Dokter Jepang : Dengarkan Musik Klasik Bisa Redakan Rabun Tua

 Apabila di suatu hari Anda merasa saat membaca koran tidak dapat membaca dengan jelas jika tidak sedikit menjauhkan jarak koran itu, itulah awal dari rabun tua atau dalam kedokteran dikenal dengan istilah Presbyopia. Rabun tua adalah fenomena proses menuanya mata, yang disebabkan akibat menurunnya kemampuan otot siliaris mata seiring bertambahnya usia, dan rendahnya kemampuan penyesuaian kedalaman pada kristalin. Rabun tua tidak hanya dialami oleh kaum manula, tapi juga bisa dialami kaum muda.

Reporter khusus, Zhang Xinyan, melaporkan

Hingga saat ini masih ada teori yang mengatakan bahwa “rabun tua adalah fenomena resesi penglihatan yang alami, bukan suatu penyakit, sehingga tidak bisa diperbaiki”.

Akan tetapi beberapa tahun terakhir telah muncul metode terapi model baru, dan di antaranya yang paling disoroti oleh media massa Jepang adalah metode yang dikemukakan oleh Profesor Nobuhiro Maruyama yakni “metode terapi musik klasik”.

Profesor Nobuhiro Maruyama penulis buku “Self-Care: Rapid Improvements of Vision Effects” yang merupakan Kepala Japan Maruyama Allergy Clinic mengatakan, walaupun musik klasik berdampak berbeda pada setiap orang.

Ilustrasi (Advanced Vision Care)

Akan tetapi pasien yang menjalani terapi ini di kliniknya, kebanyakan telah membaik dari rabun tua, tidak hanya tidak lagi memerlukan kaca mata baca, bahkan ada manula usia tinggi yang kemampuan penglihatannya +0.4 bisa kembali normal tanpa kaca mata.

Nobuhiro Maruyama menyatakan, mendengarkan musik klasik selama 8 menit sehari bisa meningkatkan aliran darah di bagian prefrontal cortex pada otak, sehingga tercapai fungsi relaks dan meningkatkan mekanisme otak.

Karena syaraf mata terhubung dengan syaraf otak, maka hal ini juga sangat membantu membuat otot/muskulus siliaris di sekitar kristalin (Lensa) menjadi relaks pula.

Menurut Maruyama, dalam musik klasik khususnya musik karya Mozart, mengandung gelombang nada yang berfrekuensi tinggi mencapai 3.500 Hz ke atas yang bisa menimbulkan dampak bagi syaraf otak. Berefek membuat relaks-nya jauh lebih tinggi daripada musik jenis lain, dan efek memperbaiki rabun tua lebih baik.

Selain itu, penemuan komputer dan televisi pada abad ke-20 telah menyebabkan timbulnya “kelompok sindrom penglihatan komputer”, yang mengakibatkan otot siliaris pada mata menjadi kaku karena penggunaan TV dan komputer dalam jangka waktu lama.

Otot siliaris adalah otot utama di dalam mata yang berfungsi untuk menyelaraskan titik fokus, otot yang menjadi kaku atau keras, dengan sendirinya dapat mengakibatkan gejala “nyeri dan kesemutan”.

(LDProd/iStock)

Hingga abad ke-21 kini, penemuan smartphone dan penggunaan situs media sosial telah memutar-balikkan aplikasi komunikasi antar manusia. Karena layar monitor smartphone semakin kecil, sehingga harus dilihat dari jarak semakin dekat dan penggunaannya pun semakin lama, ini mengakibatkan kondisi tidak nyaman pada otot mata semakin parah.

Faktanya, penggunaan smartphone tidak hanya mengakibatkan keletihan berlebihan pada otot siliaris, terlebih lagi cahaya dari layar monitor yang berlebihan menyebabkan kerusakan pada mata mulai dari depan sampai ke belakang, kornea, kristalin dan juga pada Makula.

Ketika menjelang tidur kita mematikan lampu kamar dan menggunakan smartphone, sebenarnya itu membuat energi pada smartphone meningkat 50%. Penggunaan dalam kondisi seperti ini untuk jangka waktu panjang mengakibatkan menurunnya kemampuan Makula untuk meredam cahaya.

