NASA Adu Pilot Drone Profesional dengan Kecerdasan Buatan

NASA, Badan Antariksa Amerika Serikat, menghasilkan sentuhan yang sangat modern terhadap kisah manusia versus mesin. Mereka mengadu Kecerdasan Buatan (AI) melawan manusia, dalam sebuah balap drone (pesawat tanpa awak).

Komputer, bahkan sudah sejak lama mampu mengalahkan juara dunia catur. Kemudian dalam beberapa tahun terakhir, mesin AI juga menang pada permainan tersulit yang pernah dibuat dalam sejarah, sebuah permainan asal Tiongkok, yang disebut Go.

Tapi bagaimana mungkin AI sanggup beraksi menghadapi manusia dalam permainan fisik di dunia nyata, dalam sebuah perlombaan yang melibatkan aksi-reaksi dan penyesuaian lingkungan dengan cepat, naluriah, dan konstan?

Laboratorium Propulsi Jet NASA (JPL) mengujicoba masalah ini pada sebuah tes, saat membuat uji simultan khusus untuk mengendalikan remote kontrol dua pesawat tak berawak dalam sebuah perlombaan.

Satu drone dikemudikan oleh pilot manusia dengan kemampuan terbaik. Sebuah drone lainnya diujicobakan untuk dikendalikan oleh komputer dengan instalasi AI.

Balapan drone menggunakan quadcopter yang sanggup terbang cepat telah menjadi semakin populer dalam beberapa tahun terakhir. Baik dengan trek yang lurus, maupun trek naik-turun, pada area yang lebih luas seperti lapangan sepak bola atau sebuah gudang.

Pilot Drone, Ken Loo saat mengerahkan ketrampilannya dalam menghadapi teknologi AI terbaru. (NASA/JPL-Caltech/The Epoch Times)

Uji simultan NASA menggunakan lintasan lebih kecil dari kejuaraan profesional. NASA telah sendiri merekrut pilot balap Drone terbaik dunia, Ken Loo, untuk menghadapi komputer uji-coba AI, dalam uji coba mereka.

“Kami mengadu algoritma kami melawan manusia, yang terbang dengan mengandalkan lebih banyak perasaan (feeling),” kata Rob Reid dari JPL, manajer tugas proyek tersebut, dalam sebuah pernyataan. “Anda benar-benar dapat melihat bahwa komputer AI menerbangkan pesawat tak berawak itu dengan lancar di sekitar lapangan, sementara pilot manusia cenderung melaju dengan agresif, jadi jalan mereka tersentak.”

Waktu putaran AI sangat mirip dari awal sampai akhir. Namun setelah beberapa lusin Laps, Loo telah memperbaiki waktunya lebih dari 2,5 detik.

Pilot manusia menggunakan kreativitasnya untuk belajar dan menyesuaikan. Sedangkan AI telah mengoptimalkan pendekatannya dari pengalaman, namun tidak dapat memperbaikinya.

“Ini jelas jalur terpadat yang pernah saya terbangi,” kata Loo. “Salah satu kesalahan saya sebagai pilot adalah saya mudah lelah. Ketika saya mengalami kelelahan mental, saya mulai tersesat (membuat kesalahan), apalagi jika saya telah menerbangkan ujicoba ini sebanyak 10 kali.”

Untuk lap resmi, Loo rata-rata menghasilkan catatan kecepatan 11,1 detik. Sementara drone otonom yang menggunakan komputer AI, catatan waktu rata-rata 13,9 detik.

“Pesawat tak berawak kita bisa terbang lebih cepat,” kata Manajer Proyek, Reid. “Suatu hari Anda mungkin melihat mereka berpacu secara profesional!”

Meski balapan mungkin terlihat asyik, teknologi kebelakang memiliki potensi yang sangat signifikan di semua jenis area. “Misalnya, teknologi yang memungkinkan drone menggabungkan informasi dunia nyata dengan peta 3-D yang dimuat pada kecerdasan buatan yang memiliki berbagai aplikasi,” sambung Reid.

Pesawat tak berawak milik NASA terbang dengan menggunakan mesin kecerdasan buatan atau AI. (NASA/JPL-Caltech/The Epoch Times)

Misalnya, ini bisa berarti pesawat tak berawak dapat memeriksa persediaan di gudang. Bisa juga membantu operasi pencarian dan penyelamatan di lokasi bencana. (waa)