat untuk menjemput rekan kerjanya saat sejumlah pria pengendara sepeda motor melepaskan tembakan dan menewaskan keduanya di tempat.

Serangan Terencana, Tersangka Sudah Mengintai Korban

Mengutip laporan CNA (Central News Agency), Jaksa Bertha Alcalde Lujan menyatakan dalam konferensi pers bahwa seorang tersangka sempat terlihat beberapa hari sebelumnya tengah mengawasi korban di lokasi kejadian.

“Ini adalah serangan langsung yang direncanakan dengan matang, dan pelaku utama diyakini berpengalaman melakukan kejahatan sebelumnya,” katanya.

Penyelidik meyakini bahwa pelaku utama dibantu oleh tiga orang lain, dan mereka menggunakan beberapa kendaraan, termasuk sepeda motor, untuk melancarkan dan melarikan diri dari aksi tersebut.

Dugaan Keterlibatan Geng, Tapi Belum Ada Kepastian

Meski kasus ini menunjukkan ciri khas serangan geng, Jaksa Lujan mengatakan: “Kami belum bisa memastikan bahwa kasus ini terkait langsung dengan kejahatan terorganisir.”

Sementara itu, Kepala Keamanan Publik Kota Meksiko, Pablo Vazquez, menyatakan bahwa dalam beberapa pekan terakhir, pihak berwenang telah melakukan penangkapan besar-besaran terhadap sejumlah pimpinan kelompok kriminal di ibu kota. (Hui)

Disusun oleh Valentina Alpide /Diterjemahkan oleh: Cheng Yiren

Burung Paling Bau di Dunia Berbau Seperti Kotoran Sapi

EtIndonesia. Hoatzin yang mirip burung pegar adalah satu-satunya spesies burung yang memfermentasi makanannya, sistem pencernaan yang tidak biasa yang juga menjadikannya burung paling bau di dunia.

Hoatzin adalah burung yang sangat aneh. Berasal dari daerah terpencil di Amazon, anak-anaknya lahir dengan sayap bercakar, dia adalah anggota terakhir yang masih hidup dari garis keturunan burung purba yang diyakini telah bercabang sendiri sekitar 64 juta tahun yang lalu, dan makanannya hanya terdiri dari tumbuhan, yang sangat aneh bagi burung. Namun, keanehan yang masih hidup ini paling dikenal karena baunya yang kuat seperti kotoran, yang membuatnya mendapat julukan ‘burung bau’.

Hoatzin adalah satu-satunya spesies burung yang diketahui dengan sistem fermentasi usus depan yang mirip dengan yang ditemukan pada sapi, yang melepaskan sejumlah besar metana melalui sendawa yang konstan. Sendawa yang bau dan kotoran yang sangat bau memberikan bau khas pada hoatzin.

Pada sebagian besar burung, tembolok adalah kantung penyimpanan makanan di dekat tenggorokan yang digunakan untuk memuntahkan sejumlah kecil makanan untuk anaknya, tetapi pada burung hoatzin, temboloknya jauh lebih besar dan berfungsi sebagai ruang fermentasi untuk daun yang ditelannya. Di dalamnya terdapat bakteri spesialis yang memecah dedaunan yang ditelan, yang membutuhkan waktu total 45 jam untuk dicerna sepenuhnya. Selama proses pencernaan yang luar biasa lama ini, burung melepaskan gas melalui sendawa yang menghasilkan bau khas seperti kotoran sapi.

Tembolok burung hoatzin sangat besar sehingga hampir tidak menyisakan ruang untuk otot terbang, yang menjelaskan mengapa burung dewasa hanya dapat terbang dalam waktu singkat, sebagian besar untuk berpindah dari satu pohon ke pohon lain, dan mengapa mereka lebih suka melompat dan memanjat dengan canggung di antara cabang-cabang, di mana cakar sayap mereka berguna.

Tetapi seberapa bau burung paling bau di dunia ini? Nah, rupanya, bau kotoran mereka cukup untuk mengusir pemburu, serta predator lainnya, meskipun beberapa, seperti Elang Hitam Besar, dan Tayra yang mirip musang, lebih dari bersedia menghadapi bau busuk itu untuk mendapatkan makanan.

Yang menarik, pada tahun 2024, para ilmuwan menganalisis dan memetakan genom lebih dari 360 spesies burung untuk membuat cabang keluarga kelompok burung utama, tetapi hoatzin, bersama dengan burung pantai dan burung bangau, tidak cocok dengan kelompok lain mana pun.

Untuk keanehan burung lainnya, lihatlah suara kawin seperti gergaji mesin dari burung kapusin atau suara burung paling keras di dunia.(yn)

Sumber: odditycentral

Kapal Riset PKT Kembali Terpantau “Berkeliaran” di Sekitar Kabel Bawah Laut

Kapal survei sumber daya perikanan laut dalam milik Partai Komunis Tiongkok (PKT), “Song Hang”, kembali menimbulkan kecurigaan setelah melakukan manuver tidak biasa pada  April lalu. Para ahli menduga kapal ini sedang mengumpulkan data kabel bawah laut yang sangat penting untuk komunikasi global.

EtIndonesia. Menurut laporan dari Newsweek, perusahaan analisis maritim Windward dalam laporan yang dirilis Senin (19 Mei) menyatakan bahwa perilaku kapal “Song Hang” menunjukkan pola pergerakan yang disengaja tepat di atas infrastruktur penting, seperti kabel bawah laut. Windward menilai aktivitas ini lebih terkait dengan pemetaan atau pengintaian, bukan penangkapan ikan.

Pergerakan Mencurigakan, Beda Jauh dari Kapal Nelayan

Windward, yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk melacak aktivitas kapal secara global, menunjukkan bahwa data pelacakan kapal “Song Hang” secara jelas berbeda dari pola pergerakan alami kapal nelayan pada umumnya yang bersifat acak dan tidak teratur.

Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa pada bulan lalu, jalur gerak “Song Hang” membentuk pola grid (kotak-kotak) yang bertepatan dengan lokasi kabel bawah laut. Aktivitas ini terutama terdeteksi di timur Jepang dan timur Filipina, tepat di atas dan sekitar kabel komunikasi bawah laut di Samudra Pasifik.

Kabel Bawah Laut: Tulang Punggung Internet Global

Kapal-kapal Tiongkok sebelumnya sudah sering dituduh melanggar hukum internasional, karena melakukan pengumpulan intelijen dan riset maritim di perairan negara lain tanpa izin.

Fokus jelas kapal “Song Hang” terhadap kabel bawah laut kali ini menimbulkan kekhawatiran besar, karena kabel-kabel ini mengangkut sekitar 99% dari lalu lintas data antar benua di seluruh dunia.

Dugaan Sabotase: Kapal Tiongkok Pernah Potong Kabel

Dalam dua tahun terakhir, beberapa insiden pemutusan kabel bawah laut diduga melibatkan kapal Tiongkok. Pada Februari lalu, pihak berwenang Taiwan menahan sebuah kapal PKT dan para awaknya atas dugaan perusakan kabel komunikasi. (Hui)

Disusun oleh Tim Produksi “News Insight”, Editor: Liu Mingxiang

Ukraina Ajukan Sanksi Besar Terhadap Rusia ke Uni Eropa, Kamp Pelatihan Militer Ukraina Dibom

Media melaporkan bahwa Ukraina akan meminta Uni Eropa pekan depan untuk mengambil langkah besar baru guna mengisolasi Rusia, termasuk penyitaan aset Rusia serta penerapan sanksi sekunder terhadap beberapa pembeli minyak Rusia. Banyak pihak menilai ini adalah langkah terpaksa dari Ukraina, karena kebijakan selanjutnya dari Amerika Serikat masih belum jelas, sehingga Ukraina berharap Uni Eropa dapat mengambil tanggung jawab lebih besar.

EtIndonesia. Pada Rabu (21 Mei), Reuters secara eksklusif mengungkapkan draf buku putih yang akan diajukan Kiev kepada Uni Eropa. Dokumen ini menyerukan 27 negara anggota Uni Eropa untuk mengambil sikap yang lebih aktif dan independen dalam menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.

Dokumen setebal 40 halaman itu menyarankan agar Uni Eropa mengesahkan undang-undang untuk mempercepat penyitaan aset individu yang dikenai sanksi dan menyerahkannya kepada Ukraina. 

Buku putih itu juga menyarankan agar Uni Eropa mempertimbangkan langkah-langkah tambahan agar sanksi dapat diberlakukan lebih efektif di luar wilayah UE, termasuk menyasar perusahaan asing yang menyediakan teknologi kepada Rusia, serta penerapan sanksi sekunder terhadap pembeli minyak Rusia.

Jenis sanksi sekunder ini kemungkinan akan menarget negara-negara besar seperti India dan Tiongkok, langkah besar yang hingga kini enggan diambil oleh Uni Eropa.

Pada Senin (19 Mei), setelah berbicara melalui telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa tidak akan ada sanksi baru terhadap Rusia untuk saat ini. Keputusan ini dinilai mengecewakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, meskipun Ukraina tetap menekankan bahwa peran AS sangat penting.

“Yang ditakuti Rusia adalah Amerika Serikat. Jika pengaruh AS dapat mendorong Putin untuk mengakhiri perang, maka banyak nyawa bisa diselamatkan,” ujar Zelenskyy.

