Mengulas Potensi Gempa Bumi Megathrust Jakarta, Kajian Mendalam dan Upaya Mitigasi

Epochtimes.id- Badan Geologi menyatakan gempa bumi megathrust dapat dikategorikan sebagai gempa bumi yang berasosiasi dengan aktifitas subduksi pada kedalaman dangkal (0 – 50 km) dan berlokasi dekat dengan palung subduksi (trench).

“Megathrust berpotensi menghasilkan gempa bumi dengan kekuatan yang besar dengan maksimum magnitudo hingga 9,5,” kata Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM, Rudy Suhendar dalam rilisnya, Kamis (08/03/2018).

Hal demikian disampaikannya didampingi oleh Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kasbani dan Kepala Pusat Survei Geologi Eko Budi Lelono, Pejabat Administrator dan Pengawas, Pejabat Fungsional di Lingkungan dalam keterangan pers di Kantornya di Bandung berkaitan dengan berkembangnya berita-berita tentang potensi gempa Jakarta.

Badan Geologi merinci, jalur megathrust memanjang dari sebelah barat ujung utara Sumatra, ke selatan Jawa hingga di selatan Bali dan Nusa Tenggara yang terbagi-bagi ke dalam beberapa segmen, salah satunya adalah segmen di selatan Selat Sunda.

Data sejarah yang dihimpun Badan Geologi menunjukkan terdapat 3 kejadian gempa bumi besar yang pernah tercatat mengguncang Jakarta yaitu: 1699, 1780 dan 1834, yang diduga berasal dari sumber gempa bumi di sekitar Jakarta.

Gempa bumi ini menimbulkan kerusakan di wilayah Jakarta serta kota-kota lain di Jawa Barat dan Lampung.

Sumber gempa bumi berskala besar berpotensi terjadi di sekitar Jakarta, yang dapat berasal dari zona subduksi, intraslab maupun patahan di darat. Namun, sampai saat ini belum ada cara untuk memprediksi kejadian gempabumi (tempat, waktu dan besaran) secara tepat namun potensi besaran dan dampak gempabumi dapat dihitung secara ilmiah.

Siaran pers yang ditulis oleh Badan Geologi menyebutkan, wilayah DKI Jakarta tersusun atas endapan Geologi Kuarter (produk gunung api dan alluvium) yang mempunyai ketebalan maksimum mencapai sekitar 1350 m. Endapan ini merupakan endapan terurai (unconsolidated).

Baca juga : Penjelasan BMKG Tentang Potensi Gempabumi Megathrust Magnitudo 8.7 di Jakarta

Karakteristik endapan Cekungan Kuarter terurai ini sangat penting dalam penilaian potensi bahaya gempa bumi sebagai salah satu faktor penguatan gelombang gempa bumi (faktor amplifikasi).

Hal ini dapat dirasakan dari beberapa kejadian gempa bumi dengan magnitude cukup besar pada jarak yang cukup jauh, tetapi dapat dirasakan cukup kuat di Jakarta. Misalnya Gempa Indramayu 9 Agustus 2007 (7,5 Mw), Gempa Tasikmalaya 2 September 2009 (7,0 Mw), Gempa Tasikmalaya 15 Desember 2016 (6,5 Mw), dan Gempa Lebak 23 Januari 2018 (5,9 Mw).

“Ini menandakan Jakarta memiliki kerentanan terhadap goncangan gempa bumi,” demikian rilis Badan Geologi.

Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar didampingi oleh Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kasbani, Kepala Pusat Survei Geologi Eko Budi Lelono dan Sri Hidayati (Ichi) Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi, PVMBG, Badan Geologi dalam kegiatan siaran pers di ruang monitoring PVMBG (Foto : Badan Geologi Kementerian ESDM)

Pengurangan Risiko Bencana      

Keterangan Badan Geologi menjabarkan, kondisi Jakarta memiliki kerentanan terhadap goncangan gempa bumi dari sumber gempa bumi yang berjarak cukup jauh, karena tersusun atas endapan kuarter yang terurai (unconsolidated) dan tebal.

Untuk itu perlu adanya pemetaan tapak local (site class) secara detil, untuk mengetahui karakteristik tapak lokal Jakarta terhadap penguatan akibat goncangan gempa bumi.

Lebih rinci disbeutkan, keberadaan jalur patahan aktif yang diperkirakan melewati Jakarta masih belum diketahui secara pasti.

Penelitian dan pemetaan secara detil diperlukan untuk mengidentifikasi seberapa aktif patahan tersebut. Karena jika ada patahan aktif di Jakarta, ada potensi terjadi kerusakan di sepanjang jalur patahan tersebut.

Meski demikian, wilayah ibu kota masih aman untuk dijadikan sebagai tempat tinggal. Atas adanya kejadian masyarakat diminta tetap tidak panik.

“Jakarta masih dikategorikan relatif aman untuk ditinggali. Masyarakat harus tetap tenang, tidak perlu khawatir berlebihan namun terus tingkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan,” beber rilis Badan Geologi.

Seperti kita ketahui, gempa bumi tidak membunuh, namun robohnya bangunan yang menyebabkan korban jiwa.

Apalagi, sumber gempa bumi atau bahaya gempa bumi yang berpotensi melanda wilayah Jakarta tidak dapat dihilangkan ataupun dikurangi oleh manusia.

Akan tetapi, upaya pengurangan risiko bencana gempa bumi dapat dilakukan dan ditingkatkan melalui pengurangan kerentanan (risiko) terhadap gempa bumi dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi gempa bumi.

Pengurangan kerentanan terhadap gempa bumi adalah dengan penataan ruang berbasis kebencanaan yang termasuk di dalamnya pembangunan bangunan yang tahan gempa bumi. Peningkatan kapasitas dilakukan kepada masyarakat dan stake holder dengan cara sosialisasi yang kontinyu mengenai pengetahuan gempa bumi, langkah-langkah evakuasi dan penyelamatan diri ketika terjadi gempa bumi serta peningkatan kewaspadaan.

Badan Geologi menyatakan Nilai utama keberhasilan mitigasi bencana adalah minimalnya kerugian akibat kejadian bencana. Sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, Perlindungan kepada masyarakat terhadap resiko bencana geologi menjadi salah satu prioritas Pemerintah, khususnya juga tugas di Badan Geologi.

Badan Geologi senantiasa melakukan komunikasi dan menjalin kerja sama lebih intensif lagi dengan berbagai intansi baik BMKG, BNPB, LIPI, BPPT, Kementerian PUPR, Kementerian ATR, Bappenas, Perguruan Tinggi Asosiasi maupun Pemerintah DKI Jakarta.

“Jakarta harus merangkul kerja bersama yang lebih erat dan serius saat ini dan masa-masa mendatang untuk menangani berbagai permasalahan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana,” jelas rilis Badan Geologi. (asr)