Beijing Harap Bantuan PM Jepang agar Dana OBOR Total 76 Miliar Dolar AS Tidak ‘Menguap’

oleh He Mu

Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalur (OBOR) otoritas Beijing banyak mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya dan telah menjadi topik liputan dari sejumlah media dunia.

Otoritas Beijing kemudian muncul gagasan untuk mempromosikan proyek tersebut dengan memanfaatkan kredibilitas yang dimiliki Jepang.

Media Jepang ‘Sankei Shimbun’ pada 28 Desember melaporkan, banyak negara tidak puas dengan cara Beijing dalam merealisasikan inisiatif OBOR (One Belt, One Road) mereka.

Partisipasi Tiongkok dalam membangun proyek-proyek infrastruktur telah ditangguhkan oleh negara-negara seperti Pakistan, Nepal, Myanmar dan lainnya.

Sampai saat ini empat proyek yang diidentifikasi memiliki masalah tersebut bernilai total USD.76,1 miliar.

Alasan pemerintah Pakistan membatalkan proyek pembangunan bendungan karena pemerintah Tiongkok menghendaki pemerintah Pakistan melepas hak kelola bendungan usai pembangunannya untuk diberikan kepada perusahaan Tiongkok.

Bantuan dengan imbalan semacam ini dinilai tidak menguntungkan. Apalagi muncul kecurigaan kalau-kalau bantuan pembangunan proyek infrastruktur itu kelak dialihkan pada tujuan militer. Pemerintah Pakistan belum benar-benar sreg dengan tujuan dari otoritas Beijing.

Selain membangun bendungan, perusahaan BUMN Tiongkok yang ikut investasi dalam pembangunan jalur kereta api dan pipa saluran minyak bawah tanah yang dananya sudah mencapai USD.56 miliar juga telah dihentikan secara eksplisit oleh pemerintah Pakistan.

Kegiatan Tiongkok di luar negeri kerap ‘membentur tembok’, tanda-tanda kegagalan sangat jelas. (foto NTDTV)

Proposal bantuan pemerintah Tiongkok kepada Pemerintah Nepal untuk membangun stasiun pusat pembangkit listrik tenaga air yang bernilai USD.2.5 miliar, juga ditolak gara-gara kurang sreg dengan otoritas Beijing.

Di Myanmar, proyek pembangunan stasiun PLTA yang bernilai investasi USD.3.6 miliar juga terhenti dengan pernyataan tegas dari pemerintah Myanmar bahwa proyek tidak akan dilanjutkan.

Laporan mengatakan bahwa gagasan OBOR Tiongkok tidak memperoleh dukungan dari negara-negara yang memperoleh bantuan kini semakin nyata.

Laporan mengutip ucapan seorang pengamat menyebutkan bahwa tampaknya Beijing sedang berusaha mendekati Tokyo guna merambah ilmu bantuan luar negeri dari pemerintah dan perusahaan swasta Jepang. Ingin memanfaatkan keahlian dan kredibilitas Jepang untuk mencapai tujuannya sendiri.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada 4 Desember lalu dalam menanggapi proyek OBOR Tiongkok menyampaikan komentarnya, bahwa Jepang bersedia untuk melakukan upaya bersama-sama dengan pemerintah Tiongkok dalam rangka mencapai kemakmuran Asia.

“Penting untuk menjadikan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia sebagai wilayah yang bebas dan terbuka, memastikan keadilan dan transparansi menjadi landasan kerjasama bagi kedua negara,” kata Abe.

Namun, sebagai sekutu Amerika Serikat, sejauh mana ketulusan rezim Abe dalam kerjasama dengan Beijing masih menjadi tanda tanya.

Awal bulan Desember, Perdana Menteri Kanada Trudeau berkunjung ke Beijing dan mendapat sambutan yang tidak hangat. Media asing melaporkan bahwa Trudeau lebih menekankan kepentingan hak asasi manusia kepada Beijing daripada kepentingan komersial sehingga negosiasi perdagangan bebas antara Tiongkok – Kanada yang banyak diharapkan masyarakat luar menjadi terhambat.

Saat ini, kegiatan infiltrasi ke berbagai lapisan yang dilakukan Beijing telah memicu kecurigaan dan rasa khawatir banyak negara. Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, serta negara-negara Asia dan Afrika lainnya sedang memeriksa kembali akuisisi dan proyek-proyek yang dibiayai perusahaan atau swasta Tiongkok. Termasuk menyesuaikan kembali dengan strategi menghadapi Tiongkok mereka sebelumnya.

Pada awal pekan bulan Desember, pemerintah Australia telah mengumumkan undang-undang tentang intervensi anti-spionase dan anti-intervensi pihak luar negeri terhadap Australia dan Perdana Menteri Australia Turnbull menyatakan sikap tidak puas karena intervensi dari pemerintah Tiongkok.

Selama bertahun-tahun Tiongkok menggunakan politik uang untuk mengkorosi para politisi, menyewa pelabuhan strategis, mengakuisisi media berbahasa Mandarin demi pengontrolan, mencemari budaya kampus, menekan akademisi dan lainnya. dinilai berhasil dalam intervensi politik Australia. Tetapi mulai tahun ini, pemerintah Australia yang sudah sadar akan mengambil tindakan pencegahannya.

Langkah Australia tersebut mendapat dukungan dari Amerika Serikat, Inggris dan sekutu lainnya, beberapa anggota parlemen Kanada juga mendesak pemerintah Kanada untuk mengikuti langkah itu.

Pemerintah AS kemudian mengadakan rapat dengar pendapat tentang “Lengan panjang PKT : mengirim sebuah otoritarianisme global ala Tiongkok”. Menuduh Tiongkok melakukan infiltrasi ke luar negeri dan mengancam nilai-nilai inti negara-negara demokrasi.

Beberapa waktu lalu, pemerintah AS mengeluarkan strategi keamanan nasional yang baru.

Dalam strategi barunya itu Trump mengkritik pemerintah komunis Tiongkok yang telah melakukan agresi ekonomi. Trump menamakan pemerintah Tiongkok sebagai pesaing yang tak mau kalah karena di bidang apa saja ingin bersaing, bahkan tindakannya itu sudah merupakan ancaman bagi keamanan dan kedaulatan negara lain.

Di masa yang akan datang, strategi baru itu mungkin akan menjadi langkah konkret yang diterapkan pemerintah AS dalam segala bidang hubungan dengan pemerintah Tiongkok. (Sinatra/asr)

Sumber : Epochtimes.com