Penasihat Presiden Ukraina Mykhailo Podolyak menambahkan: “Langkah selanjutnya adalah berkoordinasi dengan mitra-mitra Eropa, meyakinkan mereka, dan membuktikan kepada AS bahwa sanksi keras terhadap Rusia penting untuk membawa Moskow ke meja diplomasi.”

Sementara itu, Garda Nasional Ukraina pada Rabu mengkonfirmasi bahwa rudal Rusia menyerang kamp pelatihan militer di wilayah Sumy, timur laut Ukraina, dekat perbatasan Rusia. Serangan ini menyebabkan enam tentara tewas dan setidaknya sepuluh orang terluka.

Drone berhasil merekam dengan jelas momen para prajurit berlarian serta kehancuran saat ledakan terjadi. Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim jumlah tentara Ukraina yang tewas mencapai 70 orang, termasuk 20 instruktur pelatihan. Komandan brigade yang bertanggung jawab atas misi tersebut telah diskors.

Pada hari yang sama, Parlemen Iran menyetujui perjanjian kemitraan strategis 20 tahun dengan Rusia, yang menandai pendalaman lebih lanjut hubungan bilateral antara Teheran dan Moskow. Negara-negara Barat menuduh Iran memasok rudal dan drone kepada Rusia untuk digunakan di medan perang Ukraina, namun Iran membantah tuduhan tersebut.

Sekjen NATO, Mark Rutte, saat berbicara mengenai KTT NATO di Den Haag bulan depan, menekankan pentingnya aliansi pertahanan NATO dan menyebut dukungan dari rezim-rezim yang ia sebut sebagai “poros kejahatan” terhadap perang Rusia di Ukraina.

“Kita tahu bahwa Korea Utara, Partai Komunis Tiongkok, Iran, dan Rusia semakin erat bekerja sama — lihat saja apa yang terjadi di Ukraina, Korea Utara, Tiongkok, dan Iran semuanya secara aktif mendukung upaya perang Rusia di Ukraina,” katanya. 

Selain itu, Kementerian Dalam Negeri Spanyol pada Rabu melaporkan bahwa seorang pria bersenjata tak dikenal menembak mati Andriy Portnov, mantan penasihat senior Presiden Ukraina pro-Rusia, Viktor Yanukovych, di luar sebuah sekolah di kawasan elit pinggiran kota Madrid.

Polisi mengungkapkan bahwa Portnov terkena sedikitnya tiga tembakan dan meninggal di tempat sebelum bantuan medis tiba. (hui)

Laporan oleh reporter Yi Jing untuk NTD

PKT Menikam ‘Saudara Sendiri’: Ada Apa di Balik Kecaman Mendadak Terhadap Hamas?

EtIndonesia. Pada pekan kedua Mei 2025, dunia diplomasi dikejutkan oleh manuver yang tidak terduga: Partai Komunis Tiongkok (PKT) secara terbuka mengecam aksi Hamas dalam serangan 7 Oktober ke Israel. Hal ini tidak hanya mengagetkan publik internasional, tetapi juga mengubah peta politik Timur Tengah dan menandai potensi perubahan besar di pusat kekuasaan Beijing.

Simbol pita kuning—biasanya digunakan sebagai tanda solidaritas terhadap korban kekerasan—terlihat disematkan di dada Duta Besar Tiongkok untuk Israel, Xiao Junzheng. Dalam wawancara resmi yang penuh kehangatan, dia mengutuk Hamas dengan istilah “tidak manusiawi, tak terampuni, dan sangat mengundang kemarahan”. Sikap ini sangat kontras dengan posisi Tiongkok selama puluhan tahun terakhir, yang selalu menolak mengecam Hamas secara eksplisit dan memilih narasi “netralitas”, “menahan diri”, atau “seruan perdamaian”.

Sejak berdirinya pada 1949, belum pernah sekalipun PKT mengambil posisi yang sedemikian terang-terangan membela Israel dan mengecam kelompok bersenjata anti-Amerika secara terbuka. Publik Tiongkok, Israel, bahkan Hamas, sama-sama terperangah. Media milik partai pun dilanda kebingungan, mempertanyakan kapan dan mengapa kebijakan luar negeri berubah drastis. Namun, di balik perubahan sikap ini, tersembunyi strategi politik dan kepanikan internal yang jauh lebih rumit daripada sekadar masalah moral.

Dari Solidaritas Revolusioner Menuju “Tanda Setia” untuk Trump

Jika Anda mengira PKT tiba-tiba “berhati nurani”, itu keliru. Ini bukan soal penyesalan moral, melainkan transaksi politik yang sangat dingin. Pergeseran sikap ini bukanlah pembalikan ideologi, melainkan sebuah “tanda setia”—diperuntukkan bukan untuk rakyat Palestina, melainkan untuk Donald Trump.

Kenapa harus Trump? Karena kekuasaan Xi Jinping sendiri kini kian rapuh di dalam negeri, dan ancaman dari Amerika Serikat di bawah Trump jauh lebih besar ketimbang di era Joe Biden. Tiongkok sedang berusaha keras mengamankan posisinya sebelum Trump benar-benar mengambil kebijakan garis keras terhadap jaringan “sekutu” anti-Amerika di Timur Tengah, termasuk Iran, Houthi, Hizbullah, dan—tentu saja—Hamas.

Rekam Jejak PKT—Dari Senjata, Dana, hingga Slogan Revolusi

Untuk memahami signifikansi pergeseran ini, perlu melihat sejarah panjang PKT dalam mendukung kelompok bersenjata di seluruh dunia. Dalam tujuh dekade terakhir, PKT dikenal sebagai sponsor utama gerakan revolusi dan milisi bersenjata, dari Afrika hingga Asia Tenggara. Mulai dari pemberontak di Angola, rezim Mugabe di Zimbabwe, Kabila di Kongo, hingga pelatihan milisi di Vietnam, Palestina, dan organisasi-organisasi “anti-imperialis” lain, semua pernah merasakan sentuhan “bantuan merah” dari Beijing—baik berupa dana, senjata, maupun doktrin.

Bahkan, slogan revolusioner Mao Zedong: “Kekuasaan tumbuh dari laras senapan” menjadi “kitab suci” kelompok-kelompok bersenjata di dunia, termasuk Hamas, Taliban, dan Hizbullah. Dalam forum-forum internasional, PKT konsisten menolak menyebut kelompok ini sebagai teroris, dan memilih retorika “keadilan internasional”, “perlawanan bangsa tertindas”, dan “solusi damai”.

Ketika serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel, Kementerian Luar Negeri Tiongkok hanya mengeluarkan pernyataan klise: menyerukan “semua pihak menahan diri”. Sementara di forum Mahkamah Internasional, perwakilan Tiongkok malah membela Hamas secara terbuka, tanpa menyentuh isu pembantaian warga sipil.

Tiba-tiba Mengecam—Kenapa Sekarang?

Perubahan sikap yang mendadak—duta besar PKT di Israel mengenakan pita kuning dan mengecam Hamas di hadapan publik dunia—bukanlah kebetulan. Ini adalah strategi yang sangat terukur, dipilih pada waktu yang spesifik: tiga hari sebelum Donald Trump melakukan lawatan penting ke Timur Tengah.

Trump datang dengan misi mengonsolidasikan aliansi Amerika, Israel, dan Arab Saudi, mengucilkan Iran, serta “menghapus” Hamas, Houthi, dan Hizbullah dari peta geopolitik kawasan, setidaknya secara diplomasi dan narasi publik global. Di balik “poros anti-Amerika” di Timur Tengah, Beijing telah lama berperan sebagai pendukung utama—mulai dari dana, pengelakan sanksi, hingga pasokan teknologi militer ke Iran yang diteruskan ke kelompok-kelompok seperti Hamas.

Jika Trump benar-benar menuntut “pilih pihak”, semua “teman” Beijing di kawasan akan jadi beban politik besar. Maka PKT buru-buru mencari jalan keluar: mengecam Hamas sebagai “tanda setia” demi mengamankan posisi tawar dengan Washington.

Strategi Tiga Langkah—Menyelamatkan Diri di Tengah Badai

Laporan khusus ini menemukan setidaknya tiga langkah besar yang ditempuh Beijing dalam menghadapi tekanan global:

  1. Mengecam Hamas secara terbuka—pita kuning dan pernyataan “tidak terampuni” adalah isyarat bahwa PKT siap “menghajar” mantan sekutu di depan umum, layaknya seorang anak buah mafia yang hendak beralih bos.
  2. Merayu Israel—Xiao Junzheng, duta besar baru, secara terbuka menawarkan peningkatan hubungan strategis, investasi, hingga narasi politik baru jika Israel mau tetap menjaga jarak dari Amerika Serikat.
  3. Menjauh dari Iran dan Rusia secara diplomatik—Pernyataan resmi menegaskan Tiongkok tidak menjual senjata ke Iran, berupaya tampil “bersih”, dan mengikuti jargon “penjaga perdamaian dunia”.

Semua langkah ini ditujukan untuk satu hal: menunjukkan pada Trump bahwa Tiongkok siap beradaptasi dengan “aturan main” baru, asalkan tidak jadi sasaran utama kebijakan isolasi Amerika.

Xi Jinping—Masihkah Berkuasa di Beijing?

