Trump Akui Status Yerusalem, Dapat Dukungan Krusial dari Saudi

Oleh Zhang Ting

Perihal Amerika Serikat yang telah mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel baru-baru ini menjadi sorotan dunia. Banyak pihak pun menyoroti pihak Saudi Arabia akan masalah ini.

Mengingat posisi penting Saudi di wilayah tersebut dan dukungannya dulu bagi Palestina dengan dana dalam jumlah besar, sikap Saudi terhadap masalah ini akan berdampak penting bagi perdamaian di Timur Tengah.

Epochtimes.id- Perbincangan Presiden Trump dengan Duta AS di PBB Nikky Haley sangat menarik untuk disimak, karena sepertinya menyimpan sejumlah informasi.

Trump mengatakan, “Sekarang sudah waktunya secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.” Lalu Hailey menjawab, walaupun AS membuat keputusan ini, tapi dalam mengemban tanggung jawab sebagai juru pembawa damai bagi Israel dan Palestina “masih tetap memiliki kredibilitas.”

Mengapa baik Trump maupun Haley begitu yakin mengatakannya? Apakah kredibilitas AS di dunia Arab tidak akan runtuh akibat masalah Yerusalem ini? Wawancara oleh Reuters terhadap Liga Arab mengungkap sikap Saudi yang sebenarnya.

Pangeran Saudi : Kalian Akan Mendengar Kabar Baik

Kali ini Kerajaan Saudi tidak “menepis keras” keputusan Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, hanya menyatakan dengan nada lunak, Saudi mengkhawatirkan akan memicu emosional dunia Arab, dan mendatangkan akibat yang berbahaya.

Kalangan luar mendapati, reaksi seperti ini sangat berbeda dengan sikap keras Saudi terhadap Israel sebelumnya.

Amerika Serikat mengakui status Yerusalem dan sikap Saudi menimbulkan kekhawatiran. (Domain publik Wikipedia)Amerika Serikat mengakui status Yerusalem dan sikap Saudi menimbulkan kekhawatiran. (Domain publik Wikipedia)

Menurut Reuters, seorang pejabat Palestina mengatakan, selama beberapa minggu ini Saudi telah melakukan pekerjaan mereka di balik layar, mendesak mereka agar mendukung rencana perdamaian yang baru dari AS.

Di sisi lain, kantor berita Reuters mendapat informasi dari seorang pejabat Arab, mengenai strategi AS yang lebih luas dalam rencana perdamaian Palestina-Israel, bahwa Saudi sepertinya berpihak pada AS. Rencana perdamaian ini masih dalam tahap pengembangan awal.

Empat orang pejabat Palestina yang meminta agar namanya dirahasiakan menyatakan, putra mahkota Saudi Mohammed bin Salman dan pemimpin Palestina Abbas telah membicarakan secara detil rencana perdamaian dari Trump dan menantu Trump yakni Kushner. Rencana tersebut diperkirakan akan dijalankan pertengahan 2018 mendatang.

Seorang pejabat menyatakan, bulan November lalu pada pertemuan Mohammed dan Abbas di Riyadh ibukota Saudi, Mohammed telah meminta agar Abbas mendukung upaya damai yang akan dilakukan pemerintah AS.

Pejabat Palestina lainnya menyatakan, Mohammed memberitahu Abbas, “Bersabarlah, Anda akan segera mendapat kabar baik. Proses perdamaian ini akan terus bergulir maju.”

Reuters mengatakan, setelah Trump menjabat, hubungan antara AS dengan Saudi berkembang sangat baik. Sebagian faktor penyebabnya adalah karena kedua pemimpin memiliki visi yang sama, keduanya juga sangat aktif melawan ancaman laten Iran di wilayah tersebut.

Pengadilan Kerajaan Saudi tidak berkomentar terhadap masalah ini. Di sisi lain, pejabat Gedung Putih berkata Kushner tidak meminta putra mahkota Saudi dan Abbas untuk membicarakan rencana perdamaian ini.

Amerika Serikat telah menawarkan dukungan luar biasa kepada Arab Saudi. Foto tersebut menunjukkan kunjungan Menteri Pertahanan AS ke Arab Saudi pada bulan April tahun ini. (Jonathan Ernst-Pool / Getty Images)

Tapi pejabat Palestina menyatakan, bahwa usul agar Mohammed dan Abbas membahas masalah ini berasal dari Kushner.

