Bagi Warga Irak Berkeyakinan Kristen, Kenangan Pahit Natal di Negeri Sendiri Setelah ISIS

Epochtimes.id- Di dalam Gereja Santo George yang baru direnovasi di kota Teleskof, Irak Utara, Hayat Chamoun Daoud, Minggu (24/12/2017)  memimpin anak-anak sambil berpakaian seperti Santa Claus dan menyanyikan “Jingle Bells” dalam bahasa Aramaic.

Sebagaimana dialami penduduk Teleskof lainnya, ini adalah Natal pertama bagi Daoud yang dirayakan di kampung halamannya dalam tiga tahun, karena teroris ISIS menguasai kotanya dan memindahkan secara paksa 12.000 komunitas Kristen Chaldean.

“Sangat istimewa untuk kembali ke gereja saya, gereja tempat saya menikah, gereja tempat saya membesarkan anak-anak saya,” kata kepala sekolah kepala sekolah, sambil menangis menitikkan air mata.

Dihadapkan dengan pilihan untuk pindah keyakinan, membayar pajak atau kematian, Daoud, seperti banyak orang Kristen lainnya di Dataran Niniwe, memilih untuk meninggalkan kotanya.

Umat Kristen Irak berdoa semasa misa pada hari Natal di Gereja Saint George di Teleskof, Irak, 24 Desember 2017. (Reuters / Ari Jalal)

Sebagian besar mencari perlindungan di kota-kota terdekat, tetapi banyak mencari suaka permanen di luar negeri. Meskipun teroris hanya berada di Teleskof selama beberapa hari, warga hanya mulai kembali ke rumah pada awal tahun ini.

Pada Minggu ini, mereka merayakan Natal pertama mereka bersama-sama di gereja utama kota tersebut.

Ratusan jemaat, berpakaian terbaik, larut dalam doa dan menerima komuni dari Salar Bodagh, yang kemudian menyalakan api unggun tradisional di halaman gereja, yang dia katakan sebagai sebuah simbol pembaruan.

Larut Dalam Air Mata

Terlepas dari kegembiraan karena bisa merayakan natal secara terbuka sekali lagi, itu adalah Natal yang sangat pahit bagi sebagian besar warga di Dataran Niniwe, pusat komunitas Kristen kuno Irak.  Mereka dapat menelusuri sejarah mereka di negara ini hingga dua ribu tahun.

Meskipun Irak menyatakan kemenangan penuh atas para teroris dua minggu yang lalu setelah berlangsungnya kebrutalan perang selama tiga tahun, kerusakan yang terjadi pada kantong-kantong Kristen meluas, dan membuat banyak orang bertanya-tanya apakah mereka dapat mengatasi sejarah mereka baru-baru ini.

ISIS menghancurkan daerah-daerah Kristen, menjarah dan membakar rumah-rumah dan gereja-gereja, melucuti mereka dari semua artefak berharga dan menghancurkan benda-benda peninggalan.

Kerusakan di Qaraqosh, sebuah kota yang berjarak 10 mil sebelah barat Mosul yang juga dikenal juga Hamdaniya sangat luas, terutama di gereja-gereja kuno.

Di Gereja Katolik Suriah di Immaculate, para jemaat berkumpul untuk misa tengah malam pada Minggu dikelilingi oleh dinding yang hangus dan menghitam, masih ditandai dengan grafiti ISIS.

Coretan ISIS terlihat di dalam gereja Immaculate Conception di kota Qaraqosh, selatan Mosul, Irak pada tanggal 23 Desember 2017. (Reuters / Ari Jalal)

Mereka juga duduk dengan kursi plastik sumbangan. Pasalnya, gereja belum bisa mengganti bangku kayu yang sebelumnya digunakan teroris untuk membuat kobaran api hingga membakar gereja tersebut.

Sebagian besar keluarga akan membutuhkan puluhan ribu dolar untuk memperbaiki rumah mereka dan mengganti harta benda mereka. Tapi kebanyakan mereka bisa mengatasi kerugian material, namun tidak terhadap pemaksaan yang menimpa keluarga mereka.

Sebelum serangan ISIS, Qaraqosh adalah pemukiman Kristen terbesar di Irak, dengan populasi lebih dari 50.000 orang. Tapi hari ini, hanya ratusan keluarga yang kembali. Seluruh kongregasi telah pindah ke luar negeri, seperti jemaat Ortodoks Syria dari Gereja Mart Shmony.

Pada Sabtu siang, Pastor Butros Kappa, kepala Gereja Immaculate Qaraqosh berusaha keras mengumpulkan harapan untuk membebaskan jemaatnya selama Misa Natal.

“Kita akan mengadakan misa Natal seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi tahun ini, kita terendam dalam sukacita air mata karena seluruh rakyat kita telah meninggalkan Irak,” kata Pastor Kappa.

Pastor Kappa mengatakan merayakan Misa di reruntuhan gereja yang hangus sungguh penting. “Untuk mengingatkan semua orang bahwa terlepas dari tragedi yang menimpa, kita masih di sini.” (asr)

Sumber : Raya Jalabi/Reuters via The Epochtimes