Salah satu aspek paling penting dari laporan ini adalah temuan bahwa perubahan besar dalam kebijakan luar negeri Tiongkok ini tampaknya bukan keputusan langsung Xi Jinping. Beberapa indikatornya:

  • Xi Jinping tidak tampil di panggung diplomasi saat pengumuman ini dilakukan.
  • Kemenlu Tiongkok, lewat jubir Mao Ning, menghindari jawaban langsung ketika ditanya apakah benar-benar mendukung sikap duta besar yang mengecam Hamas.
  • Sumber-sumber internal di Beijing menyebutkan adanya tekanan dari “kelompok kolektif” di dalam PKT yang mulai menyingkirkan pengaruh Xi dan menulis ulang “naskah” diplomasi baru.

Sepuluh tahun terakhir, kendali PKT ada di tangan Xi, namun sejak 2023, banyak institusi penting mulai kehilangan “loyalis Xi”—dari militer, lembaga intelijen, hingga korps diplomat. Keputusan besar kini lebih banyak diambil secara kolektif, dan Xi hanya “duduk” di kursi kekuasaan, tanpa kendali penuh atas jalannya kapal negara.

Arti Penting Simbol Pita Kuning—Bendera Putih untuk Trump

Simbol pita kuning di dada duta besar PKT kini harus dibaca sebagai “bendera putih”—tanda menyerah secara diplomatik, bukan tanda empati. PKT sadar kali ini lawan mereka bukan lagi Washington yang “lunak”, tapi Trump yang sangat tegas, penuh dendam politik, dan tidak ragu “menghukum” secara ekonomi maupun militer.

Pergeseran ini pun diyakini akan merembet ke isu lain, terutama soal Taiwan. Jika tiba-tiba PKT menurunkan tensi militer dan mulai mengusung “penyatuan damai”, itu bukanlah tanda Beijing menjadi rasional atau lembut, melainkan karena tekanan besar dari Amerika Serikat di bawah Trump semakin nyata dan tak terhindarkan.

Akhir Sebuah Era—Pergeseran Poros Kekuasaan PKT

Sejak berdirinya, belum pernah PKT secara eksplisit mengecam “rekan seperjuangan” anti-Amerika seperti Hamas. Peristiwa ini bukan sekadar isu diplomatik, melainkan sinyal titik balik dalam sistem kekuasaan PKT: dari kekuasaan personal Xi Jinping, bergeser ke kepemimpinan kolektif yang pragmatis dan sangat “pragmatis”—bahkan rela “mengorbankan” sekutu lama demi bertahan di pentas dunia.

Kepanikan ini bukan tanda kebangkitan moral, melainkan rasa takut. PKT kini sangat sadar: satu langkah keliru bisa membuat mereka dibuang dari tatanan baru yang tengah “diacak ulang” oleh kekuatan global. Jalan satu-satunya adalah merendah, tersenyum, dan mengharap belas kasihan dari pihak yang lebih kuat.

Penutup: Permintaan Maaf yang Tersembunyi

Langkah mengecam Hamas adalah sinyal permintaan maaf Beijing kepada Amerika, khususnya kepada Trump yang akan kembali menjadi pemain utama. Apakah strategi “menunduk” ini akan berhasil atau justru membuat Tiongkok semakin tersudut? Dunia kini menanti babak baru—bukan hanya di Timur Tengah, tapi juga di seluruh kawasan yang selama ini jadi medan pertarungan pengaruh PKT.

Bagaimana kelanjutan perubahan ini, apakah Trump akan menerima “kartu loyalitas” PKT, atau justru mempercepat kejatuhan Xi dan perubahan rezim di Beijing—hanya waktu yang bisa menjawab.

Banyak Tokoh Politik Dunia Memberikan Penghargaan kepada Master Li Hongzhi dan Falun Gong

 Tanggal 13 Mei tahun ini menandai Hari Falun Dafa Sedunia ke-26 dan peringatan 33 tahun penyebaran Falun Dafa ke seluruh dunia. Banyak tokoh politik dari berbagai negara mengirimkan penghargaan dan surat ucapan selamat sebagai bentuk dukungan mereka. Mereka menyatakan kekaguman yang mendalam terhadap pendiri Falun Gong, Li Hongzhi, atas kontribusinya yang luar biasa bagi umat manusia dan menyatakan dukungan kuat terhadap perjuangan damai para praktisi Falun Gong.

ETIndonesia. Pada 13 Mei, bendera Amerika Serikat berkibar di atas Gedung Kongres di Washington, DC, sebagai penghormatan kepada Li Hongzhi dan untuk merayakan Hari Falun Dafa Sedunia. Ini adalah keempat kalinya bendera dikibarkan di lokasi tersebut untuk menghormati pendiri Falun Gong.

Pada hari yang sama, gedung parlemen negara bagian Pennsylvania juga mengibarkan bendera AS sebagai bentuk penghormatan kepada Li Hongzhi.

Kongres Amerika Serikat secara khusus mengeluarkan sertifikat penghargaan untuk memperingati Hari Falun Dafa Sedunia ke-26 dan perjuangan para praktisi Falun Gong yang telah bertahan selama 26 tahun di tengah penindasan Partai Komunis Tiongkok (PKT).

Kongres juga mengeluarkan sertifikat pengakuan dan pencapaian, mengapresiasi kontribusi Himpunan Falun Dafa dalam mempromosikan nilai-nilai inti “Sejati, Baik, Sabar” serta budaya Buddha tradisional.

Beberapa parlemen negara bagian di AS seperti legislatif Texas (senat dan DPR), senat negara bagian New York, legislatif Missouri, DPR negara bagian Maryland, dan DPR negara bagian New York juga mengeluarkan resolusi atau surat penghargaan yang menetapkan 13 Mei 2025 sebagai Hari Falun Dafa, atau menyampaikan apresiasi atas dampak positif Falun Dafa bagi komunitas dan dunia.

Chris Smith, anggota Kongres AS mengatakan: “Selamat Hari Falun Dafa! Di tengah penindasan kejam oleh PKT, kalian tetap teguh dan tidak menyerah. Kami mendukung hak kalian untuk berlatih sesuai hati nurani, dan kami memberikan tepuk tangan untuk ketabahan dan kebaikan kalian.”

Selain banyak anggota parlemen AS, tokoh-tokoh politik dari Kanada, Inggris, Irlandia, Jerman, Swedia, Australia, Selandia Baru, dan Taiwan juga mengirimkan pesan ucapan selamat untuk memperingati Hari Falun Dafa Sedunia ke-26.

Anggota parlemen dari Partai CDU di Parlemen Negara Bagian Hesse, Jerman, Nessa Cosgrove, mengatakan: “Hari ini adalah pengingat bahwa meskipun dalam kesulitan dan penindasan, cahaya kebenaran tidak akan pernah padam.”

Anggota Parlemen Inggris, Jim Shannon, menyatakan: “Kami berdiri bersama kalian, melawan tirani.”

Di Kanada, setidaknya 10 kota mengibarkan bendera dan menyalakan lampu sebagai bentuk perayaan Hari Falun Dafa Sedunia.

Wang He, kolumnis dari The Epoch Times, mengatakan bahwa dari berbagai penghargaan dan ucapan yang diberikan para tokoh politik, terlihat bahwa komunitas internasional semakin mengakui dan menghormati Master Li Hongzhi serta ajaran Falun Dafa.

Wang He menyatakan: “Banyaknya penghargaan ini pertama-tama adalah hasil dari dedikasi yang tulus dan penuh kasih dari para praktisi Falun Gong. Kedua, selama bertahun-tahun ketika PKT menyebarkan fitnah dan penindasan terhadap Falun Gong, para praktisi terus menyuarakan kebenaran, dan ini menggugah para tokoh dunia. Mereka menyadari bahwa Falun Gong sangat berbeda dari gambaran negatif yang disebarkan PKT. Dari interaksi langsung dengan para praktisi, mereka merasakan kekuatan positif Falun Dafa, dan karena itu mereka memberikan dukungan dengan tulus.”

Wang He menambahkan, Falun Dafa mempromosikan kebenaran universal dan esensi kehidupan. Orang-orang baik dapat mendapatkan inspirasi darinya. Dalam menghadapi bujukan dan tekanan dari PKT, para tokoh politik ini tetap teguh — hal yang sangat langka dan berharga.

‘Mereka mengikuti suara hati mereka dan merasakan keindahan serta keagungan prinsip Falun Dafa. Dengan senang hati mereka menulis banyak penghargaan dan ucapan ulang tahun kepada pendiri Falun Gong. Kesimpulannya adalah: dunia membutuhkan Sejati, Baik, dan Sabar — Falun Gong adalah milik dunia.”

Pada 13 Mei 1992, Li Hongzhi pertama kali memperkenalkan Falun Dafa kepada publik di Changchun, Tiongkok. Praktik spiritual ini berakar pada tradisi Tiongkok dan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan moral. Kini, Falun Dafa telah menyebar ke lebih dari 100 negara.

Namun demikian, penindasan brutal oleh PKT terhadap Falun Gong telah berlangsung lebih dari 25 tahun. Kongres AS telah mengeluarkan lima resolusi yang menyerukan agar PKT menghentikan penindasan tersebut.

Pada 3 Maret tahun ini, Kongres AS ke-119 kembali mengajukan Undang-Undang Perlindungan Falun Gong (Falun Gong Protection Act). Pada 5 Mei, DPR AS meloloskan undang-undang ini secara aklamasi.

