Epochtimes.id- Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 3 November 2017 telah terbang meninggalkan Amerika Serikat untuk memulai kunjungan ke 5 negara di Asia. Sebagaimana rencananya, pada 8-10 November 2017 Trump akan berada di Tiongkok.
Sebelum berangkat, Trump mengangkat isu tentang ketidakseimbangan nilai perdagangan antara AS dengan Tiongkok. Dunia luar percaya bahwa topik tersebut dan masalah nuklir Korea Utara akan menjadi fokus pembicaraan antara Trump dengan Xi di Beijing.
Apakah selisih perdagangan antar kedua negara tersebut akan terselesaikan pada pertemuan kali ini, tetapi isu ini pasti menjadi perhatian dunia.
Associated Press dalam laporannya pada 2 November menyebutkan bahwa sehari sebelum berangkat, Trump menyinggung soal defisit perdagangan antara AS – Tiongkok terlalu besar, bahkan angka tahun lalu sudah mencapai USD 347 miliar dapat dianggap “Janggal dan mengerikan.”
Untuk itu, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Hua Chunying dalam kofrensi pers reguler di Beijing pada 2 November menanggapinya dengan mengatakan, pihak Tiongkok tidak pernah dengan sengaja untuk mengejar nilai surplus perdagangan, tetapi itu semata ditentukan oleh kondisi pasar saat ini.
“Pada dasarnya saya tidak sependapat dengan apa yang dikatakan pejabat Tiongkok,” ujar ekonom lulusan UCLA Anderson School of Management, Yu Weixiong kepada Epochtimes.
“Inilah keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat Tiongkok dari dahulu,” imbuhnya.
Hambatan perdagangan dan dumping Tiongkok
Yu Weixiong mengatakan : Pihak Tiongkok akan menerapkan tarif tinggi atas produk-produk industri yang mereka proteksi “Contohnya kendaraan bermotor yang jika diekspor ke AS, AS hanya mengenakan tarif impor yang 3 %, tetapi mobil AS yang diekspor ke Tiongkok akan terkena tarif bea masuk 60 %. Ini jelas menjadi penghalang perdagangan.”
“Selain itu, pemerintah Tiongkok juga memberikan sejumlah subsidi baik yang berwujud maupun tidak atas produk-produk yang mereka ekspor.”
“BUMN Tiongkok produsen baja, besi, almunium misalnya memperoleh subsidi pemerintah yang mengakibatkan kelebihan produksi,” katanya.
Sebenarnya, barang-barang itu sudah diproduksi dengan nilai yang lebih tinggi dari harga jualnya di pasaran, tetapi barang-barang itu tetap dijual ke nagara-negara di dunia sehingga berdampak negatif bagi produsen di luar negeri.
“Banyak transaksi perdagangan Tiongkok yang menyimpang dari aturan perdagangan bebas yang sesungguhnya,” jelas Yu Weixiong.