Pejabat Palestina lain mengungkapkan, usulan agar Mohammed dan Abbas membahas masalah ini sekaligus juga mencakup pembahasan untuk membentuk “Palestinian Entity” di Jalur Gaza dan wilayah administratif A, B dan 10% wilayah C di pesisir barat Sungai Jordan. Kaum Yahudi yang berdiam di pesisir barat akan tetap eksis, dan Israel akan terus bertanggung jawab terhadap wilayah perbatasan.

Berita menyebutkan, usulan tersebut agak berbeda dengan pengaturan terhadap wilayah pesisir barat yang telah ada sebelumnya, dengan memperluas kekuasaan Palestina, namun tetap sangat jauh dari tuntutan Palestina yang sebenarnya. Kaum Palestina pun menolak usulan tersebut.

Sehari sebelum mengumumkan keputusannya terhadap Yerusalem Trump telah berbicara via telepon dengan Abbas, Trump menegaskan Palestina akan mendapatkan manfaat dari rencana yang dibuat oleh Kushner dan utusan khusus AS di Timur Tengah yakni Jason Greenblatt.

Pejabat Palestina mengungkapkan, Trump memberitahu Abbas bahwa Amerika akan mengajukan usulan yang akan diinginkan oleh Abbas. Namun belum mengutarakan detilnya.

Menurut Reuters, seorang nara sumber dari Saudi berpendapat bahwa terkait penjelasan terhadap perdamaian Palestina dan Israel akan muncul dalam beberapa minggu mendatang.

Nara sumber itu mengatakan, “Jangan anggap remeh pengusaha (Trump) ini, ia selalu menyebut kesepakatan damai ini sebagai ‘kesepakatan terakhir.’

Pengamat senior dari Brookings Institution, Shadi Hamid mengatakan mayoritas negara Arab seharusnya tidak menentang pengumuman Trump karena mereka menyadari sebelumnya mereka pun acap kali sejalan dengan Israel terutama dalam hal menghadapi Iran.

Hamid mengatakan jika pejabat Saudi termasuk sang Pangeran, terlalu peduli terhadap status Yerussalem sangat mungkin mereka akan menggunakan hak khususnya sebagai sekutu tertinggi Trump di Timur Tengah untuk membujuk pemerintahan Trump agar mengulur waktu penerapan keputusan ini.

Seberapa Besar Pengaruh Saudi?

Saudi adalah negara berstatus  paling penting di Liga Arab, tidak hanya karena posisi ekonominya yang kuat karena Saudi memiliki dua tempat suci umat Islam yakni Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Banyak analisa menganggap beberapa tahun terakhir Saudi menggeser posisi Mesir sebagai “pemimpin” dan “juru bicara” bagi liga Arab.

Stasiun TV Al Jazeera pernah memberitakan, Palestina terutama harus mengandalkan bantuan internasional agar bisa eksis. Abbas bahkan pernah berupaya membujuk negara-negara Arab agar menyumbang dana bantuan “jaring pengaman” sebesar USD 100 juta bagi Palestina setiap bulannya.

Data menunjukkan Saudi selama ini adalah salah satu negara pendonor terpenting bagi Palestina. Walaupun pada saat Pemilu Hamas di Palestina, negara Arab lain tidak memberikan bantuan. Namun Saudi tetap mengucurkan bantuan dana untuk Palestina.

Menurut pemberitaan Al-Monitor 24 oktober 2016, PM Palestina Rami Hamdallah mengumumkan Palestina dalam krisis moneter serius dan mengimbau negara lain menjalankan kewajibannya dengan memberikan sumbangan.

Selain itu, pada 30 Oktober tahun lalu Palestina mengungkapkan bahwa Saudi telah 7 bulan berturut-turut  tak melakukan kewajiban keuangannya, karena Palestina belum menerima dana bantuan sebesar USD 20 juta dari Saudi setiap bulan. Mengenai mengapa Saudi tak melakukan kewajibannya, tak disebutkan dalam pernyataan tersebut.

Berita juga menyebutkan sejak Januari 2013, Saudi telah memberikan bantuan finansial kepada Palestina sebesar USD 14 juta setiap bulannya dan meningkat menjadi USD 20 juta. Dalam hal ini bisa dilihat seberapa besar pengaruh Saudi terhadap Palestina.

(SUD/WHS/asr)

Sumber : Epochtimes