Anggota Kongres AS Pat Ryan menyatakan: “Saya berharap kalian merayakan Hari Falun Dafa yang penuh makna dan sukacita! Tak ada momen yang lebih tepat dari sekarang untuk mengumumkan bahwa kami baru saja mengesahkan undang-undang penting, yaitu Undang-Undang Perlindungan Falun Gong, yang bertujuan meminta pertanggungjawaban PKT atas kejahatan keji seperti pengambilan organ secara paksa dan pelanggaran HAM lainnya. Saya akan terus mendorong agar RUU ini juga disahkan oleh Senat dan ditandatangani oleh Presiden agar menjadi undang-undang.”

Eleanor Holmes Norton, anggota DPR AS dari Washington, DC, juga menyatakan akan terus bekerja sama dengan rekan-rekannya di DPR dan Senat untuk mewujudkan legislasi tersebut dan melindungi para praktisi Falun Dafa di seluruh dunia. (Hui)

Penyunting: Wang Ziqi | Reporter: Yi Ru | Pascaproduksi: Wu Ming

Diduga Gagal Menagih Gaji, Pegawai Membakar Pabrik Tekstil di Sichuan, Tiongkok Hingga Terbakar 37 Jam 

0

Pada 20 Mei, terjadi kebakaran besar di sebuah pabrik tekstil di Pingshan, Kota Yibin, Sichuan, Tiongkok. Api terus menyala selama 37 jam dan belum juga berhasil dipadamkan. Asap hitam tebal membumbung tinggi di lokasi kejadian. Beberapa orang yang mengetahui situasi menyatakan bahwa pemilik pabrik menunggak gaji sebesar RMB.800 (mata uang Tiongkok) kepada seorang karyawan. Setelah berulang kali menagih tanpa hasil, karyawan tersebut akhirnya membakar pabrik.

ETIndonesia. Berdasarkan penuturan  warganet daratan Tiongkok, terjadi kebakaran yang dimulai pada  20 Mei 2025 siang di sebuah pabrik tekstil di Pingshan, Kota Yibin, Sichuan, Tiongkok. Kobaran Sempat padam selama beberapa jam, namun api kembali menyala dengan intensitas lebih besar. Hingga 21 Mei malam, asap hitam masih terlihat. Beberapa video menunjukkan asap tebal membumbung hingga puluhan meter di atas gedung, api menyala dengan sangat hebat.

Pada 22 Mei, Kepolisian Kabupaten Pingshan, Kota Yibin merilis pernyataan bahwa sekitar pukul 12 siang tanggal 20 Mei, tersangka bermarga Wen (pria, 27 tahun) membakar sebuah ruang kerja di pabrik tekstil tersebut. Karena banyaknya bahan katun di dalam ruangan, pemadaman api menjadi sangat sulit. Saat ini, api telah berhasil dikendalikan.

Dalam pernyataan tersebut juga disebutkan bahwa Wen telah ditahan oleh pihak kepolisian, dan motif serta kerugian akibat peristiwa ini masih dalam penyelidikan.

Pabrik tempat kejadian adalah milik Sichuan Jinyu Textile Co., Ltd., yang berlokasi di Kawasan Pengembangan Ekonomi Pingshan, Sichuan. Wen adalah karyawan di pabrik tersebut.

Sumber yang mengetahui kejadian ini menyebutkan bahwa demi gaji sebesar RMB.800 , yang tidak diberikan oleh pemilik, sang karyawan sempat menusuk bagian keuangan (akunting), lalu berkata, “Toh akhirnya juga mati,” dan kemudian membakar semuanya.

Ada yang mengatakan, “Ini kisah yang menyedihkan. Bos tidak membayar uang seorang pemuda — hanya RMB.800 . Setelah berkali-kali menagih tanpa hasil, dia memilih membakar pabrik! Kalau ingin tahu lebih lanjut, cari saja di Douyin (TikTok versi Tiongkok)!”

“Ini terjadi tepat di seberang rumah saya. Bukan karena gaji satu bulan, tapi karena dipotong RMB.800 . Pemuda itu lahir tahun 1998, usianya 27 tahun. Hingga kini, lebih dari 80 mobil pemadam kebakaran dari Chengdu dan Mianyang telah dikerahkan, namun api belum padam. Bukan hanya bertengkar, tapi dia menusuk bagian keuangan.”

Peristiwa ini memicu perhatian luas di kalangan masyarakat Tiongkok:

“Hanya karena RMB. 800 , satu pabrik terbakar.”
“Pekerja pabrik tekstil menuntut RMB.800 , menyebabkan asap tebal membumbung. Hampir dua hari dua malam, api belum juga padam. Bos pasti rugi besar kali ini.”

“Pekerja itu menyiram bahan kain di dalam ruang kerja dengan bensin, lalu membakarnya.”

“Pembakaran disengaja — asuransi tidak akan membayar.”
“Pembakaran harus dihukum berat.”

“Bagian keuangan dan bos itu satu pihak. Memberi atau tidak memberi uang tergantung bos. Saat kejadian, bos pun ada di tempat, kemungkinan juga ikut diamankan.”

Kejadian ini juga memicu empati dari para pekerja lainnya. Banyak yang berkata:

“RMB.800 bagi karyawan bisa dipakai untuk biaya hidup anak satu bulan. Tapi bagi bos, bahkan tidak cukup untuk sekali makan di luar. Jangan sampai memojokkan orang kecil seperti ini.”

“RMB.800 mungkin kecil bagi bos, tapi bagi kami pekerja, itu setengah bulan biaya hidup.”
“Yang mengejutkan, komentar-komentar di media sosial malah mendukung si pemuda. Ini menunjukkan suara hati rakyat.”

“Apa yang terjadi pada masyarakat ini? Komentar malah membela tindakan pembakaran. Padahal ini seharusnya dikecam. Bukankah sudah waktunya pemerintah dan para bos merenung? Jangan anggap rakyat kecil bukan manusia — mereka bisa saja membuat kalian tidak melihat matahari esok hari.”

“Apakah kejadian seperti ini akan makin sering terjadi?”
“Seperti percikan api kecil, bisa menyebar luas.” (Hui)

Laporan oleh jurnalis Li Enzhen / Editor penanggung jawab: Li Quan – NTD

Diburu Israel: Komandan Inti Hamas Tewas, dan Dunia Terkejut Insiden Salah Tembak Diplomatik!

EtIndonesia. Situasi di Jalur Gaza kembali memanas usai Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan bahwa militer Israel diduga telah berhasil menewaskan salah satu tokoh paling penting dalam struktur Hamas, Muhammad Sinwar. Muhammad adalah adik kandung dari Yahya Sinwar, pemimpin tertinggi Hamas yang juga tewas dalam operasi militer Israel pada tahun lalu. Kematian Muhammad Sinwar menandai salah satu pukulan terberat bagi jaringan kepemimpinan Hamas dalam beberapa tahun terakhir.

Serangan Udara Masif Sasar Rumah Sakit, Puluhan Tewas

Operasi militer besar-besaran yang digelar Israel kali ini menargetkan sejumlah titik strategis di Gaza Selatan, dengan fokus utama di sekitar Rumah Sakit Eropa di Kota Khan Younis. Berdasarkan pernyataan resmi Kementerian Kesehatan Palestina, serangan udara tersebut menewaskan sedikitnya 28 orang dan melukai lebih dari 50 warga sipil, termasuk pasien dan tenaga medis yang berada di lokasi. Muhammad Sinwar diyakini tengah bersembunyi di kawasan tersebut saat serangan terjadi.

Pihak militer Israel belum memberikan konfirmasi visual atas tewasnya Muhammad Sinwar, namun berbagai sumber intelijen menyatakan bahwa peluang selamatnya sangat kecil. Netanyahu dalam konferensi pers menyebutkan bahwa operasi masih akan terus berlanjut hingga seluruh jaringan komando Hamas “dibersihkan”.

“Setiap jengkal tanah di Gaza, pada akhirnya, akan berada di bawah kendali penuh Israel,” tegas Netanyahu di hadapan wartawan. 

“Seluruh pemimpin Hamas yang masih tersisa kini sedang diburu. Kami telah mengidentifikasi posisi kepala militer, Deif, serta pemimpin politik Haniyeh, yang akan menjadi target berikutnya,” tambahnya.

Sikap Keras Israel Ditengah Tekanan Dunia

Deklarasi Netanyahu menuai reaksi keras dari komunitas internasional, terutama karena meningkatnya korban sipil dan hancurnya infrastruktur sipil, termasuk fasilitas kesehatan. Meski desakan untuk melakukan gencatan senjata datang dari berbagai negara—termasuk AS, Uni Eropa, dan negara-negara Arab—Netanyahu menegaskan bahwa jeda pertempuran hanya mungkin terjadi apabila para sandera yang masih ditahan Hamas dibebaskan.

“Tidak akan ada perdamaian permanen sampai Hamas benar-benar dilucuti dan rezim mereka tumbang,” tegasnya lagi. “Siapa pun yang meminta gencatan senjata sebelum tujuan ini tercapai, berarti sama saja membiarkan Hamas tetap berkuasa.”

Israel juga mengangkat isu rencana “migrasi sukarela” bagi warga Gaza, mengikuti usulan AS yang telah menimbulkan perdebatan di berbagai forum internasional. Namun, banyak pihak memandang langkah ini sebagai bentuk pengusiran terselubung yang melanggar hak asasi manusia.

Insiden Salah Tembak: Israel Panen Kecaman Dunia

Sementara operasi militer berlangsung di Gaza, insiden kontroversial terjadi di Tepi Barat, tepatnya di dekat kamp pengungsi Jenin. Pada hari yang sama, rombongan diplomat dari lebih dari 30 negara tengah melakukan kunjungan lapangan untuk memantau dampak operasi militer Israel terhadap warga sipil Palestina.