Ketika kita mematikan lampu kamar dan menggunakan smartphone jika lebih dari 30 menit, bisa dilakukan 2 percobaan sederhana untuk menguji dampak buruknya terhadap mata:

Matikan smartphone dan tutup mata: maka akan terlihat di depan mata seolah ada zona bersinar sebesar smartphone Anda, inilah yang disebut “residu visual”. Karena saat ini Anda telah menutup mata, gambar terang tersebut tentunya bukan disebabkan oleh Makula secara normal, melainkan adalah akibat penyinaran cahaya yang secara perlahan-lahan membentuk sisa residu bayangan yang terbentuk dengan sendirinya di otak Anda.

Matikan smartphone dan nyalakan lampu: maka akan terlihat di depan mata seolah ada bayangan gelap sebesar ukuran smartphone Anda. Karena tidak ada gambar, berarti bagian Makula telah disinari cukup lama oleh cahaya, saling menyelaraskan antara Lutein dengan cahaya biru telah hilang, sehingga Makula tidak bisa berfungsi normal dengan menggunakan cahaya, jadi setelah lampu dinyalakan gambar tidak akan terbentuk.

Ini adalah prinsip yang sama ketika kita secara langsung menatap matahari atau menatap lampu senter.

Menatap matahari akan menyilaukan mata, menatap terlalu lama akan mengakibatkan Makula tak mampu lagi meredam cahaya, maka di depan mata akan muncul sebuah zona hitam yang tidak bergambar, besar kecilnya tergantung pada ukuran Makula sendiri.

Pengrusakan bersifat kronis seperti ini lama kelamaan akan menyebabkan Makula mengalami komplikasi permanen.

Ketika kita menatap langsung pada smartphone yang cahayanya terlalu kuat, jumlah kedipan mata menjadi berkurang drastis, sehingga mudah menyebabkan gejala “mata kering”.

Orang akan merasa mata merah, silau, terasa seolah ada benda asing, dan jika parah akan mengakibatkan sekresi hormon berlebihan atau terasa sakit ketika mata berkedip, kemampuan penglihatan juga mungkin akan menjadi kabur.

Fleksibilitas kristalin menjadi buruk, kemampuan fokus menjadi menurun, tentunya akan mengakibatkan tidak fokus pada saat melihat jarak pendek atau terjadi “hilang fokus” saat mengubah jarak pandang.

Pasien berusia di atas 30 tahun mungkin sudah akan mengalami mudah letih saat melihat televisi atau komputer, atau kondisi tidak bisa melihat teks dengan jelas, ini yang disebut dengan “presbyopia muda”.

Seorang pria masuk ke akun Facebook melalui smartphone di Wina, Austria, pada 7 April 2015. (Joe Klamar/AFP/Getty Images)

Karena penggunaan smartphone mengharuskan seseorang untuk melihat lebih dekat, maka setelah digunakan agak lama otot siliaris tidak bisa kendur. Selain kondisi “gejala otot kaku” di atas, juga dapat menyebabkan makin meningkatnya rabun dekat Pseudo-miopia.

Derajat pseudo-miopia sendiri tidak stabil, penggunaan mata dengan jarak dekat terlalu lama akan membuatnya semakin parah. Jika memberikan istirahat yang cukup bagi mata, maka derajat kerabunan akan menurun.

Setelah cahaya memasuki mata, cahaya biru yang memiliki energi lebih tinggi akan terserap oleh kristalin, namun lama kelamaan akan menyebabkan degenerasi protein yang akan mengakibatkan kristalin menjadi keruh.

Akan mengakibatkan mengalami katarak di usia muda yang disebut dengan “katarak awal”, pasien akan merasa gambar menjadi gelap dan pandangan menjadi kabur. Akhirnya lama kelamaan kristalin akan terjadi pembengkakan serius, kemampuan menangkap cahaya semakin kuat, sehingga menyebabkan derajat rabun dekat menjadi semakin bertambah, rabun dekat seperti ini sudah bukan lagi “pseudo-miopia”.

Perlu diketahui bahwa penyinaran berlebihan pada mata sebelum tidur akan menyebabkan terjadinya gangguan pada sekresi hormon Melatonin, dengan kata lain dalam kondisi normal, mematikan lampu sebelum tidur akan mengaktifkan sekresi hormon Melatonin dalam tubuh.

Nantinya yang dapat membuat tidur kita menjadi lelap dan akan terjadi sekresi hormon pertumbuhan, yang terutama sangat bermanfaat bagi pertumbuhan anak-anak, juga sangat membantu orang dewasa menjadi segar kembali keesokan harinya. (SUD/WHS/asr)