Secara tiba-tiba, seorang tentara Israel melepaskan tembakan peringatan ke udara saat rombongan melintasi area dekat operasi militer aktif. Tindakan ini sontak menimbulkan kepanikan di antara para diplomat, yang langsung berlarian mencari perlindungan. Rekaman video kejadian tersebut beredar luas di media sosial, menuai kecaman dan kritik dari berbagai negara.

Dalam rombongan tersebut, terdapat diplomat dari Uni Eropa, Prancis, Inggris, Tiongkok, Rusia, Turki, Mesir, Irlandia, Italia, Spanyol, dan sejumlah negara lain. Mereka saat itu sedang mendengarkan penjelasan dari otoritas Palestina terkait situasi keamanan dan kemanusiaan di kawasan Jenin.

Respons Israel dan Protes Internasional

Militer Israel kemudian mengeluarkan pernyataan resmi, menyatakan bahwa tembakan peringatan tersebut dilakukan karena rombongan diplomat “melenceng dari jalur yang sudah ditetapkan” dan tanpa sengaja masuk ke zona operasi berisiko tinggi. Menurut pihak militer, tindakan tersebut hanya dimaksudkan sebagai peringatan untuk menghindari potensi bahaya dan bukan sebagai serangan langsung.

“Kami meminta maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi, dan tidak ada niat jahat dalam tindakan tersebut,” ujar perwakilan militer Israel.

Namun, klarifikasi ini tidak cukup meredam kemarahan internasional. Menteri Luar Negeri Prancis, Stéphane Séjourné, menyebut tindakan itu “tidak dapat diterima” dan menuntut penjelasan resmi dari Israel. Pemerintah Spanyol dan Italia juga mengeluarkan kecaman keras, sementara Uni Eropa menuntut penyelidikan penuh atas insiden ini.

Otoritas Palestina sendiri menuduh militer Israel melakukan tembakan secara sengaja terhadap rombongan diplomat yang telah memperoleh izin resmi untuk melakukan kunjungan. Mereka menegaskan bahwa insiden ini membuktikan “rendahnya penghormatan Israel terhadap hukum internasional dan diplomasi”.

Dampak Diplomatik dan Humaniter

Serangkaian peristiwa ini tidak hanya memperburuk citra Israel di mata dunia, tetapi juga meningkatkan tekanan terhadap pemerintahan Netanyahu baik dari dalam negeri maupun komunitas internasional. Para pengamat menilai, insiden salah tembak terhadap diplomat asing bisa menjadi pemicu krisis diplomatik baru di tengah konflik yang sudah sangat kompleks dan berkepanjangan.

Sementara itu, situasi di Gaza semakin memburuk, dengan jumlah korban sipil terus bertambah dan bantuan kemanusiaan yang sulit masuk ke wilayah konflik. Komunitas internasional terus menyerukan penghentian kekerasan, pembukaan jalur bantuan, dan perlindungan maksimal terhadap warga sipil serta pekerja kemanusiaan.

Kesimpulan

Ketegangan antara Israel dan Hamas belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Dengan tewasnya Muhammad Sinwar, Israel berharap dapat memutus rantai komando militer Hamas, namun balasan dan aksi protes dari kelompok perlawanan diyakini akan semakin meningkat. Di sisi lain, insiden salah tembak ke rombongan diplomatik menunjukkan betapa rawan dan tidak terduganya situasi di lapangan, sekaligus memperbesar risiko krisis internasional yang lebih luas.

Peretasan Komunikasi: Aplikasi yang Pernah Dipakai Staf Trump Dibobol, Data 60 Pejabat Pemerintah AS Bocor

EtIndonesia. Menurut laporan Reuters pada 21 Mei, platform komunikasi TeleMessage mengalami serangan siber besar-besaran pada bulan ini. Akibatnya, pesan-pesan dari lebih dari 60 pejabat Pemerintah AS diketahui telah bocor. Beberapa media menyebut bahwa mantan Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz juga pernah menggunakan aplikasi ini.

Data hasil kebocoran tersebut dibagikan oleh organisasi nirlaba asal AS, Distributed Denial of Secrets (DDoSecrets), yang dikenal mengarsipkan dokumen-dokumen yang bocor akibat peretasan atas nama kepentingan publik.

Dari hasil analisis terhadap data yang dibocorkan, diketahui bahwa lebih dari 60 pengguna berasal dari instansi pemerintah. Di antara mereka terdapat petugas penanganan bencana, pejabat bea cukai, diplomat, staf Gedung Putih, hingga anggota Dinas Rahasia (Secret Service).

Reuters telah memverifikasi bahwa sebagian pesan yang bocor memang otentik. Meskipun tidak ditemukan percakapan langsung dari Waltz maupun pejabat lain di pemerintahan Trump, namun beberapa pesan yang bocor memuat informasi sensitif mengenai aktivitas dan rencana perjalanan pejabat tinggi, termasuk kunjungan ke Vatikan dan Yordania.

TeleMessage, Aplikasi yang Tiba-Tiba Menjadi Sorotan

Sebelum kejadian ini, TeleMessage adalah aplikasi yang nyaris tidak dikenal di luar lingkup lembaga pemerintah dan keuangan. Namun, pada 30 April, sebuah foto dari Reuters memperlihatkan Mike Waltz tengah memeriksa aplikasi tersebut—yang merupakan versi modifikasi dari aplikasi terenkripsi Signal—saat berada dalam rapat kabinet. Momen tersebut sontak menarik perhatian media.

TeleMessage diketahui mengembangkan versi modifikasi dari Signal, WhatsApp, Telegram, dan WeChat, yang dirancang untuk mengarsipkan pesan secara terpusat, umumnya digunakan oleh institusi resmi.

Awalnya berbasis di Israel, TeleMessage diakuisisi pada Februari 2024 oleh perusahaan teknologi Smarsh, yang berbasis di Portland, negara bagian Oregon, AS.

Serangan Siber: Cuma Butuh 20 Menit

Peretasan terhadap server TeleMessage terjadi sebanyak dua kali pada tanggal 4 Mei, dilakukan oleh lima peretas berbeda. Salah satu hacker bahkan membanggakan diri karena hanya membutuhkan waktu kurang dari 20 menit untuk menembus sistem.

Selanjutnya, seorang pakar keamanan siber melakukan investigasi terhadap kode sumber versi modifikasi aplikasi Signal yang dikembangkan TeleMessage. Pada 6 Mei, dia menyimpulkan bahwa aplikasi tersebut tidak menerapkan enkripsi end-to-end, sehingga rawan dibobol.

Menanggapi kejadian ini, pada 6 Mei, Smarsh selaku pemilik TeleMessage mengumumkan telah menutup seluruh layanan TeleMessage untuk sementara waktu guna menghindari risiko lebih lanjut dan melakukan evaluasi keamanan secara menyeluruh.

Kesimpulan: Ancaman Siber Kembali Mengguncang Dunia Pemerintahan

Insiden ini menunjukkan betapa rentannya sistem komunikasi bahkan di lingkungan pemerintahan tertinggi terhadap serangan siber. Dengan melibatkan data pejabat Gedung Putih, diplomat, dan badan keamanan, peretasan terhadap TeleMessage menjadi peringatan serius akan pentingnya keamanan data dan transparansi teknologi dalam komunikasi resmi.(jhn/yn)

Pengalaman Mati Suri: Bertemu “Dewi” yang Mengubah Hidup Seorang Ateis

EtIndonesia. Nancy Rynes dulunya adalah seorang ateis sejati. Dia mengedepankan logika dan percaya bahwa sains mampu menjelaskan segalanya. Namun, hanya dalam beberapa menit menjelang kematiannya, pandangannya tentang hidup dan keberadaan Tuhan berubah total.

Wanita asal negara bagian Colorado, Amerika Serikat, ini adalah seorang penulis sains sekaligus pelatih korporat. Dia tidak pernah tertarik pada hal-hal spiritual atau agama. Padahal sejak kecil, Nancy cukup memiliki sisi spiritual, dibesarkan dalam keluarga Katolik. Tapi saat dia berusia 15 tahun, sejumlah berita tentang pelecehan anak yang dilakukan oleh pendeta menghancurkan kepercayaannya. Dia mulai meragukan keyakinannya dan bahkan menganggap bahwa semua yang dia lihat dan alami tentang Tuhan dan roh semasa kecil hanyalah ilusi.

Setelah lulus dari universitas dan bekerja di Departemen Energi AS, Nancy tumbuh menjadi seorang ilmuwan yang sangat rasional dan berpijak pada realitas material. Dia memeluk ateisme sepenuhnya. Namun takdir mempertemukannya dengan sebuah “pintu tak terlihat” yang membawanya masuk ke dunia yang selama ini dia pandang sebelah mata.

Kecelakaan Sepeda yang Mengubah Segalanya

Pada usia 46 tahun, Nancy tengah berada di titik terendah dalam hidupnya. Dia baru bercerai, pekerjaannya tidak berjalan baik, dan dia memutuskan pindah ke Boulder, Colorado untuk memulai lembaran baru. 

Suatu hari, saat bersepeda, dia ditabrak oleh sebuah SUV dan terlempar jauh. Dia dilarikan ke ruang gawat darurat dengan luka serius dan dijadwalkan menjalani operasi besar tiga hari kemudian.

Hasil pemeriksaan menunjukkan cedera parah di bagian kepala, tulang selangka, tulang rusuk, tulang leher, tulang belakang, serta paru-paru. 

Sebagai seorang ateis, ketakutan terbesar Nancy adalah kematian. Ketika obat bius mulai bekerja dan dia tertidur di meja operasi, dia justru “terbangun” di sebuah dunia lain—sebuah lereng bukit yang indah, dipenuhi bunga dan rumput hijau. Dunia itu tidak mengikuti hukum fisika yang dikenalnya di dunia nyata.

Nancy mulai menyadari bahwa dia telah mati. Dia teringat akan perkataan orangtuanya di masa kecil, bahwa ateis akan masuk neraka. Namun, yang dia lihat sangat bertolak belakang. Sebuah suara lembut menyambutnya, berkata: “Selamat datang di rumah.” Suara itu berasal dari sosok perempuan yang samar namun memancarkan kasih dan kebijaksanaan. Nancy menyebut sosok itu sebagai “dewi”.

Pelajaran dari Dunia Lain: Energi, Peta Kehidupan, dan Pertobatan Jiwa

Dewi itu mulai mengajarkan Nancy berbagai pengetahuan tentang alam spiritual. Dia menjelaskan bahwa segalanya di alam semesta ini dibangun di atas dasar energi. Nancy menyerap ilmu itu dengan kecepatan luar biasa, jauh melebihi kecepatan belajar di dunia manusia. Hal-hal yang biasanya membutuhkan waktu tiga bulan untuk dipahami di bumi, di sana hanya membutuhkan beberapa menit.

Nancy juga ditunjukkan sebuah “peta kehidupan”, semacam peta energi yang menggambarkan seluruh pilihan hidupnya—jalur mana yang dia pilih, mana yang dia tinggalkan, dan bagaimana semuanya saling terhubung. 

“Aku berdiri di sana, memandangi peta itu, dan menyadari: itulah hidupku,” kenangnya.

Dia juga menjalani momen yang disebut “tinjauan jiwa”, di mana dia melihat kembali seluruh kejadian dalam hidupnya, tak hanya dari sudut pandangnya sendiri, tapi juga dari sudut pandang orang lain. Salah satu momen yang membekas adalah ketika dia berusia 17 tahun dan berkata kasar pada adiknya. Dari perspektifnya dulu, hal itu tampak sepele. Namun ketika dia melihatnya dari sudut pandang sang adik, dia merasakan betapa sakit dan terpukulnya hati sang adik.

Ingin Tinggal, Namun Sudah Ada Perjanjian Jiwa

Dalam pengalaman itu, Nancy memohon kepada dewi agar diperbolehkan untuk tetap tinggal di dunia tersebut. 

“Aku tidak ingin kembali,” pintanya. 

Namun, sang dewi menjawab dengan lembut: “Kamu sudah menyetujui untuk kembali.” 

Nancy lalu diperlihatkan bahwa sebelum lahir ke dunia, dia sebenarnya telah menyepakati untuk mengalami kecelakaan itu, serta segala penderitaan dan pelajaran yang menyertainya.

Sang dewi akhirnya mengantar Nancy kembali ke dunia nyata. Ketika Namcy membuka mata, dia masih terbaring di meja operasi. Rasa sakit langsung menyeruak, namun kenangan dan pengalaman yang baru saja dialaminya tetap terasa sangat nyata, bahkan lebih nyata dibanding dunia fisik.

Kebangkitan Jiwa dan Misi Baru

Sejak kembali dari pengalaman itu, Nancy menjalani hidup dengan cara yang sama sekali berbeda. Dia setiap hari mengingat apa yang dialaminya di “dunia seberang”, dan hal itu mengubah cara dia berinteraksi dengan sesama manusia. Dia yang dulu menolak semua bentuk kepercayaan spiritual, kini menjadi seorang penyampai pesan-pesan spiritual. Namun yang dia bawa bukanlah ajaran agama tertentu, melainkan pengalaman langsung dari dunia misterius yang pernah dia masuki.

Nancy kini meyakini bahwa dunia spiritual bukan ilusi atau mitos, melainkan sebuah kenyataan yang sangat dalam dan penuh kasih. Dia mengajak orang untuk berpikir ulang: mungkinkah “pintu pulang” itu tidak hanya terbuka di akhir hayat, tetapi juga bisa disadari lebih awal dalam kehidupan kita?(jhn/yn)

Pembicaraan Putin dan Trump Lewat Telepon Terkuak! Rusia Gagalkan Rencana Serangan Ukraina Menjelang “Hari Kemenangan”

EtIndonesia. Pada hari Senin (19/5), Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melakukan percakapan telepon selama dua jam dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Isi percakapan mereka bocor ke publik melalui berbagai media asing dari berbagai saluran. Yuri Ushakov, penasihat kebijakan luar negeri Putin, mengungkapkan bahwa dalam pembicaraan tersebut, Putin memberi tahu Trump bahwa menjelang perayaan “Hari Kemenangan” pada 9 Mei, Moskow berhasil menggagalkan beberapa rencana serangan teroris besar-besaran yang didalangi oleh Ukraina.

Putin Sebut Ukraina Gagal Lakukan Serangan Teroris ke Moskow

Menurut laporan media Pemerintah Rusia, RT, dalam wawancara pada 20 Mei, Ushakov menjelaskan bahwa pada 19 Mei, Putin memberi tahu Trump bahwa sebelum dimulainya perayaan Hari Kemenangan dan deklarasi sepihak gencatan senjata selama tiga hari oleh Moskow, militer Ukraina pada dini hari 7 Mei meluncurkan lebih dari 500 drone bunuh diri serta rudal jelajah “Storm Shadow” buatan Inggris. Sebagian besar sasaran serangan adalah wilayah Moskow, namun hampir seluruhnya berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Rusia.

Ushakov menambahkan bahwa Putin mengatakan kepada Trump: “Selain itu, terdapat pula ancaman serangan teror yang menargetkan pusat Kota Moskow, termasuk wilayah Kremlin dan Lapangan Merah. Untungnya, serangan ini berhasil digagalkan tepat sebelum perayaan dimulai.”

Putin juga menegaskan bahwa : “Pihak Ukraina secara langsung mengancam keselamatan tamu-tamu asing yang hendak menghadiri perayaan Hari Kemenangan, dan bahkan berupaya mencegah mereka datang ke Moskow.” 

Ushakov menambahkan bahwa Putin menyebut “dalang di balik ancaman-ancaman ini adalah pihak-pihak yang mengagungkan penjahat perang Nazi.”

Zelenskyy Lepas Tangan, Namun 28 Pemimpin Tetap Hadir

Sebelumnya, menjelang parade Hari Kemenangan yang menandai 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy menyatakan bahwa Kiev “tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di wilayah Rusia.” Pernyataan ini disinyalir sebagai sindiran terhadap kehadiran sejumlah pemimpin dunia, termasuk Ketua Partai Komunis Tiongkok, Xi Jinping. Meski ada ancaman, sebanyak 28 pemimpin dunia tetap menghadiri acara tersebut.

Trump Serahkan Peran Mediasi Perang ke Vatikan

Pada 19 Mei, setelah berbicara selama lebih dari dua jam dengan Putin, Trump menyatakan kepada publik bahwa pembicaraan berjalan sangat lancar dan mengumumkan bahwa “Rusia dan Ukraina akan segera memulai negosiasi gencatan senjata.” 

Dunia, khususnya negara-negara Eropa, menganggap momen ini sebagai titik balik penting dalam perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung selama tiga tahun.

Namun, menurut laporan Axios, setelah berbicara dengan Putin, Trump melanjutkan komunikasi dengan Presiden Zelenskyy dan sejumlah pemimpin Eropa. Anehnya, dalam pembicaraan ini, Trump tidak menyebutkan rencana gencatan senjata sama sekali. Justru, para pemimpin Eropa dikejutkan ketika mendengar bahwa Trump menyatakan Putin bersedia berunding, namun Amerika Serikat tidak akan ikut serta dan bahkan menolak menerapkan sanksi terhadap Rusia.

Sumber yang terlibat dalam pembicaraan tersebut menyebutkan bahwa setelah Trump berbicara, para peserta terdiam selama beberapa detik, dan sebagian dari mereka mengaku “terkejut.” Sikap Trump dinilai sebagai tanda bahwa dia ingin menarik diri dari proses mediasi konflik Rusia-Ukraina.

Trump kemudian menulis pernyataan bahwa mekanisme negosiasi dan detail kesepakatan akan diserahkan sepenuhnya kepada Rusia dan Ukraina, “karena hanya mereka yang benar-benar memahami rincian yang tidak bisa dipahami oleh pihak luar.” 

Trump juga mengatakan kepada wartawan bahwa selama proses negosiasi berjalan, dia tidak akan menambah sanksi terhadap Rusia, karena menurutnya “masih ada kemungkinan kemajuan menuju gencatan senjata.” 

Dia menambahkan: “Saya pikir masih ada peluang untuk mencapai sesuatu. Namun jika kita memberi tekanan sekarang, bisa jadi justru memperburuk keadaan.”

Trump juga secara resmi menyerahkan peran mediator perdamaian kepada pihak Vatikan.

Putin Kunjungi Pembangkit Nuklir di Kursk, Kunjungan Pertama Sejak Wilayah Direbut Kembali

Pada 22 Mei, Kremlin mengumumkan bahwa Presiden Putin telah mengunjungi wilayah Kursk, yang merupakan kunjungan pertamanya sejak pasukan Rusia berhasil merebut kembali wilayah tersebut dari tangan Ukraina bulan lalu.

Wilayah Kursk sempat diduduki oleh pasukan Ukraina sejak Agustus 2024 dalam sebuah serangan balik yang disokong oleh drone dan senjata berat dari Barat. Serangan Ukraina saat itu berhasil menguasai hampir 1.400 kilometer persegi wilayah Kursk. Namun pada akhir April, dengan bantuan pasukan Korea Utara, Rusia mengklaim telah berhasil memukul mundur militer Ukraina dan kembali menguasai wilayah tersebut.

Militer Rusia menyatakan bahwa keberhasilan merebut kembali Kursk mengakhiri bentuk invasi terbesar ke wilayah Rusia sejak Perang Dunia II. (jhn/yn)

Bagaimana Alkohol Berkaitan dengan Penyakit Kanker

Manfaat hidup tanpa alkohol jauh melampaui teori lama bahwa konsumsi alkohol ringan baik untuk kesehatan kita

 Zena le Roux

Selama bertahun-tahun, Sarah van Niekerk percaya bahwa segelas anggur merah setiap malam bermanfaat bagi jantungnya. Namun, keyakinan itu runtuh setelah ia didiagnosis menderita kanker payudara—dan mendengar komentar pelan dari onkologisnya—bahwa bahkan konsumsi alkohol dalam jumlah rendah pun dapat meningkatkan risiko kanker.

“Saya merasa dikhianati,” katanya. “Tidak ada yang pernah memperingatkan saya.”

Menyalakan rokok di ruangan yang ramai mungkin akan membuatmu dilirik tajam, tapi menuangkan segelas anggur? Itu masih dianggap cukup aman—bahkan sehat oleh sebagian orang. Namun, sedikit orang yang menyadari bahwa alkohol adalah karsinogen Kategori 1, dalam kelompok yang sama dengan tembakau dan asbes. Menurut Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC), karsinogen Kategori 1 dapat menyebabkan kanker pada manusia.


Hubungan Alkohol dan Kanker

Gagasan bahwa alkohol dapat menyebabkan kanker bukanlah hal baru dan telah diakui sejak hampir 40 tahun yang lalu.

Saat ini, alkohol dikaitkan dengan setidaknya tujuh jenis kanker: rongga mulut, faring, laring, esofagus, kolorektal, hati, dan payudara wanita. Secara global, konsumsi alkohol terkait dengan sekitar 740.000 kasus kanker baru setiap tahun. Kanker payudara, esofagus (kerongkongan), dan hati adalah tiga yang paling kuat dikaitkan dengan penggunaan alkohol.

Penyebab utamanya adalah etanol—bentuk murni dari alkohol yang ditemukan dalam semua minuman beralkohol. Ketika tubuh memecah etanol, ia menghasilkan asetaldehida, suatu zat beracun yang dapat merusak DNA.

Efek etanol dan asetaldehida pada sel dan DNA kita dapat mengubah cara sel berkembang biak dan menghambat kemampuan tubuh untuk memperbaiki kerusakan.

“Semua jenis minuman beralkohol mengandung etanol—bir, anggur, dan minuman keras semuanya menimbulkan risiko,” kata Carina Ferreira-Borges, pakar kesehatan masyarakat dan penasihat regional WHO untuk alkohol, kepada The Epoch Times.

Alkohol juga mendorong stres oksidatif dan peradangan, yang dapat semakin merusak DNA. Selain itu, alkohol bisa memengaruhi kadar hormon, terutama estrogen, yang dapat meningkatkan risiko kanker payudara.

Meskipun sudah ada indikasi yang jelas, banyak orang—seperti Sarah van Niekerk—masih percaya bahwa satu minuman per hari itu tidak berbahaya, atau bahkan bermanfaat.


Tidak Ada Tingkat Aman

Penelitian telah menetapkan bahwa alkohol merupakan penyebab kanker, bahkan pada tingkat konsumsi yang rendah.

Misalnya, telah terbukti bahwa wanita yang mengonsumsi kurang dari satu gelas minuman per hari tetap memiliki risiko kanker payudara yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak minum sama sekali.

Minum ringan hingga sedang—didefinisikan sebagai kurang dari 20 gram alkohol murni per hari—dikaitkan dengan sekitar 23.000 kasus kanker baru di Uni Eropa pada tahun 2017. Jumlah itu kira-kira setara dengan kurang dari 1,5 liter anggur, 3,5 liter bir, atau 450 ml minuman keras per minggu.

Lebih dari sepertiga dari kasus tersebut terkait dengan konsumsi ringan, yaitu kurang dari 10 gram per hari.


Kesadaran Publik Masih Rendah

Terlepas dari bukti ilmiah yang kuat, kesadaran publik tentang hubungan antara alkohol dan kanker masih rendah.

Di Amerika Serikat, kesadaran bahwa alkohol meningkatkan risiko kanker paling tinggi untuk minuman keras (sekitar 31 persen), diikuti oleh bir dan anggur. Beberapa orang bahkan percaya bahwa alkohol mungkin memberikan perlindungan—atau setidaknya tidak berbahaya.

Untuk mengatasi kesenjangan kritis dalam kesadaran publik ini, salah satu strategi utama, menurut Ferreira-Borges, adalah membuat peringatan kesehatan pada produk beralkohol lebih terlihat dan eksplisit, mirip dengan label pada produk tembakau.

“Label harus secara jelas menyatakan risiko kanker dan bahaya kesehatan lain yang terkait dengan konsumsi alkohol,” kata Ferreira-Borges.

Ia juga menekankan perlunya regulasi yang lebih kuat untuk membatasi pengaruh industri alkohol terhadap kebijakan dan penelitian.

“Pemerintah harus memprioritaskan kesehatan masyarakat daripada keuntungan,” ujarnya.

Akhirnya, para profesional kesehatan harus mengedukasi pasien tentang bahaya konsumsi alkohol, bahkan dalam jumlah sedang. Namun, mereka memerlukan panduan dan dukungan yang jelas agar dapat melakukannya secara efektif, tambahnya.


Meningkatnya Alternatif Non-Alkohol

Seiring meningkatnya kesadaran tentang risiko kesehatan alkohol, semakin banyak orang beralih ke alternatif tanpa alkohol.

“Kita melihat semakin banyak variasi minuman bebas alkohol di pasaran,” kata Ferreira-Borges.

Pilihan yang lebih sehat umumnya rendah gula dan bisa berupa air infus, teh herbal, air soda beraroma, jus alami 100 persen, teh atau kopi tanpa pemanis, serta mocktail (minuman non-alkohol) segar, tambahnya.

“Saya sudah melihat beragam produk non-alkohol atau mocktail di toko swalayan dan minimarket—dan banyak teman saya memilih opsi ini saat berkumpul,” kata Amy Bragagnini, ahli gizi onkologi klinis dan juru bicara Academy of Nutrition and Dietetics, kepada The Epoch Times.

Teman-teman Bragagnini benar-benar menikmati rasa minuman non-alkohol, dan mereka juga senang karena terhindar dari efek samping seperti kabut otak, tidur yang buruk, dan gangguan pencernaan yang bisa ditimbulkan oleh alkohol.

Ia membagikan beberapa pengganti favoritnya:

“Saya suka soda cranberry dengan perasan jeruk nipis, atau segelas anggur bebas alkohol atau jus berkarbonasi. Teh matcha atau bir jahe juga jadi alternatif yang bagus.”


Tips untuk Mempermudah Transisi

Berhenti mengonsumsi alkohol bisa menjadi tantangan—meskipun tersedia banyak alternatif tanpa alkohol.

“Saya menyarankan untuk mengubah rutinitas Anda,” saran Bragagnini.

Jika biasanya Anda bertemu teman di bar setelah bekerja, ia menyarankan mencoba kegiatan baru yang tidak berfokus pada minuman. Itu bisa berupa kelas yoga, menonton film, atau jalan kaki atau hiking.

Jika segelas anggur biasanya menjadi cara Anda bersantai di akhir hari, Anda bisa mencoba menggantinya dengan mandi air hangat, secangkir teh herbal, atau meditasi singkat.

Bragagnini juga menunjukkan bahwa tekanan sosial, terutama di kalangan anak muda, bisa membuat transisi semakin sulit.

“Banyak lingkungan sosial masih berpusat pada alkohol, dan sering kali ada tekanan untuk minum agar bisa diterima,” katanya. “Akan sangat membantu jika Anda dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki nilai yang sama.”

Ketika seseorang menekan Anda untuk minum, ia menyarankan untuk bersikap tegas dan mengakui alasan mengapa Anda memilih untuk tidak minum.

“Tidak semua orang akan memahami pilihan Anda, tapi itu bukan urusan Anda—dan semoga Anda merasa kuat dalam keyakinan untuk tetap jernih dan sehat.” (asr)

Ancaman Gagal Bayar Perusahaan Pialang Obligasi di Xi’an, Tiongkok, Mengancam Tabungan Bernilai Miliaran dan Ungkap Krisis Utang Pemerintah Daerah

0

Gagal bayar yang dialami sebuah perusahaan pialang kota berusia 30 tahun mengancam lebih dari 6.000 pensiunan dan menyoroti utang pemerintah daerah Tiongkok sebesar Rp 160.000 triliun  yang berusaha disembunyikan oleh Beijing

Sean Tseng

Jika sebuah perusahaan pialang di AS bangkrut, obligasi pemerintah AS yang dimiliki individu tetap ada; pemerintah federal—bukan pialangnya—yang berutang. Namun, jaring pengaman semacam itu tidak ada di Tiongkok.

Ketika Jingwei Treasury Bond Service—perusahaan pialang milik kota di Xi’an yang telah beroperasi hampir 30 tahun—berhenti menebus apa yang oleh masyarakat lokal diyakini sebagai obligasi pemerintah, kwitansi yang dicap dan dimiliki oleh lebih dari 6.000 investor tiba-tiba berubah menjadi selembar kertas tak bernilai.

Selama berbulan-bulan, banyak investor tersebut berkumpul di depan balai kota Xi’an, ibu kota Provinsi Shaanxi, untuk menuntut pengembalian dana investasi mereka, namun tidak membuahkan hasil.

Kasus ini membuka masalah besar secara nasional yang terkait dengan kendaraan pembiayaan pemerintah daerah—perusahaan cangkang yang digunakan oleh provinsi dan kota-kota di Tiongkok untuk meminjam uang di luar pembukuan resmi.

Pemerintah kota mendirikan Jingwei Treasury Bond Service untuk mengumpulkan dana lokal. Selama bertahun-tahun, mereka menjual obligasi dan mengambil pinjaman bank guna membiayai pembangunan jalan, jalur kereta bawah tanah, dan kawasan industri, dengan harapan pendapatan dari penjualan lahan serta pasar properti yang berkembang pesat akan mampu menutup biaya tersebut.

Gagal bayarnya Jingwei pada Maret lalu mengancam akan menghapus lebih dari 10 miliar yuan (sekitar Rp22,7 triliun.) tabungan keluarga yang diperuntukkan untuk pensiun, biaya pengobatan, dan pendidikan cucu mereka, menurut para investor lokal.

Ketika penjualan properti dan penerimaan pajak merosot, kendaraan pembiayaan pemerintah daerah kini kesulitan untuk membayar kembali kewajiban mereka, yang oleh para analis diperkirakan mencapai sekitar 78 triliun yuan (sekitar $10 triliun)—lebih dari separuh ukuran ekonomi Tiongkok.

Setiap kuartal, setidaknya 1 triliun yuan (sekitar $137 miliar) obligasi kendaraan pembiayaan pemerintah daerah jatuh tempo, memicu perburuan dana segar yang tiada henti.

Beijing telah meluncurkan program tukar utang sekali pakai sebesar 10 triliun yuan  yang memungkinkan provinsi mengonversi sebagian dari pinjaman “tersembunyi” ini menjadi obligasi yang dijamin negara dengan jangka waktu lebih panjang, namun program ini hanya mencakup sebagian kecil dari total kewajiban dan hanya menunda pembayaran ke masa depan.

Kericuhan di Xi’an ini terjadi saat para penabung Tiongkok masih trauma akibat pembekuan rekening bank pedesaan di Henan pada 2022 dan hampir bangkrutnya Zhongrong Trust bulan lalu.

“Kami pikir obligasi pemerintah lebih aman daripada deposito bank,” kata Nyonya Fang, yang menghabiskan 20 tahun mengumpulkan 400.000 yuan dari pekerjaannya di toko dan berjualan di kaki lima, kepada The Epoch Times. “[Ini adalah] uang pensiun kami—uang hidup dan mati kami.”

Kantor Obligasi Jingwei

Dokumen yang ditinjau oleh The Epoch Times menunjukkan bahwa Jingwei dijalankan oleh Xi’an Industrial Investment Group Co., sebuah perusahaan milik negara sepenuhnya yang dibentuk oleh pemerintah kota Xi’an.

Kantor tersebut dibuka pada 1996 dengan lisensi dari Biro Keuangan Xi’an, Departemen Keuangan Provinsi Shaanxi, dan Kementerian Keuangan Tiongkok.

Ketika provinsi memerintahkan penutupan pialang obligasi pada Desember 1999, 13 dari 14 kantor di kota ditutup. Hanya Jingwei yang tetap beroperasi—dengan alamat, papan nama, staf, kwitansi, dan nomor telepon yang sama—di bawah pengawasan Biro Keuangan Distrik Beilin.

Selama hampir tiga dekade, Jingwei menjual produk yang tampak seperti obligasi pemerintah biasa, tanpa pernah gagal membayar, kecuali insiden kekurangan likuiditas singkat pada 2003 yang diselesaikan pejabat dalam waktu enam minggu.

“Dengan kantor sebesar itu, mana mungkin bisa bertahan 30 tahun tanpa dukungan pemerintah?” kata Nyonya Li kepada The Epoch Times, yang menaruh 100.000 yuan (sekitar $13.500) dalam obligasi tersebut untuk biaya sekolah cucunya setelah suaminya melihat “orang-orang mengantre membawa uang tunai” di sana pada 2023.

Uang Tiba-tiba Terhenti

Pada 24 Maret, Jingwei gagal menebus obligasi yang jatuh tempo, menurut para investor lokal. Seminggu kemudian, kantor perusahaan disegel polisi dan penyelidikan pidana diumumkan. Para korban yang membuat laporan diminta memindai kode QR polisi—dan segera menyadari bahwa ponsel mereka dilacak.

“Kalau kami sekadar bicara soal mengadu ke Beijing, kami langsung ditelepon [oleh polisi],” kata Li.

Hingga 10 Mei, sebanyak 300 hingga 400 investor berkumpul setiap hari di depan balai kota Xi’an, menurut Li.

Video yang diposting di media sosial Tiongkok menunjukkan spanduk tuntutan pengembalian dana dan petugas berseragam mengepung para demonstran.

Li mengatakan beberapa pengadu ditahan selama seminggu, sementara seorang pengacara yang mencoba mewakili mereka dipenjara, mogok makan, dan dibebaskan setelah lima hari.

Para investor lokal mengatakan kepada The Epoch Times bahwa sekitar 6.000 hingga 7.000 orang—kebanyakan berusia 60 hingga 80 tahun—membeli obligasi senilai lebih dari 10 miliar yuan (sekitar $1,4 miliar) di Jingwei selama beberapa dekade terakhir, sering kali mengumpulkan tabungan dari beberapa generasi.

Seorang mantan warga desa menjual lima apartemen yang didapat dari kompensasi redevelopmen dan memasukkan semua hasilnya ke dalam obligasi yang ia yakini sangat aman. Seorang buruh migran yang menjual tanah pertanian dan menyimpan gaji dari pabrik menangis di sebuah aksi dan mengancam akan terjun ke parit kota Xi’an.

Seorang pria berusia 90 tahun yang mengumpulkan 190.000 yuan (sekitar $26.000) dari mengumpulkan botol kini mengemis di luar pos pengaduan; pejabat pernah memberinya 200 yuan (sekitar $27) agar ia pergi.

Nyonya Zhang mengatakan dia tidak bisa mengambil kembali 700.000 yuan (sekitar $97.000) dari hasil kerja kerasnya. “Pemerintah tidak memberi penjelasan apa pun,” katanya kepada The Epoch Times.

Sikap Diam dari Balai Kota

Pejabat Xi’an mendirikan meja pengaduan darurat di halaman hotel lokal, tempat para petugas—salah satunya disebut Li adalah pensiunan perwira militer—mengulang naskah yang sama: “Pulang saja dan tunggu; polisi sedang menangani.”

Ketika The Epoch Times menelepon Biro Keuangan Distrik Beilin, lembaga pemerintah yang mengawasi kantor penerbit obligasi Jingwei, staf menyangkal tahu apa-apa, merujuk pertanyaan ke meja pengaduan, dan menolak menyebutkan nama siapa pun yang bertanggung jawab.

Hampir dua bulan setelah gagal bayar, pihak berwenang belum mengumumkan temuan apa pun atau menawarkan rencana pengembalian dana, menurut Li.

“Setiap lembar obligasi yang kami pegang memiliki cap resmi pemerintah. Kami percaya pada itu. Sekarang mereka harus menepatinya,” kata Li, seraya menambahkan bahwa protes harian akan terus berlangsung.

Apa yang terjadi di Xi’an mencerminkan gejolak yang lebih dalam. Protes bank pedesaan di Henan pada 2022 berubah menjadi kekerasan setelah aplikasi kode kesehatan nasabah tiba-tiba berubah menjadi merah untuk mencegah mereka bepergian.

Tahun lalu, Sichuan Trust menawarkan pengembalian dengan potongan besar kepada lebih dari 8.000 investor lanjut usia setelah mengalami kekurangan dana hingga 30 miliar yuan.

Pada April, regulator memulai proses likuidasi Zhongrong International Trust, yang pernah mengelola produk investasi dengan imbal hasil tinggi senilai $108 miliar.

Para ekonom mengaitkan kegagalan-kegagalan ini dengan kendaraan pembiayaan pemerintah daerah yang memiliki utang gabungan sebesar 78 triliun yuan ($10–11 triliun)—lebih dari setengah PDB Tiongkok—yang kini sedang di-refinancing oleh Beijing melalui obligasi negara jangka sangat panjang.

Karena investor selama ini berasumsi bahwa Beijing tidak akan membiarkan kendaraan pembiayaan pemerintah daerah gagal bayar, setiap risiko gagal bayar menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap sistem keuangan yang lebih luas.

Laporan ini turut disumbangkan oleh Gu Xiaohua.